Minggu, 05 Februari 2012

ANGKA BAGI WARIS YANG UNIK

Oleh Mehdy Riza pada 4 Februari 2012 pukul 15:26
ANGKA BAGI WARIS YANG UNIK .

Angka waris memang unik, berupa pecahan, bukan bilangan bulat positif, yaitu: 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½, dan 2/3. Bagaimanapun juga, angka-angka tersebut disusun membentuk kripto, 7, 19, dan 11. Dan bagaimana cara menggunakan angka tersebut dalam bagi waris?

Klasifikasi: Sulit
Jum’at, 9 September 2011.

Di bulan puasa (Ramadhan) lalu sejumlah  teman meminta dibuatkan  “Note” tentang angka-angka dalam bagi waris dan bagaimana menghitungnya? Rupanya permintaan ini juga berhubungan dengan bahasa kripto, bukan sekedar bagaimana membagi waris. Sebab keterangan cara membagi waris, dalam konsep Islam – cukup banyak ditulis di Net berikut contoh - contohnya.

Bagaimanapun juga, bagi awam terasa  menyulitkan untuk memahami  bagi waris dengan angka-angka tersebut, apa lagi, bagi yang tidak mau bertanya – karena seolah-olah, jika mengikuti begitu saja – tanpa ilmu - maka hasilnya akan selalu lebih besar dari porsi yang tersedia. “Aha… pasti yang membuat ayat-ayat tersebut  adalah makhluk bodoh. Siapapun Dia, tidak pandai berhitung”.  Demikian kesimpulan sebagian pembaca, dengan mengajukan bukti berbagai ilustrasi kasus. Benarkah demikian?

Abad ke-7 di Jazirah Arab, sekitar tahun 627 M, adalah tahun-tahun sulit bagi wanita, orang tua dan anak-anak dalam hal bagi waris. Karena tradisi Arab umumnya, begitu seseorang meninggal, maka yang akan menguasai hartanya adalah saudara laki-laki almarhum. Selama ratusan tahun begitu. Tradisi inilah yang dirombak oleh ayat-ayat Kitab Mulia, dalam pesannya di Medinah. Ringkasnya, mengangkat hak wanita (janda), orang tua dan anak-anak almarhum, yang sebelumnya terpinggirkan. Kisah pertama adalah, asal usul turunnya wahyu, yaitu kisah janda Aus Bin Tsabit yang mengadukan kepada Nabi, tentang kelakuan adik laki-laki almarhum, yang mengambil semua harta waris (An Nisaa’/Wanita, 4:7). Demikian juga kisah janda Perang di Bukit Uhud, Amrah Binti Hazm, yang mengadukan nasibnya, karena tidak mendapat waris (An Nisaa’/Wanita, 4:12) dan perintah Nabi kepada Jabir Bin Abdillah yang kaya ketika sakit keras (sekarat), pedoman umum untuk bagi waris, bagian anak-anak, istri,  orang tua dan saudara-saudaranya (An Nisaa’, 4:11-12). Kini situasinya dibalik, selama ini prioritas utama ada di saudara-saudaranya yang meninggal, terutama laki-laki – tetapi kemudian Kitab Mulia memberi prioritas pada pasangannya (janda), orang tuanya dan kemudian anak-anaknya. Setelah itu, baru saudara-saudara almarhum.

Dibawah ini adalah ringkasan dari pedoman bagi waris yang dijelaskan oleh Kitab Mulia, kita ambil dari bagian penting di Surah An Nisa’ atau Wanita:

Baik pria laki-laki maupun wanita memiliki bagian warisan dari orang tua maupun kerabat dekat (Qs, 4:7), dan ketika pembagian ada kerabat , anak yatim, dan orang miskin hadir mengetahuinya – maka bagilah sekedarnya (Qs, 4:8). Bagian anak lelaki, adalah dua bagian anak wanita. Tetapi jika semua anak wanita, lebih dari dua orang, bagiannya 2/3 dari harta yang ada. Namun jika anak tunggal wanita, bagiannya setengahnya (1/2). Sedangkan orang tuanya, masing-masing 1/6 nya. Demikian juga, ibunya mendapat 1/6, jika yang meninggal tidak punya anak, tetapi mempunyai saudara. Namun jika tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai saudara, bagian ibunya adalah 1/3 nya. Pembagian ini, setelah wasiat dan hutang-hutang yang ada telah dibayarkan. (Qs, 4:11). Pasangan diatur tersendiri, misalnya suami mendapat 1/4nya jika istri meninggal dan mempunyai anak, tetapi jika tidak mempunyai anak mendapat 1/2nya. Sedangkan istri almarhum, masing-masing 1/8 nya ( Qs, 4:12). Penegasan kembali bagi ahli waris, agar pedoman ini dilaksanakan sebaik-baiknya (Qs, 4:33). Kemudian penjelasan lompat ke ayat paling akhir di Surah An Nisaa’, yaitu pembagian waris bagi “Kalaalah”, orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan Bapak. Misalnya, untuk saudara perempuannya adalah 1/2nya, dan jika saudara perempuannya dua orang mendapat 2/3nya, jika tidak mempunyai saudara laki-laki. Tetapi jika ada, pembagian saudara laki-laki dua bagian saudara perempuan. (Qs: 4: 176).

Diatas tadi sudah dijelaskan beberapa kisah yang memberi dasar, mengapa ayat-ayat tentang bagi waris turun. Namun, jika ditanyakan mengapa angkanya, ada ½, 1/3, ¼, 1/6, dan lainnya, maka jawaban biasa  sulit untuk memuaskan semua pihak.

Satu hal yang pasti - bagaimanapun juga, angka-angka diatas dipilih sedemikian rupa hingga variasinya, maupun penempatan ayatnya membentuk kode tersendiri, yang berhubungan dengan bilangan prima. Bilangan istimewa dalam matematika modern. Ada kode, ada isi dan makna, serta Teologi. Kombinasi yang unik.


Kripto Sederhana.

Jika seseorang bertanya apakah ada kripto dalam bagi waris? 
Maka jawabannya, ada! 
Karena Kripto dalam Kitab Mulia adalah pola umum, yang melengkapi semua surah, ayat dan isinya. Pola umum adalah kripto bilangan prima 7, 11 dan 19.
Contoh yang mudah saja adalah penempatan nomor ayat dalam satu surat, yaitu ada di 6 ayat: ayat 7, 8, 11, 12, 33 dan 176. Aneh tidak berurutan, terkesan acak! “Yang menyusun  ayat ini mungkin  bodoh.”
Nomor ayat ini – sebenarnya tidak acak – tetapi membentuk kode khusus  19, karena jumlah nomor ayatnya, sedemikian rupa, merupakan kelipatan 19. Perhatikan: 7 + 8 + 11 + 12 + 33 + 176 =  247, atau 19 x 13.
Bagaimana dengan angka waris sendiri, apakah memiliki kripto juga (kode khusus)?
Angka waris dalam Kitab Mulia ada 6 juga, yaitu disusun dari yang kecil, 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½ dan 2/3.
Sulit dimengerti, mengapa angka-angka tersebut dipilih? Lepas dari masalah porsi waris.

Pertama kali yang harus dilakukan, termasuk untuk bagi waris – angka tersebut harus disamakan bilangan penyebutnya. Artinya, perbandingannya adalah menjadi 3/24, 4/24, 6/24, 8/24, 12/24 dan 16/24 atau lebih sederhana dalam bilangan bulat positif: 3, 4, 6, 8, 12, dan 16. Dengan cara demikian – maka kita memiliki 6 perbandingan.

Kombinasi 6 angka ini membentuk kripto 7, karena jumlahnya merupakan bilangan kelipatan 7. Perhatikan : 3 + 4 + 6 + 8 + 12 + 16= 49 atau 7 x 7
Luar biasa bukan?

Dari sini saja kita bisa menyimpulkan bahwa pemilihan angka bagi waris tadi tidak sembarangan – atau dengan kata lain  baik penempatan ayat maupun pemilihan angka-angka waris dibuat sedemikian rupa hingga membentuk kripto – yaitu kode 19 dan 7.

Manfaatnya bagi para pembaca yang beriman, agar bertambah keimanannya dan lebih yakin (Qs, 74:31).

Bagaimana Cara Membagi Waris ?

Pembaca yang hanya membaca Kitab Mulia saja tanpa membaca Hadist Nabi  atau tidak dilengkapi keterangan para Ulama, akan kebingungan.  Akhirnya, karena ilmu belum sampai - malah menyalahkan - yang membuat aturan.
Dalam bagi waris ada dua klasifikasi:

(1)   Prioritas Utama yang disebut “ashhabul furudh”, misalnya orang tua, pasangannya dan kemudian anak-anak perempuan yang telah ditetapkan besarannya, yaitu dengan angka-angka waris, misalnya 1/2 atau 2/3.
(2)   Prioritas Terakhir yang disebut “’ashabah”, merupakan sisa setelah Prioritas Utama dibagikan. Bisa mendapat lebih besar atau malah lebih kecil, atau tidak sama sekali, bergantung pada variasi jenis waris. Misalnya, untuk kategori saudara kandung dari almarhum.  ‘Ashabah – pun, sebenarnya terdiri dari dua: (1) Karena garis keturunan (Nasabiyah), dan (2) Karena membebaskan seorang ‘hamba sahaya” atau ‘Sabaabiyah”. Kasus terakhir ini, sangat jarang.!

Ada delapan  kasus yang diajukan teman-teman, baik melalui email maupun kelompok diskusi,  sebagian ada kasus yang tertulis di bukunya Prof. Jeffry Lang, tetapi saya akan bahas beberapa saja, hanya sebagai contoh – karena sebenarnya mudah.

KASUS  01.
Almarhum meninggalkan 4 orang anak wanita, orang tua dan istrinya, serta uang Rp 300 juta rupiah (dalam studi kasus hanya 30 juta), setelah dipotong wasiat dan hutang. Asumsi tidak ada anak yatim, orang miskin dan kerabat yang hadir, ketika bagi waris. Kasus serupa ini juga ditemukan oleh Jeffrey Lang (Profesor Matematika di Amerika), penulis buku, “Aku Beriman, maka Aku Bertanya” (Losing My Religion: A Call For Help, Amana Publications, USA 2004).

Inilah pembagian menurut orang awam.
4 orang anak wanita adalah 2/3 bagian atau 200 juta rupiah.
Orang tua, masing-masing 1/6 bagian atau 1/3 bagian, yaitu 100 juta rupiah.
Lalu, janda atau istri almarhum 1/8 bagian atau 37,5 juta rupiah. Jumlah, 337, 5 juta rupiah.”Lho….kok kurang?”.

Dibawah ini diselesaikan dengan kaidah bagi waris yang sebenarnya, kita ambil berdasarkan rujukan Muhammad Ali, Ulama Pakistan penulis “The Religion Islam”.
Baik anak perempuan tanpa saudara laki, orang tua maupun janda almarhum termasuk“ashhabul furudh”, prioritas utama – dengan demikian maka penyelesaiannya harus disamakan dulu penyebut pecahannya.

4 anak wanita adalah 2/3 bagian atau 16/24 bagian.
Orang tua 1/3 bagian atau 8/24 bagian.
Janda almarhum 1/8 atau 3/24 bagian.

Lihat perbandingannya, disederhanakan:  maka 4 anak wanita adalah 16 bagian, orang tua 8 bagian dan janda almarhum 1 bagian. Total semuanya  27 bagian.
Dengan demikian, 4 orang anak mendapat 16/27 x 300 juta rupiah, orang tua mendapat 8/ 27 x 300 juta rupiah dan jandanya mendapat 3 /27 x 300 juta rupiah. Jumlah total akan tepat 300 juta rupiah.

KASUS 02
Seorang wanita meninggal dunia, tidak mempunyai anak, hanya suami, ibunya dan 2 saudara wanitanya. Jumlah harta bersih 300 juta rupiah.
Orang awam akan membagi sebagai berikut:
Suaminya ½ bagian atau  150 juta rupiah.
Dua anak wanita,  2/3 bagian atau 2/3 x 300 juta rupiah, 200 juta rupiah.

Ibunya 1/6 bagian, atau 1/6 x 300 juta rupiah, 50 juta rupiah.
Jumlah total yang diperlukan 400 juta rupiah......kurang ya?

Ini juga sama dengan kasus 01 diatas, semuanya adalah “ashhabul furudh”.

Penyelesaiannya adalah:
Dua anak wanita 2/3 bagian atau 16/24 bagian
Suaminya ½ bagian atau 12/24 bagian dan

Ibunya 1/6 bagian atau 4/24 bagian.
Artinya, dua anak wanita 16 bagian, suaminya 12 bagian, dan ibunya 4 bagian. Total semua 32 bagian.
Dengan demikian, dua anak wanita 16/32 atau 4/8 x 300 juta rupiah, atau 150 juta rupiah.
Suaminya 12/32 bagian atau 3/8 x 300 juta rupiah, atau 112,5 juta rupiah.  
Ibunya 4/32 bagian atau 1/8 x 300 juta rupiah, atau sama dengan 37,5 juta rupiah.

Kasus 01, jika dirubah, menjadi 3 anak wanita dan 1 anak laki, maka akan menjadi kasus 03.

KASUS 03
Almarhum meninggalkan istri, dua orang tua satu putra dan 3 putri. Serta harta bersih 300 juta rupiah.
Kasus 03 lengkap, karena terdapat  kelompok ‘ashhabul furudh” dan juga sekaligus“ashabah”.

Penyelesaiannya.
Ashabul Furudh, Orang Tua mendapatkan  1/3 bagian atau 100 juta rupiah.
Sedangkan jandanya mendapatkan 1/8 bagian atau 37,5 juta rupiah.
Sisanya, atau ‘ashabah adalah 162, 5 juta rupiah, merupakan bagian anak-anaknya, yaitu seorang anak laki 2 bagian, 3 anak wanita 3 bagian. Total 5 bagian.
Anak laki mendapat 2/5 x 162,5 juta rupiah atau 65 juta.
Anak wanita, masing-masing 1/5 x 162,5 juta rupiah atau 32,5 juta.
Ada yang menarik - ketika seorang janda memiliki anak laki, maka bagiannya naik  dari yang awalnya hanya 3/27 atau 1/9 bagian di Kasus 01, menjadi 1/8 bagian di Kasus 03. Jender wanita diwakili oleh ibu almarhum, janda dan anak wanita. Anak wanitapun, ketika tidak mempunyai saudara kandung laki-laki, mereka naik pangkat dari yang tadinya prioritas kedua, menjadi prioritas utama.
Hal-hal seperti ini yang tidak diketahui oleh pembaca awam.


Kripto Yang Lebih Rumit.

Bagi pembaca yang baru mengikuti bahasa kripto di Kitab Mulia, saya anjurkan untuk melihat sejumlah catatan saya sebelum ini, supaya lebih mudah memahaminya.

Saya sendiri baru menyadari tahun ini (2011) bahwa, angka-angka warispun membentuk kripto tersendiri. Tahun kemarin, saya baru memahami sampai tahap bilangan bulat positip di Kitab Mulia, belum sampai ke bilangan pecahan.
Bilangan pecahan yang ditampilkan dalam Kitab Mulia bukan 6 tetapi semuanya 8. Kita ingat bahwa bilangan prima ke 8 adalah 19, dalam matematika. Urutannya: 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, dan 19.
Dua angka lainnya adalah 1/5, yang menjelaskan pembagian pampasan perang (Qs, 8:41) dan angka 1/10, yang menjelaskan bahwa orang-orang yang menolak kebenaran di Mekkah baru menerima kurang dari 1/10 risalah Illahi saja (Qs, 34:45).
Dengan demikian angka pecahan menjadi 8, yaitu: 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½, 2/3 tambahan  1/5 dan 1/10. Membingungkan?

Tetapi bagi ahli kripto tentu saja tidak.

Kita buat sama penyebutnya, maka kita akan dapatkan: 15/120, 20/120, 30/120, 40/120, 60/120, 80/120, 24/120 dan 12/120. Dengan kata lain kita mendapatkan perbandingan angka 15, 20, 30, 40, 60, 80, 24,  dan 12. Ada 16 digit, yang membentuk kode 19. Mengapa begitu? Karena jumlah digit angkanya, merupakan kelipatan 19. Yaitu: 1+5+2+0+3+0+4+0+6+0+8+0+2+4+1+2= 38, atau 19 x 2.
Kebetulan? Tidak, sekali-kali tidak.

Ingat dalam waris kita punya perbandingan: 1/8, 1/6, ¼, 1/3, ½ dan 2/3 atau dalam bilangan bulat 3, 4, 6, 8, 12 dan 16 untuk ‘ashhabul furudh’.

Kita lihat contoh yang sangat rumit, yaitu pedoman waris bagi orang yang mempunyai anak – yang dicatat dalam surah 4, ayat 11. Perhatikan, ini kombinasi nomor surah, nomor ayat dan penyebutan angka-angka waris bagi yang mempunyai anak.

“Allah mewajibkan kepadamu tentang anak-anakmu , yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua (2) orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya  lebih dari dua (2) , maka bagian mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja (1), maka dia memperoleh 1/2nya. Sedangkan untuk kedua orang tua, bagian masing-masing 1/6 dari harta yang ditinggalkan, jika dia meninggalkan anak….”.(Qs, 4:11).

Kita memiliki angka-angka: 4 (nomor surah), 11 (nomor ayat), 2 (bagian laki - dua anak perempuan), 2 (lebih dari dua anak perempuan), 16 (bagian atau 2/3 dari harta), 1 (seorang anak perempuan), 12 (bagian, ½ dari harta) dan 4 (bagian, 1/6 dari harta untuk  masing-masing orang tua ). Kombinasi 11 digit angka tersebut ialah  4 1 1 2 2 1 6 1 1 2 4 merupakan kode bilangan prima 11 juga, karena 4112216124 adalah 11 x 3738378284. Inilah kode waris jika memiliki anak, secara umum.

4 1 1 2 2 1 6 1 1 2 4

Rumit ya…..tidak terbayangkan sebelumnya.
Jika pola penyusunan Kitab Mulia seperti ini, tentunya yang menyusun bukan “makhluk bodoh” – sebagaimana asumsi sebagian pembaca awam.

Contoh yang kompleks adalah kombinasi bilangan ratusan digit angka yang juga merupakan kelipatan bilangan prima 19. Kombinasi susunan 114 surah – yang tentu saja – kurang bermanfaat ditampilkan dalam catatan sederhana ini.

Salam
Arifin Mufti
Bandung.

West Java - Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar