Mendoakan Nabi, Shalawat, dan Syafaat Nabi
MENDOAKAN NABI
Bismillahirrohmanirrohim....
Artikel
ini berawal dari teman2 diskusi saya yang prihatin dengan kondisi umat Islam saat
ini, dimana kata-kata Allah SWT hanyalah sebuah retorika dari pemahaman agama tanpa
makna dari tujuan tauhid sejati,,
Orang
berjenggot & bersurban dianggap suci/muslim sejati, orang berdasi dikatakan
kafir laknat,,
Sehingga
sering kali ketika saya sholat (di masjid milik org2 salaf) dimana waktu itu di
luar jam sholat, orang-orang yang terlambat sholat yang dilihat sekelilingnya utk
dijadikan imam sholat pertama kali adalah wajahnya (berjenggot atau tidak) setelah
itu liat kakinya (jika memakai celana di atas mata kaki gak?), jika sudah sesuai
prosedur, maka dia ditasbihkan utk menjadi imam,.. saya yang waktu itu jauh dari
persyaratan prosedural pakaian arab sama sekali tidak di lirik... (hahaha, dalam
hati saya cuma tertawa sambil berkata, apa orang-orang ini tahu makna syahadat sejati?
mengertikah mereka tentang makna lam
yakullahu kufuan ahad?)
Diatas
itulah sedikit pengalaman saya, dari sekian banyak pengalaman saya diremehkan (mungkin
mereka pikir saya tidak mengerti agama sama sekali) hanya gara-gara tidak memakai
pakaian prosedural arab, utk dipandang sbg "ahli agama".. :)
Baiklah..
kita mulai..
Pernahkan
anda memperhatikan doa2 sebelum memulai pengajian, acara2 resmi di pondok pesantren,
waktu berdoa sebelum sholat jumat, atau adzan di televisi-televisi, dimana anda
bisa menyaksikan langsung setelah adzan ada doa yang khusus dipanjatkan kepada Allah,
memohon kepadaNya agar Allah memenuhi janjiNya, agar menempatkan Nabi Muhammad di
sisi-Nya? Kurang lebih ada juga kata-kata seperti ini: Ya Allah berikanlah kepada
Nabi Muhammad washilah dan fadhillah.
Atau
tepatnya ada hadits yang di atributkan kepada Nabi Muhammad, bahwa dia memerintahkan
umat Muslim untuk mendoakannya sebagai berikut:
"Ya Allah berikanlah kepada Sayidina* Muhammad jalan dan derajat tertinggi dan berikanlah kepada
dia kemuliaan yang telah Engkau janjikan kepadanya, Engkau tidak pernah melanggar
apa yang telah Engkau janjikan."
*Sayidina mempunyai beberapa arti sebagai berikut: tuan,
pejabat tinggi, pimpinan tertinggi, bahkan arti yang paling tinggi bisa bermakna
tuhan.
Coba
renungkan perlukah ini? Lagipula apakah ini bukan suatu hal yang berlebih-lebihan,
berlebihan karena kita terus saja menagih janji-Nya, seakan yang Maha Kuasa akan
ingkar terhadap janjiNya?
ALLAH MENGATAKAN BAHWA NABI DAN RASUL-NYA TIDAK BOLEH MEMINTA UPAH
Pendapat saya sebagai manusia sih sangat sah anda abaikan, namun
coba kita periksa apakah benar Nabi, manusia pilihan Allah, betul memerintahkan
kepada Umat Muslim untuk mendoakannya, meminta kemulian dan derajat tertinggi bagi
dirinya?
Yang
paling valid tentu kita harus memeriksa dengan Al-Qur'an sebagai Al-Furqan, sebagai
pembeda antara yang benar dan salah. Dan ternyata kita dapatkan ayat-ayat berikut:
QS. Yusuf [12]: 104
“Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap
seruanmu ini), itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam”.
QS. Saba’ [34]: 47
Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk
kamu. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."
Allah
memerintahkan Nabi untuk tidak meminta upah kepada seruannya (ayat-ayat Al-Qur'an
yang disampaikannya). Mungkinkah Nabi melanggar perintah Allah? Tentu hal ini bertentangan
dengan hadits yang menyatakan bahwa Nabi memerintahkan untuk mendoakannya (sebagai
upah Nabi). Pada Surat QS.. 34:47, Nabi diminta untuk mengatakan bahwa upah dia
Hanya dari Allah.
QS. Yunus [10]: 72
"Jika
kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu.
Upahku datang dari Allah. Aku diperintahkan untuk menjadi orang yang berserah diri
(kepada-Nya)."
* Nabi Nuh
QS. Ash-Shu’ara’ [26]: 109
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan
itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.
* Nabi Hud
QS. Ash-Shu’ara’ [26]: 127
Dan sekali-kali aku tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku
tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.
* Nabi Saleh
QS. Ash-Shu’ara’ [26]: 145
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku
tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.
* Nabi Luth
QS. Ash-Shu’ara’ [26]: 164
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku
tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.
* Nabi Syu’aib
QS. Ash-Shu’ara’ [26]: 180
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku
tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.
Surat 10, ayat 72 dan (26:109, 127, 145, 164, 180) ini konteksnya
adalah cerita tentang Nabi Nuh, Nabi Hud, Bani Saleh, Nabi Luth dan Nabi Syu'aib,
ingat semua ayat ini diwahyukan kepada Nabi Muhammad, apakah kemudian Nabi Muhammad
tidak mengambil inti sarinya dari wahyu Allah ini, karena tugas semua Nabi dan rasul
Allah adalah menyampaikan pesan-pesanNya, dan semua sama MEREKA SEMUA (NABI DAN RASUL) TIDAK MEMINTA
UPAH SEDIKITPUN DARI KITA, KARENA UPAHNYA HANYA DARI ALLAH.
QS. Al-Furqan [25]: 57
Katakanlah: "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam
menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau
mengambil jalan kepada Tuhannya.
QS. Sad [38]: 86
Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun
kepadamu atas dakwahku; Dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.
Semua
ayat-ayat yang dikutip di atas, tentu harus anda periksa lagi (amalkan QS. 17:36),
namun INTINYA adalah FAKTA dukungan dari ayat-ayat Qur'ani bahwa Nabi Muhammad tidak
akan mungkin, dan tidak pernah meminta apapun dari orang-orang yang beriman untuk
meminta upah sebagai bayaran dari tugas yang dibebankan Allah kepadanya untuk menyampaikan
ayat-ayatNya.
Bukankah
sangat terhormat bagi kita untuk menanamkan di pikiran dan hati kita bahwa Muhammad
itu manusia pilihan Allah, yang terhormat, jujur dan jauh dari kemungkinan meminta
sesuatu pamrih dari manusia lain. Bukankah sangat merendahkan dia bila kita berpikir
bahwa Nabi Muhammad, pergi kesana kemari sambil mengucapkan: "Lakukan ini untuk-ku,
lakukan itu untuk-ku (atau hal lain, semisal: jika kamu tidak mengunjungi makamku,
aku tidak memberikan syafa'at untukmu atau jika kamu tidak mengucapkan shalawat
bagiku aku juga tidak akan bershalawat untukmu)."
Perlukah
ini, padahal kalau kita mau mencari di-ayat Al-Qur'an, kita akan temukan bahwa Nabi
Muhammad, sudah diampuni dosa-dosanya sewaktu beliau masih hidup, sebagaimana ayat
berikut:
QS. Al-Fath [48]: 1-2
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.
Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah
lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu
kepada jalan yang lurus.
MENDOAKAN NABI DAN MENAGIH JANJI ALLAH = MERENDAHKAN NABI DAN MENGHINA
ALLAH
Kembali
kita lebih uraikan lagi pelanggaran kita yang mengklaim hanya tunduk kepada Allah,
berikut kita kutip lagi doa untuk Nabi, yang saya sering perhatikan setelah Adzan,
dan saya yakin banyak muslim yang menjadikan ini sebagai bagian dari doanya sehari-hari:
"Ya Allah berikanlah kepada Sayidina Muhammad jalan kebaikan
dan derajat tertinggi dan berikanlah kepada dia kemuliaan yang telah Engkau janjikan
kepadanya, Engkau tidak pernah melanggar apa yang telah Engkau janjikan."
Pertama
Pelanggaran
pertama telah diuraikan dengan panjang lebar di atas, bahwa dari bukti ayat Qurani
telah jelas dan tegas bahwa Nabi tidak meminta balasan, upah, pamrih kepada umat
manusia.
Kedua
Adalah
salah untuk menyeru yang lain selain Allah, siapapun mereka dan betapapun mulianya
mereka dalam pandangan kita sebagai manusia:
QS. Ad-Dukhan [42]: 9
Atau patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah?
Maka Allah, Dialah Pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang
yang mati dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ketiga
Orang
yang mendoakan Nabi adalah orang yang mungkin tidak pernah membaca Al-Qur'an untuk
memahaminya atau pernah membaca maknanya namun TIDAK BETUL-BETUL MENGIMANI ayat-Nya!
Karena apa? Karena pada QS. Al-Fath [48]: 1-2, Allah mengatakan kepada kita bahwa dosa-dosa Nabi yang telah lalu
dan yang akan datang telah diampuni-Nya. Tentu saja ayat ini diwahyukan kepada Nabi
Muhammad waktu beliau masih hidup, dalam masa keNabiannya. Kemuliaan apa lagi yang
diharapkan untuk seorang manusia?
QS. Al-Fath [48]: 1-2
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.
Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah
lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu
kepada jalan yang lurus.
Bukankah
ayat 48:1-2 tersebut adalah sebuah kemuliaan dan berkah yang sangat besar bagi Nabi,
juga tanda yang agung bagi kita bahwa Allah telah memberkahi Nabi Muhammad dengan
hadiah terbesar untuk hari kemudian, karena dia telah dimaafkan semua dosanya. Jadi
apapun doa manusia untuk Nabi Muhammad tidak mungkin lagi menaikan posisi Nabi Muhammad
ke tempat yang lebih tinggi lagi. Kecuali jika terbesit untuk menjadikan Nabi Muhammad
sebagai Tuhan?
Ampunilah
kami ya Allah, janganlah kami termasuk orang yang mempersekutukan-Mu dengan mahluk
ciptaan-Mu sendiri, betapapun mulianya manusia tersebut dalam pandangan kami yang
sangat picik.
Keempat
Kata-kata
"Engkau tidak akan mengingkari apa yang telah Engkau janjikan," bukankah
kata-kata seperti ini merendahkan dan menghina Allah? Siapapun yang mengatakan ucapan-ucapan
seperti ini hanya bermakna bahwa dia atau mereka yang TIDAK YAKIN BAHWA ALLAH AKAN
MEMEGANG JANJINYA, dan menganggap bahwa doa dengan kata-kata seperti ini hanya untuk
mengingatkan Allah, walah…weleeeeehhh weleeeeh …. Bukankah Allah Maha Tahu dan Maha
Tidak Pelupa?
Silahkan
anda renungkan semua uraian di atas, periksa kebenaran semua ayat-ayat Qurani yang
dikutip untuk mendukung pemahaman saya dan juga kaitannya, amalkan 17:36. Dan gunakan
akal sehat anda, karena misalkan hanya satu ayat saja yang mendukung pemahaman saya,
namun bila kita gunakan akal sehat kita dan memandang bahwa Nabi Muhammad itu adalah
manusia pilihan Allah yang terhormat, sangatlah merendahkan beliau kalau menganggap
beliau meminta kepada kaum muslim untuk mendoakan, memuja dan memujinya.
SHOLAWAT NABI
Bismillahirahman
nirrahiim,
Terima
kasih kepada teman2 yang sudi meluangkan waktunya untuk membaca artikel ini (yang
saya harapkan terlebih dahulu anda membaca artikel saya sebelumnya, yaitu tentang
mendoakan Nabi Muhammad)
AKAR
KATA dari yushalluuna, shalluu, yushallii,
washalli adalah: SHALA dari Shad
Lam Wau
Sebelum
kita bahas lebih jauh kita akan menyinggung beberapa ayat yang berhubungan dengan
artikel saya yang pertama. Yaitu:
PERTAMA
QS. Al-‘Ahzab [33]: 56
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.
Ayat
QS..33:56 yang secara tradisi dimaknai sebagai kewajiban kita umat muslim untuk
mengirimkan salawat kepada Nabi, adalah salah satu ayat yang paling disalah-pahami
oleh kita dan tradisi beragama kita, hasilnya beratus juta umat muslim mengagungkan
Nabi Muhammad (diluar kemauannya, karena beliaupun sudah meninggal) bukannya semata
hanya mengagungkan Allah.
Kalau
kita pertanyakan kepada kaum muslim secara umum:
"apa
sih maksudnya shalawat kepada Nabi itu?"
atau
kalau ditanyakan ke saya dulu ketika masih awam, maka jawaban saya adalah:
“mendoakan
Nabi untuk keselamatannya!"
..kalau
saya dikejar lagi oleh pertanyaan lain
"keselamatan
bagaimana? dan untuk apa?"
...jawaban
saya:
"saya
tidak tahu pasti.. atau supaya dia/Nabi tambah disayang Allah.. ditinggikan oleh-Nya?...
semacam
itulah mungkin.
Tapi
terus terang dulu.. beberapa tahun yang lalu, saya tidak tahu apa-apa, kehidupan
saya juga jauh dari hal seperti ini.. jauh dari kemauan untuk mengetahui hal seperti
ini, dan bagusnya seingat saya, dari semenjak kecil saya tidak punya kebiasaan untuk
mengagungkan Nabi Muhammad (kecuali yang saya baca di tahiyat akhir dalam shalat
tradisi saya).
KEDUA
QS. At Tawbah [9]: 103
Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan itu kamu membersihkan
dan memurnikan mereka, dan ber-doalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menentramkan
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Di
sini, di QS. At Tawbah (9) : 103 ini
Nabi diperintahkan Allah untuk shalawat kepada kaumnya, pengikutnya, orang-orang
beriman. (lalu bagaimana cara Nabi sholawat kepada kaumnya?? Apakah dengan mengucapkan
kata2 "allahuma shalli alaa ummati " secara berulang2??)
KETIGA
Kita
tambahkan lagi:
TEPAT-kah
tidak terjemahan Al-Qur'an Indonesia bahkan umumnya terjemahan Inggris dari penterjemah
yang pada terkenal sekalipun? Betulkah "yushalli".."shalluu"
itu translasi yang paling tepatnya adalah "blessing" atau
"rahmat"?
Coba
KITA LIHAT dan tidak usah jauh-jauh, 13 ayat sebelum QS. Al-‘Ahzab [33]: 56, yaitu
QS. Al-‘Ahzab [33]: 43
QS. Al-‘Ahzab [33]: 43
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang
terang). Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.
Dia
(Allah) dan Malaikat-Nya yushallii (= shalawat) kepada kita, ke KITA loh...wow!!!
untuk mengeluarkan kita dari kegelapan kepada cahaya (an-nur).
Jadi
Allah dan Malaikat-Nya juga bershalawat untuk orang-orang beriman – bukan hanya
Nabi saja yang Dia dan Malaikatnya beri shalawat!!
*(Ayat
diatas adalah 1 rangkaian dengan ayat sebelumnya (QS. Al-‘Ahzab [33] : 41) dan ayat
sesudahnya (QS. Al-‘Ahzab [33]: 44) yaitu ditujukan kepada orang-orang yang beriman)
Coba
kita simpulkan:
**Di
QS.. Al-‘Ahzab [33]: 56..
Allah,
Malaikat bershalawat kepada Nabi dan kita diperintahkan ber-shalawat kepada Nabi
(HASILnya adalah tradisi yang menjadikan mayoritas mengagungkan Nabi).
**Di
QS.. At Tawbah [9]: 103)..
Allah
memerintahkan Nabi bershalawat kepada kita (HASILnya kepada tradisi ajaran pada
umumnya... adalah hal ini tidak pernah DIBAHAS).
**Di
QS.. Al-‘Ahzab [33]: 43..
Allah
dan Malaikat bershalawat (memberikan) kepada kita (HASIL-nya kepada tradisi ajaran
pada umumnya... adalah hal ini tidak pernah DIBAHAS).
Jadi
bagaimana?
Apakah
TEPAT "shala" dan derivative-nya (yushalli, washalli, dan lain sebagainya)
ditranslasikan sebagai mendoakan atau memohonkan rahmat?
Yang
jelas saya yakini:
**Kita
tidak boleh meng-agungkan selain DIA. (QS. Al-Fatihah [1] : 5).
**DIA
memerintahkan hanya untuk ibadah dan mengagungkan DIA semata. (QS. Al-Fatihah [1]
: 5).
**DIA
memerintahkan untuk tidak membeda-bedakan Nabi dan Rasulnya. (QS. Al-Baqarah [2]
: 285).
**NABI
telah meninggal, kalau maksud shalawat kita untuk bisa di dengar Nabi, supaya dia
memberi syafaat kepada kita, juga yah ngga bener!!! Karena:
QS. Fatir [35]: 22
Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang
mati. Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya
dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.
Ke
level mana lagi kita mau mohonkan posisi Nabi?
Kalau
shalawat itu dimaksudkan untuk memohon kepada Allah supaya "Nabi ditinggikan
tempatnya di sisi Allah, ke level mana lagi kita mau mintakan posisi Nabi? Insya
Allah Nabi-Nya ini tidak perlu lagi di-doa2kan:
QS. Al-Fath [48]: 2
“supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah
lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu
kepada jalan yang lurus,”
Jelas
dari ayat ini DOSA Nabi di masa dia Hidup yang sebelumnya (past) bahkan sampai
dia meninggal (future) sudah dimaafkan Allah, jadi kemuliaan apa lagi yang
lebih dari ini?
*Makanya
saya menentang total doa setelah adzan maghrib di TV yang memohonkan supaya Nabi
ditinggikan dan lain sebagainya... buat apa lagi – beliau telah berada di sisi Allah.
Dengar
perkataan-Nya dan ikuti yang terbaik - Pengertian shalawat yang lebih baik?
QS. Az-Zumar [39]: 18
Seseorang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang terbaik
di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka
itulah orang-orang yang mempunyai akal.
Shalawat = Mendukung
Dalam
Al Quran, kita tidak boleh mempertentangkan antara ayat yang 1 dengan ayat yang
lainnya, jika ada yang kelihatan bertentangan pastilah ada yang salah dalam penafsirannya,
sebab Al Quran diturunkan sudah sempurna (QS. Al-‘An’am [6] : 115) karena itulah
kita perlu mempelajari islam secara kaffah (menyeluruh).
Kata
"Nabi" manakala merujuk kepada Nabi Muhammad SELALU merujuk kepadanya
ketika ia hidup; bukan setelah kematiannya. Ada beberapa rekan muslim penganalisa
QS.. Al-‘Ahzab [33]: 56 dan ayat-ayat berkaitan yang telah saya kutipkan di atas,
sampai pada kesimpulan bahwa translasi dan pengertian yang lebih tepat dari "sala"
- yushalli dan semua di atas adalah sebagai berikut:
QS. Al-‘Ahzab [33] : 56
Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikatNya mendukung
(yushalli) Nabi. Hai orang-orang
yang beriman, kamupun harus mendukungnya, dan dukunglah dia sepenuhnya."
Karenanya
makna yang lebih baik, dan Insya Allah mendekati kebenaran adalah bahwa: Shalawat = mendukung
Makna
yang Insya Allah mendekati kebenaran ini, dikonfirmasi oleh ayat berikut:
QS. Al ‘A’raf [7] : 157
(Yaitu) orang-orang yang mengikuti
Rasul, Nabi dari kaum yang belum pernah mendapat kitab (ummi) yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar
dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban danbelenggu-belenggu yang ada pada
mereka. Maka orang-orang yang percaya kepadanya, menghormatinya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah
orang-orang yang beruntung.
Ayat
ini mencakup semua yang Allah perintahkan kepada kita untuk kita lakukan kepada
Nabi.
Untuk
percaya kepada Nabi, yang sesuai dengan “Sallimu Tasliiman” pada QS.
Al-‘Ahzab [33]: 56.
Untuk
mendukungnya, yang sesuai dengan “Shallu Alayhii” pada ayat yang sama.
Untuk
taat padanya (dengan mengikuti pesan yang diwahyukan padanya, yaitu Al-Qur'an)
Hal-hal
di ataslah yang diperintahkan Allah kepada setiap manusia untuk Nabi mereka, apakah
mereka umat pada jaman Nabi Musa, Nabi Isa maupun Nabi Muhammad.
Pentingnya
QS.. Al ‘A’raf [7]: 157 ini,
adalah sangat jelas, karena ini membukakan pengertian yang menyimpang dari tiga
konsep:
* 'Sallimu Tasliiman' adalah perintah dari Allah kepada orang beriman
untuk mengakui dan percaya kepada Nabi-Nya, berarti Allah bukannya memerintahkan
untuk "memberi salam" kepada Nabi.
* 'Shallu Alayhii' adalah perintah Allah kepada orang-orang yang
beriman untuk mendukung Nabi-Nya, bukan perintah untuk mengucapkan dan mengulang-ulang
kata-kata 'Salli ala al-Nabi' seperti beo, tanpa tahu apa maknanya.
*
Perintah untuk taat/patuh pada Nabi adalah perintah Allah kepada orang-orang beriman
untuk mengikuti cahaya (Al-Qur'an) yang Dia telah wahyukan kepada Nabinya (QS..
Al ‘A’raf [7]: 157), dan bukan perintah apa yang secara salah diatributkan kepada
Nabi, yang dinamakan Sunnah Nabi Muhammad, yang tidak pernah sekalipun disebutkan
pada ayat-ayat Qur'ani.
Lalu
bagaimana dengan bacaan tasyahud akhir dalam sholat yang tetap memakai sholawat?
Jika
benar perintah sholat sudah ada sejak Nabi Ibrahim, sesuai dengan QS. ‘Ibrahim [14]:
40 dan tetap dijalankan sebelum masa keNabian Muhammad (Nabi Isa) sesuai dengan
QS. Maryam [19]: 30-31, maka masalah sholat ini tetap dijaga oleh Allah sesuai dengan
QS. Al-Baqarah [2]: 185 yaitu Al Quran yang bersifat sebagai pembeda (al Furqon).
QS. ‘Ibrahim [14]: 40
Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap
mendirikan shalat, ya Tuhan kami,
perkenankanlah doaku.
QS. Maryam [19]: 30-31
Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al
Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi,
Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada,
dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.
Perlu
pembaca ketahui, dalam data yang saya temukan akhir2 ini, ternyata kalimat sholawat
dalam tahiyyat akhir merupakan kalimat tambahan yang tidak dikenal oleh 2 (dua)
imam mazhab generasi awal (setelah wafatnya Nabi, sebelum dibukukannya hadits) yaitu
mahzab hanafi (sunni) dan mahzab jafari (syiah), berikut ini saya tampilkan datanya:
Disadur
dari buku "fiqih 5 mazhab"penerbit lentera, penulis: Muhammad jawad mughniyah
(berdasarkan urutan dari mazhab yang paling tua)
Mazhab Jafari :
·
Niat
·
Takbiratul Ihram
·
Berdiri
·
Membaca al fatehah
·
Ruku (wajib membaca tasbih)
·
Sujud
·
Duduk tasyahud
·
Salam
·
Tertib
·
Berurutan
Mazhab Hanafi :
·
Takbiratul Ihram
·
Berdiri
·
Membaca surah dlm Quran (tidak wajib al fatehah)
·
Ruku' (sunnah membaca tasbih)
·
Sujud
·
Duduk tasyahud akhir (tidak ada salam)
Mazhab Maliki :
·
Niat
·
Takbiratul Ihram
·
Berdiri
·
Membaca Al Fatehah
·
Ruku' (sunnah membaca tasbih)
·
I'tidal (bangun dari ruku)
·
Sujud
·
Duduk diantara dua sujud
·
Duduk tasyahud akhir
·
Membaca tasyahud akhir
·
MEMBACA SHALAWAT NABI
·
Salam
·
Tertib
·
Tuma'ninah
Mazhab Syafi'i:
·
Niat
·
Takbiratul Ihram
·
Berdiri
·
Membaca al fatehah
·
Ruku' (sunnah membaca tasbih)
·
I'tidal (bangun dari ruku)
·
Sujud
·
Duduk diantara dua sujud
·
Duduk tasyahud akhir
·
Membaca tasyahud akhir
·
MEMBACA SHALAWAT NABI
·
Salam
·
Tertib
Mazhab Hambali :
·
Takbiratul Ihram
·
Berdiri
·
Mambaca Al Fatehah
·
Ruku (wajib membaca tasbih)
·
I'tidal
·
Sujud
·
Duduk diantara 2 sujud
·
Duduk tasyahud akhir
·
Membaca tasyahud akhir
·
MEMBACA SHALAWAT NABI
·
Salam
·
Tertib
·
Tuma'ninah
dan
ada lagi 1 lagi mazhab yang merupakan mazhab mayoritas di arab Saudi yaitu
Mazhab Salafi/Wahabi (disadurdari www.Darussalaf.org)
yaitu:
·
Berdiri
·
Takbiratul ihram
·
Membaca al fatehah
·
Ruku
·
I'tidal
·
Sujud
·
Bangkit dari sujud
·
Duduk diantara 2 sujud
·
Thuma'ninah
·
Tertib
·
Tasyahud akhir
·
Duduk tasyahud akhir
·
MEMBACA SHALAWAT NABI
Diantara
6 mazhab yang saya cantumkan diatas, ternyata hanya 4 mazhab terakhir yang di dalam
sholatnya membaca sholawat Nabi, 2 mazhab awal (yang justru dekat dengan era Nabi)
tidak menggunakan sholawat! hal ini membuktikan bahwa dalam sholat sebenarnya TIDAK
ADA SHOLAWAT!! Kenapa? Dikarenakan sholat itu berfungsi HANYA untuk mengingat Allah
sesuai QS. Taha [20]: 14 (Insya Allah kelak akan saya bahas dalam artikel tentang
sholat)
Kesimpulan:
Lalu
apakah setelah membaca artikel ini kita tidak boleh bersholawat?? kalau anda masih
"merasa kaget" dgn artikel saya diatas, dan belum mau meninggalkan arti
sholawat (yang menurut anda adalah 'memuji' Nabi) saya menyarankan (walaupun saya
sudah percaya Nabi tidak perlu disholawati karena sudah di jamin oleh Allah sesuai
artikel diatas) anda TIDAK BOLEH menyolawati HANYA kepada Nabi Muhammad/Nabi Ibrahim
saja! Mengapa? Karena ini sama saja dengan membeda bedakan Nabi, lagi pula dalam
QS. Al-‘Ahzab [33]: 56, Allah
tidak secara spesifik rasul siapa yang disholawati (artinya semua rasul harus disholawati),
jadi apabila anda HANYA menyolawati beberapa Rasul saja anda akan di sebut KAFIR
oleh Allah Ta'ala sperti dalam firmannya QS. An-Nisa’ [4]: 150-151. (nauzubillah)
QS. An-Nisa’ [4]: 150-151
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,
dan bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan
mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian
(yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di
antara yang demikian (iman atau kafir),
Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan
untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.
Jadi,
silahkan anda mengambil jalan yang mana?
**Tidak
perlu bersholawat (karena yakin Nabi sudah di jamin oleh Allah) atau
**Tetap
bersholawat (dengan alasan apapun) yang akhirnya hanya menjadi ejekan orang di luar
islam, seperti kata-kata : "lihat,! Nabinya saja masih di doain, gimana umatnya?"
Apakah
Allah Taala (saja) Cukup Bagi Anda?
QS. Az-Zumar [39]: 45
Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang
yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama selain Allah yang
disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.
Silakan
anda renungkan jawaban anda atas pertanyaan tersebut, karena itu akan menentukan
keputusan anda. Dan ini mungkin adalah keputusan yang paling penting yang harus
anda tentukan dalam hidup anda.
Salam.
SYAFAAT NABI MUHAMMAD
Artikel
ini menyambung artikel sebelumnya yaitu tentang: Mendoakan Nabi dan Shalawat Nabi,
karena artikel2 ini berkesinambungan mohon membacanya secara keseluruhan (untuk
menerangkan secara kaffah & saling melengkapi antar ayat Quran)
Syafa'at
maknanya adalah perantaraan, atau lebih jelasnya "bantuan untuk memohonkan
pertolongan kepada Allah." Syafa'at Nabi maksudnya mengharapkan Nabi Muhammad
untuk menjadi perantara kita untuk memohonkan kebaikan (atau memohonkan untuk meringankan
dosa-dosa kita) bagi kita kepada Allah di hari pengadilan nanti.
Banyak
sekali hadits-hadits dari Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Malik Muwata, yang menuliskan
tentang syafa'at Nabi Muhammad di hari pengadilan nanti. Syafa'at ini juga sering
dikaitkan dengan Shalawat kepada Nabi Muhammad yang telah dibahas sebelumnya. Salah
satu hadits yang paling terkenal menyatakan bahwa Nabi mengatakan bahwa siapapun
yang tidak mau melakukan 'Yussallii ala al Nabi' (shalawat kepada Nabi, yang dimaknai
dengan salah tersebut) tidak akan memperoleh syafa'at dari Nabi Muhammad di hari
pengadilan nanti.
Namun
faktanya konsep shalawat dan syafa'at ini memang sangat dipercayai secara umum dimayoritas
masyarakat muslim. Sudah umum sekali pada khutbah sembahyang Jumat, khotib dengan
bersemangat membahas syafa'at Nabi Muhammad ini – tanpa ada protes atau keberatan
sama sekali dari mayoritas umat, hasilnya memang jadi menyedihkan, memimpin ke jalan
yang salah.. (banyak yang menganggap asal hidup ini banyak-bayak membaca sholawat,
kelak pasti bisa masuk surga).
Hadits-hadits
lain mengindikasikan bahwa Nabi menekankan harapannya bahwa orang-orang yang beriman
harus mengucapkan kata-kata shalawat kepadanya. Bukankah seharusnya kita berpikir
dan merenungkan:
Benarkah Nabi Betul-Betul Meminta Shalawat Untuknya Kepada Orang-Orang
Yang Beriman?
Bukankah ini sama juga bahwa Nabi minta diagung-agungkan, apakah
Nabi seperti ini?
Logika
sederhana mengatakan, tidak mungkin orang semulia Nabi minta kepada umatnya untuk
mengagung-agungkan namanya.
Namun
bagaimanapun juga kita harus selalu memeriksa kebenaran hal-hal seperti ini kepada
Al-Qur'an! Apakah memang konsep syafa'at ini sesuai dengan ayat-ayat Qur'ani?
Jawaban
dari Al-Qur'an yang insya Allah bukti kuat bahwa Nabi tidak mungkin meminta umatnya
untuk (1) meng-agung-agungkankannya atau (2) meminta upah (kebaikan bagi dirinya)
dari umatnya adalah:
QS. ‘Ali ‘Imran [3: 79
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab,
hikmah dan keNabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah
kamu menjadi penyembah Allah, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya.
QS. Yusuf [12: 104
Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu
ini), itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam.
QS. Yunus [10] : 72
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta
upah sedikitpun daripadamu. Upahku datang dari Allah. Aku diperintahkan untuk menjadi
orang yang berserah diri (kepada-Nya)”.
QS. Sad [38]: 86
Katakanlah (haiMuhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun
kepadamu atas dakwahku; Dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.
QS. ‘Ali ‘Imran [3]: 79 di atas, insya Allah, memberikan pengertian
kepada kita bahwa Nabi Allah, siapapun beliau, dan tentu juga Nabi Muhammad, tidak
mungkin meminta orang-orang beriman memuja-mujanya, beribadah kepadanya.
Sedangkan QS. Yusuf [12]: 104, QS. Yunus [10]: 72 dan QS. Sad [38]:
86, membuktikan bahwa NABI TIDAK PERNAH MEMINTA KEPADA ORANG-ORANG YANG BERIMAN
apapun sebagai upah untuknya, sebagi upah baginya dalam menyampaikan pesan-pesan
(ayat-ayat) Allah kepada mereka.
Bukankah
sangat terhormat dan sangat menghormati Nabi bila kita berpikir bahwa Nabi itu memang
manusia pilihan Allah, yang tidak mungkin pergi kesana kemari mengatakan: "Lakukan
ini bagiku", atau "lakukan itu bagiku" atau "jika kamu tidak
mengunjungi makamku aku tidak akan menjadi perantara kamu" atau kalau kamu
tidak "shalawat kepadaku" aku tidak akan memberi syafa'at kepadamu.
Syafa'at - Ada atauTidak Ada?
Percaya
kepada syafa'at menimbulkan angan-angan. Bahwa Nabi, Rasul, Imam, atau orang yang
dianggap suci bisa memberi syafa'at kepada umat Islam. Menurut Al-Qur'an, syafa'at
hanya berlaku di akhirat. Manusia telah diperingatkan semenjak dari awal bahwa tidak
ada syafa'at yang akan diterima dan juga tidak bermanfaat di hari pengadilan nanti,
berikut ayat-Nya:
QS. Al-Baqarah [2]: 48
Dan jagalah dirimu dari ('azab) hari (kiamat, yang pada hari itu)
seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun; dan (begitu pula) tidak
diterima syafa'at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.
QS. Al-Baqarah [2]: 123
Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat
menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya
dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak ada seorangpun
akan ditolong.
Dari
kedua ayat di atas, bisa diambil pengertian bahwa makna syafa'at adalah suatu pembelaan
atau pertolongan kepada seseorang pada suatu hari (hari pengadilan). Namun jelas
juga pada QS. Al-Baqarah [2]: 48 dikatakan
bahwa "seseorang tidak dapat
membela orang lain". Ditekankan
lagi pada QS. Al-Baqarah [2]: 123, bahwa syafa'at tidak akan memberi manfaat kepada
seseorang! Jelas khan! Bahwa Nabi juga
hanya manusia biasa, bukan dewa, jadi beliaupun termasuk di dalam makna "seseorang
tidak dapat membela orang lain”.
Tidak Ada Syafa'at, Kalau Ada Hanya Akan Bikin Malas..
Syafa'at
tidak diterima dan tidak bermanfaat karena pada hari itu tidak akan ada syafa'at,
tidak ada jual beli, dan tidak ada persahabatan, untuk menolong.Tidak ada pertolongan
langsung dari pihak manapun. Sebagaimana dinyatakan ayat berikut:
QS. Al-Baqarah [2]: 254
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian
dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari
itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak
ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang lalim.
Bukankah
Allah Maha Benar? Dia Maha Tahu, umat muslim akan menjadi pemalas, kerjanya hanya
berdoa memohon syafa'at Nabi saja BILA syafa'at Nabi atau siapapun ADA. Namun setan
memang telah sangat berhasil menjerumuskan mayoritas muslim sehingga lebih mengimani
Hadits yang hanya mengada-adakan kebohongan yang disandangkan kepada Nabi.
Perhatikan
kembali ayat 254 dari surat Al-Baqarah ini dibuka dengan peringatan Allah, perintah-Nya,
kemudian ditutup dengan "tidak ada syafa'at". Tidakkah kita renungkan
bahwa Allah menghendaki kita untuk bertakwa kepada-Nya, untuk takut kepada-Nya,
patuh kepada perintah-Nya, dan dengan baiknya Dia memperingatkan kita bahwa dihari
nanti tidak akan ada syafa'at.
QS. Al-‘An’am [6]: 51
Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang
yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka
tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa'at pun selain daripada Allah, agar
mereka bertakwa.
Di
Surat 6:51, Allah memberi instruksi untuk memberi peringatan dengan apa yang diwahyukan
kepada Nabi (=Al-Qur'an) kepada orang-orang yang takut (takwa kepada Allah), dan
kembali menekankan bahwa syafa'at itu hanya kepunyaan Allah, ditutup dengan kalimat
"agar mereka bertakwa." Semua kalimat-Nya ini jelas dan tegas,
harfiah dan tidak ada kebengkokan sama sekali!
Perantara Yang Diperkirakan Bisa Memberikan Syafa'at
Ada
tiga golongan yang disebut di dalam Al-Qur'an yang dikira umat bisa memberikan syafa'at:
1. Yang di sembah/di abdi selain Allah
QS. Yunus [10]: 18
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemudaratan (kerugian) kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata:
"Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah:
"Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di
langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang
mereka mempersekutukan (itu).
Dengan menolak ajaran Allah dan mengambil ajaran lain diluar
Al-Qur'an, seseorang terjerumus ke dalam kancah menyembah selain dari Allah.
2. Tuhan-tuhan lain
QS. Ya-Sin [36]: 23
Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang
Maha Pemurah menghendaki kemudaratan terhadapku, niscaya syafa'at mereka tidak memberi
manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?
Siapa
atau apa saja yang diambil oleh seseorang sebagai mempunyai kuasa seperti Tuhan,
dia dikategorikan sebagai orang yang mengambil tuhan selain daripada Dia. Siapapun,
tuhan manapun selain Allah tidak akan mampu untuk membatalkan keputusan Allah.
3. Orang-orang (alim) yang disangka sekutu bagi Allah
QS. Al-‘An’am (6): 94
Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana
kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa
yang telah Kami kurniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa'at
yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah
terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu
kamu anggap (sebagai sekutu Allah).
Di
Surat Al-An'am (QS. 6) ayat 94 di atas, jelas dinyatakan bahwa di hari pengadilan
nanti kita akan mempertanggung-jawabkan semua amal perbuatan kita sendiri-sendiri,
tidak ada pemberi syafa'at yang kita angankan akan ada menemani kita di hadapan
Allah, tidak ada yang membela kita selain semua amalan kebaikan kita sendiri.
Hanya Allah-lah Pemberi Syafa'at
Syafa'at adalah kepunyaan Allah semata, kuasa-Nya. Semua selain Dia,
apakah itu Malaikat, Nabi, atau Rasul, tidak mempunyai kekuasaan langsung untuk
memberikan syafa'at, sesuai firman-Nya:
QS. As-Sajdah [32]: 4
Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy. Tidak ada bagi
kamu selain daripada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at.
Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
QS. Az-Zumar [39]: 44-45
Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya. Kepunyaan-Nya
kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan".
Dan apabila HANYA NAMA
ALLAH saja yang disebut, kesallah hati
orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan
selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.
Perhatikan
di (39:44) syafa'at itu SEMUANYA (jamii'an) kepunyaan Allah, sama sekali tidak di
sisakan untuk Nabi, Malaikat, dan siapapun. Yang menarik di ayat berikutnya Allah
menekankan bahwa kalau HANYA NAMA ALLAH saja yang disebut, kebanyakan manusia jadi
kesal, manusia-manusia seperti ini disebut sebagai orang-orang yang tidak beriman
kepada kehidupan akhirat! Mudah-mudahan kita tidak termasuk kepada golongan ini,
insya Allah.
Caranya
mudah: "Berhentilah mempercayai fantasi bahwa Nabi atau siapapun akan memberi
syafa'at" atau lebih prinsipnya "berhenti mempersekutukan Allah."
Syafa'at Kalaupun Ada Dari Selain Allah, Pasti Melalui Izin-NYA
Ada ayat Al-Qur'an, Surat Yunus (10) ayat 3 dan Surat An-Najm (53)
ayat 26, yang menyatakan bahwa bisa saja Allah memberi kuasa syafa'at kepada yang
lain, namun harus betul-betul dimaknai sebagai berikut: Hal ini hanya atas seizin-Nya,
HANYA ATAS SE-IZIN ALLAH. (sama seperti ketika isa/yesus diberi mukjizat oleh Allah
dengan menghidupkan orang mati ATAS SEIJIN Allah, apakah lalu kita akan memuji-muji
isa sbg orang yang hebat?)
Berlaku umum, tidak terbatas hanya kepada Nabi, Malaikat, bisa kepada
siapa saja, karena memang tidak disebut secara khusus izin-Nya kepada siapa, cukup
adil kalau kita memaknai bahwa izin-Nya bisa saja kepada Nabi-Nabi-Nya (tidak terbatas
kepada Nabi Muhammad) atau bahkan kepada orang biasa (tentu saja orang yang diridhoi-Nya
dengan kualitas sesuai dengan kualifikasi yang memenuhi persyaratan sebagai orang
yang saleh dengan kriteria Al-Qur'an dari Allah),
QS. Yunus [10]: 3
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy untuk mengatur segala urusan.Tiada
seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Zat) yang demikian
itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
QS. An-Najm [53]: 26
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun
tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan
diridai(Nya).
Perhatikan!!!
ayat ayat diatas tidak secara khusus memberikan hak syafaat kepada Nabi muhammad!!
ini berarti adalah terserah kehendak Tuhan untuk siapa saja hak syafaat dapat diberikan!
(silahkan hubungkan dengan teori syafaat dibawah ini, karena ayat-ayat Al Quran
satu sama lainnya saling menjelaskan).
Syafa'at Yang Sebenarnya!
Syafa'at
sebenar-benarnya adalah dari diri sendiri, dari amalan perbuatan kita sendiri, masing-masing!
Manusia yang berbuat banyak amalan baik otomatis amalan baiknya itulah yang menjadi
syafa'atnya, sedang manusia yang berbuat banyak amalan buruk, syafa'atnya otomatis
buruk pula hasilnya!
Coba
renungkan ayat berikut.
QS. An-Nisa’ [4]: 85
Barang siapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan
memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barang siapa yang memberi syafa'at
yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.
Jelas
dari An-Nisa (QS. 4)ayat 85 tersebut bahwa syafa'at
yang sebenar-sebenarnya adalah dari diri kita MASING-MASING, dari amalan perbuatan setiap
individu sendiri, catatan perbuatan atau tindakan nyata, bukan hanya doa-doa dan
ritual tapi perbuatan nyata.
Mudahnya
seperti pada Surat Al-A'raf (QS. 7) ayat 8 dan 9 di bawah, bahwa di hari pengadilan
nanti yang jadi pertimbangan utama adalah yang DIUKUR dengan DITIMBANG atau DIBANDINGKAN
adalah AMALAN KEBAIKAN lawan AMALAN KEBURUKAN setiap individu. Ditekankan diakhir
ayat 9 surat 7 ini bahwa salah sendiri kalau timbangan kebaikannya ringan (sedikit)
itu karena orang tersebut selalu mengingkari ayat-ayat Allah, ayat-ayat dari Al-Qur'an,
bukan dari buku-buku yang lain kan?
QS. Al-‘Araf [7]: 8-9
Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barang siapa
berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang
yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan
mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
Contoh
dari ayat-ayat bagi syafa'at yang baik adalah sebagaimana di bawah ini:
* Mengambil perjanjian dengan Tuhan
QS. Maryam [19]: 86-87
Dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam
dalam keadaan dahaga. Mereka tidak berhak mendapat syafa'at kecuali orang yang telah
mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.
Orang-orang
yang berdosa tidak ada hak untuk mendapat syafa'at!!!
* Allah meridhoi perkataannya
QS. Taha [20]: 109
Pada hari itu tidak berguna syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang
Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya.
QS. Saba’ [34]: 23
Dan tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang
yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu, sehingga apabila telah dihilangkan
ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: "Apakah yang telah di firmankan
oleh Tuhan-mu?" Mereka menjawab: "(Perkataan) yang benar", dan Dia-lah
Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
* Takut kepada-Nya
QS. Al-‘Anbiya’ (21) : 28
Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka dan yang di
belakang mereka,dan mereka tiada memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridai
Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.
Takut
kepada-Nya bermakna taat dan patuh kepada perintah dan larangan-Nya, yang semuanya
tertulis di dalam Al-Qur'an.
* Kesaksian pada yang benar dan meyakini (Nya)
QS. Az-Zukhruf [43]: 86
Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat
memberi syafa'at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang
bersaksi kepada yang hak dan mereka meyakini (Nya).
Mengharapkan syafa'at dari orang lain,
betapapun mulianya orang tersebut dalam pandangan kita, hanya akan menghasilkan
kemalasan dan jauh dari takwa kepada Allah.
Mudah-mudahan
dengan uraian yang panjang lebar tentang syafa'at ini, kita semua berhenti mengimani
hadits yang menyatakan bahwa umat muslim akan mendapatkan syafa'at dari Nabi Muhammad,
bila kita selalu bershalawat kepada Nabi. Ternyata dengan jelas dinyatakan bahwa
syafa'at yang pasti berasal dari diri kita masing-masing dalam bentuk amalan baik
atau perbutan dan tindakan nyata kita mengamalkan perintah-perintah dan larangan
dari Allah yang maha kuasa.
Sebagai
penutup mudah-mudahan uraian yang panjang lebar tersebut memberi berkah dan menambah
ilmu kita masing-masing:
QS. Taha (20) : 114
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah
kamu tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu,
dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan".
Salaam..
nb:
artikel di atas tidak bersifat memaksa, bagi yang tidak percaya/membantah, sebaiknya
disertai dengan dalil penguat bantahan anda, jika tidak mempunyai dalil, kita menghormati
perbedaan saja.. ^^