Selasa, 20 Maret 2012

STRUKTUR LANGIT DI DALAM LANGIT YANG MENAKJUBKAN

Kurva tiga dimensi berbentuk globe, yang saya jelaskan di note sebelumnya, saya kira lumayan baik untuk menggambarkan hubungan antara dimensi ruang dan waktu alam semesta. Dengan globe itu kita bisa memperoleh gambaran bahwa kurva waktu berbentuk lengkung, sebagaimana kurva ruang yang juga berbentuk lengkung.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: kemanakah melengkungnya kurva di permukaan bola yang berdimensi dua itu? Seandainya alam semesta ini hanya berdimensi dua, berupa lembaran (bukan ruang angkasa yang bervolume), maka lembaran permukaan globe itu tidak akan bisa melengkung membentuk bola. Bentuk bola hanya terjadi di ruang tiga dimensi. Sedangkan bentuk lembaran terjadi di ruang dua dimensi.

Maka, agar sebuah lembaran bisa dilengkungkan ia harus berada di dalam ruang berdimensi lebih tinggi. Sehingga menjadilah sebuah bola yang bervolume, yang dibentuk dari lembaran berdimensi dua yang dilengkungkan. Pada bola yang berdimensi tiga alias bervolume itulah terkandung permukaan bola yang berdimensi dua berbentuk lembaran tiada bertepi.

Sekarang, tolong Anda jawab pertanyaan ini: apakah permukaan bola memiliki tepi? Bayangkanlah, jika Anda berjalan di atas permukaan globe itu ke arah depan terus menerus, apakah Anda akan bertemu tepinya? Tentu saja tidak. Karena, jika diteruskan, perjalanan Anda itu akan mengelililingi globe dan kembali ke tempat Anda berangkat semula. Terbuktilah, bahwa permukaan bola yang melengkung dan berdimensi dua itu tidak memiliki tepi. Namun tetap terbatas. Permukaan bola itu memiliki batas luasan. Kita bisa menghitung besar luasan permukaan globe itu dengan rumus luas bola =  4 x pi x R^2.

Maka kita menyebut permukaan bola itu sebagai ruang berdimensi dua yang tak punya tepi, tetapi terbatas. Ruang berdimensi dua itu berada di dalam ruang berdimensi tiga, yakni volume bola, dan juga volume ruangan di luar bola. Dengan bahasa awam dikatakan, permukaan bola yang melengkung tak bertepi itu terendam di dalam ruangan dimana ia berada. Baik yang ada di dalam bola maupun yang ada di luarnya.

Perhatikanlah. Ternyata ruang dua dimensi terendam di dalam ruang tiga dimensi. Atau dengan kata lain, bisa juga dikatakan ruang tiga dimensi sebenarnya tersusun dari ruang dua dimensi. Dan ruang dua dimensi pun tersusun dari ruang satu dimensi. Secara awam bisa saya katakan, bahwa sebuah luasan yang berdimensi dua sebenarnya terbentuk dari garis-garis berdimensi satu yang jumlahnya tak berhingga. Karena jika Anda menggambar garis sebanyak-banyaknya secara berimpitan kumpulan garis itu akan membentuk luasan. Sebagaimana pula, kalau Anda menggambar titik-titik secara berimpitan dalam jumlah tak berhingga, akan membentuk sepotong garis.

Sebuah bola yang berdimensi tiga terbentuk dan tersusun dari lembaran-lembaran berdimensi dua dalam jumlah tak berhingga. Lembaran berdimensi dua itu tersusun dari garis-garis berdimensi satu yang jumlahnya juga tak berhingga. Dan garis-garis itu terusun dari titik-titik tak bedimensi yang jumlahnya tak berhingga. Sebuah titik tak berdimensi boleh juga disebut sebagai ‘ketiadaan’. Ada simbolnya, tetapi tak ada kuantitasnya. Seperti angka nol, ada simbolnya tetapi tak ada isinya. Jadi segala yang ada ini sebenarnya tersusun dari 'ketiadaan'.

Apa yang saya ceritakan di atas adalah dalam rangka menerangkan struktur langit, alias alam semesta yang berbentuk lengkung itu. Bahwa, karena ruang alam semesta yang berdimensi tiga ini berbentuk lengkung, maka alam semesta membutuhkan ruang berdimensi lebih tinggi untuk mewadahi kelengkungannya. Ruang berdimensi empat itulah langit kedua, yang mewadahi melengkungnya langit pertama.

Untuk memudahkan penjelasan, proyeksikanlah langit berdimensi tiga ini sebagai sebentuk garis. Proyeksi adalah sebuah cara untuk menurunkan derajat dimensi. Sebagai contoh, badan Anda yang tiga dimensi jika disorot dengan lampu proyektor ke dinding akan menjadi bayangan yang berdimensi dua. Dan bayangan yang berdimensi dua itu jika diproyeksikan lagi akan menjadi sebuah garis. Maka, ambillah hasil proyeksi berupa garis itu sebagai cara untuk memudahkan penjelasan. Bahwa sepotong garis bisa kita gunakan untuk mewakili ruang tiga dimensi alam semesta.

Maka, kalau Anda melengkungkan sepotong garis yang berdimensi tiga (langit pertama) itu sampai ujungnya bertemu dengan ujung lainnya, ia akan membentuk lingkaran. Nah, lingkaran itu adalah ruang berdimensi lebih tinggi, yakni berdimensi empat (langit kedua). Karena, ingat, garis yang menyusun lingkaran itu adalah ruang berdimensi tiga.

Dan jika kita lanjutkan, lingkaran itu kita jejer bertumpukan dalam arah melengkung, maka Anda akan memperoleh terowongan berbentuk donat. Lingkaran-lingkarannya membentuk kulit donat, yang dilengkungkan sampai bertemu ujung donat yang satu dengan ujung lainnya. Itulah langit ketiga yang berdimensi lima. Sebentuk donat yang mewadahi kelengkungan langit pertama berupa garis tiga dimensi, dan langit kedua berupa lingkaran empat dimensi.

Jika proyeksi dimensi alam semesta ini dilanjutkan sampai ke langit ke tujuh yang berdimensi sembilan, dengan cara menjejer donat-donat itu sehingga membentuk ruangan berdimensi lebih tinggi, kita akan memperoleh alam semesta berbentuk pensil atau terompet yang di salah satu ujungnya mengecil, dan di ujung lainnya membesar, disebabkan oleh dimensi waktu bergerak dari T=0 sampai tak berhingga. T = nol menyebabkan ujung pensil atau terompet yang lancip, dan T = tak berhingga membentuk ujung terompet yang membuka.

Yang lebih menarik, sebenarnya adalah struktur dimensi di dalam dimensi itu. Bahwa alam semesta ini ternyata memiliki dimensi-dimensi lebih tinggi yang belum kita pahami sepenuhnya, tetapi memberikan indikasi sangat kuat disebabkan oleh melengkungnya ruang dan waktu. Al Qur’an menyebutnya sebagai langit berlapis tujuh. Yang paling dekat dan paling kecil berdimensi tiga disebut sebagai langit dunia. Yang lebih besar, mewadahi langit dunia adalah langit kedua yang berdimensi empat. Yang lebih tinggi lagi adalah langit ketiga yang berdimensi lima. Dan seterusnya, sampai langit ke tujuh yang berdimensi sembilan. Di langit ke tujuh inilah Rasulullah pernah melihat masa depan alam semesta, dalam bentuk kehidupan surga. Yakni, saat menjalani Isra’ Mi’raj.

Kenapa bisa melihat masa depan? Karena beliau berada di langit berdimensi paling tinggi. Sebagaimana saya jelaskan di depan, bahwa langit yang lebih rendah itu bisa di-bypass dari ruangan berdimensi lebih tinggi. Sebagaimana analogi globe, bahwa permukaan di balik globe bisa dilihat dari permukaan seberangnya, lewat ruang tiga dimensi di dalam globe itu.

Bahkan, jika seseorang memiliki akses untuk menembus kedalaman globe itu, ia akan bisa muncul di permukaan seberang secara tiba-tiba tanpa harus berjalan melingkari permukaan globe. Inilah yang dalam pengetahuan modern disebut sebagai jalur lubang cacing alias wormhole, dimana seseorang bisa ‘lenyap’ - berpindah tempat -  dengan cara menerobos dimensi lebih tinggi.

Meskipun dewasa ini masih dalam skala partikel, penelitian tentang wormhole dan teleportasi ini semakin intens dan akan semakin gamblang ke masa depan. Ini sekaligus akan memberikan penegasan tentang adanya ruang-ruang berdimensi tinggi, selain ruang tiga dimensi yang kita tempati. Dimana langit dunia yang diperkirakan memiliki diameter 30 miliar tahun cahaya ini, sebenarnya hanya sebuah ‘ruangan kecil’ di dalam ruangan langit yang lebih besar yang mewadahinya.

Setiap pertambahan dimensi akan memunculkan perbandingan tak berhingga besarnya. Ibarat, jajaran titik-titik tak berhingga yang menyusun sepotong garis. Atau, jajaran garis berjumlah tak berhingga yang menyusun luasan. Atau, tumpukan tak berhingga luasan yang menyusun volume. Maka, manusia hanyalah sebutir debu di ruang langit pertama berdimensi tiga ini. Padahal, langit pertama ini cuma debu di dalam langit kedua. Dan langit keduanya pun hanya bagaikan debu di dalam langit ketiga. Dan seterusnya, debu bagi langit keempat, kelima, keenam, dan ketujuh.

Puncaknya, langit ketujuh yang berdimensi sembilan itu pun hanyalah sebutir debu atau lebih kecil lagi di dalam Dzat Allah Yang Maha Besar. Yang kebesarannya telah meliputi seluruh ruang dan waktu ciptaan-Nya. Yang wujud-Nya tak akan pernah terbayangkan oleh pikiran manusia. Karena, hanya untuk membayangkan ruang dan waktu sebagai ciptaan-Nya saja pun kita sudah kedodoran. Apalagi Dia Sang Maha Suci dan Maha Agung, yang di ‘tangan-Nya’ tergenggam seluruh realitas jagad semesta.

QS. Nuh (71): 15
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?

QS. Al Mulk (67): 3
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

QS. Al Israa’ (17): 44
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

QS. Az Zumar (39): 67
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.

Wallahu a’lam bishshawab..

~ Salam Merenungi Misteri Alam Semesta ~

oleh Agus Mustofa pada 20 Maret 2012 pukul 12:59

MELIHAT MASA DEPAN LEWAT KURVA LENGKUNGNYA


Sejak zaman baheula manusia sudah merasakan dan menyadari adanya ‘sesuatu’ yang menggiring perjalanan hidup mereka menuju ‘terminal-terminal kehidupan’. Terlahir sebagai bayi, menjadi kanak-kanak, remaja, pemuda-pemudi, menua, dan kemudian mati. Bukan hanya pada diri manusia, melainkan juga terjadi pada ‘apa saja’ di lingkungan sekitarnya.

Manusia melihat tetumbuhan dan hewan-hewan juga demikian. Bebatuan, sungai, lembah, dan ngarai. Pegunungan, awan, angin, dan cuaca. Juga bulan, matahari dan bintang-bintang. Semuanya mengalami perubahan dalam fase-fase tertentu. Ya, alam semesta dengan segala peristiwanya sedang bergerak maju, dan tak pernah kembali ke masa lalu.

Apakah yang menggerakkan semua ini? Ilmu pengetahuan akhirnya memahami, bahwa semua benda di alam semesta ini memang tidak ada yang diam. Semuanya bergerak. Baik dalam skala makro maupun mikro. Planet-planet, bulan dan matahari, bintang-bintang dan galaksi, semuanya bergerak saling menjauh, seperti dilontarkan oleh kekuatan maha raksasa di masa lalu.

Demikian pula dalam skala mikrokosmos, molekul-molekul, atom-atom, dan partikel-partikel, semuanya sedang bergerak, bergetar, dan berubah. Semua itu memunculkan wajah alam semesta yang tak pernah sama dari waktu ke waktu. Ya, manusia lantas memahami istilah ‘masa lalu’ dan ‘masa depan’ untuk menandai perubahan yang sedang terjadi. Termasuk pada dirinya sendiri.

Maka, manusia pun menyimpulkan adanya dua variable alam yang sangat erat kaitannya dan tak terpisahkan: ruang dan waktu. Keduanya bergerak tak pernah berhenti. Ruang alam semesta terus membesar, menyebabkan jarak antara benda di skala makro maupun mikro terus menjauh. Sedangkan waktu terus ‘menua’menyebabkan terjadinya ‘masa lalu’ dan ‘masa depan’ untuk menandai semua kejadian yang terjadi dalam pergerakan ruang alam semesta itu.

Dikarenakan ruangan terus membesar, maka jarak antar-benda menjadi semakin menjauh dan memunculkan kekacauan. Bayangkanlah, ada sejumlah bola bilyar ditata berdempetan di atas meja. Dalam kondisi tanpa jarak itu, tak ada peluang untuk kacau. Tetapi, begitu Anda menabrakkan sebuah bola bilyar ke kumpulan bola itu, maka energi tabrakan itu akan melontarkan bola-bola tersebut ke segala arah, menjadi kacau. Sebuah kekacauan yang bertambah seiring waktu yang juga terus bertambah.

Begitulah kurang lebih keadaan alam semesta. Dalam pengamatan menggunakan teleskop, diketahui benda-benda langit bergerak saling menjauh ke segala arah. Ruangan alam bertambah besar. Waktunya semakin menua. Kerapatan materinya semakin rendah. Dan suhu alam semesta semakin mendingin, alias kerapatan energinya semakin turun. Ini sudah berlangsung selama belasan miliar tahun. Sehingga diambil kesimpulan begini: kalau semua benda langit bergerak menjauh, berarti dulunya berada pada posisi lebih dekat. ‘Semakin dulu’, semakin dekat. Dan ‘paling dulu’, di masa lalu, semua benda langit itu sangat dekat, bahkan berhimpitan, dan melebur ke dalam satu formasi tunggal.

Karena adanya energi maha raksasa yang meledakkan pusat alam semesta itulah, maka seluruh materi dan energi terlontar ke segala penjuru ruang yang mengembang, dalam ukuran waktu yang terus bertambah. Keadaan itu dikenal sebagai alam semesta yang memiliki ruangan nol, di waktu ke nol. Atau secara awam disebut ‘tak ada ruang’ dan ‘tak ada waktu’. Alias sebuah ketiadaan.

Maka, kalau kita buat grafik Ruang dan Waktu, kita akan memperoleh bentuk kurva melengkung. Dimana X adalah sumbu mendatar yang menggambarkan perubahan dimensi Waktu, sedangkan Y adalah sumbu tegak yang menggambarkan perubahan dimensi Ruang. Saat Waktu X=nol, maka Ruang Y=nol. Seiring dengan waktu yang terus bertambah (bergerak ke kanan dalam sumbu X), ruang alam semesta juga bertambah (bergerak ke atas dalam sumbu Y). Sehingga kurva pergerakan alam semesta akan bergerak diagonal dalam sumbu Cartesian itu.

Namun, pergerakan itu tidak linear membentuk sudut 45 derajat. Karena pergerakan alam semesta ternyata juga tidak linear, melainkan berubah secara beraturan. Logikanya, perubahan itu terjadi secara melambat. Karena kekuatan ledakan alam semesta mestinya paling besar di saat awal terjadinya ledakan. Setelah itu tinggal gemanya yang menyisakan daya lontar semakin rendah.

Nah, karena daya lontar itu semakin rendah, maka kita akan memperoleh sebuah kurva berbentuk lengkung, mirip bentuk lintasan batu yang dilemparkan oleh seorang atlet lempar martil atau lempar lembing. Awalnya, batu itu dilempar ke depan, bergerak melambat sampai mencapai puncak lemparan di angkasa, lantas si batu akan turun lagi ke tanah dengan gerakan mencepat kembali, dan jatuh di kejauhan sana. Begitulah kurang lebih, bentuk grafik alam semesta jika dilihat dari sisi perubahan Ruang dan Waktunya.

Artinya, dimensi ruang alam semesta ini sekarang sedang mengembang seiring dengan waktu yang terus bertambah. Dan suatu ketika, akan mencapai puncak pengembangannya, lantas jatuh kembali ke pusat alam semesta mirip batu yang dilontarkan tadi. Ini adalah salah satu teori yang paling banyak dianut oleh para ahli kosmologi, disamping teori-teori lain yang masih terus dikembangkan.

Jika Anda ingin memahami kurva Ruang-Waktu itu secara tiga dimensi, Anda bisa membayangkan bola bumi alias globe. Bayangkanlah garis-garis bujurnya sebagai dimensi waktu, dan garis-garis lintangnya sebagai dimensi ruang. Lantas, ibaratkanlah pergerakan alam semesta  terjadi dari kutub utara menuju kutub selatan. Di kutub utara itu dimensi ruang = nol, dan dimensi waktu = nol. Tetapi seiring dengan garis bujur ke arah kutub selatan, kita akan mendapati volume bola bumi itu semakin membesar. Dan kemudian maksimum di bagian perutnya, alias katulistiwa.

Setelah itu, ukurannya akan mengecil kembali seiring dengan posisi menuju ke kutub selatan. Dan ruangannya menjadi nol kembali di kutub selatan. Tetapi, waktu tidak pernah berjalan mundur. Waktu tetap bertambah, dan bergerak maju dari arah kutub utara menuju kutub selatan. Meskipun volumenya berubah dari nol di kutub utara, dan maksimum di bagian katulistiwa, serta mengecil mencapai nol lagi di kutub selatan.

Mudah-mudahan penjelasan saya diatas bisa tertangkap dengan baik, meskipun agak abstrak. Pada intinya, saya cuma ingin mengatakan bahwa dimensi ruang itu memiliki kurva berbentuk lengkung sebagaimana garis lintang di permukaan globe. Dan demikian pula kurva waktu itu juga berbentuk lengkung sebagaimana garis bujur dalam globe.

Nah, karena bentuknya lengkung, maka kita bisa melihat masa depan dari kedalaman ruang bola, kalau globe itu terbuat dari bahan transparan. Inilah yang saya maksudkan, bahwa ruang dua dimensi di permukaan bola itu ternyata bisa di-bypass dari ruang tiga dimensi di dalam bola. Itu pula yang saya jelaskan dalam buku ‘Terpesona di Sidratul Muntaha’, bahwa langit dunia yang berdimensi tiga ini bisa di-bypass dari langit kedua yang berdimensi empat…!

Allah menciptakan ruang dan waktu ini lengkung. Dan membukakan sebagian rahasia masa depan bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya.

QS. Al Baqarah (2): 33
… Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"

QS. Ath Thalaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
  
~ Salam Merenungi Misteri Alam Semesta ~

oleh Agus Mustofa pada 19 Maret 2012 pukul 10:23

Minggu, 05 Februari 2012

ANGKA BAGI WARIS YANG UNIK

Oleh Mehdy Riza pada 4 Februari 2012 pukul 15:26
ANGKA BAGI WARIS YANG UNIK .

Angka waris memang unik, berupa pecahan, bukan bilangan bulat positif, yaitu: 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½, dan 2/3. Bagaimanapun juga, angka-angka tersebut disusun membentuk kripto, 7, 19, dan 11. Dan bagaimana cara menggunakan angka tersebut dalam bagi waris?

Klasifikasi: Sulit
Jum’at, 9 September 2011.

Di bulan puasa (Ramadhan) lalu sejumlah  teman meminta dibuatkan  “Note” tentang angka-angka dalam bagi waris dan bagaimana menghitungnya? Rupanya permintaan ini juga berhubungan dengan bahasa kripto, bukan sekedar bagaimana membagi waris. Sebab keterangan cara membagi waris, dalam konsep Islam – cukup banyak ditulis di Net berikut contoh - contohnya.

Bagaimanapun juga, bagi awam terasa  menyulitkan untuk memahami  bagi waris dengan angka-angka tersebut, apa lagi, bagi yang tidak mau bertanya – karena seolah-olah, jika mengikuti begitu saja – tanpa ilmu - maka hasilnya akan selalu lebih besar dari porsi yang tersedia. “Aha… pasti yang membuat ayat-ayat tersebut  adalah makhluk bodoh. Siapapun Dia, tidak pandai berhitung”.  Demikian kesimpulan sebagian pembaca, dengan mengajukan bukti berbagai ilustrasi kasus. Benarkah demikian?

Abad ke-7 di Jazirah Arab, sekitar tahun 627 M, adalah tahun-tahun sulit bagi wanita, orang tua dan anak-anak dalam hal bagi waris. Karena tradisi Arab umumnya, begitu seseorang meninggal, maka yang akan menguasai hartanya adalah saudara laki-laki almarhum. Selama ratusan tahun begitu. Tradisi inilah yang dirombak oleh ayat-ayat Kitab Mulia, dalam pesannya di Medinah. Ringkasnya, mengangkat hak wanita (janda), orang tua dan anak-anak almarhum, yang sebelumnya terpinggirkan. Kisah pertama adalah, asal usul turunnya wahyu, yaitu kisah janda Aus Bin Tsabit yang mengadukan kepada Nabi, tentang kelakuan adik laki-laki almarhum, yang mengambil semua harta waris (An Nisaa’/Wanita, 4:7). Demikian juga kisah janda Perang di Bukit Uhud, Amrah Binti Hazm, yang mengadukan nasibnya, karena tidak mendapat waris (An Nisaa’/Wanita, 4:12) dan perintah Nabi kepada Jabir Bin Abdillah yang kaya ketika sakit keras (sekarat), pedoman umum untuk bagi waris, bagian anak-anak, istri,  orang tua dan saudara-saudaranya (An Nisaa’, 4:11-12). Kini situasinya dibalik, selama ini prioritas utama ada di saudara-saudaranya yang meninggal, terutama laki-laki – tetapi kemudian Kitab Mulia memberi prioritas pada pasangannya (janda), orang tuanya dan kemudian anak-anaknya. Setelah itu, baru saudara-saudara almarhum.

Dibawah ini adalah ringkasan dari pedoman bagi waris yang dijelaskan oleh Kitab Mulia, kita ambil dari bagian penting di Surah An Nisa’ atau Wanita:

Baik pria laki-laki maupun wanita memiliki bagian warisan dari orang tua maupun kerabat dekat (Qs, 4:7), dan ketika pembagian ada kerabat , anak yatim, dan orang miskin hadir mengetahuinya – maka bagilah sekedarnya (Qs, 4:8). Bagian anak lelaki, adalah dua bagian anak wanita. Tetapi jika semua anak wanita, lebih dari dua orang, bagiannya 2/3 dari harta yang ada. Namun jika anak tunggal wanita, bagiannya setengahnya (1/2). Sedangkan orang tuanya, masing-masing 1/6 nya. Demikian juga, ibunya mendapat 1/6, jika yang meninggal tidak punya anak, tetapi mempunyai saudara. Namun jika tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai saudara, bagian ibunya adalah 1/3 nya. Pembagian ini, setelah wasiat dan hutang-hutang yang ada telah dibayarkan. (Qs, 4:11). Pasangan diatur tersendiri, misalnya suami mendapat 1/4nya jika istri meninggal dan mempunyai anak, tetapi jika tidak mempunyai anak mendapat 1/2nya. Sedangkan istri almarhum, masing-masing 1/8 nya ( Qs, 4:12). Penegasan kembali bagi ahli waris, agar pedoman ini dilaksanakan sebaik-baiknya (Qs, 4:33). Kemudian penjelasan lompat ke ayat paling akhir di Surah An Nisaa’, yaitu pembagian waris bagi “Kalaalah”, orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan Bapak. Misalnya, untuk saudara perempuannya adalah 1/2nya, dan jika saudara perempuannya dua orang mendapat 2/3nya, jika tidak mempunyai saudara laki-laki. Tetapi jika ada, pembagian saudara laki-laki dua bagian saudara perempuan. (Qs: 4: 176).

Diatas tadi sudah dijelaskan beberapa kisah yang memberi dasar, mengapa ayat-ayat tentang bagi waris turun. Namun, jika ditanyakan mengapa angkanya, ada ½, 1/3, ¼, 1/6, dan lainnya, maka jawaban biasa  sulit untuk memuaskan semua pihak.

Satu hal yang pasti - bagaimanapun juga, angka-angka diatas dipilih sedemikian rupa hingga variasinya, maupun penempatan ayatnya membentuk kode tersendiri, yang berhubungan dengan bilangan prima. Bilangan istimewa dalam matematika modern. Ada kode, ada isi dan makna, serta Teologi. Kombinasi yang unik.


Kripto Sederhana.

Jika seseorang bertanya apakah ada kripto dalam bagi waris? 
Maka jawabannya, ada! 
Karena Kripto dalam Kitab Mulia adalah pola umum, yang melengkapi semua surah, ayat dan isinya. Pola umum adalah kripto bilangan prima 7, 11 dan 19.
Contoh yang mudah saja adalah penempatan nomor ayat dalam satu surat, yaitu ada di 6 ayat: ayat 7, 8, 11, 12, 33 dan 176. Aneh tidak berurutan, terkesan acak! “Yang menyusun  ayat ini mungkin  bodoh.”
Nomor ayat ini – sebenarnya tidak acak – tetapi membentuk kode khusus  19, karena jumlah nomor ayatnya, sedemikian rupa, merupakan kelipatan 19. Perhatikan: 7 + 8 + 11 + 12 + 33 + 176 =  247, atau 19 x 13.
Bagaimana dengan angka waris sendiri, apakah memiliki kripto juga (kode khusus)?
Angka waris dalam Kitab Mulia ada 6 juga, yaitu disusun dari yang kecil, 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½ dan 2/3.
Sulit dimengerti, mengapa angka-angka tersebut dipilih? Lepas dari masalah porsi waris.

Pertama kali yang harus dilakukan, termasuk untuk bagi waris – angka tersebut harus disamakan bilangan penyebutnya. Artinya, perbandingannya adalah menjadi 3/24, 4/24, 6/24, 8/24, 12/24 dan 16/24 atau lebih sederhana dalam bilangan bulat positif: 3, 4, 6, 8, 12, dan 16. Dengan cara demikian – maka kita memiliki 6 perbandingan.

Kombinasi 6 angka ini membentuk kripto 7, karena jumlahnya merupakan bilangan kelipatan 7. Perhatikan : 3 + 4 + 6 + 8 + 12 + 16= 49 atau 7 x 7
Luar biasa bukan?

Dari sini saja kita bisa menyimpulkan bahwa pemilihan angka bagi waris tadi tidak sembarangan – atau dengan kata lain  baik penempatan ayat maupun pemilihan angka-angka waris dibuat sedemikian rupa hingga membentuk kripto – yaitu kode 19 dan 7.

Manfaatnya bagi para pembaca yang beriman, agar bertambah keimanannya dan lebih yakin (Qs, 74:31).

Bagaimana Cara Membagi Waris ?

Pembaca yang hanya membaca Kitab Mulia saja tanpa membaca Hadist Nabi  atau tidak dilengkapi keterangan para Ulama, akan kebingungan.  Akhirnya, karena ilmu belum sampai - malah menyalahkan - yang membuat aturan.
Dalam bagi waris ada dua klasifikasi:

(1)   Prioritas Utama yang disebut “ashhabul furudh”, misalnya orang tua, pasangannya dan kemudian anak-anak perempuan yang telah ditetapkan besarannya, yaitu dengan angka-angka waris, misalnya 1/2 atau 2/3.
(2)   Prioritas Terakhir yang disebut “’ashabah”, merupakan sisa setelah Prioritas Utama dibagikan. Bisa mendapat lebih besar atau malah lebih kecil, atau tidak sama sekali, bergantung pada variasi jenis waris. Misalnya, untuk kategori saudara kandung dari almarhum.  ‘Ashabah – pun, sebenarnya terdiri dari dua: (1) Karena garis keturunan (Nasabiyah), dan (2) Karena membebaskan seorang ‘hamba sahaya” atau ‘Sabaabiyah”. Kasus terakhir ini, sangat jarang.!

Ada delapan  kasus yang diajukan teman-teman, baik melalui email maupun kelompok diskusi,  sebagian ada kasus yang tertulis di bukunya Prof. Jeffry Lang, tetapi saya akan bahas beberapa saja, hanya sebagai contoh – karena sebenarnya mudah.

KASUS  01.
Almarhum meninggalkan 4 orang anak wanita, orang tua dan istrinya, serta uang Rp 300 juta rupiah (dalam studi kasus hanya 30 juta), setelah dipotong wasiat dan hutang. Asumsi tidak ada anak yatim, orang miskin dan kerabat yang hadir, ketika bagi waris. Kasus serupa ini juga ditemukan oleh Jeffrey Lang (Profesor Matematika di Amerika), penulis buku, “Aku Beriman, maka Aku Bertanya” (Losing My Religion: A Call For Help, Amana Publications, USA 2004).

Inilah pembagian menurut orang awam.
4 orang anak wanita adalah 2/3 bagian atau 200 juta rupiah.
Orang tua, masing-masing 1/6 bagian atau 1/3 bagian, yaitu 100 juta rupiah.
Lalu, janda atau istri almarhum 1/8 bagian atau 37,5 juta rupiah. Jumlah, 337, 5 juta rupiah.”Lho….kok kurang?”.

Dibawah ini diselesaikan dengan kaidah bagi waris yang sebenarnya, kita ambil berdasarkan rujukan Muhammad Ali, Ulama Pakistan penulis “The Religion Islam”.
Baik anak perempuan tanpa saudara laki, orang tua maupun janda almarhum termasuk“ashhabul furudh”, prioritas utama – dengan demikian maka penyelesaiannya harus disamakan dulu penyebut pecahannya.

4 anak wanita adalah 2/3 bagian atau 16/24 bagian.
Orang tua 1/3 bagian atau 8/24 bagian.
Janda almarhum 1/8 atau 3/24 bagian.

Lihat perbandingannya, disederhanakan:  maka 4 anak wanita adalah 16 bagian, orang tua 8 bagian dan janda almarhum 1 bagian. Total semuanya  27 bagian.
Dengan demikian, 4 orang anak mendapat 16/27 x 300 juta rupiah, orang tua mendapat 8/ 27 x 300 juta rupiah dan jandanya mendapat 3 /27 x 300 juta rupiah. Jumlah total akan tepat 300 juta rupiah.

KASUS 02
Seorang wanita meninggal dunia, tidak mempunyai anak, hanya suami, ibunya dan 2 saudara wanitanya. Jumlah harta bersih 300 juta rupiah.
Orang awam akan membagi sebagai berikut:
Suaminya ½ bagian atau  150 juta rupiah.
Dua anak wanita,  2/3 bagian atau 2/3 x 300 juta rupiah, 200 juta rupiah.

Ibunya 1/6 bagian, atau 1/6 x 300 juta rupiah, 50 juta rupiah.
Jumlah total yang diperlukan 400 juta rupiah......kurang ya?

Ini juga sama dengan kasus 01 diatas, semuanya adalah “ashhabul furudh”.

Penyelesaiannya adalah:
Dua anak wanita 2/3 bagian atau 16/24 bagian
Suaminya ½ bagian atau 12/24 bagian dan

Ibunya 1/6 bagian atau 4/24 bagian.
Artinya, dua anak wanita 16 bagian, suaminya 12 bagian, dan ibunya 4 bagian. Total semua 32 bagian.
Dengan demikian, dua anak wanita 16/32 atau 4/8 x 300 juta rupiah, atau 150 juta rupiah.
Suaminya 12/32 bagian atau 3/8 x 300 juta rupiah, atau 112,5 juta rupiah.  
Ibunya 4/32 bagian atau 1/8 x 300 juta rupiah, atau sama dengan 37,5 juta rupiah.

Kasus 01, jika dirubah, menjadi 3 anak wanita dan 1 anak laki, maka akan menjadi kasus 03.

KASUS 03
Almarhum meninggalkan istri, dua orang tua satu putra dan 3 putri. Serta harta bersih 300 juta rupiah.
Kasus 03 lengkap, karena terdapat  kelompok ‘ashhabul furudh” dan juga sekaligus“ashabah”.

Penyelesaiannya.
Ashabul Furudh, Orang Tua mendapatkan  1/3 bagian atau 100 juta rupiah.
Sedangkan jandanya mendapatkan 1/8 bagian atau 37,5 juta rupiah.
Sisanya, atau ‘ashabah adalah 162, 5 juta rupiah, merupakan bagian anak-anaknya, yaitu seorang anak laki 2 bagian, 3 anak wanita 3 bagian. Total 5 bagian.
Anak laki mendapat 2/5 x 162,5 juta rupiah atau 65 juta.
Anak wanita, masing-masing 1/5 x 162,5 juta rupiah atau 32,5 juta.
Ada yang menarik - ketika seorang janda memiliki anak laki, maka bagiannya naik  dari yang awalnya hanya 3/27 atau 1/9 bagian di Kasus 01, menjadi 1/8 bagian di Kasus 03. Jender wanita diwakili oleh ibu almarhum, janda dan anak wanita. Anak wanitapun, ketika tidak mempunyai saudara kandung laki-laki, mereka naik pangkat dari yang tadinya prioritas kedua, menjadi prioritas utama.
Hal-hal seperti ini yang tidak diketahui oleh pembaca awam.


Kripto Yang Lebih Rumit.

Bagi pembaca yang baru mengikuti bahasa kripto di Kitab Mulia, saya anjurkan untuk melihat sejumlah catatan saya sebelum ini, supaya lebih mudah memahaminya.

Saya sendiri baru menyadari tahun ini (2011) bahwa, angka-angka warispun membentuk kripto tersendiri. Tahun kemarin, saya baru memahami sampai tahap bilangan bulat positip di Kitab Mulia, belum sampai ke bilangan pecahan.
Bilangan pecahan yang ditampilkan dalam Kitab Mulia bukan 6 tetapi semuanya 8. Kita ingat bahwa bilangan prima ke 8 adalah 19, dalam matematika. Urutannya: 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, dan 19.
Dua angka lainnya adalah 1/5, yang menjelaskan pembagian pampasan perang (Qs, 8:41) dan angka 1/10, yang menjelaskan bahwa orang-orang yang menolak kebenaran di Mekkah baru menerima kurang dari 1/10 risalah Illahi saja (Qs, 34:45).
Dengan demikian angka pecahan menjadi 8, yaitu: 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½, 2/3 tambahan  1/5 dan 1/10. Membingungkan?

Tetapi bagi ahli kripto tentu saja tidak.

Kita buat sama penyebutnya, maka kita akan dapatkan: 15/120, 20/120, 30/120, 40/120, 60/120, 80/120, 24/120 dan 12/120. Dengan kata lain kita mendapatkan perbandingan angka 15, 20, 30, 40, 60, 80, 24,  dan 12. Ada 16 digit, yang membentuk kode 19. Mengapa begitu? Karena jumlah digit angkanya, merupakan kelipatan 19. Yaitu: 1+5+2+0+3+0+4+0+6+0+8+0+2+4+1+2= 38, atau 19 x 2.
Kebetulan? Tidak, sekali-kali tidak.

Ingat dalam waris kita punya perbandingan: 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½ dan 2/3 atau dalam bilangan bulat 3, 4, 6, 8, 12 dan 16 untuk ‘ashhabul furudh’.

Kita lihat contoh yang sangat rumit, yaitu pedoman waris bagi orang yang mempunyai anak – yang dicatat dalam surah 4, ayat 11. Perhatikan, ini kombinasi nomor surah, nomor ayat dan penyebutan angka-angka waris bagi yang mempunyai anak.

“Allah mewajibkan kepadamu tentang anak-anakmu , yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua (2) orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya  lebih dari dua (2) , maka bagian mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja (1), maka dia memperoleh 1/2nya. Sedangkan untuk kedua orang tua, bagian masing-masing 1/6 dari harta yang ditinggalkan, jika dia meninggalkan anak….”.(Qs, 4:11).

Kita memiliki angka-angka: 4 (nomor surah), 11 (nomor ayat), 2 (bagian laki - dua anak perempuan), 2 (lebih dari dua anak perempuan), 16 (bagian atau 2/3 dari harta), 1 (seorang anak perempuan), 12 (bagian, ½ dari harta) dan 4 (bagian, 1/6 dari harta untuk  masing-masing orang tua ). Kombinasi 11 digit angka tersebut ialah  4 1 1 2 2 1 6 1 1 2 4 merupakan kode bilangan prima 11 juga, karena 4112216124 adalah 11 x 3738378284. Inilah kode waris jika memiliki anak, secara umum.

4 1 1 2 2 1 6 1 1 2 4

Rumit ya…..tidak terbayangkan sebelumnya.
Jika pola penyusunan Kitab Mulia seperti ini, tentunya yang menyusun bukan “makhluk bodoh” – sebagaimana asumsi sebagian pembaca awam.

Contoh yang kompleks adalah kombinasi bilangan ratusan digit angka yang juga merupakan kelipatan bilangan prima 19. Kombinasi susunan 114 surah – yang tentu saja – kurang bermanfaat ditampilkan dalam catatan sederhana ini.

Salam
Arifin Mufti
Bandung.

West Java - Indonesia.

nafsu dan hawa itu 2 hal yg berbeda

Oleh Mehdy Riza pada 4 Februari 2012 pukul 12:45
QS Anazi'at diterangkan bahwa nafsu itu harus di pisah dari hawa, nafsu harus di cegah dari hawa. "wa ammaa man khoofa maqooma robbihi wanahan nafsa 'anil hawaa fainnal jannata hiyal ma'waa" artinya "dan adapun orang yg takut akan kedudukan tuhannya dan mencegah nafsu dari hawa, maka sesungguhnya surga itulah tempatnya"
Di dalam ayat ini tidak menggunakan kalimat "tsumma" (artinya : kemudian), tetapi "langsung" yakni bila kamu pisahkan nafsu dari hawa maka surga-lah tempatnya, jadi 'langsung', tidak pakai 'kemudian'. tapi jika nafsu tidak dipisahkan dengan hawa maka 'neraka'.
Jadi antara hawa dengan nafsu itu adalah dua hal yang berbeda.

Adapun hawa itu mutlak jelek dan tidak memiliki tingkatan:
QS al jatsiyah "tidakkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa sebagai tuhannya"
QS al a'rof  "dan orang yg mengikuti hawanya, perumpamaannya laksana anjing"

Sedangkan nafsu itu ada tingkatannya:
1. Nafsu Amarah
QS yusuf "innan nafsa la-AMMAAROTUN bissuu-i" "sesungguhnya nafsu itu pasti perintah kepada kejelekan"
amarah artinya: perintah maksudnya perintah pada kejelekan.
Nafsu yg tingkat amaroh ini adalah nafu yg liar, tidak tahu benar dan salah, tidak tahu bedanya, semua halal. pedomannya "pokok hasil", tujuan menghalalkan segala cara yang penting hasil.
2. Nafsu Lawwamah

Apabila sudah kelihatan agak baik, sudah tahu bedanya benar dan salah, baik dan buruk, maka meningkat menjadi nafsu lawwaamah. 
Nafsu ini sudah tahu baik dan sudah tahu jelek, tapi dalam prakteknya masih sering pada jeleknya.

Secara bahasa, "lawwamah" artinya "tercela".
Contoh: Seseorang yang sudah tahu kalo puasa ramadhan itu diperintahkan untuk dilaksanakan, dan ia juga mampu menjalankannya, tapi ternyata dia tidak mau berpuasa, dan lalu mencari warung yang tersembunyi untuk makan atau minum. Nafsu ini masih malu juga, tapi sayang malunya hanya kepada manusia.
Sedangkan Nafsu Amaroh itu liar, di bulan ramadhon ia makan di tengah jalan pada siang hari.
QS al qiyamah "walaa uqsimu binafsil LAWWAAMAH "dan aku tidak bersumpah dgn nafsu lawwaamah (nafsu yg tercela)
3. Nafsu Shulfiyah
Nafsu Shulfiyah artinya nafsu yg bening, bersih. 
Jadi, meskipun masih mengerjakan keburukan tapi persentasinya masih banyak dalam kebaikan.
QS asy syamsi "qod aflaha man zakkaahaa" (shulfiyah artinya bersih, zaka artinya juga bersih) "sunguh2 beruntung orang yg membersihkan nafsunya"
Nafsu ini sdh bisa menjaga perbuatannya dari kejelekan tapi masih menggerutu.
Contohnya: Seseorang yang berdoa meminta 100 ribu, tapi ketika diberi Allah rejeki hanya 50 ribu, maka dia akan menggerutu.
4. Nafsu Muthmainnah
Muthmainnah itu maknanya tenang, tidak goncang.
Bagi orang yang berada di tingkatan Nafsu Muthmainnah, apabila menerima bermacam-macam cobaan, akan dihadapinya dengan tenang, menerima rejeki yamg besar ia tenang, dalam segala keadaan selalu dihadapi dengan tenang. dikritik tenang, di puji tenang, di puji tidak tingi hati, dicela tdk putus asa.
5. Nafsu Rodliyah
Tingkatan Rodiyah adalah nafsu yg sudah ridlo, ikhlas. ibadahnya ridlo ikhlas.
Seperti dlm kisah hamba yg tekun ibadah, maka nafsu rodliyahnya di uji. "hai fulan, setekun apapun kamu beribadah kepada Allah, maka kamu tetap tidak aku beri rejeki dan kamu tetap aku takdirkan menjadi orang miskin terus, dan nanti di akhiratpun kamu tetap dimasukkan neraka, tdk akan dimaukkan surga" bagaimana jawaban si hamba? " saya ini ibadah bukan karena surga, saya ibadah juga bukan karena neraka, tujuan saya hanyalah ridloNya Allah Taala. bila Allah ridlo saya masuk neraka maka itulah surga saya, tapi jika Allah
tidak ridlo, maka itulah neraka saya, terserah ridlonya Allah. 
Nabi Ibrohim yang dimasukkan lautan api tapi Allah ridlo maka tdk ada bahaya apa-apa."
6. Nafsu Mardliyah
QS fajri ayat 8 "yaa ayyatuhan nau MUTHMAINNAH irji'ii ilaa robbiki ROODLIYATAN MARDLIYYAH"
ayat ini menerangkan:
"yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah irji'ii" "wahai nafsu muthmainnah, kembalilah"

kembali kemana?

"ilaa robbiki" "kepada tuhanmu"
"roodliyatan mardliyyah" "dengan nafsu rodliyah dan mardliyah"

Nafsu Amaroh, Nafsu Lawwamah dan Nafsu Shulfiyah, tidak dipanggil oleh Allah, adapun yg dipangil adalah Nafsu Muthmainnah, karena tenang sehingga bisa mendengar panggilan Allah itu.
Nafsu Amaroh itu tuli sehingga tidak mendengar, ribut dengan urusan sendiri.
 Nafsu Amarah dan Lawwamah itu ribut dengan sendirinya sendiri, jadi sampai besok ya ribut terus.
7. Nafsu Kamilah 
"fadkhulii fii ibaadi wadkhulii jannatii" "maka masuklah didalam golongan hambaku"
mengaji dari kyai MM

Rabu, 01 Februari 2012

FAKTA KELAM ABU HURAIRAH

Oleh Yahia Rahman pada 31 Januari 2012 pukul 16:52
Note : Ini adalah fakta sejarah! Namun anda tidak perlu khawatir, karena tidak akan merusak kesucian Islam. Allah tidak pernah menyuruh kita untuk mengikuti perkataan Abu Hurairah, dan Abu Hurairah bukanlah seorang nabi. Selamat membaca!


Ada berapa banyak Hadits yang diriwayatkan kepada kita? Dan siapakah sebenarnya Abu Hurairah?
Riwayat hadits yang berhasil dikumpulkan (dan diatasnamakan kepada Nabi Muhammad) jumlahnya ratusan ribu. Kurang lebih sekitar 700.000. riwayat. Namun tahukah anda bahwa 99% dari hadits-hadits tersebut ternyata adalah kebohongan belaka dan telah ditolak oleh ulama-ulama terdahulu, di mana mereka bisa mengidentifikasi sendiri hadits mana yang benar, dan hadits mana yang merupakan kebohongan.

Mari kita tengok beberapa pengumpul hadits yang terkenal, dan pelajari bagaimana cara mereka mengumpulkannya!

1) Malik ibn Anas telah mengumpulkan sekitar 500 hadits, dan membukukannya dalam kitab karangannya yang terkenal, “Al-Muwatha”.

2) Ahmad ibn Hanbal telah mengumpulkan 700.000. hadits. Dari sejumlah itu, ia hanya menggunakan 40.000. hadits yang dianggap otentik, dan membukukannya dalam kitab terkenalnya “Musnad”. Dengan kata lain ia beranggapan bahwa 660.000. hadits lainya sebagai kebohongan dan belum terbukti keotentikannya. Maka berarti 94% hadits yang dikumpulkannya adalah tidak otentik.

3) Bukhari mengumpulkan 700.000. hadits dan hanya menerima 7275 hadits saja dan dibukukan dalam kitab “Shahih Bukhari” yang terkenal. Dengan kata lain 99% hadits yang dikumpulkannya adalah tidak otentik.

4) Muslim mengumpulkan 300.000. hadits dan hanya mengambil 4000 saja yang dibukukan dalam “Kitab Shahih Muslim” yang terkenal. Dengan kata lain ia telah menganggap 296.000. atau 99% dari hadits yang dikumpulkannya sebagai tidak otentik.

Fakta ini seharusnya membuka mata anda tentang bagaimana korupsi dan distorsi telah memasuki agama Islam tercinta ini lewat pintu belakang!

Maka sekarang kita mulai mengerti mengapa Allah berjanji untuk memelihara sendiri kemurnian dari kitab suci yang diturunkan-Nya, yaitu satu-satunya hadits otentik, yang harus diterima, dan terbaik, yaitu Qur’an!

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al Hijr : 9)

Tidak ada jaminan yang bisa ditawarkan kepada perkataan-perkataan bohong oleh para pembohong, yang mencoba mengacak-acak isi Qur’an, sambil berkata bahwa Qur’an itu tidak lengkap, tidak detail, dan tidak sempurna, dan berpendapat bahwa Qur’an masih harus dilengkapi dengan kitab-kitab lain!

Siapakah Abu Hurairah sebenarnya?

Nama Abu Hurairah muncul hampir di seluruh periwayatan hadits, di mana ia hampir selalu menjadi mata rantai awal dalam periwayatan hadits. Ini berarti dia mengaku sebagai orang pertama yang mendengarkan perkataan-perkataan Nabi Muhammad.

Abu Hurairah berasal dari Yaman, dan bergabung di Madinah pada tahun ke-7 Hijriyah, dan menyatakan diri masuk Islam. Kebersamaannya dengan Rasulullah tidak lebih dari dua tahun saja. Nama julukan Abu Hurairah dalam bahasa Arab berarti “Bapak Dari Para Kucing.”

Para sejarawan muslim tidak tahu menahu siapa nama aslinya. Abu Hurairah telah meriwayatkan 5374 hadits dalam kurun waktu kurang dari dua tahun kebersamaannya dengan Rasulullah. Bandingkan saja dengan orang-orang yang telah bersama dengan Rasulullah untuk waktu yang lama namun hanya sedikit meriwayatkan hadits, seperti Aisyah, Abu Bakar, Umar, dan Ali.

Sebagian besar hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berstatus “Ahad” alias tunggal, yang berarti saksi atas kebenaran hadits itu hanya Abu Hurairah sendri yang mengetahui (Hukum kebenaran atas kesaksian yang mewajibkan minimal dua orang sebagai saksi telah digugurkan demi memperjuangkan seorang Abu Hurairah!)

Aisyah, istri Rasulullah, dan beberapa sahabat telah menuduh Abu Hurairah sebagai seorang pembohong yang telah membuat-buat berita bohong tentang Rasulullah, demi menaikkan status pribadinya saja.

Umar ibn Khattab, khalifah kedua, pernah mengancam akan mengasingkan Abu Hurairah, jika ia tidak berhenti mengucapkan kebohongan-kebohongan tentang Nabi Muhammad. Abu Hurairah memang menghentikan kebiasaan buruknya tersebut. Namun setelah Umar dibunuh, ia memulai lagi kebohongan-kebohongan itu. Ia tetap melanjutkan cerita-cerita bohongnya demi menyenangkan hati Khalifah Mu’awiyah, dan ia pun hidup dalam kemewahan di Istana sang khalifah di Syria. Bahkan Abu Hurairah sendiri pernah mengakui bahwa ia pernah diancam cambukan oleh Umar jika ia tetap berkisah tentang hadits.

Periwayatan Abu Hurairah menjadi meragukan, dalam beberapa kasus, ketika ia mengaku menjadi saksi atas kejadian seputar Rasulullah, sementara fakta sejarah tidak mendukung kesaksiannya tersebut.

Sebagai contoh, ia berkata : “Aku memanggil Ruqayyah, putri Rasulullah, istri Usman, ketika ia sedang memegang sisir di tangan ...”

Tunggu! Itu tidak mungkin ...

Ruqayyah telah wafat pada tahun ke-3 Hijriyah setelah kemenangan dalam Perang Badr, sementara Abu Hurairah baru datang bergabung dan memeluk Islam pada tahun ke-7 Hijriyah! Informasi ini bisa dibaca dalam kitab “Mustadrak” volume 2, hal 48, oleh Hakim dan juga kitab “Talkees ul-Mustadrak” oleh Zahabi.

Empat khalifah awal, adalah Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib. Melalui intrik politik yang kotor, Ali telah dibunuh dan digulingkan dari kekuasaannya, dan direbut oleh Mu’awiyah. Abu Jafar Al-Iskafy menceritakan bahwa Khalifah Mu’awiyah telah mengangkat beberapa pejabat, termasuk Abu Hurairah, dan memerintahkan mereka untuk mengarang-ngarang hadits yang isinya bertujuan untuk menjelek-jelekkan Ali dan keluarganya. Hal ini bertujuan untuk memperkuat legitimasi Mu’awiyah sebagai khalifah yang sah. Abu Hurairah tinggal di istana kekhalifahan Mu’awiyah, dan melayaninya dengan berbagai kebijakan politik. Ia telah meriwayatkan hadits-hadits yang isinya merupakan penghinaan terhadap Ali, demi menyenangkan hati Mu’awiyah.

Pada masa kekuasaan Mu’awiyah itulah, dengan bantuan Abu Hurairah, banyak hadits “diterbitkan”, yang isinya banyak mendukung bahwa Khalifah dan Imam haruslah ditaati sebagaimana orang beriman menaati Allah dan Rasul-Nya, di mana hal ini nyata-nyata bertentangan dengan perintah dalam Qur’an bahwa segala permasalahan dan pemecahannya haruslah melalui mekanisme musyawarah mufakat. Banyak sekali hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah nyata-nyata mengandung kontradiksi : baik dengan hadits yang diriwayatkannya sendiri, hadits riwayat orang lain, Qur’an, dan kewajaran dalam kehidupan.

Abu Hurairah sebagaimana Kaab Al Ahbar, seorang Yahudi yang mencoba merusak isi Qur’an dengan mencampurkan aturan dan hukum yang diambil dari kitab-kitab Yahudi. Mereka telah memproduksi hadits-hadits yang tidak masuk akal, yang berdasarkan cerita-cerita Talmud, yang sangat bertentangan dengan Qur’an.

Para sejarawan Islam mengisahkan bahwa Abu Hurairah menjadi sangat kaya ketika ditunjuk sebagai Gubernur Bahrain. Umar sangat marah dan memanggilnya seraya berkata, “Kamu adalah musuh Allah karena kamu telah mencuri uang yang bukan hak! Aku telah menjadikanmu Amir di Bahrain, bahkan ketika itu kamu tidak mampu membeli sepasang sepatu pun! Dari mana kamu dapatkan uang sebanyak ini (400.000. Dirham)???”

Abu Hurairah juga sangat dikenal karena kebenciannya terhadap kaum wanita dan anjing, serta memasukkan prasangkanya itu ke dalam hadits-haditsnya. Ia telah meriwayatkan hadits-hadits yang merendahkan martabat kaum wanita, dan hadits-hadits yang memerintahkan pembunuhan terhadap anjing.

Jika kita menerima kriteria yang diajarkan Bukhari dan Muslim tentang bagaimana kita bisa menilai apakah seorang periwayat itu layak atau tidak dipercaya kebenarannya, maka Abu Hurairah adalah orang pertama yang gagal dalam ujian itu, dan hadits-haditsnya adalah yang pertama akan tertolak.

Dalam kitab terkenal “Ta’wil Mukhtalaf Al Hadith” oleh Ibn Qutaibah Al Dinuri, mengisahkan bahwa Aisyah berkata keras kepada Abu Hurairah : “Kamu telah mengatakan tentang Rasulullah yang mana kami sendiri tidak pernah mendengarnya dari beliau!” Maka Abu Hurairah berkata : “Kamu selama ini terlalu sibuk berhias di depan cermin saja!” Aisyah menjawab lagi : “Kamulah yang terlalu sibuk memikirkan perutmu sendiri! Kamu selama ini selalu mengemis-ngemis di jalanan meminta makanan kepada orang yang lewat, sementara mereka enggan menolongmu, dan pada akhirnya kamu kembali dan berhenti di depan kamarku. Dan orang-orang menganggapmu gila !”

Berikut adalah perbandingan hadits-hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah dengan yang diriwayatkan Aisyah, Abu Bakar, Utsman, dan Ali.

Dijelaskan dalam buku “Hadith Literature : Its Origin, Development, and Special Features” oleh Muhammad Zubair Shidiq. Angka pertama menunjukkan peringkat, angka kedua menunjukkan berapa banyak hadits yang diriwayatkan.

1) Abu Hurairah : 5374 hadits.
4) Aisyah : 2210 hadits.
10) Umar ibn Khattab : 537 hadits.
11) Ali ibn Abi Thalib : 536 hadits.
31) Abu Bakar : 142 hadits.

Bandingkan jumlah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar dengan Abu Hurairah! Ingat bahwa Abu Bakar adalah sahabat paling setia yang menemani Nabi Muhammad selama lebih dari 23 tahun, sementara Abu Hurairah hanya kurang 2 tahun bersama Nabi Muhammad!

Apakah mata dan pikiran anda telah terbuka sekarang?

Damai beserta kita!

Minggu, 29 Januari 2012

KETIKA ‘KEHENDAK’ MENENTUKAN SEGALANYA ~ SEKULARISME vs KETAUHIDAN ILMU (4-habis) ~

oleh Agus Mustofa pada 28 Januari 2012 pukul 11:36 ·

MUNCULNYA realitas alam semesta beserta segala isinya, diceritakan oleh Al Qur’an dengan hirarki yang menarik. Bahwa segala sesuatu ini bermula dari SANG KEHENDAK. Kehendak-Nya itulah yang mewujud menjadi INFORMASI penciptaan sebagai kalimat ‘KUN’. Dan lantas, mewujud menjadi SUNNATULLAH, dalam bentuk hukum-hukum alam yang mengendalikan ruang-waktu-materi-energi sebagai penyusun semesta.

Sedangkan ILMU, adalah pengetahuan atas segala realitas itu. Yakni, bentuk INFORMASI yang ‘terurai’ seiring dengan berkembangnya alam semesta. Seiring dengan proses penciptaan yang terus berlangsung. Seiring dengan proses pemahaman ‘siapa’ yang ingin menguasai ilmu itu.

Jika kita mengarahkan ‘ilmu’ itu sebagai ilmu-Nya, maka dengan sederhana kita bisa memahami, bahwa ilmu-Nya pasti meliputi seluruh alam semesta. Sebagaimana berulang kali Dia firmankan di dalam kitab suci. Pengetahuannya pasti meliputi langit dan bumi, karena ruang-waktu-energi-materi ini memang adalah perwujudan dari kalimat-Nya belaka. Sedangkan ‘kalimat’ itu muncul atas kehendak-Nya. Dan ‘kehendak’ itu adalah salah satu sifat-Nya. Jadi pengetahuan-Nya terhadap realitas bersifat mutlak.

Di sisi lain, 'ilmu manusia' berkembang seiring proses pembelajaran. Sepanjang usianya. Sepanjang peradabannya. Yang baru ‘ribuan tahun’ belaka. Dan tak akan pernah bisa memahami alam semesta yang demikian luasnya itu dengan ilmunya. Mengingat, dimensi ruang yang maha raksasa, dimensi waktu yang tiada terkira panjangnya, dimensi materi-energi yang semakin misterius di skala makrokosmos maupun mikrokosmos.

Ilmu manusia terus bergerak dalam koridor ‘dugaan-dugaan’ secara trial and error. Pemahaman yang lalu ternyata ‘keliru’, maka diperbaiki dengan pemahaman hari ini yang ‘seakan-akan’ sudah benar. Tetapi, sepanjang sejarah ilmu pengetahuan kita selalu menjumpai fakta, bahwa ‘dugaan-dugaan’ sains itu selalu ‘keliru’ dalam berbagai skalanya.

Dulu mengira materi terkecil adalah atom, ternyata ‘keliru’. Setelah itu mengira partikel sub atomic, ternyata juga ‘keliru’. Setelah itu mengira quark, mungkin juga akan ‘keliru’. Dan seterusnya. Sains menyebutnya sebagai ‘perkembangan’ ilmu. Tetapi, Al Qur’an menyebutnya sebagai ‘dugaan-dugaan’ yang selalu ‘keliru’ dalam memahami realitas secara holistik. Hanya ‘benar’ dalam skala parsial dan kondisional.

QS. An Najm (53): 28-30
Dan mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan-dugaan semata, padahal sesungguhnya dugaan-dugaan itu tidak berfaedah untuk (membuktikan hakikat) kebenaran.

Maka berpalinglah dari orang yang tak menghiraukan peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali hanya kehidupan duniawi.

Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang palingmengetahui siapa yang keliru dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.

Maka kalau kita berbicara dalam ranah hakikat kebenaran, kita harus mengacu kepada sang pemilik kebenaran itu. Informasi-informasi yang akurat. Bukan trial & error seperti yang ditunjukkan Sains. Karena, sebagaimana saya ungkapkan di note sebelumnya, sains dimulai dari ‘ketidaktahuan’ dan akan berakhir di ‘ketidaktahuan’ pula. Itu sudah terbukti selama ribuan tahun perkembangannya. Itulah ‘sejauh-jauh’ ilmu yang dimiliki manusia, kata Allah dalam ayat di atas.

Nah, Allah menganjurkan para pencari kebenaran, untuk memandu proses pengetahuannya dengan kitab suci. Karena dengan kitab suci inilah Allah mengarahkan proses keilmuan agar tetap berada di koridor yang benar. Dan segera mencapai tujuan final dalam usia manusia yang terbatas. Karena, tanpa petunjuk kitab suci, usia manusia tidak akan cukup untuk menemukan hakikat kebenaran. Meskipun ditambah dengan seluruh usia peradaban.

Apakah hakikat kebenaran itu? Adalah realitas. Apakah hakikat realitas? Adalah ruang-waktu-materi-energi. Apakah hakikat ruang-waktu-mater-energi itu? Adalah informasi. Apakah hakikat informasi itu? Adalah kalimat KUN. Apakah hakikat ‘kun’? Adalah ‘Kehendak’. Dan apakah hakikat ‘kehendak’ itu? Ialah Diri-Nya. Lantas, apakah hakikat DIA itu? Adalah laisa kamitslihi syai-un ~ ‘Tidak Bisa Dijelaskan’. Karena kita semua berada di dalam-Nya, sehingga tidak mungkin bisa menjelaskan tentang Dia, kecuali parsial. Itupun dipandu oleh Dia sendiri lewat firman-firman-Nya.

QS. Thaahaa (20): 110
Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.

QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.

Nah, ketika sudah sampai di hakikat segala kebenaran ini, ilmu manusia sudah tidak mungkin menjangkau-Nya. Inilah yang berulangkali diceritakan oleh Al Qur’an. Bahwa manusia tidak memiliki pengetahuan yang cukup, sehingga mesti berpatokan pada kitab suci yang menerangi pemahaman kita.

QS. Al Hajj (22): 8
Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (suci) yang bercahaya.

QS. Luqman (31): 20
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (eksistensi) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.

Jangankan tentang Allah, tentang yang gaib-gaib seperti akhirat saja misalnya, pengetahuan manusia sudah tidak mencukupi untuk menjelaskannya. Allah menyebutnya dengan kalimat: pengetahuan mereka ‘tidak sampai’ kesana. Bahkan, ditegaskan mereka ‘buta’ tentang akhirat.

QS. An Naml (27): 66
Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai, malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, bahkan mereka buta tentangnya.

QS. Az Zukhruf (43): 85
Dan Maha Suci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Maka, manusia yang tidak berpedoman kepada kitab suci akan terjebak pada kehidupan dunia. Mereka mengira bahwa kematian adalah akhir dari segala-galanya. Dan setelah itu tak ada kelanjutannya lagi. Oh, sungguh dia akan menyesalinya, justru setelah kematian datang kepadanya.

QS. Al Jatsiyah (45): 24
Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja. Kita mati dan hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali waktu". Padahal mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka.

QS. Al Haaqqah (69): 27
Wahai, seandainya KEMATIAN itulah yang MENGAKHIRI segalanya...

Penyesalan selalu datang di akhir. Padahal, sama sekali tidak ada ruginya jika kita mau lebih bijaksana. Bahwa ‘teko’ kecil yang ‘terselip’ di ruang angkasa di sela-sela galaksi maha raksasa itu adalah sebuah realitas. Sama-sama riilnya antara yang kecil dan yang besar. Sehingga menganggapnya sebagai ‘peluang kecil’ yang harus dilupakan adalah sebuah ‘kesembronoan’.

Tetapi, sebagaimana saya tuliskan di awal note ini, bahwa hakikat segala realitas ini memang adalah ‘kehendak’. Artinya, terserah kepada siapa saja yang ingin berkehendak. Apakah ia mau menelusuri realitas itu sampai kepada Sang Maha Berkehendak, ataukah berhenti pada kehendak dirinya sendiri. Karena Allah memang telah megimbaskan kehendak-Nya kepada manusia lewat ruh-Nya, sebagai ‘pilihan bebas’ dengan segala konsekuensinya. Mau menjadi atheis maupun hamba yang berserah diri hanya kepada-Nya, ya monggo-monggo saja… :)

~ Salam  Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~


Jumat, 27 Januari 2012

KETIKA SAINS TAK MAMPU MENJAWAB YANG GAIB ~ SEKULARISME vs KETAUHIDAN ILMU (3) ~

oleh Agus Mustofa pada 26 Januari 2012 pukul 10:32 ·

Kalau menjawab pertanyaan ‘KENAPA’ saja Sains tak mampu, apalagi menjawab hal-hal yang GAIB, seperti: Jiwa, Ruh, Kehendak, Alam Kematian, Alam Akhirat, Kiamat, Takdir, Malaikat, Jin, dan lain sebagainya. Paling-paling, jawaban yang keluar dari seorang pakar sains hanyalah: semua itu di luar wilayah sains. Atau, itu berada dalam wilayah ‘keimanan’… :)

Hanya sebatas itulah memang ‘kemampuan’ Sains. Karena ia dikembangkan berdasar kemampuan berpikir kulit otak yang bersifat sensorik, berdasar panca indera. Sehingga, sesuatu baru diakui sebagai evidence atau bukti ketika bisa dilihat, didengar, dibaui, dikecap, dan diraba. Secara langsung, maupun setelah ditransfer ke variable-variabel yang bisa diamati oleh panca indera.

Di luar itu, Sains sudah tidak mampu. Tetapi, itu memang ‘tidak salah’. Dan tidak bisa disalahkan. Karena para pakar Sains memang sudah ‘membatasi diri’ seperti itu. Sehingga, konsekuensinya, segala sesuatu yang di luar wilayah ‘terbukti’ itu lantas dinamai dengan: pseudo-science, paranormal, metafisika dan lain sebagainya. Pada tingkat ini, saya masih bisa ‘sependapat’ atau setidak-tidaknya mengapresiasi-lah.

Yang saya menjadi tidak sependapat itu adalah: ketika para pakar Sains berpendapat bahwa SEGALA SESUATU yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains berarti TIDAK ADA. Alias bukan realitas. Inilah masalah utamanya, sehingga kenapa saya mengeluarkan ungkapan: ‘Sains bukan segala-galanya’. Karena, Sains memang tidak bisa menjelaskan segala-galanya. Dan, sama sekali tidak benar, HANYA Sains saja yang bisa menjelaskan realitas. Selebihnya tidak bisa. Inilah yang saya sebut sebagai’ kepongahan’ itu..! Bukan kepongahan sains memang, lebih tepatnya adalah kepongahan para pakar Sains yang berpendapat seperti itu.

Woow, terlalu banyak hal yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains. Jangankan yang ‘gaib-gaib’, yang tidak gaib saja sedemikian banyaknya. Melanjutkan sedikit, tentang ketidakmampuan Sains menjawab pertanyaan ‘kenapa’ di note saya sebelumnya; situasinya akan menjadi sangat ‘menggelikan’ ketika Anda mengejar para pakar sains dengan pertanyaan KENAPA itu.

Ketika saya tanyakan: KENAPA ada laki-laki dan perempuan? Dijawabnya: karena ada kromosom XY dan XX. Tapi cobalah kejar lagi dengan pertanyaan: Lha, KENAPA ada kromosom XX dan XY? Mungkin dia akan menjawab: karena diatur oleh sejumlah gen yang ada di dalam kromosom. Kemudian, Anda bertanya lagi: Lha, KENAPA kok ada gen-gen yang bisa mengatur terjadinya jenis kelamin itu? Mungkin, dia akan menjawab: yaa, karena ada seleksi alam..!

Hheehe, terus KENAPA ada seleksi alam? Kira-kira jawabannya: Mmm.., ya karena alam ini memang punya hukum untuk menyeleksi..! Hhahaa, mulai mbulet kan..?! Tapi, Anda masih bisa terus bertanya dengan ‘KENAPA’. Lhaa iya, KENAPA kok alam punya kemampuan untuk menyeleksi? Trus dijawab lagi: Ya pokoknya begitulah…!! Nah, dialog seperti inilah yang akan menjadi ‘akhir’ dari diskusi antara Atheis dan Tasawuf Modern tentang sains.

Saya tentu tidak pernah menyalahkan sains sabagai ilmu. Lha wong saya juga penggemar sains. Saya cuma ingin menunjukkan bahwa Sains bukan segala-galanya. Apalagi, Sains bekerja secara trial & error. Dicoba, kalau ‘salah’ diluruskan, dan kalau ‘benar’ diteruskan. Sehingga adalah sebuah ‘kekeliruan besar’ kalau ada orang yang begitu mengagungkan Sains, sehingga mengira hanya dengan Sains-lah manusia bisa MEMAHAMI seluruh REALITAS. Hmm, dia sedang bermimpi di siang bolong. Atau, mungkin mimpi sambil berdiri, kayak foto di wall saya itu… :)

Kecuali, dia sudah mendefinisikan bahwa yang disebut ‘realitas’ itu HANYALAH yang dipahami oleh Sains. Selebihnya bukan realitas, karena tidak bisa dipahami oleh sains. Wah, kalau sampai muncul klaim demikian, ini sudah bukan kepongahan lagi, tapi sudah arogansi. Dan, menjungkir-balikkan makna realitas. Karena, Sains sendiri masih terus berkembang secara trial & error untuk memahami realitas yang belum diketahuinya.

Jadi, masalahnya sangat SEDERHANA. Sains itu cuma SECUIL ilmu yang ada dalam REALITAS. Alam semesta ini adalah SAMUDERA ILMU. Yang sudah terungkap barulah SETETES saja. Masih jauh lebih banyak yang belum diketahui daripada yang sudah. Ibarat ruang alam semesta: lebih banyak ruang GELAP-nya, daripada kerlipan CAHAYA bintang pengisinya. Itulah yang difirmankan Allah dalam ayat berikut ini.

QS. Luqman (31): 27
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena, dan lautan (menjadi tinta). Kemudian ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudah (kering)-nya, niscaya TIDAK akan HABIS-HABIS-nya (dituliskan) kalimat (ilmu) Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala sesuatu.

Begitulah sahabat, kalau Anda men-challenge Sains dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar secara beruntun, maka diskusinya akan berujung pada ‘ketidak-tahuan’. Ya memang itulah hakikat sains. Ia berangkat dari ‘ketidaktahuan’ dan akan berakhir dengan ‘ketidaktahuan’. Karena itu, jangan menjadikan Sains sebagai alat untuk ‘MELIHAT’ Tuhan. Sehingga, kalau Tuhan tidak bisa ‘dilihat’ dengan Sains lantas berkesimpulan bahwa TUHAN itu TIDAK ADA. Hhehe.., lha wong ‘peralatannya’ yang keliru, kok menyalahkan Realitas-Nya. Terlalu naïf kawan..!

Manusia memiliki perangkat yang jauh lebih ‘keren’ selain Pikiran Sadar yang menjadi sumber Sains itu. Yakni, Alam Bawah Sadar. Islam menyebutnya sebagai Qalb & Fu-aad. Dan kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi HATI. Ada juga yang menyebutnya sebagai INTUISI. Ada lagi, INDERA KEENAM alias the sixth sense. Dan sebagainya. Ia memiliki kemampuan mengolah informasi ratusan ribu kali lipat lebih dahsyat dibandingkan Pikiran Sadar.

Islam mengajarkan PERPADUAN antara Pikiran Sadar dan Bawah Sadar itu secara simultan dengan panduan firman-firman Sang Pemilik Ilmu. Di dalam Al Qur’an disebut sebagai ‘tafakur’ dan ‘dzikir’. Atau, ada yang menyebut intetelektualitas dan hati. Jangan hanya digunakan salah satunya, karena bisa menjebak pada kesalahkaprahan. Orang yang hanya menggunakan ‘pikirannya’ akan terjebak kepada hal-hal yang materialistik saja. Sedangkan orang-orang yang hanya menggunakan ‘hatinya’ akan terjebak kepada ketidakpastian yang tak terkendali. Perpaduannya menghasilkan kesempurnaan yang disebut sebagai kualitas ULUL ALBAB. Tipikal orang seperti inilah yang kata Al Qur'an bakal bisa mengambil pelajaran dari Firman-Nya dengan sebaik-baiknya.

QS. Ali Imran (3): 7
… Dan TIDAK DAPAT mengambil PELAJARAN kecuali orang-orang yang menggunakan akal (ulul albab).

Maka, bagi agama Islam, pembelajaran SAINS adalah sebuah KENISCAYAAN. Sebagaimana niscayanya penggunaan HATI. Itulah yang tergambar dalam ratusan ayat-ayat Al Qur’an yang selalu menjadi landasan saya dalam menulis buku-buku Diskusi Tasawuf Modern. Sebuah pembelajaran dengan mekanisme Ulul Albab.

QS. Ali Imran (3): 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ULUL ALBAB), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah (DZIKRULLAH) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka TAFAKUR (berpikir secara ilmiah) tentang penciptaan langit dan bumi (sampai menyimpulkan): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Dengan perpaduan antara dzikir dan tafakur itulah umat Islam tidak TERBELENGGU ke dalam pemahaman PARSIAL dalam memahami REALITAS. Mulai dari yang bersifat materialistik, energial, maupun spiritual. Mulai dari alam dunia, alam barzakh, sampai alam akhirat. Atau, dari yang bersifat badaniyah, nafsiyah, sampai ruhiyah. Islam mengajarkan SAMUDERA ILMU kepada hamba-hamba-Nya yang ingin memahami realitas dalam arti yang sebenar-benarnya. Karena, semuanya itu memang ilmu-ilmu Allah, Dzat Maha Berilmu yang menguasai segala realitas jagat semesta. Inilah yang disebut sebagai BERTAUHID hanya kepada ALLAH itu... :)

QS. An Nisaa’ (4): 126
KEPUNYAAN Allah-lah apa yang di LANGIT dan apa yang di BUMI, dan adalah Allah Maha MELIPUTI segala sesuatu.

~ Salam Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~