Minggu, 05 Februari 2012

ANGKA BAGI WARIS YANG UNIK

Oleh Mehdy Riza pada 4 Februari 2012 pukul 15:26
ANGKA BAGI WARIS YANG UNIK .

Angka waris memang unik, berupa pecahan, bukan bilangan bulat positif, yaitu: 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½, dan 2/3. Bagaimanapun juga, angka-angka tersebut disusun membentuk kripto, 7, 19, dan 11. Dan bagaimana cara menggunakan angka tersebut dalam bagi waris?

Klasifikasi: Sulit
Jum’at, 9 September 2011.

Di bulan puasa (Ramadhan) lalu sejumlah  teman meminta dibuatkan  “Note” tentang angka-angka dalam bagi waris dan bagaimana menghitungnya? Rupanya permintaan ini juga berhubungan dengan bahasa kripto, bukan sekedar bagaimana membagi waris. Sebab keterangan cara membagi waris, dalam konsep Islam – cukup banyak ditulis di Net berikut contoh - contohnya.

Bagaimanapun juga, bagi awam terasa  menyulitkan untuk memahami  bagi waris dengan angka-angka tersebut, apa lagi, bagi yang tidak mau bertanya – karena seolah-olah, jika mengikuti begitu saja – tanpa ilmu - maka hasilnya akan selalu lebih besar dari porsi yang tersedia. “Aha… pasti yang membuat ayat-ayat tersebut  adalah makhluk bodoh. Siapapun Dia, tidak pandai berhitung”.  Demikian kesimpulan sebagian pembaca, dengan mengajukan bukti berbagai ilustrasi kasus. Benarkah demikian?

Abad ke-7 di Jazirah Arab, sekitar tahun 627 M, adalah tahun-tahun sulit bagi wanita, orang tua dan anak-anak dalam hal bagi waris. Karena tradisi Arab umumnya, begitu seseorang meninggal, maka yang akan menguasai hartanya adalah saudara laki-laki almarhum. Selama ratusan tahun begitu. Tradisi inilah yang dirombak oleh ayat-ayat Kitab Mulia, dalam pesannya di Medinah. Ringkasnya, mengangkat hak wanita (janda), orang tua dan anak-anak almarhum, yang sebelumnya terpinggirkan. Kisah pertama adalah, asal usul turunnya wahyu, yaitu kisah janda Aus Bin Tsabit yang mengadukan kepada Nabi, tentang kelakuan adik laki-laki almarhum, yang mengambil semua harta waris (An Nisaa’/Wanita, 4:7). Demikian juga kisah janda Perang di Bukit Uhud, Amrah Binti Hazm, yang mengadukan nasibnya, karena tidak mendapat waris (An Nisaa’/Wanita, 4:12) dan perintah Nabi kepada Jabir Bin Abdillah yang kaya ketika sakit keras (sekarat), pedoman umum untuk bagi waris, bagian anak-anak, istri,  orang tua dan saudara-saudaranya (An Nisaa’, 4:11-12). Kini situasinya dibalik, selama ini prioritas utama ada di saudara-saudaranya yang meninggal, terutama laki-laki – tetapi kemudian Kitab Mulia memberi prioritas pada pasangannya (janda), orang tuanya dan kemudian anak-anaknya. Setelah itu, baru saudara-saudara almarhum.

Dibawah ini adalah ringkasan dari pedoman bagi waris yang dijelaskan oleh Kitab Mulia, kita ambil dari bagian penting di Surah An Nisa’ atau Wanita:

Baik pria laki-laki maupun wanita memiliki bagian warisan dari orang tua maupun kerabat dekat (Qs, 4:7), dan ketika pembagian ada kerabat , anak yatim, dan orang miskin hadir mengetahuinya – maka bagilah sekedarnya (Qs, 4:8). Bagian anak lelaki, adalah dua bagian anak wanita. Tetapi jika semua anak wanita, lebih dari dua orang, bagiannya 2/3 dari harta yang ada. Namun jika anak tunggal wanita, bagiannya setengahnya (1/2). Sedangkan orang tuanya, masing-masing 1/6 nya. Demikian juga, ibunya mendapat 1/6, jika yang meninggal tidak punya anak, tetapi mempunyai saudara. Namun jika tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai saudara, bagian ibunya adalah 1/3 nya. Pembagian ini, setelah wasiat dan hutang-hutang yang ada telah dibayarkan. (Qs, 4:11). Pasangan diatur tersendiri, misalnya suami mendapat 1/4nya jika istri meninggal dan mempunyai anak, tetapi jika tidak mempunyai anak mendapat 1/2nya. Sedangkan istri almarhum, masing-masing 1/8 nya ( Qs, 4:12). Penegasan kembali bagi ahli waris, agar pedoman ini dilaksanakan sebaik-baiknya (Qs, 4:33). Kemudian penjelasan lompat ke ayat paling akhir di Surah An Nisaa’, yaitu pembagian waris bagi “Kalaalah”, orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan Bapak. Misalnya, untuk saudara perempuannya adalah 1/2nya, dan jika saudara perempuannya dua orang mendapat 2/3nya, jika tidak mempunyai saudara laki-laki. Tetapi jika ada, pembagian saudara laki-laki dua bagian saudara perempuan. (Qs: 4: 176).

Diatas tadi sudah dijelaskan beberapa kisah yang memberi dasar, mengapa ayat-ayat tentang bagi waris turun. Namun, jika ditanyakan mengapa angkanya, ada ½, 1/3, ¼, 1/6, dan lainnya, maka jawaban biasa  sulit untuk memuaskan semua pihak.

Satu hal yang pasti - bagaimanapun juga, angka-angka diatas dipilih sedemikian rupa hingga variasinya, maupun penempatan ayatnya membentuk kode tersendiri, yang berhubungan dengan bilangan prima. Bilangan istimewa dalam matematika modern. Ada kode, ada isi dan makna, serta Teologi. Kombinasi yang unik.


Kripto Sederhana.

Jika seseorang bertanya apakah ada kripto dalam bagi waris? 
Maka jawabannya, ada! 
Karena Kripto dalam Kitab Mulia adalah pola umum, yang melengkapi semua surah, ayat dan isinya. Pola umum adalah kripto bilangan prima 7, 11 dan 19.
Contoh yang mudah saja adalah penempatan nomor ayat dalam satu surat, yaitu ada di 6 ayat: ayat 7, 8, 11, 12, 33 dan 176. Aneh tidak berurutan, terkesan acak! “Yang menyusun  ayat ini mungkin  bodoh.”
Nomor ayat ini – sebenarnya tidak acak – tetapi membentuk kode khusus  19, karena jumlah nomor ayatnya, sedemikian rupa, merupakan kelipatan 19. Perhatikan: 7 + 8 + 11 + 12 + 33 + 176 =  247, atau 19 x 13.
Bagaimana dengan angka waris sendiri, apakah memiliki kripto juga (kode khusus)?
Angka waris dalam Kitab Mulia ada 6 juga, yaitu disusun dari yang kecil, 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½ dan 2/3.
Sulit dimengerti, mengapa angka-angka tersebut dipilih? Lepas dari masalah porsi waris.

Pertama kali yang harus dilakukan, termasuk untuk bagi waris – angka tersebut harus disamakan bilangan penyebutnya. Artinya, perbandingannya adalah menjadi 3/24, 4/24, 6/24, 8/24, 12/24 dan 16/24 atau lebih sederhana dalam bilangan bulat positif: 3, 4, 6, 8, 12, dan 16. Dengan cara demikian – maka kita memiliki 6 perbandingan.

Kombinasi 6 angka ini membentuk kripto 7, karena jumlahnya merupakan bilangan kelipatan 7. Perhatikan : 3 + 4 + 6 + 8 + 12 + 16= 49 atau 7 x 7
Luar biasa bukan?

Dari sini saja kita bisa menyimpulkan bahwa pemilihan angka bagi waris tadi tidak sembarangan – atau dengan kata lain  baik penempatan ayat maupun pemilihan angka-angka waris dibuat sedemikian rupa hingga membentuk kripto – yaitu kode 19 dan 7.

Manfaatnya bagi para pembaca yang beriman, agar bertambah keimanannya dan lebih yakin (Qs, 74:31).

Bagaimana Cara Membagi Waris ?

Pembaca yang hanya membaca Kitab Mulia saja tanpa membaca Hadist Nabi  atau tidak dilengkapi keterangan para Ulama, akan kebingungan.  Akhirnya, karena ilmu belum sampai - malah menyalahkan - yang membuat aturan.
Dalam bagi waris ada dua klasifikasi:

(1)   Prioritas Utama yang disebut “ashhabul furudh”, misalnya orang tua, pasangannya dan kemudian anak-anak perempuan yang telah ditetapkan besarannya, yaitu dengan angka-angka waris, misalnya 1/2 atau 2/3.
(2)   Prioritas Terakhir yang disebut “’ashabah”, merupakan sisa setelah Prioritas Utama dibagikan. Bisa mendapat lebih besar atau malah lebih kecil, atau tidak sama sekali, bergantung pada variasi jenis waris. Misalnya, untuk kategori saudara kandung dari almarhum.  ‘Ashabah – pun, sebenarnya terdiri dari dua: (1) Karena garis keturunan (Nasabiyah), dan (2) Karena membebaskan seorang ‘hamba sahaya” atau ‘Sabaabiyah”. Kasus terakhir ini, sangat jarang.!

Ada delapan  kasus yang diajukan teman-teman, baik melalui email maupun kelompok diskusi,  sebagian ada kasus yang tertulis di bukunya Prof. Jeffry Lang, tetapi saya akan bahas beberapa saja, hanya sebagai contoh – karena sebenarnya mudah.

KASUS  01.
Almarhum meninggalkan 4 orang anak wanita, orang tua dan istrinya, serta uang Rp 300 juta rupiah (dalam studi kasus hanya 30 juta), setelah dipotong wasiat dan hutang. Asumsi tidak ada anak yatim, orang miskin dan kerabat yang hadir, ketika bagi waris. Kasus serupa ini juga ditemukan oleh Jeffrey Lang (Profesor Matematika di Amerika), penulis buku, “Aku Beriman, maka Aku Bertanya” (Losing My Religion: A Call For Help, Amana Publications, USA 2004).

Inilah pembagian menurut orang awam.
4 orang anak wanita adalah 2/3 bagian atau 200 juta rupiah.
Orang tua, masing-masing 1/6 bagian atau 1/3 bagian, yaitu 100 juta rupiah.
Lalu, janda atau istri almarhum 1/8 bagian atau 37,5 juta rupiah. Jumlah, 337, 5 juta rupiah.”Lho….kok kurang?”.

Dibawah ini diselesaikan dengan kaidah bagi waris yang sebenarnya, kita ambil berdasarkan rujukan Muhammad Ali, Ulama Pakistan penulis “The Religion Islam”.
Baik anak perempuan tanpa saudara laki, orang tua maupun janda almarhum termasuk“ashhabul furudh”, prioritas utama – dengan demikian maka penyelesaiannya harus disamakan dulu penyebut pecahannya.

4 anak wanita adalah 2/3 bagian atau 16/24 bagian.
Orang tua 1/3 bagian atau 8/24 bagian.
Janda almarhum 1/8 atau 3/24 bagian.

Lihat perbandingannya, disederhanakan:  maka 4 anak wanita adalah 16 bagian, orang tua 8 bagian dan janda almarhum 1 bagian. Total semuanya  27 bagian.
Dengan demikian, 4 orang anak mendapat 16/27 x 300 juta rupiah, orang tua mendapat 8/ 27 x 300 juta rupiah dan jandanya mendapat 3 /27 x 300 juta rupiah. Jumlah total akan tepat 300 juta rupiah.

KASUS 02
Seorang wanita meninggal dunia, tidak mempunyai anak, hanya suami, ibunya dan 2 saudara wanitanya. Jumlah harta bersih 300 juta rupiah.
Orang awam akan membagi sebagai berikut:
Suaminya ½ bagian atau  150 juta rupiah.
Dua anak wanita,  2/3 bagian atau 2/3 x 300 juta rupiah, 200 juta rupiah.

Ibunya 1/6 bagian, atau 1/6 x 300 juta rupiah, 50 juta rupiah.
Jumlah total yang diperlukan 400 juta rupiah......kurang ya?

Ini juga sama dengan kasus 01 diatas, semuanya adalah “ashhabul furudh”.

Penyelesaiannya adalah:
Dua anak wanita 2/3 bagian atau 16/24 bagian
Suaminya ½ bagian atau 12/24 bagian dan

Ibunya 1/6 bagian atau 4/24 bagian.
Artinya, dua anak wanita 16 bagian, suaminya 12 bagian, dan ibunya 4 bagian. Total semua 32 bagian.
Dengan demikian, dua anak wanita 16/32 atau 4/8 x 300 juta rupiah, atau 150 juta rupiah.
Suaminya 12/32 bagian atau 3/8 x 300 juta rupiah, atau 112,5 juta rupiah.  
Ibunya 4/32 bagian atau 1/8 x 300 juta rupiah, atau sama dengan 37,5 juta rupiah.

Kasus 01, jika dirubah, menjadi 3 anak wanita dan 1 anak laki, maka akan menjadi kasus 03.

KASUS 03
Almarhum meninggalkan istri, dua orang tua satu putra dan 3 putri. Serta harta bersih 300 juta rupiah.
Kasus 03 lengkap, karena terdapat  kelompok ‘ashhabul furudh” dan juga sekaligus“ashabah”.

Penyelesaiannya.
Ashabul Furudh, Orang Tua mendapatkan  1/3 bagian atau 100 juta rupiah.
Sedangkan jandanya mendapatkan 1/8 bagian atau 37,5 juta rupiah.
Sisanya, atau ‘ashabah adalah 162, 5 juta rupiah, merupakan bagian anak-anaknya, yaitu seorang anak laki 2 bagian, 3 anak wanita 3 bagian. Total 5 bagian.
Anak laki mendapat 2/5 x 162,5 juta rupiah atau 65 juta.
Anak wanita, masing-masing 1/5 x 162,5 juta rupiah atau 32,5 juta.
Ada yang menarik - ketika seorang janda memiliki anak laki, maka bagiannya naik  dari yang awalnya hanya 3/27 atau 1/9 bagian di Kasus 01, menjadi 1/8 bagian di Kasus 03. Jender wanita diwakili oleh ibu almarhum, janda dan anak wanita. Anak wanitapun, ketika tidak mempunyai saudara kandung laki-laki, mereka naik pangkat dari yang tadinya prioritas kedua, menjadi prioritas utama.
Hal-hal seperti ini yang tidak diketahui oleh pembaca awam.


Kripto Yang Lebih Rumit.

Bagi pembaca yang baru mengikuti bahasa kripto di Kitab Mulia, saya anjurkan untuk melihat sejumlah catatan saya sebelum ini, supaya lebih mudah memahaminya.

Saya sendiri baru menyadari tahun ini (2011) bahwa, angka-angka warispun membentuk kripto tersendiri. Tahun kemarin, saya baru memahami sampai tahap bilangan bulat positip di Kitab Mulia, belum sampai ke bilangan pecahan.
Bilangan pecahan yang ditampilkan dalam Kitab Mulia bukan 6 tetapi semuanya 8. Kita ingat bahwa bilangan prima ke 8 adalah 19, dalam matematika. Urutannya: 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, dan 19.
Dua angka lainnya adalah 1/5, yang menjelaskan pembagian pampasan perang (Qs, 8:41) dan angka 1/10, yang menjelaskan bahwa orang-orang yang menolak kebenaran di Mekkah baru menerima kurang dari 1/10 risalah Illahi saja (Qs, 34:45).
Dengan demikian angka pecahan menjadi 8, yaitu: 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½, 2/3 tambahan  1/5 dan 1/10. Membingungkan?

Tetapi bagi ahli kripto tentu saja tidak.

Kita buat sama penyebutnya, maka kita akan dapatkan: 15/120, 20/120, 30/120, 40/120, 60/120, 80/120, 24/120 dan 12/120. Dengan kata lain kita mendapatkan perbandingan angka 15, 20, 30, 40, 60, 80, 24,  dan 12. Ada 16 digit, yang membentuk kode 19. Mengapa begitu? Karena jumlah digit angkanya, merupakan kelipatan 19. Yaitu: 1+5+2+0+3+0+4+0+6+0+8+0+2+4+1+2= 38, atau 19 x 2.
Kebetulan? Tidak, sekali-kali tidak.

Ingat dalam waris kita punya perbandingan: 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½ dan 2/3 atau dalam bilangan bulat 3, 4, 6, 8, 12 dan 16 untuk ‘ashhabul furudh’.

Kita lihat contoh yang sangat rumit, yaitu pedoman waris bagi orang yang mempunyai anak – yang dicatat dalam surah 4, ayat 11. Perhatikan, ini kombinasi nomor surah, nomor ayat dan penyebutan angka-angka waris bagi yang mempunyai anak.

“Allah mewajibkan kepadamu tentang anak-anakmu , yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua (2) orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya  lebih dari dua (2) , maka bagian mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja (1), maka dia memperoleh 1/2nya. Sedangkan untuk kedua orang tua, bagian masing-masing 1/6 dari harta yang ditinggalkan, jika dia meninggalkan anak….”.(Qs, 4:11).

Kita memiliki angka-angka: 4 (nomor surah), 11 (nomor ayat), 2 (bagian laki - dua anak perempuan), 2 (lebih dari dua anak perempuan), 16 (bagian atau 2/3 dari harta), 1 (seorang anak perempuan), 12 (bagian, ½ dari harta) dan 4 (bagian, 1/6 dari harta untuk  masing-masing orang tua ). Kombinasi 11 digit angka tersebut ialah  4 1 1 2 2 1 6 1 1 2 4 merupakan kode bilangan prima 11 juga, karena 4112216124 adalah 11 x 3738378284. Inilah kode waris jika memiliki anak, secara umum.

