oleh Agus Mustofa pada 26 November 2011 pukul
23:54
Universe sedang menuju kehancurannya! Ini menjadi
‘konsekuensi logis’ dari dari hukum alam yang kita tempati sekarang, dimana
entropinya terus membesar. Begitulah hukum Termodinamika II menyimpulkan.
Seiring dengan bertambahnya waktu, tingkat kekacauan dan kerusakan alam semesta
menjadi semakin parah. Sampai suatu ketika, seluruh materi alam semesta,
termasuk makhluk hidup di dalamnya tak mampu menanggung lagi.
Kenapa entropi alias ‘kekacauan’ alam semesta bertambah
parah? Karena alam semesta ternyata sedang mengembang, ibarat sebuah balon
udara yang sedang ditiup. Sehingga, dimensi ruang alam semesta ini membesar.
Dampaknya, seiring dengan bertambahnya waktu, jarak antar-materi akan semakin
renggang, dan energi alam semakin mendingin.
Ibarat manusia, alam semesta sedang menuju kematiannya.
Tidak bisa tidak. Merenggangnya materi memunculkan kekacauan, sedangkan
mendinginnya energi akan ‘membunuh’ dan ‘membekukan’ seluruh makhluk yang ada
di dalamnya. Seluruh bintang, matahari dan galaksi bakal padam. Tentu, tak ada
kehidupan yang bisa bertahan di dalam alam semesta yang seperti itu.
Kecuali, alam semesta ini berhenti mengembang. Yakni, saat
volumenya mencapai ukuran maksimum dan kemudian mengerut kembali. Apakah hal
ini mungkin? Secara teori mungkin, yaitu jika jumlah materi di alam semesta ini
cukup besar sehingga menghasilkan gaya gravitasi yang menghalangi pengembangan
tiada henti. Dan kemudian alam akan ditarik kembali menuju pusat alam semesta.
Analoginya, mirip dengan batu yang kita lontarkan ke angkasa.
Ada tiga kemungkinan yang bakal terjadi. Yang pertama, jika tenaga lemparan
kita sedemikian kuatnya, sehingga mengalahkan gaya gravitasi Bumi. Maka batu
tersebut akan melesat lepas ke angkasa luar. Dan lenyap.
Kemungkinan yang kedua, kekuatan lemparan kita seimbang
dengan gaya gravitasi Bumi. Maka, batu tersebut akan melesat ke angkasa,
melambat, dan kemudian tertahan di ketinggian tertentu, di angkasa sana.
Sedangkan kemungkinan yang ketiga, gaya lemparan kita kalah besar dibandingkan
gaya gravitasi Bumi. Hasilnya, batu tersebut akan melambat, melambat, dan
melambat, akhirnya berhenti. Lantas, jatuh kembali ke permukaan Bumi disebabkan
tarikan gravitasi.
Nah, sampai sekarang, para ahli astronomi sedang sibuk
mencari sumber gravitasi yang diharapkan bisa menghalangi mengembangnya alam
semesta menuju ketiadaan itu. Secara berangsur-angsur, mereka menemukan
sejumlah ‘materi gelap’ dan ‘energi gelap’ di kedalaman alam semesta. Meskipun
jumlahnya belum memadai untuk mengimbangi gerakan mengembang sang universe.
Tetapi, ke masa depan diyakini materi dan energi gelap itu bakal mencapai
jumlah kritis yang dibutuhkan. Hmm, ternyata sains pun disandarkan pada sebuah
'keyakinan' meskipun belum terbukti.
Jika, dark matter dan dark
energy tersebut kelak terbukti mencukupi, maka secara teoritis bisa
dipastikan alam semesta yang mengembang ini tidak akan mengembang seterusnya.
Melainkan, akan berhenti di suatu jarak tertentu, dan kemudian mengerut kembali
menuju pusat alam semesta. Alam ini bakal lolos dari kematian ‘skenario
pertama’. Yakni, tidak jadi mati dengan cara mendingin... :)
Universe lantas mengerut dan mengecil kembali. Dan itu,
lantas akan menaikkan kembali suhu alam semesta, serta merapatkan kerenggangan
materinya. Yang terjadi, adalah sebuah proses pemampatan kembali, sehingga suhu
alam semesta akan semakin panas, dan semakin panas, seiring dengan merapatnya
seluruh materi, serta menciutnya ruang jagad raya.
Alih-alih mati mendingin, alam semesta kini terancam mati
kepanasan..! Bahkan, terancam hancur lebur saat runtuh di pusat alam semesta
kesedot gravitasi tiada tara dari sebuah blackhole maha raksasa. Materi, energi,
ruang, dan waktu bakal hilang lenyap ditelan ketiadaan... :(
Sebagian ahli Astrofisika masih berharap, alam semesta
yang lenyap itu bisa muncul kembali disebabkan adanya ‘gaya osilasi’ di pusat
alam semesta. Sehingga seperti sebuah bola karet yang jatuh ke permukaan bumi,
ia terpental naik lagi. Tapi semua pembicaraan ini masih dalam tataran teori
yang bukti-buktinya masih terus digali. Belum ada bukti empiris yang utuh,
kecuali baru tanda-tanda, dan kecenderungan ke masa depan dengan berbagai
alternatifnya.
Namun setidak-tidaknya, kita punya dasar argumentasi yang
masuk akal dalam mendekati masalah ini. Daripada sekedar bicara ngelantur, yang
nggak
keruan jluntrungannya yang didasari cerita-cerita mistis. Atau, sekedar
dugaan-dugaan yang bersifat skeptis.
Lantas, kalau begitu, bagaimana caranya agar kita bisa
memperoleh kemantapan pemahaman tentang masa depan alam semesta? Karena secara
tidak langsung, ini juga berbicara tetang nasib kita, dan nasib kemanusiaan di
seluruh penjuru dunia.
Alhamdulillah kita sebagai orang muslim memiliki sebuah
‘kitab ajaib’ bernama Al Qur’an. Yang ternyata, bercerita tentang trend
alam semesta ke masa depan tersebut. Memang sih belum teruji secara empiris juga,
tetapi bisa dikaji dan didekati dengan kaidah-kaidah ilmiah sebagaimana
‘teori-teori di atas kertas’ yang kita bicarakan di atas.
Ayat-ayat berikut ini bercerita tentang trend
berkembangnya alam semesta, sesuai dengan fakta ilmiah yang diperoleh para ahli
astronomi. Bahwa benda-benda langit sedang menjauh satu sama lain. Atau, jika
dilihat dari planet bumi terkesan ‘meninggi’ ke segala arah seperti disebutkan
ayat berikut ini. Atau meluas, karena faktanya memang sedang meninggi ke
berbagai penjuru.
QS. Al Ghaasyiyah [88]: 18
Dan (apakah mereka tidak
memperhatikan) langit, bagaimana ia ditinggikan?
QS. Adz Dzaariyat [51]: 47
Dan langit itu Kami
bangun dengan kekuatan dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya
(mengembang).
Dan yang menakjubkan, Allah lantas menginformasikan, bahwa
pengembangan itu tidak akan terjadi terus menerus. Karena, Allah ‘menahannya’
untuk tidak lenyap. Ini mirip dengan skenario kedua yang telah kita bahas di
atas. Dimana, alam semesta bakal tidak mendingin terus menerus, sehingga mati.
Dalam ayat berikut ini, Allah memberikan penegasan bahwa alam semesta tidak
bakal mati dengan cara kedinginan seperti itu.
QS. Faathir [35]: 41
Sesungguhnya
Allah menahan langit dan bumi supaya jangan
lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang
pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penyantun lagi Maha Pengampun.
Yang terjadi, adalah sebaliknya: alam semesta bakal
mengerut kembali. Ibarat lembaran-lembaran kertas yang digulung lagi setelah
selesai digelar. Dan kemudian, kelak akan runtuh di pusat alam semesta dimana
proses itu dimulai. Keruntuhan yang menghancurkan, dengan kehancuran yang
sangat dahsyat. Dan melenyapkan segala isi jagad raya.
QS. Al Anbiyaa’ [21]: 104
(Yaitu) pada hari Kami
gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana
Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami
akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami
tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.
Yang lebih menarik, Allah masih memberi tambahan
informasi: “Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami
akan mengulanginya…’’. Ini mengindikasikan, bahwa setelah
kehancuran itu, boleh jadi alam semesta akan muncul lagi, dengan mekanisme
seperti sebelumnya. Dalam teori kosmologi di atas, diibaratkan bola yang jatuh
ke tanah akan terpental kembali, dikarenakan adanya gaya pegas alias gaya
osilasi...!
Saya tidak akan meneruskan pembahasan kiamat ini lebih
detil, disebabkan halaman yang sangat terbatas. Tetapi bagi Anda yang tertarik,
bisa membacanya di buku serial ke-2: Ternyata Akhirat Tidak Kekal. Dalam
kesempatan ini, saya hanya ingin menyampaikan, bahwa pendekatan saintifik telah
memberikan arah pemahaman yang jelas kepada kita tentang bakal kiamatnya alam
semesta. Dengan cara apa pun. Mungkin mendingin, mungkin memanas, ataupun
runtuh serta lenyap menuju pada ketiadaan.
Dan, salah satu dampak dari mengerutnya alam semesta itu
adalah entropi yang menurun. Yakni berbalikan dengan hukum dunia. Jika alam
semesta sekarang ini sedang semakin kacau, maka di alam semesta yang mengerut
itu alam akan kembali tertata. Meskipun waktu terus berjalan ke arah depan,
ruang jagad semesta ternyata bergerak berbalik arah, mengecil kembali.
Materi-materinya merapat, dan energinya memanas kembali.
Inilah yang dalam buku saya itu saya sebut sebagai alam
yang memiliki hukum terbalik. Jika di alam yang sedang mengembang sekarang,
semua menuju pada kerusakan, maka di alam yang berjalan terbalik itu, justru
menuju tertata. Jika di dunia ini semua makanan selalu menuju pada membusuk,
maka kelak makanan justru bakal bertambah segar. Jika sekarang manusia menuju
pada kematiannya, maka kelak manusia justru akan mengalami kebangkitannya dari
dalam kubur, hidup kembali dan tak pernah bisa mati lagi sampai lenyapnya alam
semesta.
Ibarat sebuah film dokumenter yang diputar secara
terbalik. Awalnya, kita merekam ada sebuah gelas jatuh dari meja, yang kemudian
pecah berkeping-keping. Maka, ketika rekaman itu diputar secara terbalik,
urutan kejadian di dalam film tersebut menjadi: kepingan-kepingan gelas kaca
yang behamburan di lantai tiba-tiba bergerak naik ke atas meja kembali,
membentuk gelas yang utuh. Begitulah, analogi sederhana dari sebuah alam yang
entropinya berjalan menurun.
Efeknya, sungguh sangat dahsyat bagi kehidupan kita.
Itulah yang oleh Al Qur’an disebut sebagai ‘Hari Berbangkit’. Manusia akan
bangkit kembali dari dalam kuburnya, disebabkan Allah membalik entropi alam semesta.
Mirip dengan gelas yang sudah pecah berhamburan, menjadi utuh kembali..!
QS. Al Qiyamah [75]: 3-4
Apakah manusia mengira, bahwa kami
tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya (yang sudah
hancur berserakan)? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun
jari jemarinya dengan sempurna (seperti sediakala).
Dan yang kedua, efek ‘pembalasan' akan muncul di fase itu.
Orang-orang yang di dunia (fase entropi naik) selalu berbuat kejahatan, ia akan
memperoleh balasan berupa kejahatan pula di akhirat (fase entropi menurun).
Dan, orang-orang yang selalu berbuat kebajikan, dengan sendirinya akan
memperoleh balasan kebajikan. Mekanismenya sangat sederhana: kalau di dunia
banyak memberi energi positip, kelak akan menerima
energi positip. Dan jika di dunia banyak mengambil energi (berbuat
negative), ia akan kehilangan energi (balasan
negative). Begitulah mekanisme surga dan neraka, dipandang dari sudut perubahan
entropi.
Maka, ‘kiamat’ dan ‘alam pengadilan’ dengan mekanisme
‘balasan perbuatan’, adalah sebuah keniscayaan. Dilihat dari sisi science
maupun apalagi ethics. Bahwa kehidupan ini tidak hanya akan berhenti di alam
dunia. Karena, memang kematian bukanlah akhir dari segalanya. Melainkan justru
menjadi pintu gerbang dari fase kehidupan berikutnya. Sayang, kelak banyak
orang yang menyesal karena salah mengira...! Bersambung sekali lagi… :)
QS. Al Haaqqah [69]: 27
Wahai kiranya kematian
itulah yang menyelesaikan segalanya…
~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar