Misteri
jiwa dan ruh selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik. Karena dengan memahami
ruh dan jiwa, kita akan lebih mengenal diri sendiri. Sekaligus, bisa mengenal asal-usul
kita. Dan mengantarkan untuk bertemu dengan Dzat yang menciptakan manusia.
Sayangnya,
belum apa-apa sudah ada yang ’melarang’ untuk membahasnya. Terutama tentang ruh.
Yakni mereka yang mengambil ayat Qur’an berikut ini sebagai landasannya.
QS. Al Israa’ (17): 85
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu
termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
Sebenarnya,
kalau kita cermati ayat di atas, sama sekali tidak ada kata larangan itu. Yang ada
cuma mengatakan bahwa ruh itu termasuk ’urusan tuhan’. Kalimat ini bukan ’kata perintah’
untuk tidak boleh melakukan. Maksimal cuma mengingatkan dan memberikan stressing tentang rumitnya
masalah ruh. Dan kemudian, ini sesuai dengan penjelasan dalam kalimat berikutnya,
bahwa manusia diberi ilmu tentang ruh ini cuma sedikit. Dan memang kemudian terbukti,
ilmu tentang ruh tidak cukup berkembang dalam peradaban manusia. Tetapi, sekali
lagi, Allah tidak melarang kita untuk membicarakannya...
Berbeda
dengan jiwa. Ketika berbicara tentang jiwa, Allah justru mendorong kita agar memikirkan
dan belajar tentangnya. Karena di dalam ilmu jiwa ini ada hikmah yang sangat berharga
buat kehidupan manusia.
QS. Az Zumar (39): 42
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya
dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa yang telah Dia
tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi kaum yang berfikir.
Karena
itu, ilmu tentang jiwa berkembang pesat. Sangat jauh kalau dibandingkan dengan ilmu
tentang ruh. Dulu ilmu jiwa disebut sebagai Psikiatri, yang membahas secara global
fenomena jiwa manusia. Namun, karena semakin kompleks, lantas dipecah menjadi dua,
yakni psikiatri dan ilmu saraf. Yang pertama mengurusi fungsi jiwa secara abstrak,
sedangkan yang kedua mengurusi jiwa terkait dengan struktur saraf manusia. Keduanya
berada dalam wilayah ilmu kedokteran jiwa.
Lebih
lanjut, berkembang menjadi psikologi, yang berbicara tentang potensi jiwa di luar
bidang kedokteran. Kemudian muncul psiko-neuro-imunologi yang mengaitkan kemampuan
daya tahan tubuh manusia dengan kualitas kejiwaannya. Ada pula psycho-cybernetics yang membahas
tentang rahasia alam bawah sadar. Dan, akhir-akhir ini ngetrend ilmu baru yang disebut
sebagai psikotronika, yang mengulas tentang kekuatan pikiran secara mekatronika.
Ringkas
kata, benar sinyalemen al Qur’an bahwa ilmu tentang jiwa akan berkembang terus seiring
dengan peradaban manusia. Sedangkan ilmu tentang ruh hampir-hampir jalan di tempat.
Pembahasan tentang keduanya, dengan segala keterbatasannya, akan mengantarkan kita
kepada lorong misteri panjang yang berujung pada kekuasaan Allah.
Meskipun
tidak persis, saya sering menganalogikan struktur diri manusia dengan komputer.
Yakni, manusia memiliki badan, jiwa dan ruh yang bisa digambarkan seperti hardware, software, dan sumber listrik
yang menghidupinya. Badan manusia seperti hardware
alias ’perangkat keras’ komputer saja layaknya. Terbuat dari material pilihan, yang
dibentuk menjadi sirkuit-sirkuit canggih sebagai ’body’ dengan kualitas tertentu.
Manusia
juga demikian. Bahan dasar tubuhnya dipilihkan Allah dari puluhan unsur yang ada
di dalam tanah bumi, kemudian disusun menjadi tubuh manusia yang sangat canggih.
Ada tulangnya, ada ototnya, ada daging, darah, saraf, jantung dan berbagai organ
dalam, serta otak dan susunan saraf, yang menjadi ’mother-board’ dengan ’IC’ dan segala ’komponen
elektroniknya’. Ini kelak akan sangat berpengaruh bagi terciptanya kualitas seorang
manusia lebih lanjut. Jika kualitas badannya sudah tidak baik, maka sangat boleh
jadi performanya pun kurang maksimal.
’Lapisan’
kedua adalah jiwa, yang dalam komputer dianalogikan sebagai software alias perangkat
lunak. Kalau mother-board
dan berbagai komponennya sudah memadai, maka software yang dimasukan ke dalamnya
pun bisa bagus. Sebaliknya jika ’terlalu bagus’ software-nya, komputer itu pun bakalan hang. Mogok. Nah, jiwa adalah
software. Mulai
dari operating system
sampai program-program aplikasinya.
Semakin
tinggi spesifikasi teknis komputer itu, dan semakin bagus program-program yang digunakannya,
maka semakin hebat pula performa si komputer. Sebaliknya, semakin rendah spec-nya, semakin rendah
pula kualitas programnya, dan semakin rendah pula kemampuan komputer.
Yang
menarik, pada manusia, pembentukan dan penyempurnaan perangkat keras dengan perangkat
lunaknya terjadi secara bersamaan. Yakni, ketika berada di dalam kandungan sang
ibu. Disanalah Allah menciptakan ’rangkaian dasar’ tubuh manusia sekaligus ’memrogram’
isinya dengan operating system
yang terbuka untuk pengembangan kualitas lebih lanjut.
Sedangkan
’program-program aplikasi’ bisa dimasukkan seiring dengan pertumbuhan bayi di dalam
rahim sampai saat ia telah terlahir ke dunia. Bahkan sampai dewasa kelak. Atau,
sampai menjelang kematiannya. Maka, selain badan yang terus disempurnakan, Allah
pun terus menerus menyempurnakan kualitas jiwa seseorang.
QS. Asy Syams (91): 7-10
Demi jiwa serta proses penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan
(memasukkan software) kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Siapa
saja yang memasukkan sifat-sifat baik ke dalam jiwanya, maka ia sedang memasukkan
program-program aplikasi yang akan meningkatkan performa komputer. Sebaliknya, yang
memasukkan sifat-sifat jelek, sama saja dengan memasukkan virus-virus akan akan
membuat hang komputernya.
Bahkan bisa sampai merusak hard-disk
segala jika tidak segera diatasi.
Nah,
sifat-sifat jelek tidak akan merugikan selain kepada diri kita sendiri. Bahkan terbukti
bisa merusak kualitas otak seseorang jika sudah terjadi secara kronis dan akut.
Kebohongan, kebencian, iri, dengki, dendam, sombong, serakah, dan berbagai sifat
jahat yang dilarang Allah, hanya akan memunculkan kerusakan sistem saraf kita sendiri.
Persis seperti cara kerja virus-virus komputer.
Sebaliknya,
ketulusan, kesabaran, kerendah-hatian, kasih sayang, dan berbagai sifat baik yang
dicontohkan Rasulullah akan menguatkan dan mengoptimalkan sistem kerja saraf dan
kejiwaan kita. Dan ujung-ujungnya, akan menyebar ke seluruh tubuh kita sehingga
menjadi sehat lahir dan batin.
Pusat
jiwa ada di balik otak. Jika otak dengan segala susunan sarafnya rusak, maka jiwa
pun akan mengalami kerusakan. Orang gila, hilang ingatan, idiot, alzhemeir, sadistis,
dan berbagai gangguan kejiwaan, ternyata menunjukkan adanya kelainan pada susunan
dan sistem kerja sarafnya. Sebaliknya, orang yang mengalami kerusakan pada sistem
sarafnya, dipastikan juga akan mengalami gangguan fungsi jiwanya. Ya, kita telah
memperoleh sinyal sangat kuat, bahwa jiwa bersemayam di balik otak.
Karena
itu, perbaikan kualitas jiwa seiring dengan perbaikan kualitas otak. Bukan hanya
otak dalam arti logika, memori, rasionalitas, dan analisa. Melainkan juga dalam
arti emosional dan spiritual. Otak adalah organ yang secara utuh mewakili kualitas
jiwa seseorang yang tergambar dalam sistem limbiknya. Karena itu, meskipun kedokteran
masa depan sedemikian maju, sehingga bisa melakukan transplantasi ginjal, liver,
sampai jantung sekalipun, para ahli ini tidak akan melakukan transplantasi otak.
Karena, jika sampai terjadi transplantasi otak, seluruh kepribadian orang itu akan
berganti menjadi orang lain sama sekali..!
Jika
jiwa berada di balik otak, dimanakah sang ruh berada? Ruh adalah aktor yang berada
di balik hidup-tidaknya seorang manusia. Mirip dengan listrik yang menghidupi komputer.
Dimana pun Anda colokkan kabel listrik komputer Anda, maka komputer itu bisa hidup.
Tentu saja asal spec
listriknya sesuai. Komputer saya, komputer Anda, dan komputer kawan-kawan kita semua
membutuhkan listrik yang sama.
Yang
membedakan hanyalah perangkat keras dan perangkat lunaknya. Demikian pula ruh kita,
adalah sama. Ialah sifat-sifat Ketuhanan yang sudah melingkupi seluruh alam semesta.
Mulai dari yang kita anggap ’benda-benda mati’, tumbuhan, binatang, malaikat, jin,
sampai manusia. Semuanya berada di dalam Dzat yang Maha Hidup. Tinggal seberapa
tinggi kualitas badan dan jiwa yang akan tersambung kepada Ruh Kehidupan, itulah
yang akan menentukan seberapa tinggi kualitas ’kehidupan’ yang melingkupinya.
Dari
semua makhluk, yang tertinggi adalah manusia. Karena itu, manusialah yang disebut
mendapat tiupan ’sebagian’ ruh-Nya secara sempurna. Sedangkan yang lain, memperoleh
dalam skala yang lebih rendah. Dalam sudut pandang ini, ternyata tidak ada makhluk
mati di alam semesta ini. Yang ada cuma perbedaan kualitas kehidupannya belaka...
Maka,
dimanakah ruh ilahiah itu bersemayam di dalam diri kita? Tentu saja bersemayam di
seluruh penjuru tubuh kita. Mulai dari rambut sampai ujung kuku jari kaki. Mulai
dari sel-sel sebagai unit terkecil kehidupan sampai pada jaringan sel, organ dan
tubuh secara keseluruhan. Karena itu, rambut kita hidup, mata kita hidup, mulut
kita hidup, seluruh organ, jaringan dan sel-sel, semuanya hidup. Itu karena dilingkupi
oleh sifat Maha Hidup Allah yang telah ditularkan lewat sebagian ruh-Nya yang telah
ditiupkan ke dalam diri kita. Dan akan mati, ketika sudah ditinggal oleh ruh yang
menghidupinya. Ini mirip dengan komputer yang kehabisan listrik karena colokannya
dicabut, atau baterainya telah drop.
Saat
kematian datang, tubuh manusia mengalami kehancuran secara dramatis. Triliunan sel-selnya
rusak secara bertahap dengan sangat cepat hanya dalam kurun waktu sekitar 6 jam.
Dan mulai membusuk. Organ-organ dalamnya membusuk, jaringan sel-selnya membusuk,
otaknya membusuk, dan darah yang membeku di dalam tubuh itu pun membusuk. Kecuali
beberapa bagian, seperti tulang, gigi dan rambut. Kehidupan telah meninggalkan jasadnya,
karena sang ruh telah terpisah dari badannya.
Kemanakah
sang jiwa? Sang jiwa terlepas pula dari badan yang sudah membusuk itu. Istilah QS.
Az-Zumar (39): 42 diatas: jiwanya ’ditahan’ oleh Allah. Seperti sebuah video player yang di-pause. Berbeda dengan orang
yang tidur: jiwanya akan dikembalikan lagi. Ibarat video, telah di-play kembali.
Nah,
ketika di-pause
itu apa yang terjadi dengan jiwa? Sang jiwa tidak rusak, karena yang rusak memang
hanya badannya. Perangkat keras alias hardware-nya
saja. Sedangkan perangkat lunak alias software-nya,
tidak. Hanya, tidak bisa teraplikasi disebabkan badan sebagai perangkat kerasnya
tidak berfungsi lagi. Jadi, si software
itu masih hidup di alamnya sendiri, yakni di alam software. Kenapa ia masih hidup? Karena sang
software itu terlepas
dari badan bersamaan dengan ruh, sebagai sumber kehidupan.
Tidak
mudah memang membayangkan bagaimana ada software
masih ‘hidup’ ketika dia tidak teraplikasi di dalam hardware. Tetapi, bagi yang tidak asing dengan
dunia energi tentu lebih bisa membayangkan bahwa ada ‘segumpal energi’ yang bisa
bergerak dan berdinamika kesana kemari meskipun tidak ‘menumpang’ pada sosok materi.
Karena, selain merambat secara konduksi dan konveksi, energi juga bisa merambat
secara radiasi tanpa membutuhkan perantara. Inilah yang dalam ilmu kedokteran jiwa
dikenal sebagai Bioplasma
alias badan halus.
Begitulah
kira-kira pemahamannya, ketika Allah mengatakan dalam Firman-Nya bahwa manusia yang
sudah mati ternyata jiwanya masih hidup.
QS. Al Baqarah (2): 154
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa
mereka itu) mati; sebenarnyalah mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.
Mereka
hidup di dunia energi dan informasi, bukan di dunia materi yang kasat mata. Karena
itu, segala aktifitas mereka adalah aktifitas-aktifitas yang bersifat energial dan
informasi belaka. Diantaranya, kepada mereka ditunjukkan informasi masa depan mereka
sendiri ketika kelak berada di alam akhirat. Yakni, azab neraka bagi orang-orang
yang banyak berbuat jahat...
QS. Al Mukmim (40): 46
Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang,
dan pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir`aun dan kaumnya
ke dalam azab yang sangat keras".
Kelak,
di hari kebangkitan, sang bioplasma yang hidup bersama ruhnya itu akan dikembalikan
lagi ke badan yang telah diutuhkan kembali oleh sang Pencipta. Maka, manusia akan
hidup kembali seperti sediakala. Dirinya tersusun kembali dari badan, jiwa dan ruh.
Dan kemudian akan memperoleh balasan sesuai amalan masing-masing dalam kehidupannya
di alam akhirat...
QS. Yunus (10): 4
Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar dari Allah, sesungguhnya
Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya kembali (di hari
berbangkit), agar Dia memberi balasan kepada orang-orang yang
beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk
orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas serta azab yang pedih disebabkan
oleh kekafiran mereka.
Wallahu
a’lam bishshawab
~
salam ~
oleh Agus Mustofa pada 30 Desember 2010 pukul 16:16