Jumat, 07 November 2014

Keimanan dan Ilmu Pengetahuan

Sahabat JERNIH yang dirahmati oleh Allah...

“Ilmu pengetahuan harus dibuktikan terlebih dahulu, baru diyakini... Sedangkan dalam beragama haruslah yakin terlebih dahulu!“

Kalimat di atas adalah pandangan yang umum di kalangan masyarakat kita. Yang namanya agama itu sudah fix, harus diyakini tanpa kecuali, tidak perlu dipertanyakan, apalagi dibuktikan! Jika anda ragu berarti keimanan anda patut dipertanyakan!

Benarkah demikian?

Saya termasuk yang tidak sependapat dengan pemahaman di atas. Manusia dikaruniai akal untuk menimba ilmu dan mencari kebenaran. Keragu-raguan dan keinginan untuk bertanya adalah bagian dari proses atas semua itu, yang telah didisain oleh Sang Pencipta. Maka, mengapa kita harus mengingkarinya?

Sejak dahulu saya selalu percaya bahwa Islam adalah ‘agama pencarian’ terhadap suatu kebenaran, bukan ajaran dogma yang mengharuskan manusia untuk mengebiri akalnya sendiri. Al Qur’an melarang manusia untuk beragama dengan cara ikut-ikutan, melainkan segala sesuatunya haruslah dipelajari dan dipahami terlebih dahulu.

QS Al Israa’ (17) : 36
Dan JANGANLAH kamu MENGIKUTI apa yang kamu TIDAK mempunyai PENGETAHUAN tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Oke ..... agama memang harus dicari, dipelajari, dan dipahami, tapi apakah perlu dibuktikan? Bukankah ketika manusia ingin membuktikan kebenaran agama sama dengan menantang kebesaran Tuhan dan menodai kesakralan agama itu sendiri?

Mari kita cari jawabannya di Al Qur’an ^_^

Sesungguhnya jika kita mau untuk mengkaji dan memahami ajaran Al Qur’an, kita tidak akan berkesimpulan bahwa agama haruslah diimani tanpa pembuktian. Ada banyak sekali ayat dan kisah dalam Al Qur’an yang mendorong manusia untuk senantiasa mencari bukti-bukti atas kebenaran, dan sekaligus menyampaikan kebenaran tersebut dengan bukti-bukti yang disertai argumen yang logis pula.

Misalkan saja dalam kisah Nabi Ibrahim. Jika kita telusuri perjalanan hidup beliau yang terekam di dalam Al Qur’an, ternyata Nabi Ibrahim tidak serta merta meraih iman tanpa didahului proses yang panjang.
Anda bisa membaca bagaimana Nabi Ibrahim mengalami pergulatan keimanan dalam berproses ‘mencari’ Tuhannya, mulai dari memperhatikan bintang, bulan, dan matahari yang sempat disangka sebagai ‘tuhannya’, namun pada akhirnya ketika benda-benda langit tersebut menghilang, beliau meraih kesimpulan bahwa Tuhan yang sebenarnya adalah Tuhan Sang Pencipta alam semesta beserta isinya. Ketika kemudian Nabi Ibrahim memutuskan untuk berdakwah kepada umat manusia, beliau selalu menggunakan mekanisme dialog yang rasional disertai pembuktian akan kebenaran risalah yang dibawakannya.

QS Al Anbiyaa’ (21) : 56
Ibrahim berkata: “Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat MEMBERIKAN BUKTI atas yang demikian itu”.

Nabi Muhammad pun dalam menerima wahyu Ilahi berupa ayat-ayat Al Qur’an juga tidak serta merta yakin. Segera sesudah menerima wahyu pertama, Rasulullah merasa ragu apakah beliau benar-benar menerima wahyu dari Tuhan atau hanya sekedar berhalusinasi belaka.
Istri Rasulullah, Siti Khadijah, berusaha meyakinkan beliau bahwa Tuhan tidak akan menyesatkan orang yang berakhlak semulia Nabi Muhammad.
Dalam perjalanannya menerima wahyu, Allah juga tidak henti-hentinya menurunkan ayat-ayat yang isinya adalah perintah untuk mengamati tanda-tanda keberadaan dan kebesaran Allah, sehingga Rasulullah bisa yakin! Sehingga ketika kemudian Rasulullah berdakwah, beliau juga senantiasa mengemukakan berbagai argumen yang rasional disertai bukti-bukti yang nyata.

QS Al An’aam (6) : 104
Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu BUKTI-BUKTI YANG TERANG; maka barang siapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barang siapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kerugiannya kembali kepadanya. Dan aku sekali-kali bukanlah pemelihara (mu).

QS Al A’raaf (7) : 203
Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Qur'an kepada mereka, mereka berkata: “Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?” Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Qur'an ini adalah BUKTI-BUKTI YANG NYATA dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.

Maka demikian sebaliknya, ketika Nabi Muhammad ditantang oleh kaum yang mendustakan ayat-ayatnya, beliau diperintahkan oleh Allah untuk meminta bukti-bukti kebenaran dari kaum yang mendustakan kenabiannya tersebut.

QS An Naml (27) : 64
Atau siapakah yang menciptakan, kemudian mengulanginya, dan siapa yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: “TUNJUKKANLAH BUKTI KEBENARANMU, jika kamu memang orang-orang yang benar”.

QS Al Baqarah (2) : 111
Dan mereka (kaum Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu (hanyalah sekedar) angan-angan mereka saja. Katakanlah: “TUNJUKKANLAH BUKTI KEBENARANMU jika kamu adalah orang yang benar”.

Dan itu juga berlaku bagi para nabi lainnya!

QS At Taubah (9) : 70
Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa BUKTI-BUKTI YANG NYATA; maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

Anda bisa eksplorasi sendiri kitab suci Al Qur’an untuk mencari ayat-ayat yang berbicara tentang ‘bukti-bukti kebenaran’, dan anda tidak akan mendapatkan pembenaran sedikit pun di dalam Al Qur’an, bahwa manusia harus beragama dengan doktrin dan taklid buta, melainkan diajarkan untuk selalu mencari bukti-bukti kebenaran agar kita mendapatkan iman yang sebenar-benarnya.

Maka jika kebenaran itu telah terbukti dengan nyata, namun kita tetap saja menolak untuk beriman.... Hati-hati, karena Allah akan murka dengan kekufuran kita!

QS Yunus (10) : 100
Dan tidak ada seorang pun akan BERIMAN kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan KEMURKAAN kepada orang-orang yang TIDAK MEMPERGUNAKAN AKALNYA.

Anda bisa perhatikan bahwa ada keterkaitan iman dan akal. Allah jelas tidak menghendaki umatnya beriman secara membabi buta sehingga menjadi umat yang bodoh dan bebal. Islam selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap kritis dan tidak mudah percaya pada segala sesuatu tanpa adanya pembuktian.

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia semakin kritis dan cerdas. Ini adalah tantangan bagi umat Islam di tengah-tengah laju peradaban yang semakin canggih. Umat Islam tidak akan bertahan apabila tidak dibudayakan sikap kritis dan haus ilmu pengetahuan. Jika saja tradisi beragama secara dogma dan taklid buta ini terus menerus kita pertahankan, jangan kaget jika dalam 10 atau 20 tahun ke depan, agama Islam ini akan mulai ditinggalkan pengikutnya, sebagaimana nasib Kekristenan di benua Eropa.

Namun jangan khawatir, karena saya yakin hal itu tidak akan terjadi, selama umat Islam mau kembali kepada nilai-nilai hikmah dalam Al Qur’an!
Karena Islam adalah ajaran yang mencerdaskan umatnya, bukan membodohkan ^_^

Allahu’alam ...


Semoga bermanfaat