Sahabat JERNIH yang
dirahmati oleh Allah...
“Ilmu pengetahuan harus
dibuktikan terlebih dahulu, baru diyakini... Sedangkan dalam beragama haruslah
yakin terlebih dahulu!“
Kalimat di atas adalah
pandangan yang umum di kalangan masyarakat kita. Yang namanya agama itu sudah fix, harus diyakini
tanpa kecuali, tidak perlu dipertanyakan, apalagi dibuktikan! Jika anda ragu
berarti keimanan anda patut dipertanyakan!
Benarkah demikian?
Saya termasuk yang tidak
sependapat dengan pemahaman di atas. Manusia dikaruniai akal untuk menimba ilmu
dan mencari kebenaran. Keragu-raguan dan keinginan untuk bertanya adalah bagian
dari proses atas semua itu, yang telah didisain oleh Sang Pencipta. Maka,
mengapa kita harus mengingkarinya?
Sejak dahulu saya selalu
percaya bahwa Islam adalah ‘agama pencarian’ terhadap suatu kebenaran, bukan
ajaran dogma yang mengharuskan manusia untuk mengebiri akalnya sendiri. Al
Qur’an melarang manusia untuk beragama dengan cara ikut-ikutan, melainkan
segala sesuatunya haruslah dipelajari dan dipahami terlebih dahulu.
QS Al Israa’ (17) : 36
Dan JANGANLAH kamu
MENGIKUTI apa yang kamu TIDAK mempunyai PENGETAHUAN tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.
Oke ..... agama memang harus
dicari, dipelajari, dan dipahami, tapi apakah perlu dibuktikan? Bukankah ketika
manusia ingin membuktikan kebenaran agama sama dengan menantang kebesaran Tuhan
dan menodai kesakralan agama itu sendiri?
Mari kita cari
jawabannya di Al Qur’an ^_^
Sesungguhnya jika kita
mau untuk mengkaji dan memahami ajaran Al Qur’an, kita tidak akan berkesimpulan
bahwa agama haruslah diimani tanpa pembuktian. Ada banyak sekali ayat dan kisah
dalam Al Qur’an yang mendorong manusia untuk senantiasa mencari bukti-bukti
atas kebenaran, dan sekaligus menyampaikan kebenaran tersebut dengan
bukti-bukti yang disertai argumen yang logis pula.
Misalkan saja dalam
kisah Nabi Ibrahim. Jika kita telusuri perjalanan hidup beliau yang terekam di
dalam Al Qur’an, ternyata Nabi Ibrahim tidak serta merta meraih iman tanpa
didahului proses yang panjang.
Anda bisa membaca
bagaimana Nabi Ibrahim mengalami pergulatan keimanan dalam berproses ‘mencari’
Tuhannya, mulai dari memperhatikan bintang, bulan, dan matahari yang sempat
disangka sebagai ‘tuhannya’, namun pada akhirnya ketika benda-benda langit
tersebut menghilang, beliau meraih kesimpulan bahwa Tuhan yang sebenarnya
adalah Tuhan Sang Pencipta alam semesta beserta isinya. Ketika kemudian Nabi
Ibrahim memutuskan untuk berdakwah kepada umat manusia, beliau selalu
menggunakan mekanisme dialog yang rasional disertai pembuktian akan kebenaran
risalah yang dibawakannya.
QS Al Anbiyaa’ (21) : 56
Ibrahim berkata:
“Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya;
dan aku termasuk orang-orang yang dapat MEMBERIKAN BUKTI atas yang demikian
itu”.
Nabi Muhammad pun dalam
menerima wahyu Ilahi berupa ayat-ayat Al Qur’an juga tidak serta merta yakin.
Segera sesudah menerima wahyu pertama, Rasulullah merasa ragu apakah beliau
benar-benar menerima wahyu dari Tuhan atau hanya sekedar berhalusinasi belaka.
Istri Rasulullah, Siti
Khadijah, berusaha meyakinkan beliau bahwa Tuhan tidak akan menyesatkan orang
yang berakhlak semulia Nabi Muhammad.
Dalam perjalanannya
menerima wahyu, Allah juga tidak henti-hentinya menurunkan ayat-ayat yang
isinya adalah perintah untuk mengamati tanda-tanda keberadaan dan kebesaran
Allah, sehingga Rasulullah bisa yakin! Sehingga ketika kemudian Rasulullah
berdakwah, beliau juga senantiasa mengemukakan berbagai argumen yang rasional
disertai bukti-bukti yang nyata.
QS Al An’aam (6) : 104
Sesungguhnya telah
datang dari Tuhanmu BUKTI-BUKTI YANG TERANG; maka barang siapa melihat
(kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barang siapa buta
(tidak melihat kebenaran itu), maka kerugiannya kembali kepadanya. Dan aku
sekali-kali bukanlah pemelihara (mu).
QS Al A’raaf (7) : 203
Dan apabila kamu tidak
membawa suatu ayat Al Qur'an kepada mereka, mereka berkata: “Mengapa tidak kamu
buat sendiri ayat itu?” Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang
diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Qur'an ini adalah BUKTI-BUKTI YANG NYATA
dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
Maka demikian
sebaliknya, ketika Nabi Muhammad ditantang oleh kaum yang mendustakan
ayat-ayatnya, beliau diperintahkan oleh Allah untuk meminta bukti-bukti
kebenaran dari kaum yang mendustakan kenabiannya tersebut.
QS An Naml (27) : 64
Atau siapakah yang
menciptakan, kemudian mengulanginya, dan siapa yang memberikan rezeki kepadamu
dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?.
Katakanlah: “TUNJUKKANLAH BUKTI KEBENARANMU, jika kamu memang orang-orang yang
benar”.
QS Al Baqarah (2) : 111
Dan mereka (kaum Yahudi
dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang
Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu (hanyalah sekedar) angan-angan mereka saja.
Katakanlah: “TUNJUKKANLAH BUKTI KEBENARANMU jika kamu adalah orang yang benar”.
Dan itu juga berlaku
bagi para nabi lainnya!
QS At Taubah (9) : 70
Belumkah datang kepada
mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum
Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri
yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa BUKTI-BUKTI
YANG NYATA; maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi
merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
Anda bisa eksplorasi
sendiri kitab suci Al Qur’an untuk mencari ayat-ayat yang berbicara tentang
‘bukti-bukti kebenaran’, dan anda tidak akan mendapatkan pembenaran sedikit pun
di dalam Al Qur’an, bahwa manusia harus beragama dengan doktrin dan taklid
buta, melainkan diajarkan untuk selalu mencari bukti-bukti kebenaran agar kita
mendapatkan iman yang sebenar-benarnya.
Maka jika kebenaran itu
telah terbukti dengan nyata, namun kita tetap saja menolak untuk beriman....
Hati-hati, karena Allah akan murka dengan kekufuran kita!
QS Yunus (10) : 100
Dan tidak ada seorang
pun akan BERIMAN kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan KEMURKAAN
kepada orang-orang yang TIDAK MEMPERGUNAKAN AKALNYA.
Anda bisa perhatikan
bahwa ada keterkaitan iman dan akal. Allah jelas tidak menghendaki umatnya
beriman secara membabi buta sehingga menjadi umat yang bodoh dan bebal. Islam
selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap kritis dan tidak mudah percaya pada
segala sesuatu tanpa adanya pembuktian.
Dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, manusia semakin kritis dan cerdas. Ini adalah
tantangan bagi umat Islam di tengah-tengah laju peradaban yang semakin canggih.
Umat Islam tidak akan bertahan apabila tidak dibudayakan sikap kritis dan haus
ilmu pengetahuan. Jika saja tradisi beragama secara dogma dan taklid buta ini
terus menerus kita pertahankan, jangan kaget jika dalam 10 atau 20 tahun ke
depan, agama Islam ini akan mulai ditinggalkan pengikutnya, sebagaimana nasib
Kekristenan di benua Eropa.
Namun jangan khawatir,
karena saya yakin hal itu tidak akan terjadi, selama umat Islam mau kembali
kepada nilai-nilai hikmah dalam Al Qur’an!
Karena Islam adalah
ajaran yang mencerdaskan umatnya, bukan membodohkan ^_^
Allahu’alam ...