Dimanakah
kita sekarang berada? Di dunia ataukah di akhirat? Tentu saja di DUNIA. Lantas,
dimanakah akhirat? Alam akhirat sudah MELIPUTI dunia ini. Hahh, berarti dunia ini di
dalam akhirat? Begitulah agaknya..!
Akhirat
dan dunia memang telah diciptakan Allah satu paket, secara bersamaan. Ada tujuh
lapisan langit yang diciptakan Allah. Langit paling rendah adalah DUNIA, sedangkan
langit paling tinggi adalah AKHIRAT. Semuanya sekarang sudah ada, dengan struktur:
langit yang lebih rendah diliputi oleh langit yang lebih tinggi. Bagaimana ceritanya,
kok bisa muncul kesimpulan demikian? Marilah kita pahami beberapa alasan berikut
ini:
1).
Allah menyebutkan di dalam al Qur’an bahwa langit diciptakan bertingkat dan berlapis-lapis
sejak semula.
QS. Al Mulk (67): 3
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang...
2).
Langit adalah ruang angkasa yang ada ’diatas’ Bumi. Karena planet Bumi berbentuk
bola, maka langit yang ada ’diatasnya’ pun jadi berbentuk bola. Yakni, seluruh ruang
alam semesta yang meliputi bumi. Sehingga kalau ada tujuh langit bertingkat, berarti
secara sederhana kita bisa membayangkan struktur langit itu mirip sebuah bola di
dalam bola yang lebih besar di dalam bola yang lebih besar lagi sampai tujuh kali.
Memang, ini hanya sebuah simplifikasi alias penyederhanaan saja dari struktur langit.
Pembahasan lebih detil, secara teori dimensi, bisa Anda baca di dalam buku serial
ke-3: ’Terpesona di Sidratul Muntaha’.
3).
Langit dunia, kata al Qur’an, adalah seluruh ruangan yang berisi bintang-bintang.
Dengan kata lain, sejauh ruangan angkasa itu masih terisi bintang, maka ia masih
disebut sebagai langit dunia. Selebihnya, lapisan-lapisan langit yang lebih tinggi
sudah tidak berisi benda-benda angkasa sebagaimana yang kita pahami dengan mata
awam ini. Sudah berbeda dimensi.
QS. Ash Shaaffaat (37): 6
Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.
4).
Setiap lapisan langit memiliki dimensi yang berbeda. Semakin keatas, semakin tinggi
dimensinya. Dan dari setiap langit yang dimensinya berbeda itu, isi alam semesta
akan kelihatan berbeda. Hal itu diceritakan Allah di dalam al Qur’an, bahwa karena
langit ini berlapis tujuh, maka bumi yang kita tempati ini pun menjadi seperti ada
tujuh ’penampakan’. Bukan planet buminya yang berjumlah tujuh, melainkan sudut pandangnya
yang tujuh.
Bumi
dilihat dari langit pertama berbeda dengan dilihat dari langit kedua. Berbeda pula
dilihat dari langit ketiga, dan seterusnya. Sampai langit ketujuh. Karena itu, dalam
ayat berikut ini, meskipun Allah menggunakan kata jamak untuk langit ~samawati~ tetapi tetap menggunakan
kata tunggal untuk bumi, ardhi.
Ini menunjukkan bahwa jumlah Bumi di alam semesta ini memang hanya satu. Sekaligus,
ini mematahkan pendapat tentang keberadaan bumi lain selain yang kita tempati.
QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit (samawati) dan seperti
itu pula bumi (ardhi). Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar
meliputi segala sesuatu.
5).
Alam akhirat ternyata sudah
ada, yakni di puncak langit yang dinamakan Sidratul Muntaha. Itulah
lapisan langit yang tertinggi, yang ketujuh. Rasulullah sudah sampai disana, dan
melihat surga sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut ini.
QS. An Najm (53): 14-15
Di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal...
Di
ayat lain, Allah juga menceritakan bahwa besarnya surga adalah seluas langit dan
bumi. Langit dan bumi yang mana? Tentu saja yang tujuh lapis, karena alam akhirat
memang terletak di langit yang tertinggi yang meliputi seluruh langit lainnya. Sehingga,
dalam ayat berikut ini Allah menggunakan istilah samawatu (jamak) bukan sama’u (tunggal) dalam menyebut
langit.
QS. Ali Imran (3): 133
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit (samawatu) dan bumi (ardhu) yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa.
6).
Maka, secara umum bisa disimpulkan bahwa langit berlapis tujuh itu terdiri dari
langit dunia di bagian yang paling kecil, dan langit akhirat di bagian yang paling
besar. Dengan kata lain, ’dunia’ ini berada di dalam ’akhirat’. Alias, dunia ini
adalah ’bagian’ dari akhirat. Alam semesta sebenarnya adalah satu paket, terdiri
dari dunia s/d akhirat, dalam bentuk alam paralel yang berjenjang semakin luas.
7).
Jadi, secara ruangan,
alam akhirat sudah ada bersamaan dengan alam dunia. Akan tetapi secara waktu, akhirat
baru ditampakkan kelak saat alam semesta mengalami kiamat pertama. Atau yang kita
kenal sebagai kiamat sughra,
kiamat kecil. Yakni seiring dengan mengerutnya alam semesta.
QS. Qaaf (50): 22
... maka Kami singkapkan darimu tabir (yang menutupi) pandanganmu,
maka penglihatanmu pada hari itu (kiamat) amatlah tajam.
QS. Ath Taariq (86): 9
Pada hari ditampakkan segala rahasia
QS. Az Zumar (39): 69
Dan terang benderanglah bumi dengan cahaya Tuhannya; dan diberikanlah
buku (catatan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi
dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.
8).
Ada yang mempertanyakan: kenapa saya berpendapat alam semesta bakal mengerut dan
hancur di tempat penciptaannya semula? Padahal ada kemungkinan lain, misalnya alam
semesta ini mengembang terus sehingga mendingin dan lenyap atau musnah karenanya.
Jika
kita mengkaji teori Big Bang, maka akan kita dapati bahwa alam semesta ini terbentuk
dari lontaran material dan energi dari pusat alam semesta, sekitar 14 miliar tahun
yang lalu. Untuk memahami perilaku benda langit yang terlontar dalam ledakan besar
itu, kita bisa menganalogikan dengan batu yang dilemparkan ke angkasa. Jika Anda
melempar sebuah batu ke angkasa, akan ada tiga kemungkinan yang bakal terjadi pada
batu itu.
Yang
pertama, jika tenaga lemparannya sangat kuat sehingga mengalahkan gaya gravitasi
bumi, batu tersebut bakal lepas dari bumi dan lenyap ke luar angkasa. Yang kedua,
jika kekuatan lemparannya seimbang dengan gaya gravitasi bumi, maka batu tersebut
akan berhenti di suatu ketinggian di angkasa sana. Tidak lenyap ke langit, dan tidak
jatuh ke bumi. Yang ketiga, jika gaya lempar batu itu lebih kecil dibandingkan dengan
gravitasi bumi. Maka, batu yang dilemparkan ke angkasa itu akan melambat, kemudian
berhenti di angkasa, lantas bergerak jatuh lagi ke permukaan bumi.
Nah,
saya memang memilih kemungkinan yang ketiga. Kenapa? Ada dua alasannya. Yang pertama,
secara ilmiah kini semakin banyak ditemukan dark
matter di kedalaman alam semesta. Diketemukannya materi gelap ini, akan
membawa konsekuensi semakin besarnya ’bobot materi’ yang ada di pusat alam semesta.
Yang suatu ketika, bakal menunjukkan fakta bahwa jumlah materi alam semesta itu
ternyata menghasilkan gaya gravitasi yang sedikit lebih besar dari gaya ledakan
saat pertama kali.
Ibarat
sebuah balon udara yang sedang ditiup, maka kekuatan mengembang alam semesta ini
suatu saat akan berhenti, dan kemudian kempis lagi. Atau dalam analogi batu yang
terlempar diatas, bebatuan yang terlontar ke segala penjuru alam semesta itu akan
melambat, berhenti, dan kemudian jatuh lagi ke pusat alam semesta.
Alasan
yang kedua, saya dapatkan dari dalam al Qur’an. Ternyata Allah mengatakan bahwa
langit yang sedang mengembang ini tidak akan lenyap tanpa batas, melainkan bakal
mengerut kembali. Digulung seperti lembaran-lembaran kertas, kembali ke posisi semula
dimana ia pernah digelar saat penciptaan.
QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan langit (samawati) dan bumi supaya
tidak lenyap; dan sungguh jika keduanya lenyap tidak ada seorang pun yang dapat
menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha
Pengampun.
QS. Al Anbiyaa’ (21): 104
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran
kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama kali, begitulah
Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya
Kamilah yang akan melaksanakannya.
9).
Kalau begitu, apakah alam semesta tidak bertambah sempit karenanya? Sehingga surga
dan neraka pun menjadi sempit pula? Memang iya, tetapi penyempitan alam semesta
dimana surga dan neraka ada di dalamnya itu tidak akan terasa, dikarenakan proses
transient saat
keruntuhannya, sebagaimana pula saat penciptaannya.
Ada
baiknya kita melihat analogi berikut ini. Ada dua batang besi magnet yang secara
perlahan-lahan didekatkan pada kutub-kutub yang tidak senama, sehingga muncul gaya
tarik menarik. Maka, secara perlahan-lahan kedua besi tersebut akan mendekat karena
gaya tarik yang relatif masih linear. Tetapi, pada jarak tertentu yang sudah cukup
dekat, kedua batang besi magnet itu tiba-tiba melekat dengan kecepatan berlipat
kali, sehingga mengagetkan kita sendiri: blaakk..! Inilah yang disebut sebagai transient.
Saat
pertama kali alam diciptakan oleh Allah, ledakannya akan terjadi secara transient,
yakni mengembang dengan cepat akibat gaya lontar yang luar biasa besarnya. Itu terjadi
hanya dalam orde detik atau menit saja. Setelah itu, alam semesta akan mengembang
relatif lebih linear dan ’perlahan-lahan’. Sehingga bermiliar-miliar tahun pun rasanya
alam semesta ini ya begini-gini saja. Seperti tidak ada perubahan.
Sebaliknya,
pada saat mengerut kelak, alam semesta juga akan mengecil secara ’relatif linear’
dalam jangka waktu yang sangat lama, milyaran tahun. Dan bakal mengalami transient
saat kehancurannya. Hanya dalam orde detik atau menit saja: runtuh dan lenyap dengan
cepat..! Mirip dengan dua batang magnet yang melekat secara cepat ketika dalam posisi
dekat. Itulah saat berakhirnya alam semesta menuju pada ketiadaan.
Maka,
apakah kesimpulan yang bisa kita peroleh dari paparan yang serba singkat ini? Saya
cuma ingin mengatakan, bahwa kehidupan kita di dunia ini sebenarnya sudah sekaligus
berada di akhirat..!
Dengan
demikian, seluruh perbuatan kita yang bersifat ’duniawi’, sesungguhnya pula sudah
bersifat ukhrawi
alias keakhiratan. Setiap amalan yang kita kerjakan, telah berdampak secara paralel,
di alam dunia dan alam akhirat. Berbuat baik, tercatat di dunia dan akhirat. Berbuat
jahat, juga berdampak langsung pada dunia dan akhirat.
Bedanya,
yang dunia akan menghasilkan balasan sekarang
di dunia. Sedangkan yang akhirat menghasilkan balasan tertunda setelah hari
kiamat. Karena itu berhati-hatilah...!
QS. Al Baqarah (2): 281
Dan peliharalah dirimu dari hari yang pada waktu
itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap
apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dirugikan.
Wallahu
a’lam bishshawab
~
salam ~
oleh Agus
Mustofa pada 18 Februari 2011 pukul 9:01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar