Ada hal yang mesti kita cermati
tentang penetapan ’Bulan Baru’, yang selama ini menjadi sumber perdebatan berkepanjangan.
Dan, kemudian berdampak pada penetapan awal Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha.
Apa yang saya sampaikan ini
tentu jangan dianggap sebagai ‘kebenaran mutlak’, melainkan sekedar sebagai wacana
untuk mengklarifikasi masalah berkepanjangan yang selama bertahun-tahun tidak kunjung
selesai, di Indonesia.
1). Penetapan akhir bulan
atau awal bulan dilakukan pada saat waktu maghrib. Yakni ketika matahari tenggelam,
di ufuk barat akan kelihatan ‘bulan sepotong’ alias hilal, jika memang sudah waktunya bulan
baru.
2). Jika tidak kelihatan,
maka usia bulan yang sedang berjalan digenapkan menjadi 30 hari. Khususnya dalam
kasus bulan Ramadan. Sehingga, meskipun besoknya sudah 1 syawal, kita tetap menggenapkan
puasa Ramadan. Dan baru pada tanggal 2 syawal melakukan shalat Idul Fitri.
3). Kenapa demikian? Karena
Rasulullah mengajarinya demikian: diperintahkan untuk menggenapkan jika tidak terlihat hilal. Jadi, sebenarnya, pokok masalahnya
bukanlah 1 syawalnya, melainkan ’Bulan Ramadan’nya. Karena, usia bulan dalam kalender
Hijriah hanya 29,5 hari. Maka, jika ’setengah harinya’ muncul di awal, kita akan
berpuasa 29 hari. Tapi jika ’setengah harinya’ muncul di belakang, kita diperintahkan
untuk menggenapkan berpuasa menjadi 30 hari. Padahal, besoknya itu sebenarnya sudah
tanggal 1 syawal. Dan, itu tetap dipakai sebagai patokan untuk menentukan bulan
berikutnya: Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dst. Sehingga penanggalannya tidak bergeser
karenanya.
4). Yang sering menjadi perdebatan
adalah: antara wilayah timur dengan wilayah barat, seringkali tidak bisa bersamaan
melihat hilal ketika maghrib datang. Masalahnya, posisi geografisnya
memang berbeda. Katakanlah, antara Indonesia dan Arab Saudi. Saat di Indonesia Maghrib,
di Arab masih menjelang Ashar. Jika di Indonesia,
saat itu, bisa melihat hilal di ufuk barat, masalahnya selesai. Pasti di
Arab pun, hilal akan terlihat. Sebab, posisi hilal itu memang
muncul di ufuk barat. Arab Saudi sebagai negara yang ada di barat Indonesia pasti
bisa melihatnya. Masalah akan muncul, jika di Indonesia tidak terlihat hilal. Tapi, di Arab Saudi kelihatan.
Kenapa bisa demikian? Ya, karena hilal-nya
berada di barat. Sehingga ketika di Indonesia Maghrib, hilal itu masih tertutup oleh lengkungan Bumi. Dan,
baru 4 jam kemudian terlihat oleh mereka yang berada di Arab Saudi, saat Maghrib
datang. Maka dalam kasus ini, Indonesia menggenapkan puasa menjadi 30 hari, sedangkan
Arab Saudi mencukupkan puasa 29 hari. Sehingga di Indonesia baru shalat Idul Fitri
tanggal 2 syawal, dan di Arab shalat tanggal 1 syawal.
5). Jadi, sebenarnya penetapan
shalat Id itu lentur dan tentatif saja. Yakni, seusai puasa Ramadan. Cuma, yang
harus kita sadari, bahwa terlihat hilal ataupun tidak terlihat hilal pada saat Maghrib ~ di Indo maupun di Arab ~
besoknya tetap saja tanggal 1 syawal. Kenapa? Karena, usia bulan yang tersisa itu
sebenarnya hanya maksimum 0,5 hari alias 12 jam. Sehingga, kalau misalnya maghrib
itu jam 6 sore, maka besok jam 6 pagi itu sudah masuk tanggal 1 syawal. Apalagi, jika hanya berjarak
empat jam (dari Arab Saudi ke Indonesia). Jika di Indonesia jam 18.00 belum terlihat hilal, dan kemudian di Arab Saudi terlihat
jam 18.00 waktu Saudi, maka dalam waktu bersamaan di Indonesia jam 22.00 sudah masuk tanggal 1 syawal. Apalagi besok paginya. Maka,
sebenarnya sudah boleh melakukan shalat Idul Fitri. Meskipun boleh juga menggenapkan.
Cuma, Rasulullah menganjurkan
untuk menggenapkan 30 hari, karena waktu itu tidak ada alat yang bisa digunakan
untuk memastikan hitung-hitungan tersebut. Satu-satunya alat adalah ’penglihatan’
kita. Sehingga, jika tidak terlihat, ya sudah genapkan aja. Toh, tidak menjadi masalah
apakah itu 1 syawal atau 2 syawal. Yang penting seusai puasa Ramadan.
6). Selain Idul Fitri adalah
Idul Adha. Dalam al Qur’an disebutkan bhw musim haji itu sebenarnya beberapa bulan.
Yakni, Syawal, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah, QS. 2: 197. Dan cara menentukan awal
musim haji itu memang dengan melihat munculnya hilal, seperti penentuan bulan-bulan
lainnya, QS. 2: 189. Pada bulan-bulan itu jamaah haji sudah mulai berdatangan untuk
menyiapkan wuquf di Arafah pada 9 Dzulhijjah, sebagaimana dicontohkan Rasulullah.
Dan pada tanggal 10 s/d 13 jamaah haji melakukan lempar jumrah, tawaf, dan sai,
serta menyembelih kurban. Sedangkan di Indonesia, kita melakukan shalat Id. Pada
saat itu, kita dilarang untuk berpuasa. Berpuasa Arafah adalah sebelumnya, yakni
saat jamaah haji wuquf di Arafah.
7). Maka, meskipun perintah
puasa Arafah dan Idul Adha disampaikan Rasulullah lebih awal dari perintah Haji,
keduanya tetap saja berkaitan. Bahwa puasa Arafah terkait dengan Wuquf, dan shalat
Id terkait dengan: lempar jumrah, tawaf, sai, dan penyembelihan kurban. Karena itu,
tidak mungkin kita memisahkan keduanya. Misalnya, puasa Arafah di lakukan di awal
bulan Syawal, dan wuqufnya dilakukan di bulan Dzulhijjah. Demikian pula, shalat
Id-nya. Karena, ibadah-ibadah itu memang saling terkait.
8). Maka, sekali lagi, kesimpulannya
adalah: penetapan puasa Arafah terkait erat dengan wuquf, dan shalat Id terkait
dengan hari tasyrik. Di Indonesia, 9 Dzulhijjah dengan sendirinya akan jatuh tanggal
15 November. Karena, antara Arab Saudi dan Indonesia hanya beda 4 jam. Sehingga
kalau di Arab Saudi tanggal 9 Dzulhijjah datang saat maghrib jam 18.00, maka di
Indonesia 9 Dzulhijjah itu masuk jam 22.00 malam, pada hari yang sama: 15 November.
9). Bahkan, jika ditarik
ke negara terjauh dari Arab Saudi yang berjarak 12 jam pun kondisinya akan tetap
sama. Jika, di Arab Saudi maghrib menjadi pembatas beralihnya tanggal dari 9 ke
10 Dzulhijjah, maka 12 jam kemudian di negara yang jauh itu masuk ke tanggal 10
Dzulhijjahnya, yakni jam 6 pagi. Artinya, mereka boleh melakukan shalat Idul Adha,
karena saat itu jamaah haji sudah meninggalkan Arafah menuju Mina. Dan sudah masuk
tanggal 10 Dzulhijjah. Jadi, tidak mungkin bertambah sehari lagi. Terlalu lama.
Apalagi, tidak ada alasan untuk menggenapkan puasa sebagaimana pada bulan Ramadan.
Namun demikian, tentu saja, apa yang saya jalankan ini adalah pendapat saya. Dipakai
silakan, tidak pun tidak apa-apa... :)
wallahu a'lam bishshawab
~ salam ~
oleh Agus Mustofa pada 14 November 2010 jam 22:1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar