Selasa, 09 November 2010

SALAH KAPRAH TENTANG ‘METODE TAFSIR’

oleh Agus Mustofa pada 8 November 2010 pukul 9:53

Meskipun sudah beberapa kali saya jelaskan di beberapa buku saya ~khususnya buku ‘MEMBELA ALLAH~ maupun di forum online ini, ternyata ada saja yang masih mempersoalkan hal ini: bahwa saya dianggap menyebarkan ‘ajaran sesat’ hanya karena cara memahami AlQur’annya tidak mengikuti ‘metode’ yang mereka pakai dan seringkali tidak menggunakan hadits.

Maka, secara ringkas saya ingin menyampaikan beberapa hal dalam note ini. Bahwa metode yang dipakai oleh para ahli tafsir selama ini adalah metode buatan manusia alias para ulama tafsir yang akan terus berkembang sesuai zamannya, sebagaimana juga terjadi dalam sejarah Islam, sesudah zaman Rasulullah.

1). Di zaman setelah wafatnya Rasulullah, jika ada masalah terkait dengan pemahaman al Quran, umat Islam menanyakan kepada para sahabat yang pernah bersinggungan langsung dengan beliau. Dan jika ada istilah yang kurang mereka pahami, mereka mengambil pemahamannya dari karya-karya sastra yang ada di zaman itu atau sebelumnya. Karena, memang ada sejumlah kata yang digunakan oleh al Qur’an yang bukan berasal dari bahasa Arab umumnya. Yakni, diambil dari bahasa yang berkembang di sekitar Jazirah Arab.

2). Seiring dengan banyaknya sahabat yang meninggal, maka penafsiran al Qur’an lantas bergeser menggunakan ’Metode Ma’tsur’ alias metode periwayatan. Yakni dengan cara menelusuri kembali sunnah Rasul lewat orang-orang yang dianggap mengetahui secara langsung dari Rasulullah, secara turun temurun. Metode ini lantas bersandar pada penuturan hadits dan asbabun nuzul. Sayangnya, terbukti kemudian, bahwa tidak semua ayat Al Qur’an ada penjelasan hadits dan asbabun nuzulnya. Kira-kira cuma sepertiganya saja yang ada penjelasannya. Sedangkan dua pertiganya, tidak ada. Itupun masih ditambah lagi dengan sumber periwayatan yang berbeda, sehingga banyak terjadi perselisihan antara ulama satu dengan lainnya dalam hal redaksi periwayatan maupun isi. Maka, seringkali pengambilan hadits sebagai sumber hukum memunculkan pertikaian yang terlalu melebar dari pokok masalah. Yang paling sengit terjadi antara golongan Syi’I dan Sunni dalam bidang sosial, politik sampai pada teologinya.

3). Permasalahan dalam ’Metode Periwayatan’ itu memunculkan metode yang lebih maju lagi, yakni ’Metode bil Ra’yi’ alias metode yang menggunakan ’pemikiran-pemikiran’ lanjutan. Yang paling terkenal dari metode ini adalah: ’Metode Tahlili’ dan ’Metode Maudhu’i’.

Metode Tahlili, adalah metode yang membahas makna ayat-ayat al Qur’an sesuai urutan surat yang tertulis dalam Mushaf. Metode ini akhirnya mengalami ’masalah’ juga, karena ternyata untuk memahami ayat-ayat Qur’an tidak bisa dilakukan secara ’urut kacang’ begitu. Sebab, banyak sekali ayat-ayat yang membutuhkan penjelasan dari ayat lain yang terdapat dalam surat yang berbeda, yang urutannya jauh di belakang.

Maka muncullah ’Metode Maudhu’i’, alias Metode Tematik. Yakni, memahami ayat-ayat al Qur’an dengan mengumpulkan semua ayat yang terkait dengan tema yang sedang dipelajari. Inilah yang saya rumuskan dalam buku ’MEMAHAMI AL QUR’AN DENGAN METODE PUZZLE’. Untuk memahaminya, tentu Anda perlu membacanya secara detil dalam buku tersebut. Atau, setidak-tidaknya baca ringkasannya dalam buku ’MEMBELA ALLAH’. Karena akan terlalu panjang jika dibahas disini.

Dalam metode ini al Qur’an disandingkan langsung dengan tantangan zaman. Bukan ditempatkan dalam bingkai kajian-kajian yang bersifat teoritis, kesusastraan, periwayatan, dan urutan-urutan penulisan mushaf, melainkan sebagai petunjuk untuk melakukan problem-solving. Maka, disinilah terjadi dialog intensif antara dinamika kehidupan dengan al Qur’an sebagai tuntunan untuk bersikap dalam zaman yang sedang bergerak. Sehingga, tafsir tematik lebih membumi dibandingkan metode-metode tafsir sebelumnya.

Jadi, yang menjadi fokus saya disini adalah, bahwa semua metode dalam memahami al Qur’an itu bukan diteladankan oleh Nabi SAW, melainkan ijtihad ulama yang telah, sedang, dan akan terus berkembang seiring dengan zaman. Janganlah memvonis seseorang sesat hanya karena tidak menggunakan metode sebagaimana yang Anda gunakan. Lha wong Rasulullah SAW yang menjadi panutan kita saja tidak pernah menggunakan semua metode-metode itu. Bahkan juga tidak menganjurkan untuk menggunakan salah satu dari metode itu. Beliau menggunakan ’metode’ yang diajarkan langsung oleh Allah di dalam firman-Nya, yang sebaiknya juga kita ikuti sekarang. Untuk detilnya, saya anjurkan Anda membaca buku MEMBELA ALLAH yang memang disusun untuk menjawab berbagai pertanyaan yang mengritisi pemikiran saya itu.

QS. Al ’Alaq [96]: 1-5
Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
Yang mengajari (manusia) dengan perantaraan pena.
Dia mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya.

Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad dan kita semua, bahwa memahami ilmu Allah itu mesti mengikuti ‘metode’ yang dijelaskan dalam wahyu tersebut:

1). Banyak-banyaklah membaca. Lakukan berulang-ulang, sebagaimana pengulangan yang ditegaskan dalam runtutan ayat tersebut. Membaca apa? Membaca ciptaan Allah yang dihamparkan di alam semesta. Salah satu contohnya adalah al ‘alaq sebagai cikal bakal janin manusia. Kita diperintahkan untuk mencocokkan antara ayat-ayat Qauliyah yang ada di dalam al Qur’an ~ masih berupa teori/petunjuk ~ dengan ayat-ayat Kauniyah yang ada di alam semesta ~ bukti-bukti ~ yang terus berkembang sebagai ilmu pengetahuan.

2). Allah mengajari manusia dengan mekanisme tulis menulis menggunakan pena (yang konvensional maupun digital) yang menjadi dasar peradaban manusia modern. Karena itu jangan alergi untuk membaca dan menulis. Lakukan semua itu dengan sikap kritis. Karena ini akan menjadi media pembelajaran dan peningkatan kualitas kepahaman dan keimanan kita.

3). Jika kita melakukan mekanisme itu, maka perhatikanlah dampaknya sebagaimana dijelaskan dalam penutup rangkaian wahyu pertama itu: Allah sendiri yang akan mengajari kita tentang segala sesuatu yang sebelumnya tidak kita ketahui. Bagaimana caranya? Terserah Allah, karena Dia adalah Dzat yang Maha Berilmu dan Maha Bijaksana. Bisa berbentuk inspirasi, bisa berupa intuisi, ilham atau muncul dari balik wahyu al Qur’an yang kita baca. Atau, bahkan langsung dari berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar kita..!

Lebih jauh, di ayat yang berbeda Allah menjelaskan metode pembelajaran al Qur’an dengan begitu indahnya. Yang pada intinya, pemahaman atas firman-firman Allah itu terserah kepada Yang Memiliki Firman. Karena itu, sepenuhnya menjadi tanggungan Allah untuk memasukkannya ke dalam jiwa orang-orang yang berniat mempelajarinya. Sebab, sesungguhnya Allah saja yang tahu, apakah kita ini sedang ingin belajar memahami Firman-Nya atau sekedar mau pamer-pamer metodologi. Sehingga dengan pongahnya mengatakan: “Susahnya bicara dengan orang-orang yang tidak mengerti ‘ulumul Qur’an...’’

QS. Al Qiyamah [75]: 16-19
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)-nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.

Wallahu a’lam bishshawab


~ salam ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar