Rabu, 06 Juli 2011

KENAPA BABI HARAM?

Oleh Umar Faruq pada 6 Juli 2011 pukul 8:15

QS. Al An’aam [6] : 145
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Ayat di atas sangat menarik. Dikatakan bahwa babi itu kotor. Apanya yang kotor??
Kata rijsun – kotor -, rijsa, berakar kata dari rajisa, yang menurut kamus al Munawwir memiliki makna perbuatan keji, kotor, dan bujuk rayu setan sehingga menimbulkan kemudharatan. Kata-kata ini selain digunakan untuk mengharamkan daging babi, darah, bangkai, juga digunakan untuk mengharamkan perjudian, khamr (yang memabukkan), menyembah berhala dan mengundi nasib.

Penggunaan kata rijsun atau rijsa adalah berbagai perbuatan yang dilarang itu mengacu kepada adanya kemudharatan di dalam perbuatan itu yang tidak hanya bersifat fisik, melainkan juga psikis.

Jadi, alasan utama pelarangan daging babi itu memang benar-benar karena kotor dalam arti fisik dan psikis. Kok bisa? Cobalah anda perhatikan kehidupan babi. Ia adalah binatang yang memiliki lingkungan hidup kotor dan makanannya pun kotor.

Apa saja dimakannya. Mulai dari sisa makanan yang baik sampai yang sudah busuk. Air bersih sampai air comberan. Bahkan kotorannya sendiri pun dimakan. Babi adalah binatang yang sangat rakus.

Lingkungan hidupnya jorok, sehingga sangat riskan untuk menjadi media penularan berbagai macam bakteri dan virus. Di dalam tubuh babi terdapat banyak racun, cacing, dan penyakit-penyakit tersembunyi. Tubuh babi menjadi media bagi puluhan jenis penyakit yang membahayakan manusia. Cacing pita adalah salah satu dari jenis penyakit berbahaya yang ngendon di tubuh babi. Selain cacing pita masih ada cacing trachenea lolipia, cacing trichinella spiralis, cacing taenia solium.

Influensa adalah penyakit lain yang sering ditularkan oleh babi kepada manusia. Penyakit ini masuk ke paru-paru babi selama bulan-bulan musim panas dan cenderung menular kepada babi lainnya dan juga kepada manusia pada bulan yang lain. Sosis babi mengandung sedikit paru-paru babi, sehingga orang yang makan sosis babi akan mengalami penderitaan yang lebih berat pada masa terjadinya wabah influensa.

Karena itu, dalam sebuah peternakan, babi harus harus selalu diberi antibiotik dalam dosis yang tinggi. Di Jerman dilaporkan sebuah kasus penolakan daging babi, karena kadar antibiotiknya yang demikian tinggi sehingga membahayakan konsumen. Makan daging babi sama dengan makan antibiotik. Jika itu terjadi dalam kurun waktu panjang, akan sangat membahayakan sistem imunitas tubuh manusia.

Daging babi juga mengandung banyak sekali histamin dan senyawa imidazol yang menyebabkan gatal dan inflamasi; hormon pertumbuhan meningkatkan inflamasi dan pertumbuhan, mensenchymal mucus yang berisi sulfur, dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan dan menghasilkan mucus di tendon dan tulang rawan, sehingga menyebabkan terjadinya radang sendi, reumatik, dan sebagainya. Sulfur dapat menyebabkan terjadinya degenerasi pada tulang rawan manusia.

Memakan daging babi juga dapat menyebabkan terjadinya kencing batu dan kegemukan. Barangkali karena kolesterolnya yang tinggi dan kandungan lemak tak jenuh.

Bahaya lain yang terdapat pada babi adalah mekanisme biokimiawi tubuhnya. Babi banyak menyimpan urid acid di dalam darahnya. Urid acid (asam urat) yaitu suatu senyawa kimia yang bisa berbahaya bagi kesehatan manusia. Hanya sekitar 2% saja urid acid yang dikeluarkan lewat kencingnya. 98% masih tersimpan di dalam tubuhnya. Celakanya, babi tidak bisa disembelih di bagian lehernya, karena babi memang tidak punya leher. Sehingga darah yang semestinya dikeluarkan saat penyembelihan, pada babi tidak terjadi. Kandungan uric acid ini berbahaya bagi kesehatan konsumen karena bisa memicu berbagai penyakit persendian. Sejumlah penyakit kulit juga dilaporkan terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi daging babi secara terus menerus.

Babi juga merupakan inkubator yang baik bagi parasit dan virus toksik, meskipun binatang ini tidak tampak sakit ketika membawa penyakit ini. Seorang ilmuwan dari University of Giessen’s Institute for Virology di Jerman dalam penelitiannya mengenai wabah influensa di seluruh dunia menunjukkan bahwa babi adalah satu-satunya binatang yang dapat bertindak sebagai sarana pencampur bagi virus-virus influensa baru yang dapat dengan serius mengancam kesehatan dunia. Jika seekor babi diekspos ke DNA virus manusia, kemudian ke virus burung, maka babi tersebut akan mencampur kedua virus tersebut dan mengembangkan sebuah DNA baru yang seringkali sangat berbahaya bagi manusia. Virus-virus ini menyebabkan terjadinya wabah dan kerusakan di seluruh dunia. Gabungan dari rangkaian genetika dari influensa babi kepada influensa manusia tersebut dapat menciptakan kerusakan yang mematikan dan membunuh 40 juta manusia di seluruh dunia pada tahun 1918 dan 1919 (Journal reference: Science (vol.293, p.1842). Para ahli virus telah menyimpulkan bahwa jika kita tidak menemukan cara untuk memisahkan manusia dengan babi, maka seluruh penduduk bumi berada dalam bahaya. The 1942 Yearbook of Agriculture melaporkan bahwa 50 penyakit ditemukan pada babi, dan sebagian dari penyakit ini masuk kedalam tubuh manusia karena mereka makan daging babi.

