QS. Al An’aam [6] : 145
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya
semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa
yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat
di atas sangat menarik. Dikatakan bahwa babi itu kotor. Apanya yang kotor??
Kata
rijsun – kotor -, rijsa, berakar kata dari rajisa, yang menurut kamus al Munawwir memiliki
makna perbuatan keji, kotor, dan bujuk rayu setan sehingga menimbulkan kemudharatan.
Kata-kata ini selain digunakan untuk mengharamkan daging babi, darah, bangkai, juga
digunakan untuk mengharamkan perjudian, khamr (yang memabukkan), menyembah berhala
dan mengundi nasib.
Penggunaan
kata rijsun atau rijsa adalah berbagai perbuatan yang dilarang itu mengacu kepada
adanya kemudharatan di dalam perbuatan itu yang tidak hanya bersifat fisik, melainkan
juga psikis.
Jadi,
alasan utama pelarangan daging babi itu memang benar-benar karena kotor dalam arti
fisik dan psikis. Kok bisa? Cobalah anda perhatikan kehidupan babi. Ia adalah binatang
yang memiliki lingkungan hidup kotor dan makanannya pun kotor.
Apa
saja dimakannya. Mulai dari sisa makanan yang baik sampai yang sudah busuk. Air
bersih sampai air comberan. Bahkan kotorannya sendiri pun dimakan. Babi adalah binatang
yang sangat rakus.
Lingkungan
hidupnya jorok, sehingga sangat riskan untuk menjadi media penularan berbagai macam
bakteri dan virus. Di dalam tubuh babi terdapat banyak racun, cacing, dan penyakit-penyakit
tersembunyi. Tubuh babi menjadi media bagi puluhan jenis penyakit yang membahayakan
manusia. Cacing pita adalah salah satu dari jenis penyakit berbahaya yang ngendon
di tubuh babi. Selain cacing pita masih ada cacing trachenea lolipia, cacing trichinella
spiralis, cacing taenia solium.
Influensa
adalah penyakit lain yang sering ditularkan oleh babi kepada manusia. Penyakit ini
masuk ke paru-paru babi selama bulan-bulan musim panas dan cenderung menular kepada
babi lainnya dan juga kepada manusia pada bulan yang lain. Sosis babi mengandung
sedikit paru-paru babi, sehingga orang yang makan sosis babi akan mengalami penderitaan
yang lebih berat pada masa terjadinya wabah influensa.
Karena
itu, dalam sebuah peternakan, babi harus harus selalu diberi antibiotik dalam dosis
yang tinggi. Di Jerman dilaporkan sebuah kasus penolakan daging babi, karena kadar
antibiotiknya yang demikian tinggi sehingga membahayakan konsumen. Makan daging
babi sama dengan makan antibiotik. Jika itu terjadi dalam kurun waktu panjang, akan
sangat membahayakan sistem imunitas tubuh manusia.
Daging
babi juga mengandung banyak sekali histamin dan senyawa imidazol yang menyebabkan
gatal dan inflamasi; hormon pertumbuhan meningkatkan inflamasi dan pertumbuhan,
mensenchymal mucus yang berisi sulfur, dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
dan menghasilkan mucus di tendon dan tulang rawan, sehingga menyebabkan terjadinya
radang sendi, reumatik, dan sebagainya. Sulfur dapat menyebabkan terjadinya degenerasi
pada tulang rawan manusia.
Memakan
daging babi juga dapat menyebabkan terjadinya kencing batu dan kegemukan. Barangkali
karena kolesterolnya yang tinggi dan kandungan lemak tak jenuh.
Bahaya
lain yang terdapat pada babi adalah mekanisme biokimiawi tubuhnya. Babi banyak menyimpan
urid acid di dalam darahnya. Urid acid (asam urat) yaitu suatu senyawa kimia yang
bisa berbahaya bagi kesehatan manusia. Hanya sekitar 2% saja urid acid yang dikeluarkan
lewat kencingnya. 98% masih tersimpan di dalam tubuhnya. Celakanya, babi tidak bisa
disembelih di bagian lehernya, karena babi memang tidak punya leher. Sehingga darah
yang semestinya dikeluarkan saat penyembelihan, pada babi tidak terjadi. Kandungan
uric acid ini berbahaya bagi kesehatan konsumen karena bisa memicu berbagai penyakit
persendian. Sejumlah penyakit kulit juga dilaporkan terjadi pada orang-orang yang
mengkonsumsi daging babi secara terus menerus.
Babi
juga merupakan inkubator yang baik bagi parasit dan virus toksik, meskipun binatang
ini tidak tampak sakit ketika membawa penyakit ini. Seorang ilmuwan dari University
of Giessen’s Institute for Virology di Jerman dalam penelitiannya mengenai wabah
influensa di seluruh dunia menunjukkan bahwa babi adalah satu-satunya binatang yang
dapat bertindak sebagai sarana pencampur bagi virus-virus influensa baru yang dapat
dengan serius mengancam kesehatan dunia. Jika seekor babi diekspos ke DNA virus
manusia, kemudian ke virus burung, maka babi tersebut akan mencampur kedua virus
tersebut dan mengembangkan sebuah DNA baru yang seringkali sangat berbahaya bagi
manusia. Virus-virus ini menyebabkan terjadinya wabah dan kerusakan di seluruh dunia.
Gabungan dari rangkaian genetika dari influensa babi kepada influensa manusia tersebut
dapat menciptakan kerusakan yang mematikan dan membunuh 40 juta manusia di seluruh
dunia pada tahun 1918 dan 1919 (Journal reference: Science (vol.293, p.1842). Para
ahli virus telah menyimpulkan bahwa jika kita tidak menemukan cara untuk memisahkan
manusia dengan babi, maka seluruh penduduk bumi berada dalam bahaya. The 1942 Yearbook
of Agriculture melaporkan bahwa 50 penyakit ditemukan pada babi, dan sebagian dari
penyakit ini masuk kedalam tubuh manusia karena mereka makan daging babi.
