Kamis, 13 Juni 2013

BENARKAH MURTADIN HARUS DIHUKUM MATI?

Sahabat JERNIH yang diberkahi oleh Allah ...

Ada suatu anggapan umum yang mempercayai bahwa Islam mengajarkan bahwa orang yang keluar dari agamanya (murtad) layak untuk dihukum mati. Itu bukan hanya teori, melainkan benar-benar terjadi bahkan di era modern seperti saat ini, di beberapa negara yang menerapkan ‘syariat Islam’ yang ketat seperti di Afghanistan, misalnya.

Anggapan ini membuat banyak Non-Mukmin memandang Islam sebagai agama mengerikan, yang mengekang kebebasan setiap manusia menentukan jalan hidupnya sendiri, dengan berbagai ancaman yang mengerikan. Sayang sekali, bahwa anggapan yang keliru ini ternyata juga cukup banyak diyakini oleh orang-orang yang mengaku dirinya ‘Muslim’.

Anda bisa googling di internet dan menjumpai beberapa website atau blog yang berbicara tentang keharusan hukuman mati bagi seorang yang murtad. Apakah mereka hanya sekedar omong kosong belaka? Tentu tidak. Mereka memiliki banyak sekali dalil yang bisa membenarkan pandangan mereka.

Di antaranya adalah dalil-dalil berikut :

Ikrimah berkata : “Beberapa orang Zindiq diringkus dan dihadapkan kepada Ali ra, lalu Ali membakar mereka. Kasus ini terdengar oleh Ibnu Abbas, sehingga ia berkata : Kalau aku, tak akan membakar mereka karena ada larangan Rasulullah saw yang bersabda: "Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah, " dan aku tetap akan membunuh mereka sesuai sabda Rasulullah saw : "Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah!" (HR Bukhari)

Mu’adz bin Jabal berkata : “Suatu kali Muadz mengunjungi Abu Musa, tak tahunya ada seorang laki-laki yang diikat. Muadz bertanya; "Siapa laki-laki ini sebenarnya? Abu Musa menjawab "Dia seorang Yahudi yang masuk Islam, kemudian murtad. Maka Muadz menjawab; "Kalau aku, sungguh akan kupenggal tengkuknya." (HR Bukhari)

Ibnu Taimiyah berkata : “ Murtad itu terbagi dua, yaitu murtad ringan, kalau dia bertaubat, maka hukuman mati menjadi gugur darinya. Yang kedua adalah murtad berat, dia tetap dihukum mati walaupun sudah bertaubat.” ( Shorim Maslul : 3/ 696 )

Ibn Qudamah berkata : “Para ulama telah bersepakat atas wajibnya membunuh orang murtad.” (Al Mughni 12/271).

Oh .. oh .. Tidakkah anda mencium sesuatu yang ‘Un-Islamic’ di sini?

Ya ... Anda yang jeli pasti bertanya : DI MANA AYAT-AYAT AL QUR’ANNYA?

Jika kita mengaku sebagai seorang Mukmin, tentunya kita memiliki sebuah kitab suci, “manual guide of life”, yaitu Al Qur’an. Sayang sekali, untuk kasus orang berpindah agama (keluar dari Islam), ternyata Al Qur’an tidak dijadikan panduan sama sekali.
Saya sudah sering mengatakan untuk berhati-hati dalam menggunakan Hadits ataupun pendapat para para ulama
Silakan saja, akan tetapi sekali lagi : KROSCEK pendapat-pendapat tersebut dengan Al Qur’an, agar anda tidak melenceng dalam beragama!

Bahkan dalam catatan hadits mana pun, sebenarnya tidak ada satu pun hadits yang meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah membunuh orang-orang yang murtad. Hadits-hadist di atas merupakan perkataan (yang diduga dari) orang-orang dekat Nabi yang mengatakan bahwa Nabi mengajarkan demikian, bahwa orang murtad haruslah dihukum mati.

Mari sekarang kita telaah bersama, apa yang Al Qur’an katakan terhadap orang murtad!

Pertama-tama, mari kita baca sebuah ayat yang merupakan GOLDEN RULE terkait kebebasan orang dalam berkeyakinan :

QS Al Baqarah [2] : 256
“TIDAK ADA PAKSAAN DALAM BERAGAMA; SESUNGGUHNYA TELAH JELAS JALAN YANG BENAR DARIPADA JALAN YANG SESAT. Karena itu barangsiapa yang menolak kejahatan dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Al Qur’an : di banyak ayatnya telah menjelaskan berbagai tanda-tanda eksistensi dan keberadaan Allah Sang Pencipta, tentang kebaikan dan keburukan, tentang orang-orang yang berakal dan orang-orang yang enggan menggunakan akalnya; dengan demikian keyakinan akan menjadi pilihan setiap manusia. Allah sendiri mengatakan bahwa bukan hal yang sulit untuk menjadikan seluruh manusia di dunia menjadi orang-orang yang beriman, karena itu untuk apa memaksakan sebuah keimanan terhadap seseorang :

QS Yunus [10] : 99
“Dan JIKALAU TUHANMU MENGHENDAKI, TENTULAH BERIMAN SEMUA ORANG di muka bumi seluruhnya. Maka APAKAH KAMU (HENDAK) MEMAKSA manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?”

Sekarang mari kita telaah ayat-ayat yang berbicara tentang seseorang yang murtad, alias keluar dari agama Islam!

QS An Nisaa [4] : 137
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman KEMUDIAN kafir, KEMUDIAN beriman (lagi), KEMUDIAN kafir lagi, KEMUDIAN bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.”

QS Ali Imran [3] : 86
“Bagaimana Allah akan menunjuki suatu KAUM YANG KAFIR SESUDAH MEREKA BERIMAN, serta mereka TELAH MENGAKUI bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim.”

QS Ali Imran [3] : 72
“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): "PERLIHATKANLAH (SEOLAH-OLAH) KAMU BERIMAN kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan INGKARILAH IA PADA AKHIRNYA, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)”

Perhatikan bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang beberapa orang yang beriman, kemudian kafir, kemudian beriman, kemudian kafir, dst. JIKA memang benar Hukuman Mati bagi para murtadin itu benar-benar ada, maka TIDAK MUNGKIN ada orang-orang yang berlaku seperti itu, karena mereka akan LANGSUNG DIHUKUM MATI, begitu mereka melakukan kemurtadan untuk pertama kalinya!

Perhatikan juga QS An Nisaa (4): 88-91 yang mengajarkan kepada orang-orang beriman untuk mendahulukan perdamaian daripada pertumpahan darah, kepada orang-orang munafik (yang menyatakan diri beriman, kemudian kafir) jika orang-orang munafik itu menginginkan perdamaian pula!

Maka di sini jelas telah terbukti bahwa kepercayaan akan Hukuman Mati bagi para murtadin tidak mendapatkan dasar apa pun di dalam Al Qur’an. Pembunuhan atas nama agama atau keyakinan sebenarnya telah terjadi sepanjang sejarah kemanusiaan, kita tentunya juga paham pada masa abad pertengahan Gereja Eropa bisa dengan mudahnya menghilangkan nyawa seseorang dengan tuduhan “Heresy” alias “Bid’ah”.
Sayangnya, sebagian dari pengikut Nabi Muhammad pada waktu itu ikut larut dalam nuansa ‘kebengisan purba’, yang terus dilestarikan hingga kini oleh mereka-mereka yang mengklaim sebagai pengikut Nabi yang penuh welas asih tersebut.

Bahkan pengertian : Islam, Muslim, Mukmin, Kafir, dan Murtad itu sendiri tidak sesederhana berganti KTP, ritual, atau baju keyakinan, seperti cara pandang kebanyakan orang saat ini. Insya Allah akan saya bahas di lain kesempatan.

Kebebasan memilih keyakinan adalah sesuatu yang fundamental di dalam ajaran Islam yang BERBASIS Al Qur’an. Allah telah memberikan berbagai tanda-tanda di alam semesta yang dihamparkan-Nya, tinggal manusia yang memilih akan beriman atau menjadi kafir (terhadap keberadaan dan nikmat Allah), yang tentunya akan mengandung konsekuensi di Hari Penghakiman nanti!

“Dan katakanlah: ‘Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka BARANGSIAPA yang INGIN (beriman) HENDAKLAH ia BERIMAN, dan BARANGSIAPA yang INGIN (kafir) BIARLAH ia KAFIR (dengan konsekuensi yang ditanggung sendiri-sendiri)’......."

Allahu’alam ...

Semoga bermanfaat!

MENGKAJI SURAT AL-ASHR

QS Al Ashr [103] : 1-3
"Demi waktu! Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian! Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran."

Inilah salah satu surat yang cukup familiar di telinga umat Islam. Surat Al Ashr, meskipun sangat pendek, namun ternyata memiliki makna yang sangat dalam. Mari kita kaji!

Allah bersumpah atas nama waktu, bahwa pada dasarnya manusia itu hidup di dalam kerugian. Apa maksudnya? Kerugian berarti adalah manusia mengalami kesia-siaan dalam hakikat penciptaannya di dunia ini. Ia akan menjalani kehidupan yang gagal. Kegagalan itu bisa dirasakan di dunia maupun di akhirat nanti. Ia akan menjadi orang yang terbuang, yang hina, dan terputus dari rahmat Allah.

Agar manusia tidak mengalami kerugian, Allah telah memberikan petunjuk yang sederhana, namun dalam maknyanya. Pertama, ia harus beriman. Kedua, beramal saleh. Ketiga, saling mentaati kebenaran, dan Keempat saling menetapi kesabaran.

Apakah beriman itu? Beriman artinya adalah meyakini. Proses beriman itu apakah sekedar mengikuti tradisi orang tua kita, atau memang didapatkan melalui sebuah pencarian? Tentu saja iman akan kuat tak tergoyahkan ketika kita telah melalui proses pencarian terlebih dahulu, dengan memaksimalkan antara kombinasi hati dan pikiran.

Dimulai dengan menelaah petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah melalui kitab-kitab suci. Mulai dari Taurat, Zabur, Injil, hingga disempurnakan dalam Al Qur'an. Ketika kita telah meyakini bahwa kitab-kitab tersebut telah memberi sebuah pencerahan dan petunjuk yang jelas kepada kita untuk mengarungi kehidupan ini, tentu kita akan yakin akan kebenaran para Nabi dan Rasul Allah, mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Dengan meyakini kitab suci dan para Nabi dan Rasul, maka keyakinan itu akan membawa kita mencapai kesadaran akan keberadaan Allah Sang Pencipta alam semeta.

Keimanan harus berlanjut kepada amal saleh. Al Qur'an telah gamblang menjelaskan bagaimana kita harus beramal saleh. Yang jelas amalan saleh dalam Al Qur'an itu sama sekali tidak njlimet. Menyayangi sesama makhluk hidup, berbuat baik kepada siapa pun, menolong siapa saja yang membutuhkan, serta menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Sehingga ada dampak positif dari keberimanan kita.

Namun demikian, ternyata iman dan perilaku yang baik itu tidak cukup hanya untuk diri sendiri. Orang-orang beriman harus senantiasa mengembangkan sikap saling menasehati dan mengingatkan kepada sesama manusia akan kebaikan, dan mencegah kejahatan. Tentu dunia tidak akan menjadi lebih baik jika hanya anda saja yang baik hati, sementara sisanya adalah orang-orang jahat. Sampaikanlah pesan-pesan Allah itu semampu anda. Jika anda mahir berbicara langsung di depan orang, maka bicaralah dengan baik! Jika anda merasa malu dan hanya bisa berbicara di balik layar, maka anda bisa menasehati sesama manusia lewat media tulisan dan facebook ini misalnya. Anda pun bisa menasehati orang lain lewat contoh perilaku yang baik. Lakukan apa saja semampu anda, asal bisa efektif dan berdampak positif!

Yang terakhir adalah mengembangkan sikap sabar. Mari kita renungkan.. Semua perintah Allah itu adalah satu paket. Anda tetaplah orang yang merugi dalam perjalanan hidup anda, seberapa pun kuat iman anda, seberapa saleh pun anda, seberapa teguh anda memberi nasihat kepada sesama.. jika anda belum bisa bersabar! Kemarahan, kebencian, kekerasan, dan penindasan adalah akibat dari disingkirkannya kata "sabar" dalam kamus hidup anda. Maka dari itu, saya sungguh prihatin melihat kondisi umat Islam saat ini yang jauh dari kesabaran. Bahkan ilmu agama yang tinggi tidak menjamin seseorang bebas dari amarah yang berlebihan, saling caci mencaci, hujat menghujat, dan melakukan tindak anarki dengan alasan agama! Agama disenggol sedikit saja, bukannya dilawan dengan dialog yang baik, akan tetapi langsung direspon dengan aksi premanisme. Ini sungguh jauh dari apa yang diinginkan Allah kepada orang-orang beriman.

Maka dari itu, setelah anda memahami keempat syarat yang diberikan Allah agar manusia tidak merugi.. Pertanyaanya : kenapa Allah menggunakan kata "waktu" dan "kerugian"?

Ya.. Karena waktu terus berjalan. Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun terus bergerak, dan kita tidak akan bisa kembali walau barang sedetik pun..

Ya.. Karena waktu adalah salah satu syarat utama terciptanya kehidupan, selain ruang. Karena keberadaan waktu lah, segala sesuatu menjadi semakin tua, semakin lemah, semakin usang, semakin lapuk, semakin rusak..

Ya.. Karena hidup kita ini ibarat menaiki kereta waktu.. Di mana rel waktu setiap orang akan berbeda panjang pendeknya. Bisa jadi yang muda lebih dulu mati daripada yang tua. Bisa jadi yang sehat lebih dulu mati daripada yang sakit. Maka jika kita tidak mengisi detik demi detik kehidupan kita dengan iman, amal salih, kebenaran, dan kesabaran.. Bagaimana jika tiba-tiba kereta waktu kita telah tiba di stasiun terakhir?

Pernahkan anda membayangkan kapan kereta anda akan berhenti di stasiun terakhir?

Apakah anda memiliki pengetahuan tentang itu?

Sudah siapkah anda?

Untung atau rugi?

Allahu'alam ..


Semoga bermanfaat!

Jumat, 07 Juni 2013

MITOS AL-AQSA

Bismillahirrahmanirrahiim.

Berbicara tentang konflik Palestina dan Israel, tak pelak akan menyinggung tentang Masjid Al-Aqsa. Dilingkupi oleh mitos-mitos suci, masjid ini menjadi salah satu alasan klasik menentang keberadaan negara Israel, bahan propaganda para Islamis dari Hizb at-Tahrir, Ikhwan al-Muslimin, maupun ulama-ulama Islam tradisional untuk mengajak umat Islam ikut bergabung dengan perjuangan rakyat Palestina. Ironisnya, semangat mempertahankan masjid ini mungkin dilandasi oleh mitos belaka dan bahkan bisa menjurus ke arah kemusyrikan. Mungkin perlu ditengok kembali sejarah Al-Aqsa.

Kuil Yahudi

Kuil Yahudi adalah bagian tak terpisahkan dari agama Yahudi. Berbeda dengan sinagog, kuil di Yerusalem ini memiliki beberapa kekhususan bagi umat Yahudi. Misalnya, beberapa upacara seperti Qurban (Yahudi: Qorban) hanya bisa dilakukan di kuil yang berada di Yerusalem.

Sepanjang sejarah, kuil ini mengalami kehancuran besar-besaran dua kali. Yang pertama adalah ketika kerajaan Babilonia di bawah Nebukadnezar menyerbu dan memperbudak Bani Israil. Menurut salah satu teori, di masa perbudakan inilah, umat Yahudi mulai menyusun kitab-kitab awal seperti Taurat untuk mempertahankan identitas mereka. Setelah jatuhnya Babilonia oleh Raja Persia, Kurosh (Yunani: Cyrus), barulah umat Yahudi kembali ke Yerusalem dan mulai membangun kuil mereka.

Kuil yang kedua ini pun juga memiliki kisah-kisah konflik sendiri dari mulai awal pembangunannya, sampai konflik keagamaan ketika Romawi menjajah Yerusalem dan memasang patung Zeus. Kuil ini juga direnovasi dan diperbesar di masa raja boneka, Herodes untuk menarik simpati kaum Yahudi. Di masa Yesus (Isa) pun, bagian depan kuil ini menjadi kisah hidupnya ketika beliau membalikkan meja-meja penukar uang. Mengikuti jejak pendahulunya, kuil kedua ini hancur di tahun 70 M ketika Romawi tak sanggup bersabar pada kerusuhan dan pemberontakan di daerah ini. Bersamaan dengan hancurnya kuil kedua, orang-orang Romawi juga mengusir kaum Yahudi dari Yerusalem.

Sampai menjelang direbutnya Yerusalem oleh kaum Muslim, kebijakan Romawi terhadap kaum Yahudi dan Yerusalem berubah-ubah. Ada masanya kaum Yahudi diperbolehkan masuk di Yerusalem tetapi ada masanya pula mereka kembali ditendang dari Yerusalem. Sempat pula Yerusalem dikuasai oleh Persia sebelum akhirnya direbut lagi oleh Romawi. Di masa Heraklius di abad 7, pembantaian terhadap kaum Yahudi di kota ini kembali terulang dan hanya mereka yang bersedia menjadi Kristen yang diampuni. Sementara di sinagog-sinagog yang tersebar dari Kaifeng, Ethiopia, hingga Eropa, kerinduan terhadap kuil dikumandangkan.

Umar ibn Khatab di Yerusalem

Alkisah, setelah direbutnya Yerusalem oleh pasukan pimpinan Abu Ubaidah ibn al-Jarrah, Uskup Agung Sofronius (Patriarch Sophronius) dari Gereja Makam Suci (Church of Holy Sepulchre) yang sudah ketakutan semenjak Betlehem dikuasai bangsa Arab, mengunci diri di dalam gereja dan menolak keluar kecuali bertemu dengan Amir al-Mu'minin sendiri, Umar ibn Khattab. Umar mengabulkan permintaan itu dan datang secara pribadi ke depan pintu gereja.

Saat bertemu Umar, Uskup Agung sebagai tanda tunduk, mengizinkan Umar untuk sembahyang di dalam gereja. Umar menolak karena tak mau menjadi dalil pengikut-pengikutnya setelahnya mengubah gereja umat Kristen menjadi masjid. Sebagai penggantinya, Umar melakukan salat di halaman selatan Gereja. Di lokasi itu kini berdiri masjid yang dinamakan Masjid Umar.

Yang mungkin jarang diketahui oleh umat Muslim dan jarang disebut oleh sejarawan Muslim adalah, di masa Umar ini, umat Yahudi diizinkan kembali ke Yerusalem. Umar bahkan mengatur pertemuan antara sang Uskup dan perwakilan dari Umat Yahudi, membahas jumlah keluarga Yahudi yang diperbolehkan pindah ke Yerusalem. Sebanyak 70 keluarga Yahudi akhirnya ditentukan oleh Umar untuk pindah dari Tiberias ke Yerusalem dan mendirikan sinagog di tembok Barat.

Dalam sejarah versi Muslim, ada sosok bernama Ka'ab al-Ahbar yang menjadi kontroversi antara Sunni, Syiah, dan para pecinta teori konspirasi. Ia adalah mantan Rabi Yahudi yang menjadi seorang muslim di masa Umar ibn Khattab. Sosok inilah yang menunjukkan pada Umar di mana lokasi kuil berada. Kaum muslim membersihkan puing-puing dan memutuskan untuk mendirikan bangunan untuk salat di sana. Terjadi perselisihan antara Ka'ab al-Ahbar dan Umar di mana Ka'ab menginginkan umat Muslim salat di tempat di mana mereka juga akan menghadap batu (Qodesh HaqQodasim) tempat dahulu Tabut (Ark of Convenant) diletakkan di kuil sementara Umar tidak menyukai pengaruh Yahudi. Akhirnya, Umar memutuskan mendirikan masjid di tempat di mana umat Muslim yang salat akan membelakangi lokasi tersebut. Bagian tersebut bahkan merupakan bagian terluar dari bekas kuil dan bahkan sebenarnya hanya merupakan gudang tambahan yang disebut Chanoyut dan bukan bagian dari bagian utama kuil. Masjid ini kelak dibangun ulang di masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan dari dinasti Umayyah di akhir abad 7 beserta Kubah di atas batu tempat Tabut.

Yang menarik adalah sebuah catatan dari Rahib Sebeos dari Armenia yang ditulis di tahun setelah pertengahan abad 7. Rahib ini mengisahkan bagaimana orang-orang Yahudi yang saat itu cenderung didukung oleh penguasa Muslim mencoba memfitnah orang-orang Kristen dan nyaris mengakibatkan pembantaian massal seandainya tidak dicegah oleh salah seorang Muslim yang menjadi saksi. Rahib ini juga mengisahkan orang-orang Yahudi yang berhasil menemukan lokasi Kuil dan berniat mendirikan kembali kuilnya. Terjadi kecemburuan dan orang-orang Islam menguasai lokasi, mendirikan masjid di lokasi tersebut dan orang Yahudi mendirikan kuil di tempat lain. Entah di masa siapa peristiwa yang dimaksud oleh rahib ini dan apakah cerita ini bertentangan dengan versi Muslim.

Dengan demikian ada tiga lokasi penting di Yerusalem yang bersejarah di masa Umar ibn Khattab.

1. Masjid Umar

Masjid ini berada di sebelah selatan Gereja Makam Suci. Bentuk yang sekarang dibangun oleh penerus Salahuddin Al-Ayyubi, konon merupakan lokasi Umar ibn Khattab melakukan salat pertama setelah menolak tawaran dari Uskup Agung Sofronius.

2. Masjid Al-Aqsa

Masjid ini berada di bagian selatan Kuil Kedua. Bagian ini merupakan perluasan dari Kuil yang dilakukan oleh Raja Herodes dan di masa kuil masih berjalan, bagian ini adalah gudang chanoyut yang menyimpan peralatan kuil. Walau versi Muslim menyatakan Umar sudah mendirikan masjid ini, beberapa catatan non-Muslim mengisyaratkan khalifah pertama yang memulai. Pembangunan besar-besarannya hingga satu kompleks dimulai di masa Abdul Malik di akhir abad 7. Semenjak masa Turki Usmaniyah, kompleks tersebut dinamakan sebagai Haram Al-Syarif dan Masjid Al-Aqsa adalah bagian yang digunakan untuk salat di sebelah selatan.

3. Kubah ( Dome of the Rock)

Masjid ini mungkin adalah bagian paling dikenal dan bahkan sering disangka sebagai Masjid Al-Aqsa. Dari kisah versi Muslim di atas, Umar tidak menganggap berarti keberadaan situs ini dan hanya memagarinya. Khalifah Abdul Malik dari dinasti Umayyah, membangun kubah di situs ini bersamaan dengan renovasi kompleks kuil dan pembangunan Masjid Al-Aqsa.


Seperti yang dilihat dari sejarahnya, bisa disimpulkan bahwa Masjid Al-Aqsa adalah salah satu dari masjid biasa. Tidak ada yang istimewa dari masjid ini. Mitos-mitos seperti Isra Mi'raj yang menyebabkan gairah umat Muslim akan muncul berapi-api bila para khatib salat Jumat mengobarkan semangat membela masjid ini dari kaum Yahudi. Padahal bila direnungkan:

1. Kaum Yahudi jauh lebih memiliki kaitan sejarah dengan situs tersebut. Hal ini dibuktikan dari keberadaan mantan rabi Yahudi untuk menemukan lokasi tersebut;

2. Umar ibn Khattab, berhati-hati untuk tidak salat di dalam gereja, mencegah dirinya dijadikan dalil para pengikutnya memaksakan mengubah gereja menjadi masjid. Walau dinarasikan berbeda dalam sejarah Muslim, dengan asumsi bahwa sejarah versi Muslim bisa dipercaya, bisa jadi dengan prinsip yang sama, Umar ibn Khattab menolak membangun masjid persis di mana kuil itu berada dan memilih di bagian terluar;

3. Seandainya Umar ibn Khattab menganggap Isra Miraj sebegitu pentingnya dan lokasi peristiwa tersebut harus dipertahankan secara fanatis mati-matian, niscaya ia akan membangun masjid tersebut di lokasi yang disarankan oleh mantan rabi, Ka'ab al-Ahbar;

4. Itupun dengan asumsi bahwa Isra Mi'raj benar terjadi. Masjid al-Aqsa sendiri berarti Masjid yang Jauh dan tidak ada bangunan berupa masjid yang kita kenal di masa Nabi dan ketika Umar berada di Yerusalem, tentara Muslim harus membersihkan dahulu tempatnya. Tentu saja bila Isra Miraj benar terjadi, maka masjid di sini bisa saja berarti sekedar 'tempat bersujud'. Bangunan fisik Masjid al-Aqsa baru ada di masa dinasti Ummayah. Pertimbangkan pula bahwa lokasi Al-Aqsa adalah di bagian luar dari Kuil, tidak dipaksakan di bagian dalam.

5. Renungkan juga sikap Nabi Muhammad terhadap Ka'bah. Ia meninggalkan Ka'bah ketika hijrah. Bahkan ia mengakui kekuasaan Quraisy atas Ka'bah dalam perjanjian Hudaibiyah dengan mengikuti permintaan mereka untuk menunda haji. Bisa disimpulkan, nyawa manusia dan perdamaian jauh lebih penting daripada kesucian sebuah benda.

Akhir kata, ada banyak alasan mendukung perjuangan rakyat Palestina tetapi membela Masjid Al-Aqsa karena menganggapnya tempat suci adalah tidak Islami. Ada banyak alasan mempertahankan Masjid Al-Aqsa, dari kesejarahan, kegunaan sebagai tempat ibadah umat Muslim yang masih berjalan, tetapi menyatakan bahwa Masjid Al-Aqsa harus dibela karena tempat suci setelah Ka'bah adalah tidak sesuai dengan pribadi umat Muslim paling awal bahkan sebenarnya cenderung Israiliyat.