Kapankah
penciptaan manusia di dalam rahim seorang ibu mulai berlangsung? Ternyata,
peristiwa dahsyat itu dimulai saat sel spermatozoa sang ayah bertemu dengan sel
telur sang ibu di dalam sebuah lorong gelap saluran tuba falopii. Saluran yang
ada di kanan kiri perut bagian bawah seorang ibu itu adalah sebuah kanal yang
menghubungkan ’sarang telur’ yang disebut ovarium dengan ’rahim’, dimana cikal
bakal manusia akan ’ditumbuhkan’ oleh Sang Pencipta.
Pertemuan
sel telur dengan spermatozoa merupakan sebuah drama yang sangat mengagumkan.
Sebuah peristiwa yang menjadi permulaan drama panjang kehidupan seorang manusia
di muka Bumi. Sebuah peristiwa multikompleks dimana sebagian takdir seorang
manusia ditetapkan oleh Sang Pencipta dalam bentuk qadar. Misalnya, jenis kelaminnya, kekuatan
organ-organ tubuhnya, jenis rambut dan kulitnya, warna bola matanya,
bakat-bakatnya, dan sebagainya. Selebihnya, Allah memberikan sebagian sifat
’Maha Berkehendak-Nya’ kepada sang manusia untuk mengusahakan sendiri takdirnya
di alam dunia.
Pra-penciptaan
manusia itu dimulai dengan lepasnya spermatozoa sang ayah dari ’sarangnya’
untuk dipertemukan dengan ovum sang ibu yang juga terlepas dari ’sarangnya’.
Agar bisa bertemu dengan sel telur, jutaan spermatozoa dari seorang ayah harus
menempuh perjalanan panjang sekitar 10 jam. Mulai dari bagian paling luar organ
reproduksi wanita, sampai di jarak sepertiga dari sarang telur sang ibu.
Kira-kira, setara dengan perjalanan naik mobil dari Surabaya ke Jakarta.
Jika
jutaan spermatozoa itu ’kecapaian’ dan tidak bisa mencapai posisi sel telur
ibu, maka kandaslah proses penciptaan manusia itu. Misalnya, karena daya
vitalitasnya memang rendah. Atau dihalangi oleh alat kontrasepsi. Atau,
barangkali ’tersesat’ karena ada kelainan struktur organ sang ibu.
Dalam
keadaan normal, sel spermatozoa yang berjumlah jutaan dan berbentuk kayak
kecebong kecil dengan ekor yang bergetar-getar itu seperti punya radar untuk
menuju ke sarang telur sang ibu. Tidak tersesat. Meskipun sebagiannya boleh
jadi ’gugur’ di tengah jalan. Bagi yang bisa melintasi ruangan rahim, mereka
akan terus melaju memasuki lorong gelap tuba falopii, dan kemudian terjadi
pertemuan bersejarah yang meleburkan spermatozoa dan sel telur disana. Walaupun
jumlahnya jutaan, yang berhasil membuahi sel telur biasanya hanya satu saja.
Kecuali, terjadi proses anomali sehingga terbentuk pembelahan sel kembar
dikarenakan ada sejumlah sel bibit ayah yang berhasil menerobos masuk ke dalam
sel telur.
Sejak
pertemuan itulah proses penciptaan manusia berlangsung, dengan pentahapan yang
sangat dramatis. Dari satu telur induk hasil leburan itu, lantas membelah
menjadi dua, menjadi empat, delapan, enam belas, tiga puluh dua, dan
seterusnya, sampai bertiliun-triliun, hanya dalam waktu sekitar 9 bulan saja.
Yang
aneh, sambil membelah menjadi triliunan sel, setiap sel yang sebenarnya identik
itu seperti ada yang mengomando untuk menjadi sel-sel yang berbeda posisi dan
karakter. Ada yang menjadi sel darah, sel tulang, sel daging, sel jantung, sel
hati, sel usus, sel liver, ginjal, paru, mata, otak, kulit, kelenjar-kelenjar,
dan seterusnya, dan sebagainya, sampai mencapai sekitar 200 jenis sel dalam
tubuh manusia dewasa. Bisakah Anda bayangkan jika sel-sel itu salah
menerjemahkan perintah? Misalnya, mestinya membentuk sel jantung, keliru
menjadi sel mata atau sel kulit atau sel tulang. Tentu akan menjadi masalah
besar bagi sang janin.
Mereka
lantas berkelompok-kelompok membentuk jaringan sel yang saling berkoordinasi.
Dimulai dari sejumlah sel yang berkoordinasi membentuk sel-sel embrionik, yang
menjadi cikal bakal bayi. Proses ini berlangsung selama beberapa hari pertama,
sel induk yang melebur di dalam saluran falopii itu pun membelah sambil
bergerak turun menuju rahim. Sesampai di rahim, ia mencari tempat menempel di
dinding ruang pembiakan itu. Dan kemudian melekat sambil mengeluarkan
‘akar-akar’ yang menancap di dinding rahim, agar ia bisa menyerap sari-sari
makanan untuk tumbuh dan berkembang.
Fase
ini oleh al Qur’an disebut sebagai ‘Alaqah’
alias ‘yang menempel’ atau ’melekat’ di dinding rahim. Ada yang menyebut ini
sebagai segumpal darah. Sebenarnya itu terjemahan yang kurang tepat. Karena, ‘alaqah memang berbeda
dengan sel-sel darah. Meskipun secara mata awam mirip dengan darah yang
menggumpal. Seperti terlihat pada ibu yang sedang mengalami keguguran.
’Alaqah adalah kumpulan sel-sel ’primitif’ yang dikenal sebagai sel
embrionik alias stem sel. Dari sel-sel embrionik inilah kemudian tubuh calon
manusia itu terbentuk menjadi lebih spesifik. Yakni, membentuk gumpalan daging
yang kelak akan berkembang menjadi kulit bagian luar, bagian dalam, dan
sejumlah organ dalam.
Setelah
itu, bermunculanlah tulang-tulang rawan di dalam gumpalan daging itu. Dalam
waktu yang bersamaan, gumpalan daging dan tulang belulang itu memanjang ke arah
atas dan bawah, sehingga membentuk kepala, tubuh, kaki, dan tangan. Sementara
di bagian dalamnya terus membentuk organ-organ dalam yang semakin kompleks. Dan
tulang belulang yang semakin mengeras itu pun dibungkus dengan otot-otot sebagai
penggeraknya. Akhirnya, terbentuklah tubuh manusia dengan sangat menakjubkan.
QS. Al Mukminun (23): 12-14
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani
dalam tempat yang kokoh. Kemudian air mani itu Kami jadikan alaqoh, lalu alaqoh itu Kami
jadikan gumpalan daging dan (di dalam) gumpalan daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging
(otot-otot). Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Ayat
diatas bercerita tentang proses penciptaan manusia dimana bahan-bahan dasar
tubuh manusia disarikan dari zat-zat organik dalam tanah. Tetumbuhanlah yang
’bertugas’ menyerap saripati tanah itu, lantas diubah menjadi buah, daun,
biji-bijian, dan umbi yang dimakan manusia. Kemudian, sebagiannya dicerna dan
diproses menjadi sperma pada laki-laki dan sel telur pada perempuan, yang
disimpan di dalam sarang yang aman. Setelah itu, prosesnya mengikuti
tahapan-tahapan di atas, sampai terbentuk makhluk bernama manusia yang sama
sekali berbeda dengan bahan-bahan dasarnya itu.
Allah
menyebut manusia sebagai makhluk yang memiliki bentuk sebaik-baiknya. Di
dalamnya ada jiwa yang disempurnakan. Dan, kepadanya ditiupkan ruh saat
penciptaanya. Kapankah jiwa dan ruh itu terbentuk? Apakah bersamaan dengan
badan yang diciptakan secara bertahap sebagaimana diceritakan diatas? Ataukah
sebelum ada badan sudah ada jiwa dan ruh? Dan konon mereka sudah bersyahadat?
Siapakah yang bersyahadat itu dan kapan? Kenapa kita tidak ingat?
Kita
bisa menelusurinya lewat proses penciptaan itu di data-data kedokteran,
sekaligus melakukan cross-check
secara Qur’ani.
1).
Bahwa permulaan kehidupan manusia adalah saat bertemunya spermatozoa dengan
ovum. Masa sebelum itu, manusia disebut sebagai belum berbentuk apa-apa.
Badannya belum terbentuk, jiwanya belum terbentuk, ruh-Nya belum ditiupkan.
Menurut istilah ayat di bawah ini, saat itu manusia berbentuk makhluk yang
’belum bisa disebut’. Barulah setelah itu, Allah bercerita bahwa manusia
diciptakan dengan cara mencampurkan air mani (dari laki-laki dan perempuan).
QS. Al Insaan (76): 1-2
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang
dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang bisa disebut? Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak
mengujinya karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.
2).
Data kedokteran menunjukkan bahwa kehidupan janin sudah dimulai pada hari
pertama, sejak bertemunya bibit ayah dan ibu. Sejak itu pula embrio manusia
sudah bertumbuh menunjukkan kehidupan. Ada yang tumbuh sempurna, ada pula yang
tumbuh tidak sempurna. Tetapi, sudah hidup. Karena itu, bisa bertumbuh. Sehingga
kalau digugurkan, itu sudah berarti membunuh cikal bakal manusia. Berapa pun
umur kandungannya.
Jangankan
4 bulan alias 120 hari, pada usia kandungan 60 hari saja janin sudah memiliki
organ lengkap, mulai dari kepala, badan, tangan, hingga kaki. Ukurannya memang
masih 2,5 cm tetapi sudah hidup dan bergerak. Usia kehamilan berikutnya, hanya
tinggal menyempurnakan belaka. Tulang belulangnya dipanjangkan dan
disempurnakan. Organ-organ dalamnya dibesarkan dan disempurnakan. Otaknya
disempurnakan. Panca inderanya disempurnakan, dan seterusnya. Tetapi,
pendengaran dan penglihatannya sudah mulai terbentuk, bahkan pada usia
kehamilan sekitar 40-an hari. Demikian pula jenis kelaminnya sudah terdeteksi
pada usia kehamilan 40-an hari.
Betapa
salah kaprahnya dokter yang berani menggugurkan kehamilan pada usia kehamilan
diatas itu, tanpa alasan yang benar..! Bahkah, ketika saya diundang dalam
sebuah forum ilmiah di Fakultas Kedokteran Unair Surabaya tentang ini, saya
mengatakan, janin itu sebenarnya sudah hidup sejak saat awal terbentuknya stem
sel alias sel induk, di hari pertama. Dan ternyata, sejumlah guru besar yang
hadir menyatakan sependapat.
3).
Sebagian Ruh Allah telah ditiupkan ke embrio yang menjadi cikal bakal manusia
sejak hari pertama. Dan karena itu, sang embrio menjadi hidup, dan terus
berkembang menjadi makhluk yang lebih sempurna. Apakah ruh sudah ada sebelum
embrio terbentuk? Tentu saja, karena ruh adalah ’sebagian’ dari eksistensi
ilahiah. Ruh bukan diciptakan, melainkan ’ditiupkan’ alias ’ditularkan’ belaka.
Dan ruh setiap manusia adalah sama.
Ruh yang ada di dalam diri saya dan diri Anda adalah sama, yakni sifat-sifat
ketuhanan yang ditularkan kepada manusia, sehingga ia menjadi hidup,
berkehendak, melihat, mendengar, berkata-kata, dan seterusnya. Semua itu
tertulari oleh sifat Allah yang Maha Hidup, Maha Berkehendak, Maha mendengar,
Maha Melihat, Maha Berkata-kata, dan seterusnya.
4).
Yang berbeda pada setiap manusia bukanlah ruh, melainkan jiwa. Dalam al Qur’an
disebut sebagai nafs
(tunggal) atau anfus
(jamak). Nah, jiwa ini diciptakan oleh-Nya bersamaan dengan badan. Dan
menyempurna seiring dengan menyempurnanya badan. Khususnya otak. Semakin
sempurna fungsi otaknya, semakin sempurna pula fungsi jiwanya. Sebaliknya,
semakin tidak sempurna otaknya, semakin tidak sempurna pula jiwanya. Dan jiwa
inilah yang bersyahadat pada saat awal proses penciptaan. Sebagaimana ayat
berikut ini.
QS. Al A’raaf (7): 172
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari tulang belakang mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa (anfus) mereka: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul, kami bersaksi". (Yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang lalai terhadap ini."
Lantas
kenapa kita tidak ingat bahwa kita sudah bersaksi? Tentu saja, karena ingatan
manusia belum terbentuk waktu itu. Karena otak juga belum terbentuk. Sehingga,
memori atas syahadat kita itu tidak terekam di dalam ingatan otak melainkan
terekam di dalam genetika kita. Bukankah waktu itu yang ada hanya sebuah sel hasil
peleburan spermatozoa dan ovum? Dan di dalam sel induk yang sudah ditiupi ruh
itu baru ada jiwa
yang sangat primitif
yang belum punya perangkat memori seperti jiwa yang sudah sempurna.
Maka
seiring dengan berkembangnya tubuh janin, berkembang pula jiwa kemanusiaan yang
semakin menyempurna. Syahadat dari jiwa yang primitif itu pun menyebar ke
seantero tubuh dan jiwa yang kian mendewasa. Meskipun kita ’tidak ingat’ lagi
tetang syahadat kita ’dengan otak’, tetapi kita bisa ’merasakan’ dalam seluruh
tubuh dan jiwa secara instinktif. Bahwa di dalam diri dan diluar diri kita ini
sebenarnya ada ’Sebuah Kekuatan’ Maha Besar yang sudah inheren dalam
kehidupan. Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya, termasuk
manusia di dalamnya.
Kenapa
bisa demikian? Karena memang itulah fitrah manusia, makhluk ciptaan-Nya yang
sedang mencari jalan kembali kepada Sang Pencipta: Allah Azza wajalla...
QS. Az Zukhruf (43): 9
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka (siapa
pun): "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", pasti mereka akan menjawab:
"Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui".
QS. Ar Ruum (30): 30
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Inilah) agama yang lurus; sayang kebanyakan
manusia tidak mengetahui,
Wallahu
a’lam bishshawab
~ salam ~
oleh Agus Mustofa pada 27 Desember 2010 pukul 17:37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar