Senin, 27 September 2010

PERBEDAAN ‘TAUHID’ & ‘SYIRIK’

oleh Agus Mustofa pada 26 September 2010 pukul 9:15

Agama Islam adalah agama TAUHID ~ agama yang menyembah SATU Tuhan. Bukan agama SYIRIK yang menyembah BANYAK Tuhan. Jadi keislaman seseorang itu BERIMPIT dengan tauhid-tidaknya dia dalam menyembah Allah. Orang-orang yang menjadikan Allah sebagai TUJUAN satu-satunya seluruh aktivitas hidupnya, itulah yang disebut sebagai orang yang sudah ISLAM. Karena sudah bertauhid. Sedangkan, yang menjadikan hal-hal lain sebagai tujuan hidupnya, mereka belum bisa disebut ‘Islam’.

Ada orang yang baru Islam NAMA-nya. Ada yang baru Islam keturunannya. Ada yang baru Islam KTP-nya. Ada yang baru aksesori-aksesori yang menempel di badannya. Atau baru Islam pendidikannya. Islam ’materi hafalannya’. Pun, ’kalimat-kalimat’ yang diucapkannya. Tetapi, dia belum BERSERAH DIRI kepada Allah ~ menjadikan Allah sebagai TUJUAN satu-satunya hidupnya. Maka, ia SEJATINYA belum muslim.

Makna MUSLIM adalah: Orang yang berserah diri kepada Allah saja ...
Apanya yang diserahkan kepada Allah? Ya, segala-galanya.

Maka, perhatikanlah beberapa perbedaan di bawah ini yang mengambarkan cara beragamanya orang yang bertauhid kepada Allah, dengan yang syirik.

1). Orang yang bertauhid adalah orang yang MENIATKAN seluruh aktifitas ibadahnya hanya untuk Allah.
Sedangkan orang yang syirik, meniatkan aktifitas ibadahnya untuk selain Allah, termasuk untuk DIRI SENDIRI.

2). Orang yang bertauhid, menjadikan Allah sebagai TUHAN dalam hidupnya. Dia menyembah, memuja dan memuji, mengagungkan Allah, mengagumi-Nya, mendekatkan diri dan merasa bahagia karenanya. Ia menjadikan Allah sebagai SUBYEK dalam proses beragamanya.
Sedangkan orang yang syirik, menjadikan Allah sebagai OBYEK dalam hidupnya. Allah tidak dijadikan sebagai SESUATU yang menguasai segala-gala yang ada pada dirinya dan alam semesta, melainkan Allah DIPERALAT untuk menyenangkan dirinya. Bahkan, tak jarang Allah diajak berdagang, diperintah dan disuruh-suruh untuk memenuhi segala keinginannya. Orang yang begini pada dasarnya tidak bertuhan kepada Allah, melainkan bertuhan kepada DIRINYA sendiri. Sedangkan Allah hanya dijadikannya sebagai PELENGKAP PENDERITA. Pemuas segala keinginannya.

3). Orang-orang yang bertauhid, mengorientasikan pembelajaran dalam hidupnya untuk lebih MENGENAL Allah, dan kemudian terus berusaha MENDEKATKAN DIRI.
Sedangkan yang syirik, terus mencari dan berusaha mendapatkan FASILITAS-FASILITAS yang disediakan oleh Allah untuk kesenangannya. Dia lebih INGAT fasilitas daripada ingat Allah.

4). Orang-orang yang bertauhid akan ’memposisikan’ Allah sebagai ’Sesuatu’ yang TIDAK ADA BANDINGNYA. Sedangkan yang syirik, akan menempatkan hal-hal selain Allah SEBANDING dengan-Nya. Misalnya, mengatakan makhluk itu KEKAL. Padahal sifat kekal itu hanya MILIK Allah saja. Tidak ada di alam semesta ini yang kekal. Apalagi cuma ENERGI. Sejumlah Ilmuwan Fisika Klasik memang berpendapat bahwa energi tidak bisa diciptakan dan dimusnahkan, sehingga disebut sebagai ’hukum kekekalan energi’, itu semata-mata karena mereka belum memahami ilmu Fisika Modern. Bagi ilmuwan modern yang JUJUR dalam memahami alam semesta ini, maka dengan sangat yakinnya dia akan mengatakan bahwa energi itu TIDAK KEKAL. Ia pernah tidak ada, dan satu ketika akan tidak ada lagi. Yaitu, saat alam semesta ini belum diciptakan, dan ketika kelak dilenyapkan oleh Sang Pencipta. Karena, teori KOSMOLOGI yang paling bisa diterima saat ini adalah yang berkesimpulan bahwa semua yang ADA ini ternyata muncul dari KETIADAAN. Dan kelak akan kembali kepada ketiadaan.

5). Bagi orang-orang yang bertauhid, mereka memposisikan Allah sebagai Zat yang meliputi segala sesuatu, termasuk alam semesta. Sehingga segala yang ada ini sebenarnya adalah TUNGGAL, yaitu eksistensi DIRI-Nya belaka.
Sedangkan bagi yang syirik, mereka menganggap Allah berada di DALAM alam semesta, ataupun bagian dari eksistensi alam semesta. Atau berada di dalam akhirat. Atau malah ada yang berpendapat Allah di dalam surga. Sehingga mereka mempersepsi segala sesuatu ini tidak tunggal. Padahal segala KEANEKA RAGAMAN ini hanyalah PENAMPAKAN dari Sesuatu yang Tunggal belaka, yaitu Allah. Laa ilaha illallah ~ tidak ada eksistensi selain Diri-Nya.

Maka, sungguh layak diprihatinkan jika kita memberikan label SIFAT ALLAH kepada makhluk. Siapa pun makhluk itu: termasuk akhirat, surga dan neraka. Karena, sesungguhnya TIDAK ADA satu ayat pun di dalam al Qur’an yang mengatakan AKHIRAT itu KEKAL. Yang ada, ialah: khalidina fiha, hum fiha khalidun, dsb. Itu bukan bercerita tentang kekalnya TEMPAT ~ surga dan neraka ~ melainkan cerita tentang ORANG yang masuk surga/ neraka, mereka TIDAK bisa KELUAR dari dalamnya sampai lenyapnya langit dan bumi, QS. 11: 106-108. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai ’kekal’ di dalamnya, selama-lamanya. Dan kemudian dipersepsi secara distortif, bahwa akhirat itu kekal.

Justru, yang dijelaskan Allah secara eksplisit itu bukanlah kekalnya segala makhluk selain Diri-Nya. Malah sebaliknya, berbagai ayat di dalam al Qur’an mengatakan yang SELAIN Allah bakal BINASA.

Maka, kawan-kawan, jika kita ingin berislam secara baik, yang nomer satu harus dibenahi adalah TAUHID. Jangan MENDUAKAN Allah dalam seluruh tataran kehidupan kita. Mulai dari niat, praktek, sampai kepada harapan-harapan atas kebahagiaan. DIA Maha Tahu tanpa harus kita suruh-suruh. Dan Maha Pemurah tanpa harus didikte-dikte.

Siapa saja yang baik akan memperoleh kebaikan. Siapa saja yang ikhlas akan disayang Allah. Siapa yang sabar, akan selalu didampingi-Nya. Siapa yang bertakwa kepada-Nya akan selalu diberi solusi dalam hidupnya. Siapa saja yang menjadikan Allah sebagai tujuan, maka ia akan sampai di TUJUAN itu, sebagai SUMBER segala kebahagiaan yang tiada putus-putusnya.

Jangan menjadikan yang ’selain Allah’ sebagai tujuan. Seperti seorang karyawan yang kualitas bekerjanya hanya SEBATAS ingin memperoleh gaji. Karyawan yang demikian ini pasti karyawan bawahan. Apakah tidak boleh? Oh boleh saja, siapa yang melarang. Itu memang hak setiap individu dan dijamin secara alamiah.

Tetapi, kalau ingin yang berkualitas tinggi, tirulah para EKSEKUTIF, yang bekerjanya bukan dikarenakan gaji lagi, melainkan sudah ingin MENGAKTUALISASIKAN dirinya. Kemampuannya. Kualitasnya. Maka, ia akan BEKERJA sebaik-baiknya. Dia senang melakukan semua pekerjaannya tanpa terpaksa, karena ia paham dan bahkan 'hobi' melakukannya, sehingga ia bisa menjalaninya dengan penuh keikhlasan. Hasilnya: pekerjaannya sangat BERKUALITAS. Sedangkan bayaran atas pekerjaannya, DENGAN SENDIRINYA akan mengalir kepadanya, seiring kualitas yang dihasilkannya. Tidak seperti karyawan yang orientasi hidupnya hanya mengejar gaji. Bekerjanya berat, tertekan, terpaksa, sering protes, mencak-mencak kalau tidak sesuai dengan keinginannya, dlsb. Mereka itu sulit untuk berprestasi, dan gajinya pun sulit untuk naik, dikarenakan kualitasnya yang memang rendah.

Saya, sebagai owner dari sebuah perusahaan justru tidak respek kepada karyawan-karyawan yang tuntutannya hanya gaji dan fasilitas yang ingin dinikmatinya. Saya tidak akan pernah memberikan kepercayaan lebih besar kepadanya, karena orang yang seperti ini pasti SEMPIT cara berpikirnya, dan hanya memikirkan diri sendiri. Sebaliknya, saya akan memberikan promosi kepada mereka yang bekerja dengan ikhlas demi kemajuan bersama, karena karyawan yang seperti itu TIDAK PANTAS menerima GAJI KECIL. Ia pantasnya menjadi eksekutif yang BERGAJI BESAR..!

QS. Luqman [31]: 22
Dan barangsiapa BERSERAH DIRI kepada Allah, sedang dia adalah orang yang BERBUAT kebajikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah KESUDAHAN segala URUSAN.

QS. Ar Rahman [55]: 60
Tidak ada balasan KEBAIKAN kecuali kebaikan (pula).

QS. Al Muzzammil [73]: 20
...Dan kebajikan apa saja yang kamu perbuat PASTI kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai BALASAN yang paling baik dan yang paling besar...

QS. Al Qashash [28]: 88
Janganlah kamu SEMBAH di samping Allah, tuhan APA PUN yang lain. Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Segala SESUATU bakal BINASA, kecuali ALLAH (saja). Bagi-Nya-lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Wallahu a’lam bishshawab


~ salam ~

Minggu, 26 September 2010

PERBEDAAN ‘IKHLAS’ & ‘PAMRIH’

oleh Agus Mustofa pada 25 September 2010 pukul 9:34

Salah satu akhlak tertinggi di dalam agama Islam adalah IKHLAS. Lawannya, PAMRIH. Kenapa Islam mengajarkan keikhlasan? Karena, Allah menghendaki umat Islam menjalani agamanya ‘tanpa pamrih’. Semua aktivitas hidupnya dilakukan lillahi ta’ala ~ ‘karena Allah semata’.

Bersyahadatnya, karena Allah. Shalatnya, karena Allah. Puasanya karena Allah. Zakatnya karena Allah. Dan hajinya pun karena Allah. Demikian pula ketika menolong orang, menuntut ilmu, bekerja, menjadi pejabat, menjadi ustadz dan ustadzah, menjadi hakim, jaksa, polisi, profesional, dan apa pun aktivitasnya, semua dijadikan sebagai proses belajar IKHLAS dalam mengagungkan Allah semata.

Lantas, bagaimanakah membedakan ibadah yang ikhlas dan ibadah yang penuh pamrih? Pada dasarnya: Orang yang ikhlas, menjalankan agama KARENA ALLAH semata. Sedangkan orang yang pamrih, melakukan ibadah karena ingin memperoleh sesuatu untuk keuntungan DIRINYA. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

Orang yang ikhlas meniatkan shalatnya karena Allah semata, persis seperti doa iftitah yang dibacanya: ’’inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin ~ sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata’’.
Sedangkan orang yang pamrih, meniatkan shalatnya untuk mengejar pahala 1x, 27x, 1000x, dan 100.000x. Ada juga yang melakukan shalat Dhuha karena ingin memperbanyak rezeki. Atau shalat tahajud agar punya karomah. Dan lain sebagainya.

1). Orang yang ikhlas, menjalankan puasanya karena taat kepada Allah semata. Karena dengan puasa itu ia akan menjadi jiwa yang lebih suci, sehingga lebih mudah mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan yang pamrih, melakukan puasa karena tujuan-tujuan yang selain mendekatkan diri kepada Allah. Misalnya, ada orang berpuasa agar lulus ujian, agar mendapat jodoh, agar langsing, agar sehat, agar sakti, dlsb. Padahal, semua itu hanya ’dampak’ saja dari ibadah puasa. Tidak usah dipikirkan dan apalagi dijadikan tujuan. Kalau puasanya ’karena Allah’ semata, PASTI semua dampak positif itu akan datang dengan sendirinya.

2). Orang ikhlas menunaikan zakat dan shodaqohnya karena ingin menolong orang lain, meniru Sifat Allah yang Maha Pemurah. Tetapi, orang yang pamrih mengeluarkan zakat dan sedekah karena ingin dipuji orang, untuk memunculkan rasa bangga di dalam hatinya karena bisa menolong orang, atau yang lebih parah lagi adalah berharap balasan pahala sampai 700 kali dari nominal yang dikeluarkannya. Jadi, ketika dia mengeluarkan uang Rp 1 juta, yang ada di benaknya adalah berharap mendapat BALASAN Rp 700 juta. Berdagang dengan Allah..!

3). Orang ikhlas menunaikan haji dan umrohnya, karena ingin memperoleh pelajaran berkorban, bersabar, keikhlasan, dan ketaatan, dalam mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan yang pamrih, ingin sekedar BERDARMA WISATA, meskipun diembel-embeli dengan kata RUHANI. Bahkan saat haji banyak orang yang meniatkan hajinya sekedar pada titel HAJI, atau penampilan berkopiah haji, panggilan ’Wak Haji’, dan kemudian membeli sertifikat haji dengan mengubah namanya. Dia berhaji bukan karena Allah, tetapi karena segala macam tujuan selain Allah.

4). Orang ikhlas mengorientasikan seluruh ibadahnya untuk MENCINTAI ALLAH, dan merendahkan ego serendah-rendahnya sebagai manifestasi syahadatnya: laa ilaaha illallah ~ tiada Tuhan selain Allah. Tetapi orang-orang yang pamrih mengorientasikan ibadahnya untuk mengejar SURGA, sehingga tanpa terasa ia meninggikan egonya, dan mengesampingkan Allah sebagai fokus ibadahnya. Allah bukan tujuan hidupnya. Tuhannya sebenarnya bukanlah Allah, melainkan Surga. Karena, ternyata, imajinasi kebahagiaanya bukan saat dekat dengan Allah, melainkan berada di dalam surga. Yang demikian ini, justru tidak akan mengantarkannya ke surga. Karena surga itu hanya disediakan bagi orang-orang yang mengarahkan seluruh kecintaannya hanya kepada Allah semata. Dan itu tercermin dalam doanya: Allahumma antasalam, waminka salam... ~ Ya Allah, Engkaulah Kebahagiaan dan Kedamaian Sejati, dan dari-Mu-lah bersumber segala kabahagiaan...

Maka, kawan-kawan, marilah kita belajar menjalani seluruh aktivitas kehidupan kita ini dengan IKHLAS. Bukan ikhlas yang diikhlas-ikhlaskan, atau terpaksa ikhlas, melainkan IKHLAS yang dilambari oleh KEPAHAMAN tentang substansi apa yang akan kita lakukan. Semakin paham Anda terhadap apa yang akan Anda lakukan, semakin ikhlas pula anda menjalaninya. Sebaliknya, semakin tidak paham, maka semakin tidak ikhlas pula hati Anda dalam menjalaninya. Terpaksa Ikhlas, karena takut masuk neraka dan tidak memperoleh surga...

Betapa sayangnya, di dunia merasa tersiksa karena TERPAKSA mengikhlaskan ibadahnya, sedangkan di akhirat juga tidak memperoleh buah perbuatannya, karena ia tidak mendasarkan ibadahnya lillahi ta’ala. Surga yang digambarkan sebagai taman-taman yang indah dengan mata air-mata air itu tidak memberikan dampak kenikmatan baginya, karena sesungguhnya keindahan itu dikarenakan KECINTAAN kepada Sang Maha Indah. Mirip dengan orang yang menginap di hotel bintang lima, tetapi hatinya tidak bisa menikmati dikarenakan ia datang kesana dengan TERPAKSA...

QS. Yunus [10]: 105
Dan HADAPKAN-lah wajahmu (orientasi hidupmu) kepada agama dengan TULUS dan IKHLAS dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik (menduakan Allah sebagai tujuan hidup).

QS. Al A’raaf [7]: 29
... Dan LURUSKANLAH wajahmu di setiap shalat dan sembahlah ALLAH dengan MENGIKHLASKAN ketaatanmu kepada-Nya...

QS. An Nisaa’ [4]: 125
Dan siapakah yang LEBIH BAIK agamanya daripada orang yang IKHLAS menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun MENGERJAKAN kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim (dan orang-orang yang mengikuti ajarannya) menjadi KESAYANGAN Allah.

Wallahu a’lam bishshawab

~ salam ~

Sabtu, 25 September 2010

PERBEDAAN ‘BERAKAL’ & ‘TIDAK BERAKAL’

oleh Agus Mustofa pada 24 September 2010 pukul 10:33

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk memaksimalkan AKAL KECERDASAN. Karena, kata al Qur’an, orang yang tidak berakal TIDAK BISA mengambil PELAJARAN. Padahal hikmah-hikmah ILMU ALLAH bertebaran di sekeliling kita. Bukan hanya yang ada di dalam Al Qur’an sebagai ayat-ayat Qauliyah, melainkan di ALAM SEMESTA sebagai ayat-ayat Kauniyah.

Orang yang hanya belajar ayat-ayat Qauliyah di dalam al Qur’an saja, tanpa mencocokkan dengan ayat-ayat Kauniyah yang menjadi REALITAS di sekitarnya, dia baru dapat TEORI Agama. Belum PRAKTEK beragama.

Misal, dia tahu dan hafal ayat-ayat yang melarang kesombongan dan tinggi hati, tetapi karena baru menguasai teorinya, dia tidak bisa mempraktekkan dalam hidupnya. Tetap merasa dirinya pintar, tinggi hati, dan membanggakan-banggakan diri kepada semua orang yang diajaknya bicara. Tahu Al Qur’an, bahkan paham dan hafal, tetapi tidak muncul dalam perilakunya. Yang demikian ini PERCUMA. Kenapa? Karena yang ditimbang di Hari Akhir nanti bukan TEORI BERAGAMA melainkan AMALANNYA.

Ketahuilah, Allah ’tidak suka’ kepada orang yang sombong dan tinggi hati, serta mengharamkannya masuk Surga. Pantasnya di neraka. Na’udzubillahi min dzalik.

QS. Luqman [31]: 18
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan ANGKUH. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang SOMBONG lagi MEMBANGGAKAN DIRI.

QS. Al Mukmin [40]: 76
(Dikatakan kepada mereka): "Masuklah kamu ke pintu-pintu NERAKA Jahannam, dan kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang SOMBONG".

Bisa jadi, seorang penghafal al Qur’an, Ahli tafsir al Qur’an, dan pengajar al Qur’an, masuk neraka karena ternyata TIMBANGAN amal perbuatannya RINGAN. Orang yang seperti ini dikecam oleh Allah dalam Firman-Firman-Nya seperti saya sampaikan dalam note sebelumnya, sebagai keledai yang hanya bisa membawa buku-buku tebal tanpa menjalankannya,

QS. Al Jumu'a [62]: 5.
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.

QS. As Saff [61]: 2.
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

Maka, tidak cukup hanya belajar al Qur’an. Karena al Qur’an itu baru teori. Yang harus dilakukan adalah MEMPRAKTEKKAN petunjuk dalam al Qur’an itu.

Al Qur’an mengajari jujur, maka belajarlah jujur kepada siapa saja, diri sendiri, dan Allah. Al Qur’an ngajari rendah hati, maka rendah hatilah kepada siapa saja. Al Qur’an mengajari melunakkan perkataan, maka lembah lembutlah kepada siapa saja. Allah mengajari menghormati perbedaan, maka hormatilah perbedaan itu, karena Allah menciptakan seluruh makhluknya berbeda-beda. Tidak ada yang sama!

Al Qur’an mengajari memahami ayat-ayat Kauniyah yang terhampar di alam semesta, maka belajarlah sains dan teknologi. Karena semua itu adalah ilmu-ilmu Allah. Ayat-ayat Allah yang dihamparkan agar kita semua MENGENAL Allah sebagai sang PENCIPTA yang luar biasa hebatnya.

Bagaimana Anda bisa memahami ayat-ayat Allah yang terkait dengan penciptaan langit dan bumi kalau Anda tidak belajar ilmu Astronomi? Sehingga bertengkar terus ketika menentukan datangnya bulan Ramadan/Syawal, misalnya.

Bagaimana Anda bisa memahami ayat-ayat Allah yang bercerita tentang gunung, laut, angin, sungai, atmosfer, dsb, kalau Anda tidak belajar ilmu Geologi, Geografi, Geofisika? Sehingga seringkali memunculkan bencana, karena kita tidak bisa memanejemeninya.

Bagaimana Anda bisa memahami ayat-ayat Allah tentang kesehatan, kalau Anda tidak belajar ilmu kedokteran? Sehingga banyak umat mengalami permasalahan kesehatan memprihatinkan, karena kita tidak menguasainya.

Bagaimana Anda bisa memahami ayat-ayat Allah tentang perilaku manusia, jika Anda tidak belajar tentang psikologi, sejarah, dan ilmu-ilmu sosial? Dst. Dsb. Dlsb.

Disini lah letak perbedaan antara orang-orang yang BERAKAL dan TIDAK BERAKAL. Orang-orang yang berakal akan terus menggunakan akal kecerdasannya untuk memahami ilmu-ilmu Allah dari mana pun datangnya, sedangkan orang yang tidak berakal hanya bisa mengatakan semua itu tidak ada gunanya. Sementara ia sendiri tidak bisa terlepas dari menggunakan produk-produk yang terkait dengannya.

Maka, Allah MENEGASKAN dalam berbagai firman-Nya: tidak akan bisa memahami ayat-ayat Allah yang BERTEBARAN di alam semesta ini, kecuali orang-orang yang menggunakan akalnya.

QS. Yusuf [12]: 105
Dan banyak sekali AYAT-AYAT (Allah) di LANGIT dan di BUMI yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya.

QS. Ali Imran [3]: 190
Sesungguhnya dalam PENCIPTAAN langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat AYAT-AYAT (Allah) bagi orang-orang yang BERAKAL,

QS. Ali Imran [3]: 7
...Dan TIDAK BISA mengambil pelajaran KECUALI orang-orang yang BERAKAL.


~ salam ~

Kamis, 23 September 2010

PERBEDAAN ’BERAGAMA’ & ’BERILMU AGAMA’

oleh Agus Mustofa pada 23 September 2010 pukul 8:43

Tahukah Anda, apa beda orang yang melakukan proses BERAGAMA dibandingkan dengan sekedar BERILMU AGAMA?

Yang paling mendasar adalah: orang-orang yang melakukan proses ’beragama’ akan mengalami perubahan AKHLAK menjadi lebih baik. Sedangkan yang melakukan proses ’berilmu agama’ hanya sekedar ’MENGETAHUI’ untuk memperoleh akhlak yang lebih baik.

Diantara tanda-tandanya adalah sebagai berikut:

1). Orang yang ’beragama’ akan MENERAPKAN setiap petunjuk Allah dan Rasul-Nya dalam aktivitas sehari-harinya. Sedangkan yang ’berilmu agama’, hanya untuk memperoleh pengetahuan dan bergaya SOK PINTAR. Atau lulus ujian :(

2). Orang yang ’beragama’ mengorientasikan ilmunya untuk mengubah PERILAKU, sedangkan yang ’berilmu agama’ untuk pamer hafalan Qur’an dan Hadits, dan memperoleh PENGAKUAN akan kehebatannya. Sehingga ketika Allah dan Rasul-Nya mengajari untuk ’JANGAN BERKATA KASAR’ misalnya, QS. 3: 159, dia mengatakan bahwa dia hafal ayat itu, sambil tetap berkata-kata kasar kepada siapa saja dengan pilihan kata yang menyakitkan orang-orang yang mendengarnya.

3). Orang yang ’beragama’ menggunakan ilmunya untuk MENASEHATI orang-orang di sekitarnya dengan SEJUK, sedangkan yang ’berilmu agama’ mendatangi tetangga-tetangganya untuk MENANTANG BERDEBAT sambil menuding-nuding orang lain SALAH SEMUA, dan dirinyalah yang paling benar.

4). Orang ’beragama’ menyikapi dengan TENANG atas berbagai perbedaan yang ada, karena memang itulah fitrah makhluk Allah: TIDAK ADA yang SAMA. Tetapi, orang yang ’berilmu agama’ menanggapinya dengan MENCAK-MENCAK, dan memaksa semua orang harus sama dengannya. Sementara Rasulullah SAW pun tidak pernah memaksa para sahabatnya untuk MENJIPLAK dirinya. Abu Bakar, Umar, Usman & Ali misalnya, tetap saja adalah pribadi-pribadi yang BERBEDA.

5). Orang yang ’beragama’ tidak berani melakukan KLAIM kebenaran, karena kebenaran itu memang hanya milik Allah, 

QS. An-Nahl [16]: 125
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

selebihnya relatif sebagai UPAYA untuk mendekatkan diri kepada SANG MAHA BENAR sambil memohon bimbingan-Nya, sebaliknya orang yang sekedar ’berilmu agama’ selalu melakukan klaim-klaim kebenaran berdasar ’kehebatannya’ tanpa mau mendengarkan pendapat orang lain. Bahkan SUUDHON dengan mengatakan pendapat orang lain tidak berdasar al Qur’an, tidak valid, belum pernah diuji dan tidak pernah sekalipun didiskusikan. Sebuah kesimpulan yang ceroboh, dikarenakan hati yang EMOSIONAL.

Kawan-kawan, saya kira kita sepakat, bahwa kita sedang berproses untuk BERAGAMA bukan hanya sekedar ’berilmu agama’. Ilmu yang kita dapatkan bukan digunakan untuk BERDEBAT mencari kalah/ menang, tetapi untuk berproses memperbaiki AKHLAK yang kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan MENTAUHIDKAN Allah semata.

Sebuah ’kontroversi’ kadang diperlukan untuk MEMBANGUNKAN umat yang sudah telanjur ’TIDUR’ lama, dan MERASA dirinya sudah HEBAT dan BENAR. Padahal umat Islam yang dulu TELADAN itu kini sedang dalam kondisi MEMPRIHATINKAN di semua lini kehidupannya. Sebab utamanya adalah: kebanyakan kita tidak berproses untuk BERAGAMA melainkan sekedar BERILMU AGAMA.

Ilmu yang kita peroleh juga bukan untuk digunakan menuding-nuding orang lain yang berbeda dengan kita sambil menyebar VIRUS PERTENGKARAN, melainkan digunakan untuk MELEMBUTKAN HATI kita bersama dan membangun PERSAUDARAAN menuju kepada Allah Sang Maha Lembut.

Karena, Allah sungguh ’tidak suka’ kepada orang yang belajar agama hanya untuk pamer ilmu dan kesombongan, tanpa bisa mengubah akhlak kesehariannya. Kata Allah seperti keledai yang membawa kitab-kitab di punggungnya.

QS. Luqman (31): 19
Dan SEDERHANALAH kamu dalam berjalan dan LUNAKKAN SUARAMU. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

QS. Al Jumuah [62]: 5
PERUMPAMAAN orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya (tidak mengamalkan) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal...

QS. Ash Shaff [61]: 2
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu MENGATAKAN apa yang tidak kamu PERBUAT?

QS. Al Baqarah [2]: 44
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan DIRIMU SENDIRI, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidakkah kamu berpikir?