Dr.
Gordon S. Tessler, dalam bukunya yang luar biasa The Genesis Diet, berkomentar,
“Seseorang boleh dikatakan sedang melakukan bunuh diri pelan-pelan ketika ia makan
sosis atau sepotong babi...”
Penularan
penyakit-penyakit babi kepada manusia menjadi efektif karena kemiripan genetika
pada keduanya. Karena alasan genetika itu pula, sebagian transplantasi organ dilakukan
dari babi kepada manusia. Misalnya transplantasi jantung – sebagian atau pun seluruhnya
– dan organ-organ lainnya, seperti hati dan ginjal. Bahkan ke masa depan, kulit
babi pun bisa didonorkan kepada manusia, karena alasan kemiripan genetika itu.
Kemiripan
genetika itu bisa menjadi media penularan efektif, bukan hanya secara fisik, melainkan
juga secara psikis.
Babi
memiliki sifat buruk. Di antaranya babi selalu melawan perintah. Jika di dorong
maju, dia justru akan bergerak mundur. Dan jika di dorong mundur dia justru bergerak
maju. Maka perhatikanlah bagaimana cara peternak babi jika ingin memasukkan hewan
itu ke dalam keranjang. Di depan babi itu diletakkan keranjang terbuka, lantas babi
itu ditarik ekornya. Maka meloncatlah si babi masuk keranjang.
Bukan
hanya kebiasaan yang rakus. Dalam makanan atau lingkungan hidup yang jorok, dan
perilaku yang suka melawan, babi juga memiliki kebiasaan seks yang ‘tidak baik’,
untuk sekelas binatang pun. Apalagi manusia.
Babi
suka melakukan hubungan seks secara ramai-ramai, sekaligus homoseksual. Jika di
dalam kandang ada satu betina dan dua jantan maka tidak akan terjadi pertarungan
antara pejantan untuk berebut betina. Para pejantan justru akan melakukan kompromi
dan menyetubuhi betinanya ramai-ramai. Bahkan kemudian melakukan homoseks diantara
para pejantan itu sendiri.
Karena
itu ada istilah mem’babi-buta’ untuk orang yang sudah tidak bisa mengontrol diri
dalam berperilaku. Babi yang tidak buta saja saja sudah demikian ‘rusak moral’-nya,
apalagi babi buta.
Dan
yang lebih ngeri lagi adalah transfer energi negatif yang terjadi dari babi kepada
manusia yang memakan dagingnya, dikarenakan proses ‘penyembelihan’ yang tidak berperikebinatangan.
Perhatikan,
bagaimana para peternak ‘menyembelih’ babi di sebuah rumah potong ataupun secara
pribadi. Seperti kita ketahui, babi tidak punya leher, sehingga sulit untuk membunuh
babi dengan cara menyembelih. Pembuluh darah di lehernya tertanam cukup dalam sehingga
tidak terkena pisau penyembelih. Maka, untuk membunuh babi, seseorang harus melakukan
aksi brutal.
Ada
yang mengepruk kepalanya dan mengeluarkan otaknya. Ada yang membacoki dengan parang
berkali-kali sampai kepalanya terbelah. Ada yang menusuk dadanya dengan besi sehingga
kena jantungnya, dan sebagainya.
Anda
bisa membayangkan betapa menderita dan tersiksanya si babi pada saat sekarat. Karena
semua cara itu sangat menyakitkannya dan tidak bisa sekaligus membunuhnya. Kecuali
setelah berkali-kali dilakukan.
Ini
sangat berbeda dengan cara yang dianjurkan Islam, yaitu memotong pembuluh darah
di leher ternak dengan pisau tajam sehingga tanpa tersiksa binatang itu mati karena
kehabisan darah. Ada dua hal yang terjadi sekaligus, yaitu keluarnya darah yang
memang kotor, dan proses sekarat tanpa kesakitan. Dengan cara seperti itu, akan
menyebabkan kematian hewan karena kehabisan darah dari tubuh, bukan karena cedera
pada organ vitalnya. Sebab jika organ-organ, misalnya jantung,hati, atau otak rusak,
hewan tersebut dapat meninggal seketika dan darahnya akan menggumpal dalam urat-uratnya
dan akhirnya mencemari daging. Hal tersebut mengakibatkan daging hewan akan tercemar
oleh uric acid, sehingga menjadikannya beracun. Hanya pada masa kini-lah, para ahli
makanan baru menyadari akan hal ini.
Binatang
yang mati dengan cara tersiksa dan menjerit-jerit akan menghasilkan energi negatif
yang meresap ke dalam seluruh organ tubuhnya termasuk ke dalam serat-serat dagingya.
Lantas, kita makan. Maka energi negatif itu akan masuk ke dalam tubuh kita dan kemudian
meresap juga ke dalam organ-organ tubuh kita, mempengaruhi kualitas badan dan jiwa.
Karena kemiripan genetika antara keduanya itu maka transfer energinya menjadi sangat
efektif. Informasi genetikanya meresonansi genetika orang yang memakannya.
Maka
jangan heran, di era segala macam makanan haram beredar luas seperti ini, sifat-sifat
manusia menjadi “membabi-buta”. Rupanya karena memperoleh transfer energi negatif
dari apa yang telah dikonsumsinya.
QS. Al Maaidah [5] : 3
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi
nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab
itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan
tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
QS. Al Maaidah [5] : 4
Mereka menanyakan kepadamu:
"Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu
yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar
dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan
Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama
Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.
QS. An Nahl [16] : 114
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan
Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.
Salam...
^_^