4 1 1 2 2 1 6 1 1 2 4

Rumit ya…..tidak terbayangkan sebelumnya.
Jika pola penyusunan Kitab Mulia seperti ini, tentunya yang menyusun bukan “makhluk bodoh” – sebagaimana asumsi sebagian pembaca awam.

Contoh yang kompleks adalah kombinasi bilangan ratusan digit angka yang juga merupakan kelipatan bilangan prima 19. Kombinasi susunan 114 surah – yang tentu saja – kurang bermanfaat ditampilkan dalam catatan sederhana ini.

Salam
Arifin Mufti
Bandung.

West Java - Indonesia.

nafsu dan hawa itu 2 hal yg berbeda

Oleh Mehdy Riza pada 4 Februari 2012 pukul 12:45
QS Anazi'at diterangkan bahwa nafsu itu harus di pisah dari hawa, nafsu harus di cegah dari hawa. "wa ammaa man khoofa maqooma robbihi wanahan nafsa 'anil hawaa fainnal jannata hiyal ma'waa" artinya "dan adapun orang yg takut akan kedudukan tuhannya dan mencegah nafsu dari hawa, maka sesungguhnya surga itulah tempatnya"
Di dalam ayat ini tidak menggunakan kalimat "tsumma" (artinya : kemudian), tetapi "langsung" yakni bila kamu pisahkan nafsu dari hawa maka surga-lah tempatnya, jadi 'langsung', tidak pakai 'kemudian'. tapi jika nafsu tidak dipisahkan dengan hawa maka 'neraka'.
Jadi antara hawa dengan nafsu itu adalah dua hal yang berbeda.

Adapun hawa itu mutlak jelek dan tidak memiliki tingkatan:
QS al jatsiyah "tidakkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa sebagai tuhannya"
QS al a'rof  "dan orang yg mengikuti hawanya, perumpamaannya laksana anjing"

Sedangkan nafsu itu ada tingkatannya:
1. Nafsu Amarah
QS yusuf "innan nafsa la-AMMAAROTUN bissuu-i" "sesungguhnya nafsu itu pasti perintah kepada kejelekan"
amarah artinya: perintah maksudnya perintah pada kejelekan.
Nafsu yg tingkat amaroh ini adalah nafu yg liar, tidak tahu benar dan salah, tidak tahu bedanya, semua halal. pedomannya "pokok hasil", tujuan menghalalkan segala cara yang penting hasil.
2. Nafsu Lawwamah

Apabila sudah kelihatan agak baik, sudah tahu bedanya benar dan salah, baik dan buruk, maka meningkat menjadi nafsu lawwaamah. 
Nafsu ini sudah tahu baik dan sudah tahu jelek, tapi dalam prakteknya masih sering pada jeleknya.

Secara bahasa, "lawwamah" artinya "tercela".
Contoh: Seseorang yang sudah tahu kalo puasa ramadhan itu diperintahkan untuk dilaksanakan, dan ia juga mampu menjalankannya, tapi ternyata dia tidak mau berpuasa, dan lalu mencari warung yang tersembunyi untuk makan atau minum. Nafsu ini masih malu juga, tapi sayang malunya hanya kepada manusia.
Sedangkan Nafsu Amaroh itu liar, di bulan ramadhon ia makan di tengah jalan pada siang hari.
QS al qiyamah "walaa uqsimu binafsil LAWWAAMAH "dan aku tidak bersumpah dgn nafsu lawwaamah (nafsu yg tercela)
3. Nafsu Shulfiyah
Nafsu Shulfiyah artinya nafsu yg bening, bersih. 
Jadi, meskipun masih mengerjakan keburukan tapi persentasinya masih banyak dalam kebaikan.
QS asy syamsi "qod aflaha man zakkaahaa" (shulfiyah artinya bersih, zaka artinya juga bersih) "sunguh2 beruntung orang yg membersihkan nafsunya"
Nafsu ini sdh bisa menjaga perbuatannya dari kejelekan tapi masih menggerutu.
Contohnya: Seseorang yang berdoa meminta 100 ribu, tapi ketika diberi Allah rejeki hanya 50 ribu, maka dia akan menggerutu.
4. Nafsu Muthmainnah
Muthmainnah itu maknanya tenang, tidak goncang.
Bagi orang yang berada di tingkatan Nafsu Muthmainnah, apabila menerima bermacam-macam cobaan, akan dihadapinya dengan tenang, menerima rejeki yamg besar ia tenang, dalam segala keadaan selalu dihadapi dengan tenang. dikritik tenang, di puji tenang, di puji tidak tingi hati, dicela tdk putus asa.
5. Nafsu Rodliyah
Tingkatan Rodiyah adalah nafsu yg sudah ridlo, ikhlas. ibadahnya ridlo ikhlas.
Seperti dlm kisah hamba yg tekun ibadah, maka nafsu rodliyahnya di uji. "hai fulan, setekun apapun kamu beribadah kepada Allah, maka kamu tetap tidak aku beri rejeki dan kamu tetap aku takdirkan menjadi orang miskin terus, dan nanti di akhiratpun kamu tetap dimasukkan neraka, tdk akan dimaukkan surga" bagaimana jawaban si hamba? " saya ini ibadah bukan karena surga, saya ibadah juga bukan karena neraka, tujuan saya hanyalah ridloNya Allah Taala. bila Allah ridlo saya masuk neraka maka itulah surga saya, tapi jika Allah
tidak ridlo, maka itulah neraka saya, terserah ridlonya Allah. 
Nabi Ibrohim yang dimasukkan lautan api tapi Allah ridlo maka tdk ada bahaya apa-apa."
6. Nafsu Mardliyah
QS fajri ayat 8 "yaa ayyatuhan nau MUTHMAINNAH irji'ii ilaa robbiki ROODLIYATAN MARDLIYYAH"
ayat ini menerangkan:
"yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah irji'ii" "wahai nafsu muthmainnah, kembalilah"

kembali kemana?

"ilaa robbiki" "kepada tuhanmu"
"roodliyatan mardliyyah" "dengan nafsu rodliyah dan mardliyah"

Nafsu Amaroh, Nafsu Lawwamah dan Nafsu Shulfiyah, tidak dipanggil oleh Allah, adapun yg dipangil adalah Nafsu Muthmainnah, karena tenang sehingga bisa mendengar panggilan Allah itu.
Nafsu Amaroh itu tuli sehingga tidak mendengar, ribut dengan urusan sendiri.
 Nafsu Amarah dan Lawwamah itu ribut dengan sendirinya sendiri, jadi sampai besok ya ribut terus.
7. Nafsu Kamilah 
"fadkhulii fii ibaadi wadkhulii jannatii" "maka masuklah didalam golongan hambaku"
mengaji dari kyai MM

Rabu, 01 Februari 2012

FAKTA KELAM ABU HURAIRAH

Oleh Yahia Rahman pada 31 Januari 2012 pukul 16:52
Note : Ini adalah fakta sejarah! Namun anda tidak perlu khawatir, karena tidak akan merusak kesucian Islam. Allah tidak pernah menyuruh kita untuk mengikuti perkataan Abu Hurairah, dan Abu Hurairah bukanlah seorang nabi. Selamat membaca!


Ada berapa banyak Hadits yang diriwayatkan kepada kita? Dan siapakah sebenarnya Abu Hurairah?
Riwayat hadits yang berhasil dikumpulkan (dan diatasnamakan kepada Nabi Muhammad) jumlahnya ratusan ribu. Kurang lebih sekitar 700.000. riwayat. Namun tahukah anda bahwa 99% dari hadits-hadits tersebut ternyata adalah kebohongan belaka dan telah ditolak oleh ulama-ulama terdahulu, di mana mereka bisa mengidentifikasi sendiri hadits mana yang benar, dan hadits mana yang merupakan kebohongan.

Mari kita tengok beberapa pengumpul hadits yang terkenal, dan pelajari bagaimana cara mereka mengumpulkannya!

1) Malik ibn Anas telah mengumpulkan sekitar 500 hadits, dan membukukannya dalam kitab karangannya yang terkenal, “Al-Muwatha”.

2) Ahmad ibn Hanbal telah mengumpulkan 700.000. hadits. Dari sejumlah itu, ia hanya menggunakan 40.000. hadits yang dianggap otentik, dan membukukannya dalam kitab terkenalnya “Musnad”. Dengan kata lain ia beranggapan bahwa 660.000. hadits lainya sebagai kebohongan dan belum terbukti keotentikannya. Maka berarti 94% hadits yang dikumpulkannya adalah tidak otentik.

3) Bukhari mengumpulkan 700.000. hadits dan hanya menerima 7275 hadits saja dan dibukukan dalam kitab “Shahih Bukhari” yang terkenal. Dengan kata lain 99% hadits yang dikumpulkannya adalah tidak otentik.

4) Muslim mengumpulkan 300.000. hadits dan hanya mengambil 4000 saja yang dibukukan dalam “Kitab Shahih Muslim” yang terkenal. Dengan kata lain ia telah menganggap 296.000. atau 99% dari hadits yang dikumpulkannya sebagai tidak otentik.

Fakta ini seharusnya membuka mata anda tentang bagaimana korupsi dan distorsi telah memasuki agama Islam tercinta ini lewat pintu belakang!

Maka sekarang kita mulai mengerti mengapa Allah berjanji untuk memelihara sendiri kemurnian dari kitab suci yang diturunkan-Nya, yaitu satu-satunya hadits otentik, yang harus diterima, dan terbaik, yaitu Qur’an!

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al Hijr : 9)

Tidak ada jaminan yang bisa ditawarkan kepada perkataan-perkataan bohong oleh para pembohong, yang mencoba mengacak-acak isi Qur’an, sambil berkata bahwa Qur’an itu tidak lengkap, tidak detail, dan tidak sempurna, dan berpendapat bahwa Qur’an masih harus dilengkapi dengan kitab-kitab lain!

Siapakah Abu Hurairah sebenarnya?

Nama Abu Hurairah muncul hampir di seluruh periwayatan hadits, di mana ia hampir selalu menjadi mata rantai awal dalam periwayatan hadits. Ini berarti dia mengaku sebagai orang pertama yang mendengarkan perkataan-perkataan Nabi Muhammad.

Abu Hurairah berasal dari Yaman, dan bergabung di Madinah pada tahun ke-7 Hijriyah, dan menyatakan diri masuk Islam. Kebersamaannya dengan Rasulullah tidak lebih dari dua tahun saja. Nama julukan Abu Hurairah dalam bahasa Arab berarti “Bapak Dari Para Kucing.”

Para sejarawan muslim tidak tahu menahu siapa nama aslinya. Abu Hurairah telah meriwayatkan 5374 hadits dalam kurun waktu kurang dari dua tahun kebersamaannya dengan Rasulullah. Bandingkan saja dengan orang-orang yang telah bersama dengan Rasulullah untuk waktu yang lama namun hanya sedikit meriwayatkan hadits, seperti Aisyah, Abu Bakar, Umar, dan Ali.

Sebagian besar hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berstatus “Ahad” alias tunggal, yang berarti saksi atas kebenaran hadits itu hanya Abu Hurairah sendri yang mengetahui (Hukum kebenaran atas kesaksian yang mewajibkan minimal dua orang sebagai saksi telah digugurkan demi memperjuangkan seorang Abu Hurairah!)

Aisyah, istri Rasulullah, dan beberapa sahabat telah menuduh Abu Hurairah sebagai seorang pembohong yang telah membuat-buat berita bohong tentang Rasulullah, demi menaikkan status pribadinya saja.

Umar ibn Khattab, khalifah kedua, pernah mengancam akan mengasingkan Abu Hurairah, jika ia tidak berhenti mengucapkan kebohongan-kebohongan tentang Nabi Muhammad. Abu Hurairah memang menghentikan kebiasaan buruknya tersebut. Namun setelah Umar dibunuh, ia memulai lagi kebohongan-kebohongan itu. Ia tetap melanjutkan cerita-cerita bohongnya demi menyenangkan hati Khalifah Mu’awiyah, dan ia pun hidup dalam kemewahan di Istana sang khalifah di Syria. Bahkan Abu Hurairah sendiri pernah mengakui bahwa ia pernah diancam cambukan oleh Umar jika ia tetap berkisah tentang hadits.

Periwayatan Abu Hurairah menjadi meragukan, dalam beberapa kasus, ketika ia mengaku menjadi saksi atas kejadian seputar Rasulullah, sementara fakta sejarah tidak mendukung kesaksiannya tersebut.

Sebagai contoh, ia berkata : “Aku memanggil Ruqayyah, putri Rasulullah, istri Usman, ketika ia sedang memegang sisir di tangan ...”

Tunggu! Itu tidak mungkin ...

Ruqayyah telah wafat pada tahun ke-3 Hijriyah setelah kemenangan dalam Perang Badr, sementara Abu Hurairah baru datang bergabung dan memeluk Islam pada tahun ke-7 Hijriyah! Informasi ini bisa dibaca dalam kitab “Mustadrak” volume 2, hal 48, oleh Hakim dan juga kitab “Talkees ul-Mustadrak” oleh Zahabi.

Empat khalifah awal, adalah Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib. Melalui intrik politik yang kotor, Ali telah dibunuh dan digulingkan dari kekuasaannya, dan direbut oleh Mu’awiyah. Abu Jafar Al-Iskafy menceritakan bahwa Khalifah Mu’awiyah telah mengangkat beberapa pejabat, termasuk Abu Hurairah, dan memerintahkan mereka untuk mengarang-ngarang hadits yang isinya bertujuan untuk menjelek-jelekkan Ali dan keluarganya. Hal ini bertujuan untuk memperkuat legitimasi Mu’awiyah sebagai khalifah yang sah. Abu Hurairah tinggal di istana kekhalifahan Mu’awiyah, dan melayaninya dengan berbagai kebijakan politik. Ia telah meriwayatkan hadits-hadits yang isinya merupakan penghinaan terhadap Ali, demi menyenangkan hati Mu’awiyah.

Pada masa kekuasaan Mu’awiyah itulah, dengan bantuan Abu Hurairah, banyak hadits “diterbitkan”, yang isinya banyak mendukung bahwa Khalifah dan Imam haruslah ditaati sebagaimana orang beriman menaati Allah dan Rasul-Nya, di mana hal ini nyata-nyata bertentangan dengan perintah dalam Qur’an bahwa segala permasalahan dan pemecahannya haruslah melalui mekanisme musyawarah mufakat. Banyak sekali hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah nyata-nyata mengandung kontradiksi : baik dengan hadits yang diriwayatkannya sendiri, hadits riwayat orang lain, Qur’an, dan kewajaran dalam kehidupan.

Abu Hurairah sebagaimana Kaab Al Ahbar, seorang Yahudi yang mencoba merusak isi Qur’an dengan mencampurkan aturan dan hukum yang diambil dari kitab-kitab Yahudi. Mereka telah memproduksi hadits-hadits yang tidak masuk akal, yang berdasarkan cerita-cerita Talmud, yang sangat bertentangan dengan Qur’an.

Para sejarawan Islam mengisahkan bahwa Abu Hurairah menjadi sangat kaya ketika ditunjuk sebagai Gubernur Bahrain. Umar sangat marah dan memanggilnya seraya berkata, “Kamu adalah musuh Allah karena kamu telah mencuri uang yang bukan hak! Aku telah menjadikanmu Amir di Bahrain, bahkan ketika itu kamu tidak mampu membeli sepasang sepatu pun! Dari mana kamu dapatkan uang sebanyak ini (400.000. Dirham)???”

Abu Hurairah juga sangat dikenal karena kebenciannya terhadap kaum wanita dan anjing, serta memasukkan prasangkanya itu ke dalam hadits-haditsnya. Ia telah meriwayatkan hadits-hadits yang merendahkan martabat kaum wanita, dan hadits-hadits yang memerintahkan pembunuhan terhadap anjing.

Jika kita menerima kriteria yang diajarkan Bukhari dan Muslim tentang bagaimana kita bisa menilai apakah seorang periwayat itu layak atau tidak dipercaya kebenarannya, maka Abu Hurairah adalah orang pertama yang gagal dalam ujian itu, dan hadits-haditsnya adalah yang pertama akan tertolak.

Dalam kitab terkenal “Ta’wil Mukhtalaf Al Hadith” oleh Ibn Qutaibah Al Dinuri, mengisahkan bahwa Aisyah berkata keras kepada Abu Hurairah : “Kamu telah mengatakan tentang Rasulullah yang mana kami sendiri tidak pernah mendengarnya dari beliau!” Maka Abu Hurairah berkata : “Kamu selama ini terlalu sibuk berhias di depan cermin saja!” Aisyah menjawab lagi : “Kamulah yang terlalu sibuk memikirkan perutmu sendiri! Kamu selama ini selalu mengemis-ngemis di jalanan meminta makanan kepada orang yang lewat, sementara mereka enggan menolongmu, dan pada akhirnya kamu kembali dan berhenti di depan kamarku. Dan orang-orang menganggapmu gila !”

Berikut adalah perbandingan hadits-hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah dengan yang diriwayatkan Aisyah, Abu Bakar, Utsman, dan Ali.

Dijelaskan dalam buku “Hadith Literature : Its Origin, Development, and Special Features” oleh Muhammad Zubair Shidiq. Angka pertama menunjukkan peringkat, angka kedua menunjukkan berapa banyak hadits yang diriwayatkan.

1) Abu Hurairah : 5374 hadits.
4) Aisyah : 2210 hadits.
10) Umar ibn Khattab : 537 hadits.
11) Ali ibn Abi Thalib : 536 hadits.
31) Abu Bakar : 142 hadits.

Bandingkan jumlah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar dengan Abu Hurairah! Ingat bahwa Abu Bakar adalah sahabat paling setia yang menemani Nabi Muhammad selama lebih dari 23 tahun, sementara Abu Hurairah hanya kurang 2 tahun bersama Nabi Muhammad!

Apakah mata dan pikiran anda telah terbuka sekarang?

Damai beserta kita!