Syarat
pertama seseorang untuk beragama adalah BERAKAL. Inilah yang dalam ilmu Fiqh disebut sebagai Aqil Baligh alias ’sudah
sampai akalnya’. Dengan kata lain, yang akalnya belum sampai nggak menjalankan hukum Fiqh pun menjadi tidak apa-apa.
Siapakah
orang yang akalnya belum sampai atau tidak sampai itu?
Ada dua kelompok, yakni anak-anak
yang belum dewasa, dimana perkembangan otaknya ’belum sempurna’.
Dan yang kedua,
adalah orang-orang yang mengalami kerusakan otak, sehingga cara berpikirnya ’tidak
genap’. Kerusakan otak itu bisa dikarenakan gila, idiot, pikun, dan sejumlah kerusakan
otak di bagian memori atau kepribadian lainnya. Baik karena penuaan, penyakit ataupun
kecelakaan.
Anak-anak
mengalami perkembangan dan penyempurnaan otak sejak masih di dalam rahim sampai
beberapa tahun setelah kelahiran. Seiring perkembangan otak, akalnya pun berkembang.
Demikian pula jiwanya. Otak, akal, dan jiwa adalah ’bagian’ diri manusia yang terus
berkembang, secara fisis dan psikologis
Pada
hari pertama pembentukan janin, seorang manusia sudah bersyahadat tentang keberadaan
Allah. Hal itu diceritakan di dalam al Qur’an al Karim. Meskipun ia belum punya
otak. Lantas siapakah yang bersyahadat itu? Bukankah jiwa seseorang terkait erat
dengan keberadaan otaknya? Dan, sudah bisa dipastikan saat itu, otak janin belum
terbentuk. Ketika itu, manusia baru berbentuk satu sel induk yang disebut sebagai
stem cell, berasal
dari penyatuan sel telur ibu dan sel sperma bapak.
Susunan
saraf dan cikal bakal otak, baru terbentuk di sekitar hari ke 18. Awalnya, tubuh
manusia hanya berbentuk sebuah sel yang terus menerus membelah. Dari satu sel menjadi
dua sel, menjadi empat sel, menjadi 8, 16, 32, 64, dan seterusnya. Dan belasan hari
kemudian baru mengarah ke pembentukan otak dan saraf-saraf pendukungnya. Lantas,
jiwa yang manakah yang dimintai bersyahadat oleh Allah.
QS. Al A’raaf (7): 172
Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari punggung
(sulbi) mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa (nafs) mereka: "Bukankah
Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul, kami bersaksi". (Yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang lalai terhadap hal ini",
Kecerdasan
paling awal pada diri manusia sebenarnya memang bukan berada di otaknya, melainkan
di susunan genetikanya. Itulah yang ’bersyahadat’ pertamakali, di awal penciptaan
manusia. Kecerdasan genetikalah yang diperintah oleh Allah untuk mengendalikan proses
pembelahan cikal bakal manusia. Di dalamnya ada program yang menyebabkan seluruh
proses pembentukan badan manusia terkontrol dengan sangat teliti. Membentuk tangan,
membentuk kaki, badan, kepala, otak, susunan saraf, organ-organ dalam, tulang, kulit,
dan lain sebagainya. Sebuah kecerdasan ’bawah sadar’ yang bekerja mengikuti ’fitrah
ketuhanan’, karena sudah diminta bersyahadat oleh Allah untuk bertuhan dan taat
kepada perintah-Nya.
Sampai
sekarang seluruh sel-sel dalam tubuh kita yang jumlahnya puluhan triliun ini tetap
bersyahadat dan patuh kepada perintah Allah. Mereka tetap berfungsi sebagai tubuh
dengan segala tugasnya. Dan kemudian membentuk sebuah sistem ’kerajaan’ yang berpusat
di otak, menjadi sosok jiwa yang lebih sempurna. Sebagai catatan, setiap 1 kg tubuh
mengandung sekitar 1 triliun sel.
Jika
dulu, jiwa berada di alam ’bawah sadar’, maka kini ia muncul di ’alam sadar’. Meskipun
sebagian besarnya tetap berada di alam ’bawah sadar’. Konon, porsi alam bawah sadar
manusia jauh lebih besar dibandingkan kemampuan sadarnya. Sebagian besar ahli jiwa
mengatakan, sekitar 90 persen jiwa kita berada di alam bawah sadar. Hanya sekitar
10 persen saja yang berada di alam sadar.
Tetapi,
menariknya, tanggungjawab beragama pada diri manusia dikaitkan dengan jiwa yang
berada di ’alam sadar’. Bukan yang ’bawah sadar’. Keputusan-keputusan saat kondisi
sadarlah yang harus dipertanggung-jawabkan sebagai akhir dari proses beragama. Karena
itu, lantas sangat terkait dengan perkembangan akal. Dan itu seiring dengan perkembangan
otak manusia.
Kecerdasan
yang tadinya bekerja di alam 'bawah sadar’ dalam susunan genetika inti sel, lantas
bertumbuh menjadi sebuah kecerdasan ’alam sadar’ yang bersemayam di dalam otak.
Ia mendewasa seiring dengan proses penyempurnaan struktur otak yang terus berkembang.
Sejak
hari ke 18 itulah struktur otak dan susunan saraf menjadi semakin kompleks. Dan,
berkembang dengan kecepatan yang luar biasa menakjubkan. Setiap menit, sel-sel otak
janin bertambah sekitar 25.000 sel. Sehingga, sembilan bulan kemudian otak memiliki
sekitar 100 miliar sel saraf, dan 200 miliar sel glia sebagai sel-sel penunjang fungsi kerjanya.
Organ berbentuk bubur dengan bobot sekitar 1,5 kg itu pun menjadi pusat kecerdasan
manusia yang tiada ternilai. Dan menghasilkan peradaban manusia yang kita lihat
sepanjang sejarah kemanusiaan.
Susunan
saraf otak membentuk sirkuit-sirkuit yang sangat rumit, dengan kecanggihan yang
tiada terkira, mengalahkan komputer dengan microchip terhebat mana pun yang ada
di dunia. Otak menjadi alat penerjemah dari ’sesuatu’ yang berada di ’alam bawah’
sadar, yang porsinya jauh lebih besar itu, ke alam sadar disekitarnya..!
Secara
umum, otak dibagi menjadi 3 wilayah besar. Wilayah pertama adalah batang otak dan otak
kecil. Bagian ini berfungsi menghubungkan otak dengan susunan saraf yang menghidupi
seluruh tubuh manusia, lewat sumsum tulang belakang. Di bagian inilah fungsi vital
kehidupan manusia diatur. Diantaranya adalah denyut jantung, gerakan paru-paru,
tekanan darah, dan mengatur keseimbangan gerakan. Daerah ini menjadi semacam saklar kehidupan yang
mengatur on-off
otak, alias mati tidaknya seorang manusia.
Wilayah kedua, adalah Otak Tengah dengan Sistem Limbiknya. Wilayah ini mengatur
fungsi luhur manusia yang meliputi fungsi rasional dan emosional. Hasilnya adalah
getaran yang meresonansi jantung, dan dikenal sebagai ’perasaan’.
Sedangkan
wilayah ketiga,
adalah permukaan kulit otak alias cortex
cerebri. Inilah wilayah otak yang khas dimiliki oleh manusia, yang dengannya
peradaban manusia terbentuk. Permukaan otak ini terbagi menjadi dua belahan, kanan
dan kiri. Yang sebelah kanan bekerja secara intuitif dan artistik, tidak runtut.
Sedangkan yang sebelah kiri bekerja dengan mekanisme matematis yang lebih runtut
mengandalkan rasio, logika dan analisa. Namun, kedua belahan otak itu adalah bagian
dari otak yang ’berpikir’. Bukan bagian yang emosional. Memori emosional tetap tersimpan
di dalam Amygdala, dalam Sistem Limbik.
Proses
penyempurnaan otak janin bukan hanya terjadi saat masih di dalam rahim, melainkan
sampai masa kanak-kanak, beberapa tahun setelah kelahiran. Kematangan emosional
dan rasionalitas misalnya, berjalan tidak bersamaan. Sampai masa 3 tahun pertama,
yang berkembang pada anak-anak adalah Amygdalanya.
Karena
itu, proses pembelajaran pada anak di usia tersebut sebaiknya menggunakan pendekatan
emosional, sesuai dengan bagian otak yang sedang berkembang. Barulah diatas usia
3 tahun, anak-anak mengalami perkembangan otak rasional secara lebih baik, sehingga
pembelajaran bisa disesuaikan secara lebih masuk akal. Pendidikan anak yang tidak
sesuai dengan masa perkembangan bagian-bagian otaknya akan menyisakan masalah di
masa dewasanya...! (bersambung lagi...)
Wallahu
a’lam bishshawab
~
salam ~
oleh Agus Mustofa pada 20 Januari 2011 pukul 14:04
Tidak ada komentar:
Posting Komentar