Selasa, 29 Oktober 2013

MENGKRITISI AL QUR’AN SOAL KESEIMBANGAN SEMESTA

~ BENARKAH ALAM SEMESTA INI SEIMBANG ? ~

Berikut ini, sengaja saya meng-upload dalam bentuk note, diskusi lanjutan tentang keseimbangan alam semesta. Karena, dalam cuplikan buku DTM-37: ‘Menjawab Tudingan KESALAHAN Saintifik AL QUR’AN’ yang saya unggah beberapa waktu lalu, ada seorang kawan yang memberikan kritik cukup menarik terhadap isi buku tersebut. Kebetulan dia adalah ‘saudara seperguruan’ saya di Teknik Nuklir UGM, meskipun berbeda angkatan.. :)

Semoga note ini bisa menjadi bahan diskusi yang menarik bagi para sahabat DTM.
-----------------------------------------------------------------------------------------

Pertanyaan Eka Iman:
Pak Agus, menurut saya masih terdapat kesalahan penjelasan saintifik yang mendasar tentang keseimbangan alam semesta, sebagai berikut:

Pertama, alam semesta secara holistik tidaklah seimbang dibuktikan dari ENTROPI yang selalu berubah. ENTROPI alam semesta senantiasa BERTAMBAH. Hal ini menunjukan sifat ketidak-teraturan (disorder) dari sebuah sistem (universe).

Jawaban:
Sorry baru sempat jawab, mas Eka. Berikut ini adalah penjelasan atas kritik Anda. Entropi alam semesta yang terus menerus bertambah tidak bisa dijadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa alam semesta secara universal tidak seimbang. Karena, itu hanya menunjukkan ketidak-seimbangan parsial dari sistem universe. Dimana Anda sendiri membuat kesimpulan: suatu ketika alam semesta bisa mencapai keseimbangannya, ketika ukuran alam semesta sudah sedemikian besarnya. (Lihat point keempat di bagian bawah).

Bagaimana mungkin keseimbangan hanya terjadi di bagian akhir sebuah proses? Kalau, di akhir ada keseimbangan, pasti di awalnya juga ada keseimbangan. Mirip sebuah bandul yang sedang bergerak yang akhirnya mencapai keadaan setimbang alias diam. Itu artinya, bandul tersebut awalnya diam alias setimbang, lantas ada yang menggerakkan sehingga tidak seimbang, dan akhirnya akan seimbang lagi. Begitulah alam semesta dalam pandangan saya setelah mempelajari ayat-ayat keseimbangan di dalam Al Qur’an. Secara KESELURUHAN alam semesta ini SEIMBANG, tetapi secara lokal-lokal ataupun parsial tidak seimbang.

Ketidakseimbangan lokal yang terjadi pada alam justru menunjukkan adanya ‘campur tangan’ dari AKTOR yang ‘menggerakkan bandul’ sehingga menjadi tidak seimbang. Tetapi kelak akan menjadi seimbang lagi, karena sesungguhnya FITRAH alam semesta ini memang SEIMBANG.. :)

Kedua, menurut penelitian dan experimen terkini tentang particle physics, telah ditentukan bahwa bila jumlah particle dan anti-particle sama (equal) maka alam semesta kita justru tidak akan terbentuk! Sama halnya dengan bila jumlah energy dan anti-energy (dark energy) sama maka alam semesta tidak akan terbentuk. Jadi justru yang menyebabkan alam semesta justru ketidakseimbangannya.

Jawaban:
Masih sama dengan jawaban saya di point pertama, alam semesta ini awalnya seimbang, dan kelak akan menjadi seimbang lagi seiring dengan waktu. Kenapa terjadi ketidak-seimbangan? Karena ada action yang menyebabkan sistem itu menjadi tidak seimbang. Action itulah yang menjadi penyebab terbentuknya alam semesta dalam bentuk ketidak-seragaman lokal alias ketidak-seimbangan lokal atau parsial. Tetapi, berangsur-angsur akan menurun karena diseimbangkan oleh pergerakan waktu sehingga kerapatan energinya menjadi sedemikian rendah, bahkan nol. Alias seimbang. Action itu adalah kesengajaan dari Sang Maha Pencipta... :)

Tentang dark-energy yang Anda sebut sebagai anti-energi, ini adalah sebuah ketidaklaziman. Karena memang tidak ada yang disebut anti-energi. Sebab, anti-energi adalah energi juga. Tapi, jika itu mau dipaksakan disebut sebagai anti-energi, it’s okay, saya mencoba memahami maksud Anda. Ini berbeda ketika kita bicara soal partikel dan anti-partikel, dimana anti-partikel adalah partikel yang memiliki bilangan kuantum berlawanan. Sehingga ketika ditabrakkan dengan partikel akan memunculkan reaksi anihilasi. Yang demikian ini tidak terjadi pada energi dan (yang Anda istilahkan) anti-energi.

Ketiga, alam semesta hanya tampak seimbang padahal (misalnya bumi mengorbiti /mengitari matahari dan juga bulan mengitari bumi serta tata surya (solar system) kita dalam keadaan yang seimbang). Namun kita tahu hal ini hanya semu sebab banyak benda-benda tata surya yang bisa menghancurkan bumi dan kehidupan di bumi seperti yg telah terjadi jutaan tahun yang lalu, yang menghilangkan dinosaurus dan jutaan mahluk lain.

Contoh lain adalah bahwa orbit dari bulan kita semakin lama semakin menjauh dari bumi sekitar 3.8 cm tiap tahun (dari pengukuran tembakan laser dari bumi ke reflectors di bulan). Jadi dalam jutaan bahkan milyaran tahun bulan akan terlepas dari bumi! Dan milyaran tahun lalu bulan jauh lebih dekat ke bumi yg menyebabkan keadaan bumi tak layak untuk kehidupan pada awal-awal terbentuknya bumi dan bulan.
Jadi keseimbangan adalah konsep yg semu.

Jawaban:
Sebagaimana telah saya kemukakan di depan, bahwa saya sependapat jika dikatakan alam semesta tidak seimbang dalam skala lokal. Yang karenanya, ada black holes, ada tata surya, bintang-bintang dan berbagai benda langit dengan segala bentuk ketidak-seimbangannya. Itu semua oke. Ibarat bandul yang sedang berayun-ayun dikarenakan ada yang menggerakkannya. Tetapi, sekali lagi, suatu ketika semua itu akan kembali kepada fitrahnya: SEIMBANG, dikarenakan besarnya gap antara gaya-gaya yang sekarang tidak seimbang itu akan semakin kecil, seiring dengan bertambahnya waktu. Dan kemudian menjadi nol.

Keempat, tidak hanya black holes yang menandai bahwa alam semesta ini dalam keadaan tidak seimbang, bahkan segala sesuatu dalam alam semesta kita adalah tidak seimbang! Dari sejak Big Bang hingga sekarang dan sampai kiamat, alam semesta yang kita diami ini TIDAKLAH SEIMBANG. Keseimbangan akan tercapai kelak bila seluruh unsur dan particle di alam semesta telah termakan oleh waktu dan jarak yang tak terhingga besarnya. Di saat itulah alam semesta akan seimbang...

Jawaban: Saya kira yang ini tidak perlu saya jawab lagi, karena sudah saya uraikan di atas.

Koreksi.
Maaf ada yang perlu dikoreksi dari pernyataan pak Agus mengenai gravitasi dan anti-gravitasi. Sampai sekarang belum ada observasi saintifik tentang adanya anti-gravitasi. Mungkinkah yang dimaksud bapak Agus adalah anti-matter, atau anti-particle, atau dark-matter atau dark-energy. Istilah saintifik yg saya kemukakan tsb sudah diakui adanya oleh para saintis, namun anti-gravity belum terbukti adanya.

Jawaban:
Istilah antigravitasi dalam tulisan saya tersebut adalah untuk menunjukkan adanya gaya yang memiliki arah berlawanan dengan gaya gravitasi. Yang dalam tulisan tersebut saya gunakan untuk menggambarkan adanya ‘gaya tolak’ yang sedemikian besar sehingga menghasilkan ledakan: Big Bang. Dan kemudian diimbangi oleh munculnya gaya gravitasi yang memiliki arah sebaliknya, menahan laju ledakan itu, ke arah pusat alam semesta.

Karena, sebagaimana kita ketahui gaya adalah vektor yang mempunyai arah. Sehingga bisa memiliki tanda (+) ataupun (-). Atau disebut dengan gravitasi dan anti-gravitasi. Ini berbeda dengan energi yang Anda sebut memiliki anti-energi, sangat sulit untuk memahaminya. Karena energi memang besaran skalar, bukan vektor yang memiliki arah. Dan dark energy itu menurut saya bukanlah anti-energi, melainkan tetap saja energi. Meskipun gelap alias tak nampak atau tersembunyi. Demikian pula dark matter bukanlah anti-matter, melainkan juga matter alias materi yang tersembunyi.

~ salam ~


~ KETIDAKSEIMBANGAN DI DALAM KESEIMBANGAN ~

Berikut ini adalah jawaban saya dari pertanyaan lanjutan yang disampaikan Mas Eka Iman, tentang apakah ketidak-seimbangan bisa berada di dalam keseimbangan; bukankah ketidak-seimbangan akan menghasilkan ketidak-seimbangan yang semakin besar jika dijumlahkan; dan dark-energy yang 'diduga' sebagai kekuatan pendorong terjadinya akselerasi galaksi-galaksi di kejauhan alam semesta.
-----------------------------------------------------------------------------------------

Bisakah sebuah ketidak-seimbangan berada di dalam keseimbangan? Tentu saja bisa. Contoh sehari-harinya sangat banyak. Mulai dari skala yang mikro sampai skala yang makro. Bahkan, kondisi yang sebaliknya pun juga bisa: keseimbangan di dalam ketidakseimbangan. Contohnya juga banyak.

Dalam skala mikro, molekul-molekul gas yang sedang dipanaskan di dalam sebuah tabung tertutup akan mengalami eksitasi alias ketidak-seimbangan, disebabkan oleh bertambahnya panas yang membuat molekul-molekul itu bergerak tambah cepat dan tak teratur. Tapi, dalam skala yang lebih besar, tabung itu tetap stabil dan mampu mewadahi ketidakstabilan di dalamnya. Kecuali, energi panas diberikan dalam jumlah yang semakin besar sehingga membuat tabungnya meledak.

Demikian pula air di dalam ember yang diaduk-aduk, akan memunculkan ketidak-seimbangan lokal di dalam ember seiring dengan kuatnya adukan. Tetapi, perhatikanlah embernya tetap stabil. Ketidak-seimbangan bisa terjadi di dalam keseimbangan yang lebih besar. Sebaliknya, ember itu bisa juga diputar-putar menjadi tidak stabil, dengan tetap menjaga keseimbangan air di dalam ember agar tidak tumpah.

Contoh-contoh semacam ini bisa diperluas dalam berbagai skala. Bahwa ketidak-seimbangan bisa ditempatkan di dalam sebuah keseimbangan, ataupun sebaliknya. Dinamisnya gerak aliran darah dan berbagai kelenjar di dalam tubuh. Dinamisnya pergerakan ikan-ikan di dalam akuarium. Dinamisnya gerakan penumpang di dalam mobil. Dinamisnya miliaran manusia di planet Bumi. Dinamisnya planet-planet di dalam tatasurya. Dinamisnya tatasurya di dalam galaksi. Dan seterusnya, dinamisnya benda-benda langit di dalam alam semesta yang secara holistik adalah seimbang. Beragam ketidak-seimbangan terjadi di dalam keseimbangan yang lebih holistik.

Ini mirip sebuah giroskop atau gasing yang bisa berputar-putar kencang tanpa jatuh, meskipun berada di ujung jari kita. Dilihat dalam skala yang lebih kecil ia dinamis dan tidak seimbang, tetapi dalam skala yang lebih besar ia stabil dan seimbang.

Jadi, sebuah keseimbangan tidak harus menunggu seluruh ketidak-seimbangan di dalamnya berakhir. Dengan kata lain, sebuah keseimbangan tidak harus terjadi setelah benda dalam keadaan diam sempurna. Karena memang tidak ada benda diam di alam semesta. Keseimbangan bisa terjadi secara simultan dari benda-benda yang sedang bergerak ataupun berubah posisi. Contoh lainnya adalah orang bersepeda. Ia bisa melakukan perubahan posisi sambil terus mempertahankan keseimbangannya agar tidak jatuh.

Dengan demikian, keseimbangan alam semesta sesungguhnya tidak perlu menunggu habisnya entropi, dimana alam semesta menjadi sepi tak ada peristiwa apa pun. Keseimbangan alam semesta secara universal bisa terjadi sambil tetap berdinamika dalam ketidak-seimbangan parsialnya. No problemo.. :)

Lantas pertanyaan berikutnya, apakah seluruh ketidak-seimbangan itu jika dijumlahkan akan menjadi tambah tidak seimbang? Belum tentu. Bergantung pada simpangan ketidak-seimbangannya. Jika sebuah bandul menyimpang ke kanan dan ke kiri, maka jumlah simpangan itu akan menjadi nol di titik setimbangnya. Demikian pula gelombang sinusoidal, amplitudo positifnya jika dijumlahkan dengan amplitudo negatifnya akan menjadi nol. Dengan kata lain, jumlah integral dari ketidak-seimbangan lokal tidak harus menjadi semakin kacau. Tetapi, bisa menjadi nol dalam skala yang lebih besar. Karena gaya bukanlah besaran skalar, melainkan vektor yang punya arah. Begitulah keadaan alam semesta, keseimbangan holistiknya justru merupakan hasil integral dari seluruh ketidak-seimbangan lokalnya.

Lantas, kenapa kecepatan galaksi bertambah cepat seiring jarak? Apakah betul ini dikarenakan adanya gaya lontar yang berasal dari dark energy? Menurut saya, pendapat ini masih sangat spekulatif. Hanya karena tidak bisa menjelaskan percepatan benda-benda langit yang semakin tinggi di jarak yang semakin jauh, lantas menyandarkan kesimpulannya pada dark energy. Padahal, belum tentu begitu. Peranan dark energy itu sampai sekarang masih belum diketahui, jadi sebaiknya kita tidak berspekulasi terlalu jauh dengan ‘memastikan’ ia memiliki gaya tolak yang menyebabkan akselerasi galaksi-galaksi.

Tanpa harus melibatkan peranan dark energy, kita bisa kok menjelaskan kenapa galaksi-galaksi yang jauh itu memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan galaksi yang dekat. Sehingga seakan-akan terjadi akselerasi seiring dengan jarak. Secara lebih detil, sebenarnya saya sudah menjelaskan hal ini di buku DTM-34: ‘Mengarungi Arsy Allah’.Tetapi, agar dapat gambaran umumnya, baiklah saya uraikan serba sedikit disini.

Bayangkanlah ada 5 buah galaksi yang berjajar, yakni galaksi A, B, C, D, E. Kita, sebagai pengamat pergerakan alam semesta, berada di tengah-tengah jajaran galaksi itu, yaitu di galaksi C. Misalkanlah, jarak antar galaksi itu adalah 5 satuan. Dari C ke B berjarak 5 satuan. Dari C ke D juga berjarak 5 satuan. Sehingga, dari C ke A adalah berjarak 10 satuan. Sebagaimana juga dari C ke E, adalah berjarak 10 satuan.

Sekarang, bayangkanlah semua galaksi itu bergerak menjauh dengan kecepatan konstan sampai mencapai jarak dua kali lipatnya. Sehingga, jarak antar galaksi menjadi 10 satuan. Sedangkan galaksi terjauhnya, jika dilihat dari galaksi C menjadi 20 satuan. Yakni, dari C ke A, ataupun dari C ke E.

Maka, apakah yang terjadi pada kecepatan galaksi-galaksi itu dilihat dari pusat pengamatan (galaksi C)? Galaksi terdekat (B dan D) akan mengalami perubahan kecepatan dari 5 satuan per detik menjadi 10 satuan per detik. Tapi, perhatikanlah, galaksi yang terjauh (A dan E) mengalami perubahan kecepatan dari 10 satuan per detik menjadi 20 satuan per detik. Sehingga, seakan-akan galaksi-galaksi itu mengalami akselerasi seiring dengan jarak yang semakin jauh dari pusat pengamatan..!

Padahal tidak. Pertambahan kecepatannya sebenarnya konstan di semua galaksi. Tetapi, karena dipengaruhi jarak pengamatan yang berbeda, seakan-akan terjadi akselerasi di jarak yang semakin jauh. Jadi, akselerasi di kejauhan alam semesta itu sebenarnya bersifat semu disebabkan oleh posisi pengamat. Bukan dikarenakan oleh gaya dorong dark energy.

Dengan ini, bukan berarti saya tidak sependapat dengan keberadaan dark matter dan dark energy. Saya sih sependapat, karena memang logis untuk menambah jumlah materi dan energi kritis yang diperlukan alam semesta agar bisa tetap stabil seperti ini. Tetapi, bukan sebagai gaya dorong atas terjadinya akselerasi benda-benda langit. Melainkan sebagai sumber gravitasi yang menahan alam semesta agar tidak lenyap, sebagaimana yang saya pahami dari ayat berikut ini.. :)

QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan (gerakan) langit dan bumi supaya jangan lenyap. Dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Wallahu a’lam bissawab.


~KESEIMBANGAN DINAMIS, BUKAN KESEIMBANGAN STATIS ~

Notes saya yang ketiga ini menjawab pertanyaan dan komentar mas Eka Iman, seputar hal-hal berikut: tentang akselerasi galaksi-galaksi terkait dengan red shift alias pergeseran spektrum merah; tentang keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis; serta mengenai tafsir Al Qur’an terkait dengan sains dan keseimbangan alam semesta
-----------------------------------------------------------------------------------------

Saya memahami keseimbangan alam semesta, memang tidak dalam bentuk statis. Melainkan dinamis. Karena itu sebagian besar contoh yang saya sebutkan di dalam tulisan sebelumnya adalah keseimbangan dinamis itu, seperti giroskop dan bersepeda. Sedangkan, contoh lainnya adalah sebagai tambahan yang bersifat umum, tetapi masih terkait, meskipun masih harus dikelompokkan lagi sebagai closed system atau open system.

Karena itu, terkait dengan pergerakan galaksi-galaksi pun saya tidak memandangnya sebagai keseimbangan statis, melainkan keseimbangan dinamis. Dan karenanya, saya mempertimbangkan teori relativitas. Bahwa, kecepatan benda bisa teramati secara berbeda ketika dilihat dari stasiun pengamat yang tidak sama. Dengan catatan, kecepatan maksimumnya tidak boleh melampaui kecepatan cahaya.

Dan, karena kecepatan galaksi-galaksi itu saya asumsikan tidak mungkin melewati kecepatan cahaya, maka saya cukup menggunakan perbedaan stasiun pengamatan saja dalam memahami akselerasi galaksi di kejauhan alam semesta itu. Jika mas Eka belum menangkap substansi contoh lima galaksi yang saya uraikan di tulisan sebelumnya, mungkin kasus di bawah ini lebih mudah untuk dipahami, karena bisa langsung kita amati dalam kehidupan sehari-hari secara dekat.

Bayangkanlah Anda sedang berada di stasiun kereta api. Tak lama kemudian, sejumlah gerbong kereta api meninggalkan stasiun hingga mencapai kecepatan konstan 100 km/ jam. Di atas kereta itu, lantas ada orang berjalan searah dengan kecepatan kereta dengan laju 20 km/ jam. Pertanyaannya: berapa kecepatan orang tersebut dilihat dari stasiun kereta? Tentu dengan mudah Anda akan menjawab: 120 km/ jam. Karena, orang tersebut memang sedang berjalan di kereta yang sedang melaju, sehingga kecepatannya menjadi akumulatif. Disini berlaku penjumlahan vektor dari dua kecepatan yang searah, sehingga hasilnya bertambah besar. Tapi sebaliknya, jika orang itu berjalan berlawanan arah dengan kecepatan kereta, maka laju orang tersebut akan berkurang jika dilihat dari stasiun, menjadi 80 km/ jam.

Jika orang itu lantas berlari dengan kecepatan 100 km/ jam di atas kereta dengan arah yang sama, maka kecepatannya pun akan menjadi 200 km/ jam jika dilihat dari stasiun. Padahal, kita tahu, kecepatan orang tersebut tetap saja 100 km/ jam jika dilihat oleh penumpang lain yang duduk di kereta tersebut. Ini adalah rumus relativitas Newtonian yang terjadi pada benda-benda dengan kecepatan rendah, jauh dari kecepatan cahaya. Tapi, jika sudah mendekati kecepatan cahaya, rumus ini tidak berlaku dan harus menggunakan rumus relativitas Einstein.

Contoh ini saya kira lebih mudah dicerna untuk menggambarkan akselerasi galaksi di kejauhan alam semesta yang sedang kita bahas, yakni kenapa galaksi yang terjauh menjadi berlipat kecepatannya ketika dilihat dari galaksi C. Dalam kasus akselerasi galaksi, kita tinggal mengganti kecepatan konstan itu menjadi gerak dipercepat saja, dan efeknya pun akan tetap sama.

Maka, galaksi terjauh (A & E) dalam kasus tulisan sebelumnya, menjadi memiliki percepatan dua kali lipat jika dilihat dari galaksi pengamat C. Meskipun, akselerasinya tetap sama dengan rata-rata kecepatan galaksi lainnya jika dilihat dari galaksi yang bersebelahan (dari B & D). Mudah-mudahan contoh kasus ini lebih bisa dipahami.. :)

Sedangkan mengenai red shift alias pergeseran spektrum merah yang menggambarkan alam semesta sedang mengembang, saya setuju sepenuhnya. Bahwa alam semesta ini memang sedang mengembang. Dan Al Qur’an pun dengan sangat jelas menggambarkan hal itu dalam sejumlah ayat. Alam semesta menurut Al Qur’an memang tidak statis. Ia bergerak dinamis tapi seimbang. Sebagian ayat-ayatnya adalah berikut ini.

QS. Ar Rahman (55): 7
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan mizan (timbangan).

QS. Ar Ra’d (13): 2
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (dengan gaya-gaya fundamental) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di 'Arasy. Dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan, menjelaskan tanda-tanda, supaya kamu meyakini pertemuan dengan Tuhanmu.

QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan (gerakan) langit dan bumi (dengan gaya penyeimbang) supaya jangan lenyap (tak terkendali). Dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Ketiga ayat tersebut dengan sangat jelas memberikan gambaran bahwa alam semesta sedang meninggi ke segala arah atau mengembang. Dengan kata lain, terus berdinamika. Sambil, Allah menambahkan lagi keterangan bahwa Dia menahan langit yang sedang berdinamika itu dengan mekanisme penyeimbang yang disebut sebagai mizan, agar tidak lenyap.

Karena itu, saya yang membangun kepahaman berdasar pada ayat-ayat Al Qur’an, memang sejak awal sudah sangat menyadari bahwa alam semesta tidak statis. Melainkan dinamis. Tetapi seimbang, yang kita kenal sebagai ‘keseimbangan dinamis’.

Sehingga ketika dikaitkan dengan red shift alias pergeseran spektrum merah – yang menjadi parameter alam sedang mengembang – saya tidak memiliki keberatan apa pun. Bahkan bersyukur, karena ternyata lagi-lagi informasi Al Qur’an memperoleh pembuktian dari data empiris: bahwa alam semesta memang sedang meninggi ke segala arah alias mengembang, dengan kecepatan pengembangan yang relatif seragam di segala penjurunya.

Yang perlu diperjelas, justru adalah data pergeseran warna merah seperti apa yang telah dipersepsi sebagai pertambahan akselerasi di galaksi-galaksi yang jauh dibandingkan yang dekat? Dan apakah benar gaya yang menimbulkan akselerasi itu berasal dari dark energy sebagaimana mas Eka sebutkan? Kenapa dark energy itu justru dipersepsi sebagai sumber ‘gaya tolak’, kok bukan sebagai ‘gaya tarik’ yang menahan laju pengembangan alam semesta? Karena, justru yang menjadi masalah adalah kenapa alam semesta yang sedang mengembang ini bisa bertahan selama belasan miliar tahun? Apa yang menahannya sehingga tidak lenyap tak terkendali?

Tanpa mengurangi rasa percaya saya kepada pemahaman mas Eka, saya minta Anda bersedia menjabarkan argumentasi Anda tentang akselerasi galaksi terkait dengan dark energy itu. Karena, kalau sekedar ‘katanya tetangga’, meskipun mereka dosen Astrofisis dan konsultan di CERN (Geneva), FermiLab (USA) dan CALTECH, NASA & JPL, tidak akan menjadi bahan diskusi yang menarik dalam forum ini. Saya tunggu penjabarannya mas, agar bisa kita bedah bersama.. :)

Selanjutnya, tentang tafsir Al Qur’an terkait dengan sains, dan lebih khusus lagi tentang keseimbangan alam semesta. Saya memang termasuk orang yang meyakini dan membuktikan bahwa Al Qur’an memiliki informasi-informasi yang bisa menjadi landasan bagi kita untuk memahami realitas alam semesta. Memang tidak berbicara teknis, melainkan filosofis. Tetapi, bukankah semua ilmu memang berangkat dari dasar filosofis terlebih dahulu, dan kemudian dikembangkan ke ranah teknis? Jadi, saya kira tidak ada yang salah dalam hal ini. Kita cuma berbeda filosofi dasarnya saja dalam memandang realitas, dan toh masih bisa bertemu dalam platform yang sama secara saintifik, bukan? Sehingga kita pun bisa melakukan diskusi gayeng seperti ini? No problemo. Saya tidak pernah memaksakan 'keimanan' saya kepada siapa pun dengan cara ‘pokoknya’.. :)

Cuma yang perlu saya tegaskan, sebenarnya Al Qur’an tidak butuh pembenaran apa pun, dari siapa pun. Tanpa usaha pembenaran, Al Qur’an telah menunjukan dirinya layak dijadikan rujukan dan sumber inspirasi. Bahkan sudah bertahan selama ribuan tahun. Teksnya pun tidak pernah berubah, meskipun satu huruf. Kitab suci ini telah memberikan inspirasi berupa dasar filosofis kepada miliaran umatnya untuk mengatasi realitas kehidupannya. Tinggal, apakah umatnya bisa menerjemahkan inspirasi filosofis itu ke dalam ranah teknis yang bermanfaat buat peradaban manusia atau tidak, itu bergantung pada niat dan usaha yang dilakukannya. Dengan niatan dan usaha yang baik, peradaban Islam terbukti pernah mencapai zaman keemasannya sebagaimana tercatat dalam sejarah. Termasuk berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi landasan bagi peradaban modern dewasa ini, bukan?

Hanya saja, memang sekarang umat Islam sedang mengalami masalah internal yang sangat akut terkait dengan penerapan filosofi dasar yang diinspirasikan oleh Al Qur’an itu. Bukan Al Qur’annya yang salah – sebagai sumber inspirasi dan petunjuk – melainkan umatnya yang harus belajar lebih keras dan berbenah diri.

Dan apa yang saya lakukan dengan puluhan buku yang sudah saya tulis selama sepuluh tahun terakhir ini sesungguhnya adalah sebuah langkah kecil untuk mengusahakan bangkitnya peradaban Islam yang pernah jaya itu. Melahirkan SDM-SDM yang ulul albab sebagaimana diajurkan oleh Al Qur’an berkali-kali. Tapi, tantangannya memang tidak ringan. Bukan hanya dari luar kalangan, melainkan justru dari dalam kalangan sendiri... :(

Wallahu a’lam bissawab.


~ TAK ADA AYAT AL QUR’AN YANG DIPAKSA SAINTIFIK ~

Sambil menunggu jawaban mas Eka atas pertanyaan saya, tentang dark energy terkait dengan akselerasi alam semesta, saya ingin mengklarifikasi beberapa persepsi dari komentar-komentar yang menganggap ada ‘upaya pemaksaan’ ayat Al Qur’an agar kelihatan saintifik. Ini saya anggap penting, karena distorsinya sangat mendasar. Setelah itu, sebagian tulisan ini kembali memberikan jawaban atas komentar tambahan mas Eka tentang kecepatan atau percepatan pengembangan alam semesta, yang dirasanya masih belum jelas.
-----------------------------------------------------------------------------------------

Ada beberapa komentar di forum ini yang menurut saya harus diklarifikasi agar tidak terjadi distorsi pemahaman yang semakin jauh, yakni yang terkait dengan persepsi seakan-akan saya sedang mencocok-cocokkan ayat Al Qur’an supaya kelihatan saintifik. Othak-athik mathuk, yang kesannya memaksakan kecocokan antara Al Qur’an dengan sains. Saya kira mereka tidak sepenuhnya paham tentang apa yang mereka kritik itu. Atau, belum membaca notes saya yang ketiga.

Kalau mereka sudah membaca, pasti tahu paragraf yang saya kutip berikut ini: ‘’Selanjutnya, tentang tafsir Al Qur’an terkait dengan sains, dan lebih khusus lagi tentang keseimbangan alam semesta. Saya memang termasuk orang yang meyakini dan membuktikan bahwa Al Qur’an memiliki informasi-informasi yang bisa menjadi landasan bagi kita untuk memahami realitas alam semesta. Memang tidak berbicara teknis, melainkan filosofis. Tetapi, bukankah semua ilmu memang berangkat dari dasar filosofis terlebih dahulu, dan kemudian dikembangkan ke ranah teknis?’’

Jadi, tidak ada niatan atau apalagi upaya untuk memaksa-maksa atau menarik-narik ayat Al Qur’an supaya kelihatan saintifik. Yang saya lakukan adalah mengambil informasi Al Qur’an sebagai inspirasi untuk memahami alam semesta. Bahwa, alam semesta sedang meninggi ke segala arah alias mengembang. Bahwa, pengembangan alam semesta itu ditahan oleh Allah supaya tidak lenyap, dengan mekanisme keseimbangan yang diistilahkan sebagai Mizan.

Kenapa saya merujuk kepada Al Qur’an? Karena, menurut keimanan saya, Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya ini, maka Dia pula yang tahu bagaimana seharusnya memahami ciptaan-Nya. Di dalam ayat-ayat-Nya itu Dia memberikan clue atau tanda-tanda agar umat-Nya tidak salah melangkah. Selebihnya, ya harus dipelajari sendiri lewat sains yang terus berkembang. Dan sekali lagi, ayat-ayat tentang perintah mempelajari alam semesta secara saintifik itu bertaburan di dalam Al Qur’an.

Jadi, di bagian manakah saya melakukan othak-athik mathuk itu? Tidak ada. Maka, berdasar informasi Al Qur’an itulah saya mencoba membangun konsep berdasar kepahaman saya terhadap kosmologi dengan segala data empiris dan teori yang terus berkembang. Disinilah saya masuk ke ranah sains. Sedangkan informasi Al Qur’an saya jadikan panduan, bahwa meskipun alam semesta sedang mengembang, tetapi ‘INGAT’ ada mekanisme MIZAN yang menyebabkan alam semesta tidak akan lenyap dikarenakan akselerasi tak terkendali.

Inilah sebenarnya substansi diskusi saya dengan mas Eka. Apakah benar akselerasi alam semesta akan menyebabkannya semakin membesar tak terkendali sampai entropinya nol? Ataukah, tidak akan menjadi nol karena ada kekuatan penyeimbang yang bekerja secara dinamis, yang saya sebut sebagai ‘keseimbangan dinamis’ itu. Yang ibarat orang bersepeda, ia terus melakukan gerakan tetapi tidak terjatuh karena berada di dalam keseimbangan dinamis. Dan justru ia menjadi seimbang dikarenakan bergerak. Mau kecepatan konstan, ataupun gerakan dipercepat, no problemo. Selalu ada gaya penyeimbang yang bekerja pada sistem tersebut. Itulah yang oleh Al Qur’an diistilahkan Mizan. Kenapa selalu ada Mizan? Karena, sepeda itu ADA yang MENGENDALIKAN..!

Disinilah muncul perbedaan sudut pandang yang diakui oleh mas Eka, bahwa kami memang berbeda ‘keyakinan’. Saya meyakini alam semesta mengembang dengan keseimbangan dinamis dan 'melibatkan' Tuhan sebagai pengendali, sedangkan mas Eka cenderung untuk berpendapat alam semesta sedang berakselerasi tak terkendali sehingga kelak akan mencapai entropi nol.

Atau, mungkin mas Eka punya pendapat lain lagi? Saya tidak tahu. Karena itulah, saya ingin mas Eka menjawab pertanyaan saya tentang konsep yang diusungnya atau setidak-tidaknya yang dipahaminya secara holistik. Bukan cuma mencuplikkan data sepotong-sepotong, ataupun hipotesa yang masih sangat spekulatif tentang kaitan dark energy sebagai sumber akselerasi alam semesta. Selama hal ini belum dijawab dengan konsep yang utuh, maka diskusi ini tidak akan ‘klik’, dan cenderung hit and run. Alias nggak ketemu-ketemu substansinya.

Jadi, disini perlu saya kutipkan lagi pertanyaan saya di notes sebelumnya: ‘’Yang perlu diperjelas, justru adalah data pergeseran warna merah seperti apa yang telah dipersepsi sebagai pertambahan akselerasi di galaksi-galaksi yang jauh dibandingkan yang dekat? Dan apakah benar gaya yang menimbulkan akselerasi itu berasal dari dark energy sebagaimana mas Eka sebutkan? Kenapa dark energy itu justru dipersepsi sebagai sumber ‘gaya tolak’, kok bukan sebagai ‘gaya tarik’ yang menahan laju pengembangan alam semesta? Karena, justru yang menjadi masalah adalah kenapa alam semesta yang sedang mengembang ini bisa bertahan selama belasan miliar tahun? Apa yang menahannya sehingga tidak lenyap tak terkendali?’’.

Tentang mainstream terbaru dalam pembahasan kosmologi, yang melibatkan dark matter dan dark energy, insya Allah saya mengikutinya kok mas. Nggak usah khawatir saya ketinggalan terlalu jauh.. :)
Karena itu, saya siap mendengar dan membaca uraian Anda tentang hal ini. Dan sebagai informasi saja, saya sebenarnya telah membahas masalah ini cukup njlentreh dalam buku DTM-34: ‘Mengarungi Arsy Allah’. Bahkan bukan cuma kosmologi dalam arti universe, melainkan multiverse dengan meminjam teori membrane (M-Theory) yang sudah disempurnakan. Yang lagi-lagi, saya mengambil inspirasi dari ayat Al Qur’an yang menyebut langit itu ada tujuh. Sayangnya, karena jauh di Amrik, Anda belum sempat membaca buku saya tersebut.. :)

Selanjutnya tentang komentar mas Eka, terkait dengan contoh kasus kecepatan penumpang kereta api terhadap stasiun. Saya kira ada yang terlewat dalam membaca notes ke-3 tersebut. Karena dengan sangat jelas saya membedakan antara kecepatan konstan dan kecepatan yang dipercepat. Sehingga di bagian akhir paragraf itu saya menulis begini: “... Dalam kasus akselerasi galaksi, kita tinggal mengganti kecepatan konstan itu menjadi gerak dipercepat saja, dan efeknya pun akan tetap sama.’’

Sengaja saya membuat contoh kasus kereta api yang berkecepatan konstan, supaya mudah dibayangkan oleh peserta diskusi lainnya yang background-nya bermacam-macam. Tetapi, analogi itu dengan sangat sederhana bisa diubah menjadi akselerasi kereta api – bukan kecepatan konstan. Misalnya, kita langsung mengambil kecepatan kereta dari saat berhenti menjadi bergerak dipercepat. Maka, jika ada orang berlari dengan berakselerasi di atas kereta itu searah dengan gerak kereta, efeknya juga akan sama saja. Ia akan mengalami perlipatgandaan percepatan.. :)

Wallahu a'lam bissawab.

~ salam ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar