~
BENARKAH ALAM SEMESTA INI SEIMBANG ? ~
Berikut ini, sengaja saya meng-upload dalam bentuk note, diskusi
lanjutan tentang keseimbangan alam semesta. Karena, dalam cuplikan buku DTM-37:
‘Menjawab Tudingan KESALAHAN Saintifik AL QUR’AN’ yang saya unggah beberapa
waktu lalu, ada seorang kawan yang memberikan kritik cukup menarik terhadap isi
buku tersebut. Kebetulan dia adalah ‘saudara seperguruan’ saya di Teknik Nuklir
UGM, meskipun berbeda angkatan.. :)
Semoga note ini bisa menjadi bahan diskusi yang menarik bagi para
sahabat DTM.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Pertanyaan
Eka Iman:
Pak Agus, menurut saya masih terdapat kesalahan penjelasan
saintifik yang mendasar tentang keseimbangan alam semesta, sebagai berikut:
Pertama, alam
semesta secara holistik tidaklah seimbang dibuktikan dari ENTROPI yang selalu
berubah. ENTROPI alam semesta senantiasa BERTAMBAH. Hal ini menunjukan sifat
ketidak-teraturan (disorder) dari sebuah sistem (universe).
Jawaban:
Sorry baru sempat jawab, mas Eka. Berikut ini adalah penjelasan
atas kritik Anda. Entropi alam semesta yang terus menerus bertambah tidak bisa
dijadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa alam semesta secara universal tidak
seimbang. Karena, itu hanya menunjukkan ketidak-seimbangan parsial dari sistem
universe. Dimana Anda sendiri membuat kesimpulan: suatu ketika alam semesta
bisa mencapai keseimbangannya, ketika ukuran alam semesta sudah sedemikian
besarnya. (Lihat point keempat di bagian bawah).
Bagaimana mungkin keseimbangan hanya terjadi di bagian akhir
sebuah proses? Kalau, di akhir ada keseimbangan, pasti di awalnya juga ada
keseimbangan. Mirip sebuah bandul yang sedang bergerak yang akhirnya mencapai
keadaan setimbang alias diam. Itu artinya, bandul tersebut awalnya diam alias
setimbang, lantas ada yang menggerakkan sehingga tidak seimbang, dan akhirnya
akan seimbang lagi. Begitulah alam semesta dalam pandangan saya setelah
mempelajari ayat-ayat keseimbangan di dalam Al Qur’an. Secara KESELURUHAN alam
semesta ini SEIMBANG, tetapi secara lokal-lokal ataupun parsial tidak seimbang.
Ketidakseimbangan lokal yang terjadi pada alam justru menunjukkan
adanya ‘campur tangan’ dari AKTOR yang ‘menggerakkan bandul’ sehingga menjadi
tidak seimbang. Tetapi kelak akan menjadi seimbang lagi, karena sesungguhnya FITRAH
alam semesta ini memang SEIMBANG.. :)
Kedua,
menurut penelitian dan experimen terkini tentang particle physics, telah
ditentukan bahwa bila jumlah particle dan anti-particle sama (equal) maka alam
semesta kita justru tidak akan terbentuk! Sama halnya dengan bila jumlah energy
dan anti-energy (dark energy) sama maka alam semesta tidak akan terbentuk. Jadi
justru yang menyebabkan alam semesta justru ketidakseimbangannya.
Jawaban:
Masih sama dengan jawaban saya di point pertama, alam semesta ini
awalnya seimbang, dan kelak akan menjadi seimbang lagi seiring dengan waktu.
Kenapa terjadi ketidak-seimbangan? Karena ada action yang menyebabkan sistem
itu menjadi tidak seimbang. Action itulah yang menjadi penyebab terbentuknya
alam semesta dalam bentuk ketidak-seragaman lokal alias ketidak-seimbangan
lokal atau parsial. Tetapi, berangsur-angsur akan menurun karena diseimbangkan
oleh pergerakan waktu sehingga kerapatan energinya menjadi sedemikian rendah,
bahkan nol. Alias seimbang. Action itu adalah kesengajaan dari Sang Maha
Pencipta... :)
Tentang dark-energy yang Anda sebut sebagai anti-energi, ini
adalah sebuah ketidaklaziman. Karena memang tidak ada yang disebut anti-energi.
Sebab, anti-energi adalah energi juga. Tapi, jika itu mau dipaksakan disebut
sebagai anti-energi, it’s okay, saya mencoba memahami maksud Anda. Ini berbeda
ketika kita bicara soal partikel dan anti-partikel, dimana anti-partikel adalah
partikel yang memiliki bilangan kuantum berlawanan. Sehingga ketika ditabrakkan
dengan partikel akan memunculkan reaksi anihilasi. Yang demikian ini tidak
terjadi pada energi dan (yang Anda istilahkan) anti-energi.
Ketiga, alam
semesta hanya tampak seimbang padahal (misalnya bumi mengorbiti /mengitari
matahari dan juga bulan mengitari bumi serta tata surya (solar system) kita
dalam keadaan yang seimbang). Namun kita tahu hal ini hanya semu sebab banyak
benda-benda tata surya yang bisa menghancurkan bumi dan kehidupan di bumi
seperti yg telah terjadi jutaan tahun yang lalu, yang menghilangkan dinosaurus
dan jutaan mahluk lain.
Contoh lain adalah bahwa orbit dari bulan kita semakin lama
semakin menjauh dari bumi sekitar 3.8 cm tiap tahun (dari pengukuran tembakan
laser dari bumi ke reflectors di bulan). Jadi dalam jutaan bahkan milyaran
tahun bulan akan terlepas dari bumi! Dan milyaran tahun lalu bulan jauh lebih
dekat ke bumi yg menyebabkan keadaan bumi tak layak untuk kehidupan pada awal-awal
terbentuknya bumi dan bulan.
Jadi keseimbangan adalah konsep yg semu.
Jawaban:
Sebagaimana telah saya kemukakan di depan, bahwa saya sependapat
jika dikatakan alam semesta tidak seimbang dalam skala lokal. Yang karenanya,
ada black holes, ada tata surya, bintang-bintang dan berbagai benda langit
dengan segala bentuk ketidak-seimbangannya. Itu semua oke. Ibarat bandul yang
sedang berayun-ayun dikarenakan ada yang menggerakkannya. Tetapi, sekali lagi,
suatu ketika semua itu akan kembali kepada fitrahnya: SEIMBANG, dikarenakan
besarnya gap antara gaya-gaya yang sekarang tidak seimbang itu akan semakin
kecil, seiring dengan bertambahnya waktu. Dan kemudian menjadi nol.
Keempat, tidak
hanya black holes yang menandai bahwa alam semesta ini dalam keadaan tidak
seimbang, bahkan segala sesuatu dalam alam semesta kita adalah tidak seimbang!
Dari sejak Big Bang hingga sekarang dan sampai kiamat, alam semesta yang kita
diami ini TIDAKLAH SEIMBANG. Keseimbangan akan tercapai kelak bila seluruh
unsur dan particle di alam semesta telah termakan oleh waktu dan jarak yang tak
terhingga besarnya. Di saat itulah alam semesta akan seimbang...
Jawaban: Saya kira yang ini tidak perlu saya jawab lagi, karena
sudah saya uraikan di atas.
Koreksi.
Maaf ada yang perlu dikoreksi dari pernyataan pak Agus mengenai
gravitasi dan anti-gravitasi. Sampai sekarang belum ada observasi saintifik tentang
adanya anti-gravitasi. Mungkinkah yang dimaksud bapak Agus adalah anti-matter,
atau anti-particle, atau dark-matter atau dark-energy. Istilah saintifik yg
saya kemukakan tsb sudah diakui adanya oleh para saintis, namun anti-gravity
belum terbukti adanya.
Jawaban:
Istilah antigravitasi dalam tulisan saya tersebut adalah untuk
menunjukkan adanya gaya yang memiliki arah berlawanan dengan gaya gravitasi.
Yang dalam tulisan tersebut saya gunakan untuk menggambarkan adanya ‘gaya
tolak’ yang sedemikian besar sehingga menghasilkan ledakan: Big Bang. Dan
kemudian diimbangi oleh munculnya gaya gravitasi yang memiliki arah sebaliknya,
menahan laju ledakan itu, ke arah pusat alam semesta.
Karena, sebagaimana kita ketahui gaya adalah vektor yang mempunyai
arah. Sehingga bisa memiliki tanda (+) ataupun (-). Atau disebut dengan
gravitasi dan anti-gravitasi. Ini berbeda dengan energi yang Anda sebut
memiliki anti-energi, sangat sulit untuk memahaminya. Karena energi memang
besaran skalar, bukan vektor yang memiliki arah. Dan dark energy itu menurut
saya bukanlah anti-energi, melainkan tetap saja energi. Meskipun gelap alias
tak nampak atau tersembunyi. Demikian pula dark matter bukanlah anti-matter,
melainkan juga matter alias materi yang tersembunyi.
~ salam ~
~
KETIDAKSEIMBANGAN DI DALAM KESEIMBANGAN ~
Berikut ini adalah jawaban saya dari pertanyaan lanjutan yang
disampaikan Mas Eka Iman, tentang apakah ketidak-seimbangan bisa berada di
dalam keseimbangan; bukankah ketidak-seimbangan akan menghasilkan
ketidak-seimbangan yang semakin besar jika dijumlahkan; dan dark-energy yang
'diduga' sebagai kekuatan pendorong terjadinya akselerasi galaksi-galaksi di
kejauhan alam semesta.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Bisakah sebuah ketidak-seimbangan berada di dalam keseimbangan?
Tentu saja bisa. Contoh sehari-harinya sangat banyak. Mulai dari skala yang
mikro sampai skala yang makro. Bahkan, kondisi yang sebaliknya pun juga bisa:
keseimbangan di dalam ketidakseimbangan. Contohnya juga banyak.
Dalam skala mikro, molekul-molekul gas yang sedang dipanaskan di
dalam sebuah tabung tertutup akan mengalami eksitasi alias ketidak-seimbangan,
disebabkan oleh bertambahnya panas yang membuat molekul-molekul itu bergerak
tambah cepat dan tak teratur. Tapi, dalam skala yang lebih besar, tabung itu
tetap stabil dan mampu mewadahi ketidakstabilan di dalamnya. Kecuali, energi
panas diberikan dalam jumlah yang semakin besar sehingga membuat tabungnya
meledak.
Demikian pula air di dalam ember yang diaduk-aduk, akan
memunculkan ketidak-seimbangan lokal di dalam ember seiring dengan kuatnya
adukan. Tetapi, perhatikanlah embernya tetap stabil. Ketidak-seimbangan bisa
terjadi di dalam keseimbangan yang lebih besar. Sebaliknya, ember itu bisa juga
diputar-putar menjadi tidak stabil, dengan tetap menjaga keseimbangan air di
dalam ember agar tidak tumpah.
Contoh-contoh semacam ini bisa diperluas dalam berbagai skala.
Bahwa ketidak-seimbangan bisa ditempatkan di dalam sebuah keseimbangan, ataupun
sebaliknya. Dinamisnya gerak aliran darah dan berbagai kelenjar di dalam tubuh.
Dinamisnya pergerakan ikan-ikan di dalam akuarium. Dinamisnya gerakan penumpang
di dalam mobil. Dinamisnya miliaran manusia di planet Bumi. Dinamisnya planet-planet
di dalam tatasurya. Dinamisnya tatasurya di dalam galaksi. Dan seterusnya,
dinamisnya benda-benda langit di dalam alam semesta yang secara holistik adalah
seimbang. Beragam ketidak-seimbangan terjadi di dalam keseimbangan yang lebih
holistik.
Ini mirip sebuah giroskop atau gasing yang bisa berputar-putar
kencang tanpa jatuh, meskipun berada di ujung jari kita. Dilihat dalam skala
yang lebih kecil ia dinamis dan tidak seimbang, tetapi dalam skala yang lebih
besar ia stabil dan seimbang.
Jadi, sebuah keseimbangan tidak harus menunggu seluruh
ketidak-seimbangan di dalamnya berakhir. Dengan kata lain, sebuah keseimbangan
tidak harus terjadi setelah benda dalam keadaan diam sempurna. Karena memang
tidak ada benda diam di alam semesta. Keseimbangan bisa terjadi secara simultan
dari benda-benda yang sedang bergerak ataupun berubah posisi. Contoh lainnya
adalah orang bersepeda. Ia bisa melakukan perubahan posisi sambil terus
mempertahankan keseimbangannya agar tidak jatuh.
Dengan demikian, keseimbangan alam semesta sesungguhnya tidak
perlu menunggu habisnya entropi, dimana alam semesta menjadi sepi tak ada
peristiwa apa pun. Keseimbangan alam semesta secara universal bisa terjadi
sambil tetap berdinamika dalam ketidak-seimbangan parsialnya. No problemo.. :)
Lantas pertanyaan berikutnya, apakah seluruh ketidak-seimbangan
itu jika dijumlahkan akan menjadi tambah tidak seimbang? Belum tentu.
Bergantung pada simpangan ketidak-seimbangannya. Jika sebuah bandul menyimpang
ke kanan dan ke kiri, maka jumlah simpangan itu akan menjadi nol di titik
setimbangnya. Demikian pula gelombang sinusoidal, amplitudo positifnya jika
dijumlahkan dengan amplitudo negatifnya akan menjadi nol. Dengan kata lain,
jumlah integral dari ketidak-seimbangan lokal tidak harus menjadi semakin
kacau. Tetapi, bisa menjadi nol dalam skala yang lebih besar. Karena gaya
bukanlah besaran skalar, melainkan vektor yang punya arah. Begitulah keadaan
alam semesta, keseimbangan holistiknya justru merupakan hasil integral dari
seluruh ketidak-seimbangan lokalnya.
Lantas, kenapa kecepatan galaksi bertambah cepat seiring jarak?
Apakah betul ini dikarenakan adanya gaya lontar yang berasal dari dark energy?
Menurut saya, pendapat ini masih sangat spekulatif. Hanya karena tidak bisa
menjelaskan percepatan benda-benda langit yang semakin tinggi di jarak yang
semakin jauh, lantas menyandarkan kesimpulannya pada dark energy. Padahal,
belum tentu begitu. Peranan dark energy itu sampai sekarang masih belum
diketahui, jadi sebaiknya kita tidak berspekulasi terlalu jauh dengan
‘memastikan’ ia memiliki gaya tolak yang menyebabkan akselerasi galaksi-galaksi.
Tanpa harus melibatkan peranan dark energy, kita bisa kok
menjelaskan kenapa galaksi-galaksi yang jauh itu memiliki kecepatan yang lebih
tinggi dibandingkan galaksi yang dekat. Sehingga seakan-akan terjadi akselerasi
seiring dengan jarak. Secara lebih detil, sebenarnya saya sudah menjelaskan hal
ini di buku DTM-34: ‘Mengarungi Arsy Allah’.Tetapi, agar dapat gambaran
umumnya, baiklah saya uraikan serba sedikit disini.
Bayangkanlah ada 5 buah galaksi yang berjajar, yakni galaksi A, B,
C, D, E. Kita, sebagai pengamat pergerakan alam semesta, berada di
tengah-tengah jajaran galaksi itu, yaitu di galaksi C. Misalkanlah, jarak antar
galaksi itu adalah 5 satuan. Dari C ke B berjarak 5 satuan. Dari C ke D juga
berjarak 5 satuan. Sehingga, dari C ke A adalah berjarak 10 satuan. Sebagaimana
juga dari C ke E, adalah berjarak 10 satuan.
Sekarang, bayangkanlah semua galaksi itu bergerak menjauh dengan
kecepatan konstan sampai mencapai jarak dua kali lipatnya. Sehingga, jarak
antar galaksi menjadi 10 satuan. Sedangkan galaksi terjauhnya, jika dilihat
dari galaksi C menjadi 20 satuan. Yakni, dari C ke A, ataupun dari C ke E.
Maka, apakah yang terjadi pada kecepatan galaksi-galaksi itu
dilihat dari pusat pengamatan (galaksi C)? Galaksi terdekat (B dan D) akan
mengalami perubahan kecepatan dari 5 satuan per detik menjadi 10 satuan per
detik. Tapi, perhatikanlah, galaksi yang terjauh (A dan E) mengalami perubahan
kecepatan dari 10 satuan per detik menjadi 20 satuan per detik. Sehingga,
seakan-akan galaksi-galaksi itu mengalami akselerasi seiring dengan jarak yang
semakin jauh dari pusat pengamatan..!
Padahal tidak. Pertambahan kecepatannya sebenarnya konstan di
semua galaksi. Tetapi, karena dipengaruhi jarak pengamatan yang berbeda,
seakan-akan terjadi akselerasi di jarak yang semakin jauh. Jadi, akselerasi di
kejauhan alam semesta itu sebenarnya bersifat semu disebabkan oleh posisi
pengamat. Bukan dikarenakan oleh gaya dorong dark energy.
Dengan ini, bukan berarti saya tidak sependapat dengan keberadaan
dark matter dan dark energy. Saya sih sependapat, karena memang logis untuk
menambah jumlah materi dan energi kritis yang diperlukan alam semesta agar bisa
tetap stabil seperti ini. Tetapi, bukan sebagai gaya dorong atas terjadinya
akselerasi benda-benda langit. Melainkan sebagai sumber gravitasi yang menahan
alam semesta agar tidak lenyap, sebagaimana yang saya pahami dari ayat berikut
ini.. :)
QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya
Allah menahan (gerakan) langit dan bumi supaya jangan lenyap. Dan sungguh jika
keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain
Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Wallahu a’lam bissawab.
~KESEIMBANGAN
DINAMIS, BUKAN KESEIMBANGAN STATIS ~
Notes saya yang ketiga ini menjawab pertanyaan dan komentar mas
Eka Iman, seputar hal-hal berikut: tentang akselerasi galaksi-galaksi terkait
dengan red shift alias pergeseran spektrum merah; tentang keseimbangan statis
dan keseimbangan dinamis; serta mengenai tafsir Al Qur’an terkait dengan sains
dan keseimbangan alam semesta
-----------------------------------------------------------------------------------------
Saya memahami keseimbangan alam semesta, memang tidak dalam bentuk
statis. Melainkan dinamis. Karena itu sebagian besar contoh yang saya sebutkan
di dalam tulisan sebelumnya adalah keseimbangan dinamis itu, seperti giroskop
dan bersepeda. Sedangkan, contoh lainnya adalah sebagai tambahan yang bersifat
umum, tetapi masih terkait, meskipun masih harus dikelompokkan lagi sebagai
closed system atau open system.
Karena itu, terkait dengan pergerakan galaksi-galaksi pun saya
tidak memandangnya sebagai keseimbangan statis, melainkan keseimbangan dinamis.
Dan karenanya, saya mempertimbangkan teori relativitas. Bahwa, kecepatan benda
bisa teramati secara berbeda ketika dilihat dari stasiun pengamat yang tidak
sama. Dengan catatan, kecepatan maksimumnya tidak boleh melampaui kecepatan cahaya.
Dan, karena kecepatan galaksi-galaksi itu saya asumsikan tidak
mungkin melewati kecepatan cahaya, maka saya cukup menggunakan perbedaan
stasiun pengamatan saja dalam memahami akselerasi galaksi di kejauhan alam
semesta itu. Jika mas Eka belum menangkap substansi contoh lima galaksi yang
saya uraikan di tulisan sebelumnya, mungkin kasus di bawah ini lebih mudah
untuk dipahami, karena bisa langsung kita amati dalam kehidupan sehari-hari
secara dekat.
Bayangkanlah Anda sedang berada di stasiun kereta api. Tak lama
kemudian, sejumlah gerbong kereta api meninggalkan stasiun hingga mencapai
kecepatan konstan 100 km/ jam. Di atas kereta itu, lantas ada orang berjalan
searah dengan kecepatan kereta dengan laju 20 km/ jam. Pertanyaannya: berapa
kecepatan orang tersebut dilihat dari stasiun kereta? Tentu dengan mudah Anda
akan menjawab: 120 km/ jam. Karena, orang tersebut memang sedang berjalan di
kereta yang sedang melaju, sehingga kecepatannya menjadi akumulatif. Disini
berlaku penjumlahan vektor dari dua kecepatan yang searah, sehingga hasilnya
bertambah besar. Tapi sebaliknya, jika orang itu berjalan berlawanan arah
dengan kecepatan kereta, maka laju orang tersebut akan berkurang jika dilihat
dari stasiun, menjadi 80 km/ jam.
Jika orang itu lantas berlari dengan kecepatan 100 km/ jam di atas
kereta dengan arah yang sama, maka kecepatannya pun akan menjadi 200 km/ jam
jika dilihat dari stasiun. Padahal, kita tahu, kecepatan orang tersebut tetap
saja 100 km/ jam jika dilihat oleh penumpang lain yang duduk di kereta
tersebut. Ini adalah rumus relativitas Newtonian yang terjadi pada benda-benda
dengan kecepatan rendah, jauh dari kecepatan cahaya. Tapi, jika sudah mendekati
kecepatan cahaya, rumus ini tidak berlaku dan harus menggunakan rumus
relativitas Einstein.
Contoh ini saya kira lebih mudah dicerna untuk menggambarkan
akselerasi galaksi di kejauhan alam semesta yang sedang kita bahas, yakni
kenapa galaksi yang terjauh menjadi berlipat kecepatannya ketika dilihat dari
galaksi C. Dalam kasus akselerasi galaksi, kita tinggal mengganti kecepatan
konstan itu menjadi gerak dipercepat saja, dan efeknya pun akan tetap sama.
Maka, galaksi terjauh (A & E) dalam kasus tulisan sebelumnya,
menjadi memiliki percepatan dua kali lipat jika dilihat dari galaksi pengamat
C. Meskipun, akselerasinya tetap sama dengan rata-rata kecepatan galaksi
lainnya jika dilihat dari galaksi yang bersebelahan (dari B & D).
Mudah-mudahan contoh kasus ini lebih bisa dipahami.. :)
Sedangkan mengenai red shift alias pergeseran spektrum merah yang
menggambarkan alam semesta sedang mengembang, saya setuju sepenuhnya. Bahwa
alam semesta ini memang sedang mengembang. Dan Al Qur’an pun dengan sangat
jelas menggambarkan hal itu dalam sejumlah ayat. Alam semesta menurut Al Qur’an
memang tidak statis. Ia bergerak dinamis tapi seimbang. Sebagian ayat-ayatnya
adalah berikut ini.
QS. Ar Rahman (55): 7
Dan
Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan mizan (timbangan).
QS. Ar Ra’d (13): 2
Allah-lah
Yang meninggikan langit tanpa tiang (dengan gaya-gaya fundamental) yang kamu
lihat, kemudian Dia bersemayam di 'Arasy. Dan menundukkan matahari dan bulan.
Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan,
menjelaskan tanda-tanda, supaya kamu meyakini pertemuan dengan Tuhanmu.
QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya
Allah menahan (gerakan) langit dan bumi (dengan gaya penyeimbang) supaya jangan
lenyap (tak terkendali). Dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada
seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Ketiga ayat tersebut dengan sangat jelas memberikan gambaran bahwa
alam semesta sedang meninggi ke segala arah atau mengembang. Dengan kata lain,
terus berdinamika. Sambil, Allah menambahkan lagi keterangan bahwa Dia menahan
langit yang sedang berdinamika itu dengan mekanisme penyeimbang yang disebut
sebagai mizan, agar tidak lenyap.
Karena itu, saya yang membangun kepahaman berdasar pada ayat-ayat
Al Qur’an, memang sejak awal sudah sangat menyadari bahwa alam semesta tidak
statis. Melainkan dinamis. Tetapi seimbang, yang kita kenal sebagai
‘keseimbangan dinamis’.
Sehingga ketika dikaitkan dengan red shift alias pergeseran
spektrum merah – yang menjadi parameter alam sedang mengembang – saya tidak
memiliki keberatan apa pun. Bahkan bersyukur, karena ternyata lagi-lagi
informasi Al Qur’an memperoleh pembuktian dari data empiris: bahwa alam semesta
memang sedang meninggi ke segala arah alias mengembang, dengan kecepatan
pengembangan yang relatif seragam di segala penjurunya.
Yang perlu diperjelas, justru adalah data pergeseran warna merah
seperti apa yang telah dipersepsi sebagai pertambahan akselerasi di
galaksi-galaksi yang jauh dibandingkan yang dekat? Dan apakah benar gaya yang
menimbulkan akselerasi itu berasal dari dark energy sebagaimana mas Eka
sebutkan? Kenapa dark energy itu justru dipersepsi sebagai sumber ‘gaya tolak’,
kok bukan sebagai ‘gaya tarik’ yang menahan laju pengembangan alam semesta?
Karena, justru yang menjadi masalah adalah kenapa alam semesta yang sedang
mengembang ini bisa bertahan selama belasan miliar tahun? Apa yang menahannya
sehingga tidak lenyap tak terkendali?
Tanpa mengurangi rasa percaya saya kepada pemahaman mas Eka, saya
minta Anda bersedia menjabarkan argumentasi Anda tentang akselerasi galaksi
terkait dengan dark energy itu. Karena, kalau sekedar ‘katanya tetangga’,
meskipun mereka dosen Astrofisis dan konsultan di CERN (Geneva), FermiLab (USA)
dan CALTECH, NASA & JPL, tidak akan menjadi bahan diskusi yang menarik
dalam forum ini. Saya tunggu penjabarannya mas, agar bisa kita bedah bersama..
:)
Selanjutnya, tentang tafsir Al Qur’an terkait dengan sains, dan
lebih khusus lagi tentang keseimbangan alam semesta. Saya memang termasuk orang
yang meyakini dan membuktikan bahwa Al Qur’an memiliki informasi-informasi yang
bisa menjadi landasan bagi kita untuk memahami realitas alam semesta. Memang
tidak berbicara teknis, melainkan filosofis. Tetapi, bukankah semua ilmu memang
berangkat dari dasar filosofis terlebih dahulu, dan kemudian dikembangkan ke
ranah teknis? Jadi, saya kira tidak ada yang salah dalam hal ini. Kita cuma
berbeda filosofi dasarnya saja dalam memandang realitas, dan toh masih bisa
bertemu dalam platform yang sama secara saintifik, bukan? Sehingga kita pun
bisa melakukan diskusi gayeng seperti ini? No problemo. Saya tidak pernah
memaksakan 'keimanan' saya kepada siapa pun dengan cara ‘pokoknya’.. :)
Cuma yang perlu saya tegaskan, sebenarnya Al Qur’an tidak butuh
pembenaran apa pun, dari siapa pun. Tanpa usaha pembenaran, Al Qur’an telah
menunjukan dirinya layak dijadikan rujukan dan sumber inspirasi. Bahkan sudah
bertahan selama ribuan tahun. Teksnya pun tidak pernah berubah, meskipun satu
huruf. Kitab suci ini telah memberikan inspirasi berupa dasar filosofis kepada
miliaran umatnya untuk mengatasi realitas kehidupannya. Tinggal, apakah umatnya
bisa menerjemahkan inspirasi filosofis itu ke dalam ranah teknis yang
bermanfaat buat peradaban manusia atau tidak, itu bergantung pada niat dan usaha
yang dilakukannya. Dengan niatan dan usaha yang baik, peradaban Islam terbukti
pernah mencapai zaman keemasannya sebagaimana tercatat dalam sejarah. Termasuk
berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi landasan
bagi peradaban modern dewasa ini, bukan?
Hanya saja, memang sekarang umat Islam sedang mengalami masalah
internal yang sangat akut terkait dengan penerapan filosofi dasar yang
diinspirasikan oleh Al Qur’an itu. Bukan Al Qur’annya yang salah – sebagai
sumber inspirasi dan petunjuk – melainkan umatnya yang harus belajar lebih
keras dan berbenah diri.
Dan apa yang saya lakukan dengan puluhan buku yang sudah saya
tulis selama sepuluh tahun terakhir ini sesungguhnya adalah sebuah langkah
kecil untuk mengusahakan bangkitnya peradaban Islam yang pernah jaya itu.
Melahirkan SDM-SDM yang ulul albab sebagaimana diajurkan oleh Al Qur’an
berkali-kali. Tapi, tantangannya memang tidak ringan. Bukan hanya dari luar
kalangan, melainkan justru dari dalam kalangan sendiri... :(
Wallahu a’lam bissawab.
~ TAK
ADA AYAT AL QUR’AN YANG DIPAKSA SAINTIFIK ~
Sambil menunggu jawaban mas Eka atas pertanyaan saya, tentang dark
energy terkait dengan akselerasi alam semesta, saya ingin mengklarifikasi
beberapa persepsi dari komentar-komentar yang menganggap ada ‘upaya pemaksaan’
ayat Al Qur’an agar kelihatan saintifik. Ini saya anggap penting, karena
distorsinya sangat mendasar. Setelah itu, sebagian tulisan ini kembali
memberikan jawaban atas komentar tambahan mas Eka tentang kecepatan atau percepatan
pengembangan alam semesta, yang dirasanya masih belum jelas.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Ada beberapa komentar di forum ini yang menurut saya harus
diklarifikasi agar tidak terjadi distorsi pemahaman yang semakin jauh, yakni
yang terkait dengan persepsi seakan-akan saya sedang mencocok-cocokkan ayat Al
Qur’an supaya kelihatan saintifik. Othak-athik mathuk, yang kesannya memaksakan
kecocokan antara Al Qur’an dengan sains. Saya kira mereka tidak sepenuhnya
paham tentang apa yang mereka kritik itu. Atau, belum membaca notes saya yang
ketiga.
Kalau mereka sudah membaca, pasti tahu paragraf yang saya kutip
berikut ini: ‘’Selanjutnya, tentang tafsir Al Qur’an terkait dengan sains, dan
lebih khusus lagi tentang keseimbangan alam semesta. Saya memang termasuk orang
yang meyakini dan membuktikan bahwa Al Qur’an memiliki informasi-informasi yang
bisa menjadi landasan bagi kita untuk memahami realitas alam semesta. Memang
tidak berbicara teknis, melainkan filosofis. Tetapi, bukankah semua ilmu memang
berangkat dari dasar filosofis terlebih dahulu, dan kemudian dikembangkan ke
ranah teknis?’’
Jadi, tidak ada niatan atau apalagi upaya untuk memaksa-maksa atau
menarik-narik ayat Al Qur’an supaya kelihatan saintifik. Yang saya lakukan
adalah mengambil informasi Al Qur’an sebagai inspirasi untuk memahami alam
semesta. Bahwa, alam semesta sedang meninggi ke segala arah alias mengembang.
Bahwa, pengembangan alam semesta itu ditahan oleh Allah supaya tidak lenyap,
dengan mekanisme keseimbangan yang diistilahkan sebagai Mizan.
Kenapa saya merujuk kepada Al Qur’an? Karena, menurut keimanan
saya, Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya ini, maka Dia pula
yang tahu bagaimana seharusnya memahami ciptaan-Nya. Di dalam ayat-ayat-Nya itu
Dia memberikan clue atau tanda-tanda agar umat-Nya tidak salah melangkah.
Selebihnya, ya harus dipelajari sendiri lewat sains yang terus berkembang. Dan
sekali lagi, ayat-ayat tentang perintah mempelajari alam semesta secara
saintifik itu bertaburan di dalam Al Qur’an.
Jadi, di bagian manakah saya melakukan othak-athik mathuk itu?
Tidak ada. Maka, berdasar informasi Al Qur’an itulah saya mencoba membangun
konsep berdasar kepahaman saya terhadap kosmologi dengan segala data empiris
dan teori yang terus berkembang. Disinilah saya masuk ke ranah sains. Sedangkan
informasi Al Qur’an saya jadikan panduan, bahwa meskipun alam semesta sedang
mengembang, tetapi ‘INGAT’ ada mekanisme MIZAN yang menyebabkan alam semesta tidak
akan lenyap dikarenakan akselerasi tak terkendali.
Inilah sebenarnya substansi diskusi saya dengan mas Eka. Apakah
benar akselerasi alam semesta akan menyebabkannya semakin membesar tak
terkendali sampai entropinya nol? Ataukah, tidak akan menjadi nol karena ada
kekuatan penyeimbang yang bekerja secara dinamis, yang saya sebut sebagai
‘keseimbangan dinamis’ itu. Yang ibarat orang bersepeda, ia terus melakukan
gerakan tetapi tidak terjatuh karena berada di dalam keseimbangan dinamis. Dan
justru ia menjadi seimbang dikarenakan bergerak. Mau kecepatan konstan, ataupun
gerakan dipercepat, no problemo. Selalu ada gaya penyeimbang yang bekerja pada
sistem tersebut. Itulah yang oleh Al Qur’an diistilahkan Mizan. Kenapa selalu
ada Mizan? Karena, sepeda itu ADA yang MENGENDALIKAN..!
Disinilah muncul perbedaan sudut pandang yang diakui oleh mas Eka,
bahwa kami memang berbeda ‘keyakinan’. Saya meyakini alam semesta mengembang
dengan keseimbangan dinamis dan 'melibatkan' Tuhan sebagai pengendali,
sedangkan mas Eka cenderung untuk berpendapat alam semesta sedang berakselerasi
tak terkendali sehingga kelak akan mencapai entropi nol.
Atau, mungkin mas Eka punya pendapat lain lagi? Saya tidak tahu.
Karena itulah, saya ingin mas Eka menjawab pertanyaan saya tentang konsep yang
diusungnya atau setidak-tidaknya yang dipahaminya secara holistik. Bukan cuma
mencuplikkan data sepotong-sepotong, ataupun hipotesa yang masih sangat
spekulatif tentang kaitan dark energy sebagai sumber akselerasi alam semesta.
Selama hal ini belum dijawab dengan konsep yang utuh, maka diskusi ini tidak
akan ‘klik’, dan cenderung hit and run. Alias nggak ketemu-ketemu substansinya.
Jadi, disini perlu saya kutipkan lagi pertanyaan saya di notes
sebelumnya: ‘’Yang perlu diperjelas, justru adalah data pergeseran warna merah
seperti apa yang telah dipersepsi sebagai pertambahan akselerasi di
galaksi-galaksi yang jauh dibandingkan yang dekat? Dan apakah benar gaya yang
menimbulkan akselerasi itu berasal dari dark energy sebagaimana mas Eka sebutkan?
Kenapa dark energy itu justru dipersepsi sebagai sumber ‘gaya tolak’, kok bukan
sebagai ‘gaya tarik’ yang menahan laju pengembangan alam semesta? Karena,
justru yang menjadi masalah adalah kenapa alam semesta yang sedang mengembang
ini bisa bertahan selama belasan miliar tahun? Apa yang menahannya sehingga
tidak lenyap tak terkendali?’’.
Tentang mainstream terbaru dalam pembahasan kosmologi, yang
melibatkan dark matter dan dark energy, insya Allah saya mengikutinya kok mas.
Nggak usah khawatir saya ketinggalan terlalu jauh.. :)
Karena itu, saya siap mendengar dan membaca uraian Anda tentang
hal ini. Dan sebagai informasi saja, saya sebenarnya telah membahas masalah ini
cukup njlentreh dalam buku DTM-34: ‘Mengarungi Arsy Allah’. Bahkan bukan cuma
kosmologi dalam arti universe, melainkan multiverse dengan meminjam teori
membrane (M-Theory) yang sudah disempurnakan. Yang lagi-lagi, saya mengambil
inspirasi dari ayat Al Qur’an yang menyebut langit itu ada tujuh. Sayangnya,
karena jauh di Amrik, Anda belum sempat membaca buku saya tersebut.. :)
Selanjutnya tentang komentar mas Eka, terkait dengan contoh kasus
kecepatan penumpang kereta api terhadap stasiun. Saya kira ada yang terlewat
dalam membaca notes ke-3 tersebut. Karena dengan sangat jelas saya membedakan
antara kecepatan konstan dan kecepatan yang dipercepat. Sehingga di bagian
akhir paragraf itu saya menulis begini: “... Dalam kasus akselerasi galaksi,
kita tinggal mengganti kecepatan konstan itu menjadi gerak dipercepat saja, dan
efeknya pun akan tetap sama.’’
Sengaja saya membuat contoh kasus kereta api yang berkecepatan
konstan, supaya mudah dibayangkan oleh peserta diskusi lainnya yang
background-nya bermacam-macam. Tetapi, analogi itu dengan sangat sederhana bisa
diubah menjadi akselerasi kereta api – bukan kecepatan konstan. Misalnya, kita
langsung mengambil kecepatan kereta dari saat berhenti menjadi bergerak
dipercepat. Maka, jika ada orang berlari dengan berakselerasi di atas kereta
itu searah dengan gerak kereta, efeknya juga akan sama saja. Ia akan mengalami
perlipatgandaan percepatan.. :)
Wallahu a'lam bissawab.
~ salam ~