Jumat, 03 Desember 2010

SALAH KAPRAH - KONTROVERSI SEPUTAR ‘NABI ISA’

Keberadaan Nabiullah Isa menjadi sumber salah kaprah selama ribuan tahun. Bukan saja di kalangan non muslim di zaman sebelum Nabi Muhammad lahir, melainkan juga di kalangan umat Islam setelah Rasulullah SAW wafat.

Ada 3 salah kaprah yang meliputi cerita Nabi Isa, yakni: kelahirannya, mukjizatnya, dan kematiannya. Semuanya menimbulkan salah persepsi, sehingga Allah meluruskan lewat rasul sesudahnya, termaktub dalam kitab Al Qur’an al Karim.

Salah kaprah yang pertama, tentang kelahiran Nabi Isa. Kelahirannya yang tanpa bapak, membuat sejumlah umatnya menganggap beliau sebagai anak Tuhan. Bukan hanya dalam arti ’simbolis’, melainkan benar-benar dalam arti ’biologis’. Sehingga Allah pun berkali-kali 'meng-counter’ persepsi itu, dalam berbagai firman-Nya.

QS. Ali Imran (3): 47
Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah cuma berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia.

Ya, hanya karena terlahir tanpa bapak, lantas banyak yang mengatakan ia adalah anak Tuhan. Kata Allah, itu berlebihan. Meskipun, tampak sebagai sesuatu ’keajaiban’, tidaklah cukup sebagai argumentasi untuk mengatakan bahwa Isa adalah anak Tuhan. Karena, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini milik Allah belaka. Dalam istilah al Qur’an, jika Dia menghendaki sesuatu, Dia cukup mengatakan ’kun’  maka jadilah segala sesuatu itu. Termasuk Isa.

QS. Yunus (10): 68
Mereka berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah; Dia-lah Yang Maha Kaya; kepunyaan-Nya belaka apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Kamu tidak mempunyai hujjah (argumentasi yang kuat) tentang ini. Pantaskah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?

Dalam sudut pandang ilmiah, ’keajaiban’ lahirnya seorang bayi tanpa bapak itu kini sudah bisa dijelaskan lewat teori parthenogenesis. Yakni, terjadinya kehamilan tanpa pembuahan. Hal ini bisa terjadi secara alamiah, ketika sel telur seorang calon ibu terstimulasi sehingga membelah dengan sendirinya. Padahal, biasanya sebuah sel baru akan membelah ketika sudah dibuahi. Dalam sejarah manusia, kelahiran secara parthenogenesis ini ternyata bukan hanya terjadi pada Maryam. Melainkan juga pada sejumlah wanita di zaman modern.

Dan di abad ini, bahkan stimulasi itu sudah bisa dilakukan oleh para ahli biomolekuler dengan menggunakan kejutan listrik. Ini sudah biasa dilakukan dalam teknologi cloning ataupun pembuatan stem sel. Bahwa, sebuah sel ternyata bisa disengaja untuk membelah, tanpa harus lewat pembuahan. Dan jika sel yang membelah ini dimasukkan ke dalam rahim seorang perempuan, maka sel tersebut akan tumbuh menjadi janin. Dan kelak akan lahir menjadi bayi tanpa bapak.

Yang begini ini, sekarang bukan lagi keajaiban di dunia biomolekuler. Melainkan salah satu standard operating procedure (SOP) untuk menghasilkan ’manusia buatan’ lewat kloning. Atau ’sel induk buatan’ lewat parthenogenesis. Dalam istilah Al Qur’an, Allah cukup mengucapkan ’kun’ maka jadilah makhluk ciptaan-Nya, dengan mengikuti sunatullah yang sudah ditetapkan-Nya sejak awal penciptaan alam semesta. Kenapa dulu dianggap ajaib? Sebenarnya, hanya karena belum ada yang bisa menjelaskan saja... :)

Maka, ringkas kata, kelahiran Isa yang tanpa bapak itu adalah hal yang biasa-biasa saja dalam sudut pandang ilmu biomolekuler. Apalagi dalam sudut pandang Allah Yang Maha Berilmu. Karena itu, Allah meluruskan pendapat yang ’hanya karena proses seperti itu’ lantas ada yang menyebut Isa sebagai anak Tuhan. Sebuah kesalahkaprahan yang dilarang oleh Allah.

Sebagai catatan, kelahiran Isa tanpa bapak itu bukan kloning. Karena jika kloning, Isa akan menjadi duplikat 100% dari ibunya, Maryam. Artinya, Isa akan terlahir sebagai perempuan. Karena kloning adalah ibarat ’fotokopi manusia’. Kelahiran itu juga bukan karena Maryam Hermaphrodite yang berorgan reproduksi ganda.

Penjelasan yang lebih baik dan bisa diterima secara ilmiah adalah, Isa terlahir secara parthenogenesis, yakni kehamilan tanpa pembuahan. Dimana sel telur ibunya terbelah oleh stimulasi kejutan listrik di dalam dirinya sendiri. Dalam catatan sejarah parthenogenesis, keturunan yang lahir lewat cara ini tidak akan bisa memiliki keturunan lagi disebabkan adanya kelainan chromosom di dalam sel-sel reproduksinya. Karena itu, Nabi Isa sudah diwafatkan Allah ketika beliau masih bujang...

Salah kaprah yang kedua adalah menyikapi mukjizat yang dibawanya. Memang, mukjizat yang diberikan Allah kepada Isa luar biasa hebatnya. Terutama dalam dunia kedokteran. Karena beliau bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit, yang waktu itu tidak tersembuhkan. Bahkan bisa menghidupkan orang yang sudah mati untuk bersaksi. Dan juga, bisa mencipta burung dari tanah liat yang dibentuk.

Sebagian kemampuannya itu, kini mulai bisa dijelaskan lewat perkembangan ilmu biomolekuler yang semakin terbuka. Ternyata, sebagian besar penyakit itu bersumber dari perintah genetika yang malfunction. Maka, jika kelainan genetika itu bisa diperbaiki, penyakit apa pun yang diderita seseorang bakal sembuh dengan sendirinya dari dalam.

Yang begini ini, sekarang sedang menjadi ladang garapan para ahli biomolekuler: mengutak-atik DNA di dalam inti sel untuk merekaya fungsi genetikanya. Ilmunya disebut sebagai rekayasa genetika. Kelak, berbagai cacat bawaan, seperti orang buta sejak lahir pun, insya Allah akan bisa disembuhkan dengan cara rekayasa genetika ini. Atau dengan menggunakan stem sel. Saya telah membahas hal ini dalam buku serial 22: Heboh Spare-Part Manusia.

Yang belum bisa dijelaskan dengan baik adalah tentang bangkitnya seseorang yang sudah mati. Bagaimana orang yang sudah mati lantas bangkit dan berbicara di depan orang banyak, dan kemudian setelah kesaksiannya ia mati kembali. Akan tetapi, fenomena tentang ’mati suri’ mungkin bisa sedikit mengungkapkan mekanisme hidupnya seseorang yang sudah mati itu. Bahwa, ternyata nyawa yang telah berpindah ke alam jiwa itu bisa kembali lagi masuk ke dalam raga si jenazah, untuk beberapa lama.

Ke masa depan, sangat boleh jadi, mekanisme seperti ini bisa direkayasa. Tentu saja dengan memanfaatkan Sunnatullah. Semua adalah ilmu Allah, yang barangkali sekarang belum terbuka saja. Karena sesungguhnya peristiwa demikian sudah berulangkali diceritakan Allah di dalam al Qur’an. Misalnya, tentang Ashabul Kahfi yang ’ditidurkan’ Allah selama 300 tahun, QS. Al-Kahfi (18): 25. Atau, seorang ahli ibadah yang dimatikan 100 tahun, kemudian dihidupkan kembali, QS. Al Baqarah (2):259. Atau, kejadian serupa di zaman Nabi Musa, QS. Al Baqarah (2):73. Jadi, apa yang terjadi pada Nabi Isa sebenarnya bukanlah satu-satunya keajaiban.

Salah kaprah yang ketiga, adalah tentang kematian beliau. Banyak diantara kita yang masih percaya bahwa Nabi Isa belum wafat. Hanya ’diangkat seutuhnya' oleh Allah ke langit. Dan kelak akan diturunkan lagi sebagai juru selamat dunia. Alias Imam Mahdi. Ini juga sebuah kesalah-kaprahan yang diluruskan oleh Al Qur’an. Karena sesungguhnya ’juru selamat’ akhir zaman ini bukan nabi Isa, melainkan Nabi Muhammad. Beliaulah Nabi Akhir zaman, yang tidak ada lagi Nabi sesudah beliau.

QS. Ash Shaff (61): 6
Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)" Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata".

QS. Al Ahzab (33): 40
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Kalau pun al Qur’an menyebut ada utusan kepada setiap umat manusia, maka itu sudah ditutup dengan hadirnya Nabi Muhammad yang disebut Allah sebagai Nabi penutup. Dunia informatika yang sedemikian canggih ini sudah cukup menjadi media yang menyatukan seluruh permukaan bumi sebagai ’desa kecil’ belaka yang menghubungkan antar benua di dalam laptop di hadapan kita.

Jadi kini, semua adalah umat yang satu, di bawah ’juru selamat’ bernama Muhammad. Yang Kitabnya juga berlaku universal untuk kehidupan akhir zaman. Bagi siapa pun, bangsa apa pun, dan dimana pun kita berada. Tak ada lagi Nabi sesudahnya. Termasuk Nabi Isa yang diisukan akan turun lagi ke dunia untuk melawan Dajjal alias kekuatan perusak akhir zaman. Nabi Isa telah wafat di usia muda, dengan cara yang tidak diketahui. Yang jelas, bukan berada di tiang salib para penguasa Romawi waktu itu.

QS. An Nisaa’ (4): 157
dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, `Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan `Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang `Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah `Isa.

QS. Ali Imran (3): 55
(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai `Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat (derajat)-mu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya".

QS. An Nisaa’ (4): 159
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (`Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari Kiamat (Akhirat) nanti `Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka (sebagaimana nabi-nabi lainnya menjadi saksi bagi umatnya).

QS. Maryam (19): 33
Dan semoga kesejahteraan dilimpahkan kepadaku (Isa), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali".

Maka, Nabi Isa adalah manusia biasa yang terlahir di muka bumi dengan cara yang berbeda dengan kebanyakan kita. Allah mengangkatnya sebagai hamba dan rasul bagi bani Israil. Dan menjadikannya sebagai bukti Kekuasaan Allah yang Maha Berkuasa dan Maha Berkehendak atas segala ciptaan-Nya...

QS. Az Zukhruf (43): 59
Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil.

Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~

oleh Agus Mustofa pada 2 Desember 2010 pukul 23:20


Kamis, 02 Desember 2010

SALAH KAPRAH TENTANG ‘KURSI ALLAH’


Salah satu pelajaran Tauhid yang sering kita salah-pahami adalah tentang ‘Kursi Alllah’. Seorang jamaah umroh pernah saya tanya tentang persepsinya terhadap Allah, saat dia menjalankan shalat ‘menghadap’-Nya. ‘’Apakah yang terbayang di dalam benak Anda tentang Allah, ketika Anda shalat?’’ Dia menjawab: ’’Allah berada di depan saya, sedang duduk di atas Singgasana-Nya...’’.

Tentu saja ini salah kaprah. Sehingga saya perlu mengajaknya diskusi cukup lama untuk menjelaskan berbagai statement al Qur’an yang bisa menjebak persepsi kita dalam memahami-Nya. Masalahnya, memang, Allah memperkenalkan Diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan menggunakan bahasa personifikasi manusia.

Ketika Allah mengatakan, Dia Maha Melihat maka otomatis tebersit di benak kita Allah memiliki mata. Ketika Allah mengatakan, Dia Maha Mendengar, otomatis pula kita mempersepsi Allah punya telinga. Demikian pula ketika Allah mengatakan menggulung langit dengan tangan-Nya, berkata-kata, dan bersemayam di atas singgasana, maka kita langsung saja membayangkan Allah punya tangan, mulut, dan sosok yang duduk di atas kursi.

Kenapa bisa demikian? Padahal, kita semua sudah tahu jawabannya, bahwa persepsi kita itu adalah sebuah kekeliruan massal, alias salah kaprah. Karena, kosa kata yang digunakan Allah untuk memperkenalkan Diri-Nya itu adalah kosa kata yang sudah sehari-hari kita gunakan untuk menjelaskan aktifitas manusia. Sehingga memorinya sudah telanjur berada di dalam otak kita. Bahwa melihat itu ya dengan mata, mendengar itu ya dengan telinga, memegang itu ya dengan tangan, dst.

Maka, untuk mengurangi efek mis-persepsi itu kita lantas mengatakan begini: Dia melihat dengan penglihatan yang bukan seperti penglihatan kita, Dia mendengar dengan pendengaran yang ’bukan’ seperti pendengaran kita, Dia menggunakan tangan yang ’bukan’ seperti tangan kita, Dia duduk di atas kursi yang ’bukan’ seperti kursi kita, dan seterusnya.

Tetapi, tetap saja persepsi di benak kita tidak beranjak jauh dari persepsi semula. Kenapa? Karena kita hanya menambahkan kata ’bukan’ di depan kata ’tangan’. Maka yang yang terbayang ya tetap saja tangan. Atau, kata ’bukan’ di depan kata ’kursi’, ya tetap saja yang terbayang adalah ’kursi’, meskipun dengan ’bentuk’ yang lain... :)

Ya, itulah masalahnya: bahasa personifikasi. Kita telanjur mengenal istilah tersebut untuk menjelaskan sifat-sifat-Nya yang sebenarnya tidak bisa terwadahi oleh istilah apa pun. Dalam bahasa apa pun. Setiap kali kita menggunakan bahasa untuk mendefinisikan sifat-Nya, setiap itu pula kita telah membatasi ’kemutlakan-Nya’. Bagaimana mungkin ’Sesuatu’ yang tidak terbatas, diceritakan dengan istilah atau definisi yang terbatas? Apalagi, makna kata ’definisi’ adalah ’batasan’. Allah adalah Dzat yang tidak bisa didefinisikan..! Karena itu Dia mengatakan diri-Nya sebagai laisa kamitslihi syai-un ~ tidak seperti apa pun yang kita persepsikan, setelah menjelaskan tentang sifat-sifat-Nya.

Kita definisikan sebagai ‘ketiadaan’, salah. Kita definisikan sebagai ‘beradaan’, juga belum benar. Kita definisikan secara scientific sebagai ‘singularitas’, keliru. Kita definisikan sebagai ‘non singularitas’, ya belum betul. Bahkan kita definisikan sebagai ‘tidak bisa dijelaskan’ pun tidak pas. Karena, sebenarnya Dia bisa dijelaskan, meskipun penjelasan itu belum mewakili ’seluruhnya’. Bahkan, istilah ‘mutlak’ juga belum bisa mewakili-Nya. Karena dia sekaligus ’Tidak Mutlak’. Dia adalah Dzat yang meliputi segala kontradiksi.

Lantas, untuk apa kita menjelaskan eksistensi Allah, kalau seluruh bahasa sudah tidak bisa mewadahi-Nya. Bukankah semua yang kita lakukan adalah sebuah kekeliruan semata, dan hasilnya selalu ’bukan itu’? Kalau kita tidak berusaha menjelaskannya, kita malah semakin keliru. Disebabkan ketidak-mengertian. Adalah lebih baik kita ’mengerti’, daripada tidak mengerti. Meskipun, dalam ’mengerti’ itu ada grade-nya: mulai dari ’tidak mengerti’, ’agak mengerti’, ’semakin mengerti’, dan ’paling mengerti’. Tetapi tidak pernah ”sudah mengerti’.

Lantas, bagaimana cara kita mengenal Allah? Tentu saja, sangat banyak caranya, sebanyak kepala manusia yang ada di muka bumi. Setiap kita pasti memiliki persepsi yang berbeda dengan orang lain. Sebagai misal, meskipun Anda sedang sama-sama membaca tulisan saya ini, saya jamin setiap Anda memiliki persepsi yang berbeda tentangnya. Tidak apa-apa. Sangat manusiawi...

Dalam hal persepsi, yang harus kita lakukan adalah membuka peluang untuk memperoleh persepsi seluas-luasnya. Sehingga tercapai kesimpulan yang semakin utuh alias holistik, dalam sudut pandang selebar-lebarnya. Untuk itu, kita mesti menggali ayat-ayat Qur’an sebanyak-banyaknya, dan di-cross-check dengan data yang sevalid-validnya sebagai bukti ayat-ayat Kauniyah yang dihamparkan-Nya di sekitar kita. Termasuk yang ada pada diri kita sendiri. Bukankah kata Al Qur’an, kita bisa memahami eksistensi Allah dengan cara mengenal alam sekitar dan diri sendiri?

QS. Adz Daariyaat (51):20- 21
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (eksistensi Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?

Maka, jangan hanya mendefinsikan dengan satu-dua kata tentang eksistensi-Nya. Melainkan, ’definisikanlah’ dengan jutaan kata, atau syukur-syukur dengan ungkapan yang tiada berhingga. Karena, kita memang tidak akan pernah bisa mendefinisikan dengan sebenarnya, kecuali hanya mendekati. Yang bisa kita lakukan memang cuma menggeser batas definisi yang kita gunakan agar ’lebih memahami’-Nya.

Ada ribuan ayat yang bercerita tentang Allah di dalam Al Qur’an. Mulai dari yang bersifat definisi sampai perintah untuk melakukan investigasi. Semua itu mesti disusun dalam sebuah ’gambar’ besar tentang-Nya. Meskipun ’gambar’ yang kita peroleh tentang-Nya itu belum benar, tapi lumayanlah untuk modal dasar bagi upaya kita mendekatkan diri kepada-Nya, dari waktu ke waktu sampai ajal menjemput kita. Sampai datangnya hari Akhirat yang berdimensi lebih tinggi, dimana kita akan bisa memahami Allah dengan jauh lebih baik dari pada sekarang. Meskipun, tetap saja kita tidak akan pernah bisa memahami-Nya dalam arti yang sesungguhnya.

Ada beberapa ayat yang seringkali saya gunakan untuk mendasari pemahaman Tauhid, diantaranya adalah berikut ini.

1). Bahwa Allah demikian Besar-nya, sehingga Dzat-Nya meliputi seluruh langit dan Bumi. Jadi segala sesuatu yang berada di dalam alam semesta, dengan sendirinya berada di dalam Diri-Nya. Tetapi tidak sama dengan Diri-Nya. ’Larut’ tetapi tidak ’menjadi’. Karena itu, kemana pun kita menghadap, kita berhadapan dengan Allah.

QS. An Nisaa’ (4): 126
Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.

QS. Al Baqarah (2): 115
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

2). Sebagai Dzat yang Maha Besar, maka Allah meliputi bukan hanya ruang, melainkan juga waktu. Sehingga, ’awal’ dan ’akhir’ berada di dalam Diri-Nya pula. Waktu ke nol dan waktu ’tak berhingga’ semuanya berada di dalam Allah. Selain itu, Allah juga meliputi segala yang zhahir (lahiriah) dan bathin (batiniah). Yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Pendek kata segala yang bersifat kontradiktif: dulu & sekarang, disana & disini, kelihatan & tersembunyi, besar & kecil, bergerak ataupun diam, nol & tak berhingga, dlsb, semuanya berada di dalam-Nya.

QS. Al Hadiid (57): 3
Dialah Awal dan Akhir, Zhahir dan Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Maka bagaimanakah memahami ’Kursi Allah’ yang besarnya meliputi langit dan bumi? Yang meliputi alam semesta. Yang mana black-hole hanya menjadi salah satu anggota saja dari eksistensi alam semesta. Meskipun, di dalam black-hole itu segala hukum alam runtuh dan tak bisa dijelaskan lagi. Tetapi, bukankah di luar black-hole masih terdapat segala ’yang bisa dijelaskan’, sebagai anggota alam semesta? Maka, black hole bukan segala-galanya yang mewakili eksistensi-Nya. Melainkan hanya sebagai bagian dari ’kontradiksi’ yang sedang diliputi oleh Kursi-Nya yang agung.

QS. Al Baqarah (2): 255
...Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Karena itu, Kursi Allah bukan bertempat di dalam alam semesta yang tersusun dari ’ruang-waktu-materi-energi-informasi’. Melainkan meliputinya. Sehingga, tidak ada referensi yang bisa kita gunakan untuk memahami bentuknya. Jangankan Singgasana atau Arsy Allah, isi black-hole saja tidak bisa dijelaskan, karena seluruh hukum alam runtuh di titik singularitas itu. Ibarat angka ’nol’, semua hukum matematika tidak berlaku lagi, ketika kita ’masuk’ ke dalam angka nol. ’Ada’ bilangannya memang, tetapi ’tidak ada’ isinya. Bagaimana mungkin kita bisa ’menghitung’ ketiadaan?

Maka, seluruh hukum sains tidak berlaku di dalam black-hole. Apalagi di dalam ’Arsy Allah yang meliputinya. Apalagi, untuk menjelaskan Dzat Allah...! Tidak ada perangkat yang bisa kita pakai, kecuali sekedar analogi dan perumpamaan belaka. Bahwa Arsy alias Kursi Allah adalah lambang Kekuasaan yang meliputi seluruh realitas alam semesta. Yang ’bisa didefinisikan’ maupun yang ’tidak bisa didefiniskan’...!

QS. Al A’raaf (7): 54
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. Dan matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

’Dimanakah’ Arsy Allah berada? Allah mengatakan di atas ’air’ saat penciptaan alam semesta raya. ’Air’ apakah itu yang sudah ada di awal penciptaan alam semesta? Bukankah H2O baru tercipta miliaran tahun setelah masa awal penciptaan jagat? Itulah zat yang menjadi ’cikal bakal’ alam semesta yang dalam terminologi Big Bang dikenal sebagai Sop-Kosmos. Yakni: seluruh materi-energi-ruang-waktu yang dikompres menjadi ’bahan’ berbentuk jelly dalam ukuran sangat kecil, dimana suhu, tekanan, dan kerapatannya tak berhingga besarnya, yang lantas memunculkan ketidakstabilan, dan kemudian meledak menjadi alam semesta dalam kendali Kekuasaan-Nya, di dalam Arsy Allah..

QS. Huud (11): 7
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah `Arsy-Nya diatas air (al maa’ ~ sop kosmos), agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya...

QS. Al Anbiyaa’ (21): 30
Dan apakah orang-orang yang ingkar tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air (al maa’) Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?

Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~

(Lebih detil baca buku serial ke-6:' BERSATU DENGAN ALLAH')


oleh Agus Mustofa pada 1 Desember 2010 pukul 15:10