Sabtu, 05 Maret 2011

HARI INI TAKDIR, HARI ESOK JUGA TAKDIR ~ MERAIH TAKDIR TERBAIK (2)

Allah menetapkan takdir makhluk-Nya seiring dengan perjalanan waktu. Sejak awal penciptaan makhluk, sampai kelak saat berakhirnya. Dulu, Allah menetapkan takdir. Hari ini, menetapkan takdir. Esok, menetapkan takdir. Kelak pun, menetapkan takdir. Jutaan, atau miliaran, bahkan triliunan takdir Allah telah terjadi dan akan terus terjadi pada seluruh makhluk-Nya, termasuk diri kita. Itulah sebabnya Allah menyebut Diri-Nya sebagai Dzat yang paling sibuk di seluruh penjuru semesta.

QS. Ar Rahman (55): 29
Meminta kepada-Nya semua yang ada di langit dan di bumi. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.

Hari ini, Dia sibuk menciptakan jutaan manusia di dalam rahim ibunya. Hari ini juga, Dia mengurus miliaran manusia lainnya menjadi remaja, pemuda, dewasa, menua, dan akhirnya meninggal dunia.

Dalam waktu yang bersamaan, Allah sedang menakdirkan seseorang sakit, dan yang lainnya sembuh. Menakdirkan seseorang kecelakaan, dan yang lainnya selamat. Menakdirkan seseorang mendapat rezeki, dan yang lainnya rugi. Menakdirkan seseorang menikah, dan lainnya tetap membujang. Menakdirkan seseorang menderita, dan lainnya bahagia..!

Di saat yang sama juga, Allah sedang mengurusi triliunan sel di dalam tubuh saya, dan bertriliun sel di tubuh Anda, di tubuh teman dan sahabat kita, di tubuh anak-anak dan saudara-saudara kita. Juga mengurusi miliaran jantung yang terus menerus berdenyut, darah yang harus mengalir, saraf-saraf yang tetap mendistribusikan neurotransmitter, produksi hormon-hormon yang kita butuhkan, bahkan sampai informasi genetika yang bekerja akurat supaya anak keturunannya tidak menjadi cacat.

Bukan hanya itu, Allah juga sedang sibuk mengurusi triliunan peristiwa terkait dengan binatang-binatang, tumbuhan, dan segala isi alam semesta. Allah terus menerus membuat takdir atas makhluk-makhluk-Nya dari waktu ke waktu. Setahun terakhir ini, kita tak bisa menghitung berapa banyak takdir yang telah Allah buat. Sebulan ini, kita juga tak bisa menghitung jumlah takdir yang telah ditentukan-Nya. Seminggu ini, pun kita tak mampu menghitung takdir yang telah ditetapkan-Nya. Bahkan, juga dalam sejam terakhir, semenit terakhir, sedetik terakhir, atau limit waktu berapa pun yang bisa kita amati.

Allah terus menerus ’memproduksi’ takdir dari waktu ke waktu. Hari ini kita ditakdirkan sehat, mungkin hari berikutnya kita ditakdirkan sakit. Dan setelah itu sehat lagi. Dan kapan-kapan sakit lagi. Ya memang begitulah, semua itu adalah takdir Allah atas kita. Ketetapan yang terus berubah dari waktu ke waktu. Maka Allah menyebut Diri-Nya sebagai Al Qadiir, Yang Maha Menakdirkan. Maha Berkuasa menggerakkan seluruh peristiwa dan menetapkan semua kondisinya.

QS. Al Baqarah (2): 106
...Tidakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Menakdirkan (Qadiirun) atas segala sesuatu?

Maka seluruh peristiwa dalam kehidupan kita sebenarnya adalah Takdir belaka. Bukan hanya di saat terakhir, sebagaimana dipahami oleh sebagian kita. Melainkan dari tahun ke tahun, bulan ke bulan, minggu ke minggu, hari ke hari, jam ke jam, menit ke menit, detik ke detik, nano detik ke nano detik, dan seterusnya, semuanya dalam kekuasaan dinamika takdir Allah.

Lantas, apakah kita bisa mengetahui takdir masa depan kita? Tentu saja sangat sulit, karena terlalu banyak variabel yang memengaruhinya. Jangankan takdir esok hari, takdir kita sejam lagi pun kita tidak tahu. Atau, bahkan semenit berikutnya pun tidak ada yang tahu. Semua itu berada di dalam kekuasaan Allah sepenuhnya.

Tetapi, kita bisa mengetahui takdir-takdir yang telah terjadi. Lantas kita diberi hak bahkan disuruh oleh Allah untuk mengubah takdir yang telah terjadi itu agar menjadi lebih baik. Seiring dengan proses kehidupan kita. Seiring dengan ikhtiar kita. Seiring dengan doa. Seiring dengan bantuan orang-orang di sekitar kita. Seiring dengan kejadian-kejadian tak terduga. Seiring dengan seluruh gerak alam semesta yang meliputinya...!

Maka, hidup kita sebenarnya, tak lebih dan tak kurang, adalah berpindah dari satu takdir ke takdir lainnya. Hari ini dapat takdir jelek, ya kita usahakan agar esok dapat takdir baik. Besok belum juga baik, ya lusa kita usahakan agar dapat takdir lebih baik, begitulah seterusnya. Sampai Dia sebagai Penguasa takdir, melihat kita pantas untuk menerima takdir terbaik yang kita harapkan. Dan lantas memberikannya untuk kita.

Allah-lah yang mengajari agar kita selalu berusaha untuk mengubah 'takdir sekarang' menjadi takdir yang lebih baik di masa depan. Dan, semua itu harus dimulai dari upaya kita sebagai makhluk, baru kemudian Allah yang akan menentukan pantas tidaknya kita menerima takdir yang lebih baik di waktu mendatang. Jika kita tidak berusaha mengubah keadaan kita hari ini, maka Allah pun tidak akan mengubahnya untuk esok hari. Persis sebagaimana diceritakan dalam ayat berikut ini.

QS. Ar Ra’du (13): 11
....Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan (takdir sekarang) dari suatu kaum, sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Doa bisa mengubah takdir. Usaha bisa mengubah takdir. Bantuan orang-orang di sekitar kita bisa mengubah takdir. Peristiwa ’kebetulan’ pun bisa mengubah takdir. Karena sesungguhnya, substansi hidup kita dari waktu ke waktu adalah perubahan itu sendiri. Tinggal, apakah kita mau berubah menjadi lebih jelek ataukah menjadi lebih baik. Atau stagnan, alias jalan di tempat.

Banyak orang memformat dirinya dengan cara pasrah bongkokan menunggu takdir, mengira Allah akan memberikan segala kebaikan tanpa usaha. Padahal Allah justru memerintahkan untuk mengubah takdirnya agar menjadi lebih baik dengan cara berusaha. Sehingga, surga pun harus digapai dengan cara berusaha dalam perjuangan dan kesabaran, bukan dengan cara berleha-leha..!

QS. Ali Imran (3): 142
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum terbukti bagi Allah orang-orang yang berjuang di antaramu, dan belum terbukti orang-orang yang sabar (dalam perjuangan hidupnya).

Manusia berusaha, Allah yang menakdirkan hasilnya. Tentu saja, setelah Dia mempertimbangkan segala faktor yang memengaruhinya. Justru disinilah nilai drama kehidupan manusia. Dengan Qadar yang diberikan di awal proses, seberapa besar usaha yang kita lakukan untuk memeroleh Qadla-Nya. Perpaduan antara Qadar dan Qadla itulah yang akan menghasilkan Takdir terbaik.

Dialah yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana, atas takdir apa yang pantas kita terima. Tetapi, yang jelas, Allah menyuruh kita untuk berusaha, dan bertanggungjawab atas segala keputusan yang kita buat. Mau maju kek, atau mau mundur. Mau berbuat baik, atau berbuat jahat. Mau berjuang keras, atau berleha-leha. Semua keputusan diserahkan kepada kita, dan berdasarkan itu semua Allah akan memberikan balasannya berupa Takdir terbaik yang pantas kita terima.

QS. Al Mudatstsir (74): 37-38
Bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur. Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya...

QS. Al Hasyr (59): 18
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Maka, kalau kita mengaku sebagai umat Rasulullah, pasti kita bakal dengan senang hati mengikuti keteladanan yang beliau ajarkan. Sebuah perintah untuk mengubah takdir hari ini menjadi takdir hari esok yang lebih baik, lewat sabda beliau yang sangat terkenal. Yakni: ’’jadikanlah hari ini lebih baik dari kemarin, dan jadikan hari esokmu lebih baik dari hari ini..!’’

Wallahu a’lam bishshawab
 ~ salam ~


oleh Agus Mustofa pada 4 Maret 2011 pukul 4:01


Jumat, 04 Maret 2011

MENGURAI KEBINGUNGAN SOAL TAKDIR ~ MERAIH TAKDIR TERBAIK (1)

Kontroversi soal takdir tidak bisa dilepaskan dari masih rancunya definisi istilah TAKDIR itu sendiri. Ada yang mendefisinisikan ’takdir’ sebagai ketetapan Allah yang final sejak awal dan tak bisa diubah. Tapi, ada pula yang mendefinisikannya sebagai 'ketetapan' yang masih bisa berubah. Tentu saja, keduanya membawa konsekuensi yang sangat berbeda, bahkan berlawanan.

Istilah takdir berasal dari kata Qaddara - Yuqaddiru yang bermakna menetapkan atau menakdirkan. Yang pertama adalah fi’il madzi (past tense) alias kata kerja lampau, terkait dengan ketetapan yang ’sudah terjadi’. Sedangkan yang kedua adalah fi’il mudhari’ (present tense) yang bermakna ketetapan yang ’sedang & akan terjadi’. Memahami makna ’takdir’ secara gramatika bisa membantu mengurai kerancuan tersebut.

QS. Al Furqaan (25): 2
yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia telah menetapkan (qaddara) ukuran-ukurannya dengan ketetapan sedetil-detilnya (taqdiran).

Dalam ayat diatas, Allah menggunakan kata qaddara - telah menetapkan - ukuran-ukuran segala ciptaannya dengan detil (takdir). Setidak-tidaknya ada dua makna yang terkandung di dalamnya. Yang pertama, setiap makhluk ciptaan Allah itu selalu diiringi dengan spesifikasi yang detil. Dan yang kedua, penetapan itu sudah diberikan Allah sejak saat penciptaannya. Istilah qadar dalam bahasa Indonesia berimpit dengan ’kadar’ alias ukuran dan kapasitas.

Diantara contohnya adalah tentang air yang ada di bumi. Di masa awal penciptaan bumi Allah menurunkan air ke planet biru ini dari luar angkasa berupa gumpalan-gumpalan es dalam ukuran besar. Jumlahnya sudah diukur, tidak lebih dan tidak kurang. Sirkulasinya setelah sampai di Bumi juga sudah ditentukan, lewat penguapan dan mekanisme hujan. Sehingga, air itu lantas tetap berada di planet Bumi dalam kadar yang cukup untuk kehidupan penghuninya hingga kini. Allah telah menetapkan kadarnya. Takdirnya.

QS. Al Mukminuun (23): 18
Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran (qadar); lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa untuk menghilangkannya.

Bukan hanya air, Dia juga menetapkan ukuran siang dan malam terkait dengan kecepatan rotasi Bumi. Semua itu ditakdirkan Allah sesuai dengan desain terbaik. Sehingga terjadilah ukuran siang dan malam seperti yang terjadi selama ini. Tanpa campur tangan manusia. Bahkan manusia dijamin tidak bisa ikut campur di dalamnya.

QS. Muzzammil (73): 20
... Dan Allah menetapkan (yuqaddiru) ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, ...

Yang menarik, dalam ayat di atas Allah menggunakan fi’il mudhari’ (present tense) untuk menjelaskan kadar siang dan malam. Ini menunjukkan, bahwa takdir tentang ukuran siang dan malam itu akan terjadi secara berkelanjutan ke masa depan. Dengan kata lain, panjangnya siang dan malam boleh jadi masih bisa bergeser seiring dengan bertambahnya waktu alam semesta.

Dan seterusnya. Kalau kita cermati, maka Allah menetapkan Takdir segala ciptaan-Nya dalam bentuk kapasitas, ukuran, dan mekanisme alamiah, sejak masa awal  penciptaan sampai berlanjut ke masa depan.

QS. Al Hijr (15): 21
Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran (qadar) yang tertentu.

Seiring dengan ketetapan yang bersifat Qadar itu, Allah juga membuat ketetapan yang bersifat Qadla. Apakah Qadla? Juga bermakna ketetapan Allah, tetapi yang kita masih bisa ikut campur di dalam prosesnya. Dengan kata lain, inilah Takdir Allah yang bisa kita ikhtiari. Karena itu, dalam sejumlah ayat, Allah menggunakan istilah Qadla terkait dengan proses penciptaan yang masih terus berlangsung.

QS. Ali Imran (3): 47
... Apabila Allah berkehendak menetapkan (qadla) sesuatu, maka Allah cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia (kun fayakun).

Ayat diatas mengaitkan Qadla dengan kun fa yakun. Yakni kalimat penciptaan yang bermakna: ’jadi, maka jadilah’ segala ciptaan-Nya. Secara bahasa, kalimat fa yakun adalah masuk dalam fi’il mudhari’ alias present tense. Kalimat semacam ini diulang-ulang dalam banyak ayat, hubungan antara Qadla dengan kun fa yakun.

Artinya, proses penciptaan itu bukan berlangsung di masa lalu saja, melainkan masih terus berlangsung ke masa depan. Sehingga, takdir Allah lewat Qadla adalah takdir yang masih berlangsung alias belum final. Masih memiliki peluang untuk menjadi apa saja, seiring dengan hukum-hukum Allah yang ditetapkan lewat Qadar di awal penciptaan.

Diantaranya, adalah takdir kematian. Allah menggunakan kata Qadla dalam menentukan kematian seseorang. Misalnya nabi Sulaiman di ayat berikut ini. Bahwa takdir kematian itu sebenarnya bukan ditetapkan di awal, saat penciptaan, melainkan berjalan seiring dengan proses kehidupan seseorang. Yang ditetapkan pada saat penciptaan di dalam rahim adalah Qadar alias kapasitas dan ukuran-ukurannya saja.

Misalnya, tulangnya didesain Allah bisa bertahan 70 tahun. Demikian pula organ-organ dalamnya seperti jantung, ginjal, paru, dan livernya. Jika orang yang bersangkutan bisa memenejemeni hidupnya dengan baik sehingga sehat, maka ia akan mati dalam usia 70 tahun, sesuai dengan desain ciptaannya. Sesuai dengan Qadar yang Allah tetapkan. Tetapi jika ia menjalani hidupnya secara amburadul, maka sangat boleh jadi ia bakal mati di usia yang lebih muda. Apalagi jika bunuh diri, ia bisa benar-benar mati karenanya..! Allah memberikan Qadla kematian seiring dengan proses.

QS. Saba’ (34): 14
Maka tatkala Kami telah menetapkan (qadla) kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.

Dalam ayat berikut ini, Allah menjelaskan lebih detil, bahwa keputusan Allah tentang umur seorang manusia itu terjadi dua kali. Yang pertama adalah di dalam rahim saat tahap desain. Allah memprosesnya sesuai dengan kadar penciptaan seperti saya jelaskan di atas. Lantas, yang kedua, adalah di luar rahim, saat ia sudah menjalani hidupnya. Karena, boleh jadi, meskipun desain tubuhnya bisa bertahan 70 tahun, tetapi jika ia adalah orang yang sembrono dalam menjalani hidup sehingga ’layak’ untuk mati muda, maka Allah pun akan mematikan dia.

QS. Al Hajj (22): 5
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang hari kebangkitan, maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan (9 bulan), kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian kamu sampai pada masa kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya...

Maka, ringkas kata, Takdir adalah ketetapan Allah yang berjalan sejak saat-saat awal penciptaan sampai kelak berakhirnya peristiwa tersebut. Yang awal disebut Qadar, ditetapkan Allah tanpa campur tangan makhluk yang bersangkutan, dalam bentuk kapasitas. Sedangkan yang kedua adalah Qadla, yang ditetapkan Allah seiring dengan proses, dengan mempertimbangkan segala variabel yang memengaruhinya, termasuk usaha yang dilakukan oleh mereka yang menjalaninya..!

Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~


oleh Agus Mustofa pada 3 Maret 2011 pukul 8:27