Dr. Gordon S. Tessler, dalam bukunya yang luar biasa The Genesis Diet, berkomentar, “Seseorang boleh dikatakan sedang melakukan bunuh diri pelan-pelan ketika ia makan sosis atau sepotong babi...”

Penularan penyakit-penyakit babi kepada manusia menjadi efektif karena kemiripan genetika pada keduanya. Karena alasan genetika itu pula, sebagian transplantasi organ dilakukan dari babi kepada manusia. Misalnya transplantasi jantung – sebagian atau pun seluruhnya – dan organ-organ lainnya, seperti hati dan ginjal. Bahkan ke masa depan, kulit babi pun bisa didonorkan kepada manusia, karena alasan kemiripan genetika itu.

Kemiripan genetika itu bisa menjadi media penularan efektif, bukan hanya secara fisik, melainkan juga secara psikis.

Babi memiliki sifat buruk. Di antaranya babi selalu melawan perintah. Jika di dorong maju, dia justru akan bergerak mundur. Dan jika di dorong mundur dia justru bergerak maju. Maka perhatikanlah bagaimana cara peternak babi jika ingin memasukkan hewan itu ke dalam keranjang. Di depan babi itu diletakkan keranjang terbuka, lantas babi itu ditarik ekornya. Maka meloncatlah si babi masuk keranjang.

Bukan hanya kebiasaan yang rakus. Dalam makanan atau lingkungan hidup yang jorok, dan perilaku yang suka melawan, babi juga memiliki kebiasaan seks yang ‘tidak baik’, untuk sekelas binatang pun. Apalagi manusia.

Babi suka melakukan hubungan seks secara ramai-ramai, sekaligus homoseksual. Jika di dalam kandang ada satu betina dan dua jantan maka tidak akan terjadi pertarungan antara pejantan untuk berebut betina. Para pejantan justru akan melakukan kompromi dan menyetubuhi betinanya ramai-ramai. Bahkan kemudian melakukan homoseks diantara para pejantan itu sendiri.

Karena itu ada istilah mem’babi-buta’ untuk orang yang sudah tidak bisa mengontrol diri dalam berperilaku. Babi yang tidak buta saja saja sudah demikian ‘rusak moral’-nya, apalagi babi buta.

Dan yang lebih ngeri lagi adalah transfer energi negatif yang terjadi dari babi kepada manusia yang memakan dagingnya, dikarenakan proses ‘penyembelihan’ yang tidak berperikebinatangan.

Perhatikan, bagaimana para peternak ‘menyembelih’ babi di sebuah rumah potong ataupun secara pribadi. Seperti kita ketahui, babi tidak punya leher, sehingga sulit untuk membunuh babi dengan cara menyembelih. Pembuluh darah di lehernya tertanam cukup dalam sehingga tidak terkena pisau penyembelih. Maka, untuk membunuh babi, seseorang harus melakukan aksi brutal.

Ada yang mengepruk kepalanya dan mengeluarkan otaknya. Ada yang membacoki dengan parang berkali-kali sampai kepalanya terbelah. Ada yang menusuk dadanya dengan besi sehingga kena jantungnya, dan sebagainya.

Anda bisa membayangkan betapa menderita dan tersiksanya si babi pada saat sekarat. Karena semua cara itu sangat menyakitkannya dan tidak bisa sekaligus membunuhnya. Kecuali setelah berkali-kali dilakukan.

Ini sangat berbeda dengan cara yang dianjurkan Islam, yaitu memotong pembuluh darah di leher ternak dengan pisau tajam sehingga tanpa tersiksa binatang itu mati karena kehabisan darah. Ada dua hal yang terjadi sekaligus, yaitu keluarnya darah yang memang kotor, dan proses sekarat tanpa kesakitan. Dengan cara seperti itu, akan menyebabkan kematian hewan karena kehabisan darah dari tubuh, bukan karena cedera pada organ vitalnya. Sebab jika organ-organ, misalnya jantung,hati, atau otak rusak, hewan tersebut dapat meninggal seketika dan darahnya akan menggumpal dalam urat-uratnya dan akhirnya mencemari daging. Hal tersebut mengakibatkan daging hewan akan tercemar oleh uric acid, sehingga menjadikannya beracun. Hanya pada masa kini-lah, para ahli makanan baru menyadari akan hal ini.


Binatang yang mati dengan cara tersiksa dan menjerit-jerit akan menghasilkan energi negatif yang meresap ke dalam seluruh organ tubuhnya termasuk ke dalam serat-serat dagingya. Lantas, kita makan. Maka energi negatif itu akan masuk ke dalam tubuh kita dan kemudian meresap juga ke dalam organ-organ tubuh kita, mempengaruhi kualitas badan dan jiwa. Karena kemiripan genetika antara keduanya itu maka transfer energinya menjadi sangat efektif. Informasi genetikanya meresonansi genetika orang yang memakannya.

Maka jangan heran, di era segala macam makanan haram beredar luas seperti ini, sifat-sifat manusia menjadi “membabi-buta”. Rupanya karena memperoleh transfer energi negatif dari apa yang telah dikonsumsinya.

QS. Al Maaidah [5] : 3
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. Al Maaidah [5] : 4
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.

QS. An Nahl [16] : 114
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.

Salam... ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar