oleh Agus
Mustofa pada 27 November 2011 pukul 19:45
Sekitar
70% tubuh manusia dewasa terdiri dari air, sisanya adalah saripati tanah. Pada
anak kecil, kurang lebih 80% tubuhnya tersusun dari air, dan sisanya saripati tanah.
Sedangkan pada janin di dalam rahim, tak kurang dari 90% tubuhnya adalah air, sisanya
adalah saripati tanah. Dan ujung-ujungnya, sekitar 95% bahan sperma adalah air,
sisanya saripati tanah…!
Sebuah
korelasi yang sangat menakjubkan antara data-data empiris dengan ayat-ayat Al Qur’an.
Allah menyebut manusia berasal dari campuran air yang berpadu dengan unsur-unsur
saripati tanah. Bukan berasal dari bintang di langit yang unsur-unsurnya 99% berupa
campuran Hidrogen dan Helium. Apalagi, sudah pasti, disana tidak ada air.
Jadi,
adalah sebuah kesimpulan yang ‘sembrono’ ketika ada pendapat yang mengatakan: “…bisa
saja kita bilang manusia diciptakan dari bintang di langit, toh unsurnya juga pasti
sama (dengan bumi. pen.)…’’. Semata-mata, hanya karena ingin mengatakan bahwa berita
Al Qur’an ‘meragukan secara ilmiah’, ‘tidak jelas secara filosofis’, dan ‘rancu
secara teologis’.
‘Kesembronoan’
itu memang sudah terlihat dari cara membangun pijakan berpikir yang lemah, dengan
mengatakan bahwa ‘bisa saja manusia tercipta dari bintang’. Yakni sebuah pendapat
yang tidak didukung oleh data empiris secuil pun. Sehingga, hanya dengan satu pertanyaan
yang sangat sederhana, seluruh kerangka pikiran yang dibangun sesudahnya bisa runtuh.
Cobalah
ditanyakan: adakah ‘satu data’ saja yang menunjukkan bahwa makhluk hidup berasal
dari bintang dan matahari? Tentu saja, jawabnya sangat gamblang: tidak ada. Dengan
demikian, kita bisa mengambil kesimpulan pertama, bahwa cara berpikir semacam inilah
yang justru ‘meragukan secara ilmiah’. Meminjamkan istilah kawan kita yang atheis:
‘scientifically meragukan’… ;)
Ini
sangat berbalikan dengan informasi Al Qur’an yang sangat clear secara scientific. Bahwa manusia
diciptakan dari campuran air dan unsur-unsur yang berasal dari tanah, dan kemudian
diproses menjadi air mani alias sperma dan ovum. Sehingga kalau ditanyakan: apakah
ada bukti empirisnya bahwa tubuh manusia tersusun dari air dan unsur-unsur tanah?
Ooh, silakan dicek sendiri aja ke sekitar. Jumlahnya miliaran, sebanyak manusia
penghuni bumi… :)
QS. Al Furqaan (25): 54
Dan Dia (Allah) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan
manusia itu (punya) keturunan dan kekerabatan. Dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.
QS. As Sajdah (32): 8
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina
(air mani).
QS. Al Mukminuun (23): 12-13
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (yang berasal)
dari tanah.
Kemudian Kami menjadikan saripati itu air mani di dalam tempat yang kokoh (rahim).
Jadi,
adalah sebuah ‘kesimpulan yang fatal’ jika dia berpendapat bahwa Al Qur’an tidak
saintific ketika berlawanan dengan teori evolusi Darwin. Itu terungkap dari kalimatnya:
1. Al Qur’an bilang manusia dari tanah.
2. Science bilang manusia bukan dari tanah.
3. Apakah manusia dari tanah?
4. Kalau jawabannya ‘dari tanah’, berarti Al Qur’an benar. Kalau
sebaliknya, science yang benar. Lebih lanjut,
kalau Darwinian evolution itu benar maka manusia tidak dari tanah (Btw, saya tidak
bilang mana yang benar dan mana yang salah. “KALAU”) Sehingga menjadi complicated ketika seseorang bilang Al Qur’an yang
benar, tetapi juga percaya bahwa Darwinian evolution benar.
Kesimpulan
yang menurutnya complicated
~ rumit dan rancu ~ itu sebenarnya dibuat-buat sendiri, hanya karena
ingin mempertahankan pendapat bahwa Al Qur’an dan Sains tidak bisa disatukan. Kesalahan-kesalahan
itu muncul karena:
1.
Dia sudah berasumsi Qur’an dan Sains tidak bisa disatukan.
2.
Menggeneralisir bahwa saintifik itu harus seperti Darwinian. Artinya, jika tidak
Darwinian pasti tidak saintifik.
3.
Telah terjadi simplifikasi yang berlebihan dalam mengambil kesimpulan tentang ayat-ayat
Qur’an yang bercerita ‘penciptaan manusia dari tanah’ itu, sehingga hasilnya distorsi.
4.
Akhirnya lahirlah kesimpulan: ‘Philosophically Gak Jelas’ dan ‘Theologically Complicated’…
:(
Padahal,
kesimpulannya akan menjadi sangat jernih, jika asumsinya tanpa pretensi dan open
minded. Yaitu, terima sajalah apa pun kemungkinannya, bahwa:
1.
Al Qur’an bisa seiring
dengan sains ataupun sebaliknya.
2.
Yang disebut saintifik itu tidak
harus seperti yang dikemukakan oleh teori Darwin. Karena Teori Darwin
memiliki banyak kelemahan.
3.
Berhati-hatilah
menyimpulkan proses penciptaan manusia yang diceritakan al Qur’an, agar tidak terjebak
pada simplifikasi yang distortif.
Karena
itu, meskipun sudah saya singgung serba sedikit di awal tulisan ini, jika ingin
detil Anda bisa membacanya dalam buku saya yang berjudul: ‘Ternyata Adam Dilahirkan’
dan ‘Bersyahadat di Dalam Rahim’,
tentang bagaimana memahami proses penciptaan manusia dari ayat-ayat Qur’an secara
ilmiah.
Hal
berikutnya, yang sempat membingungkan kawan kita ini, adalah soal proses random
dalam evolusi. Dia mengatakan begini: “…bagaimana Tuhan mengarahkan sebuah proses
yang seharusnya tidak diarahkan? Bagaimana Tuhan punya tujuan untuk proses yang seharusnya tidak bertujuan? That’s the logical
problem here.’’
Artinya,
menurutnya adalah ‘tidak logis’ menyimpulkan sebuah teori ‘Evolusi yang Bertuhan’.
Yang saya menyebutnya di dalam buku ‘Ternyata Adam Dilahirkan’ sebagai ‘Penciptaan
Bertingkat’. Atau, kalau istilah kawan kita adalah: Godly Evolution.
Hmm,
lagi-lagi ia terjebak pada asumsi yang dibikin ribet sendiri.. ;) Bahwa, jika prosesnya
evolusi maka tidak mungkin melibatkan Tuhan. Alias, kalau melibatkan Tuhan pasti
harus bukan proses evolusi. Sebuah paradigma yang tidak open minded. Padahal, jika
ia mau membuka ‘hatinya’ secara jernih (Hhehe, saya lupa kalau di dunia ilmiah tidak
ada istilah ‘hati’…), sebenarnya, sangat mudah untuk memadukan keduanya. Yakni,
adalah mungkin-mungkin saja, Tuhan menciptakan makhluk hidup secara evolutif. No problemo.
Problem
yang menghalangi kawan kita, ternyata hanyalah soal makna kata ‘Random’. Yakni,
bahwa seleksi alam adalah sebuah peristiwa yang random, acak, tak punya tujuan,
dan tidak bisa dikendalikan. Saya ingin menambahkan informasi, bahwa ‘random’ itu
bukan hanya terjadi di dunia biologi, khususnya seleksi alam. Melainkan juga terjadi
di dunia Fisika dengan teori kuantumnya. Salah satu pelopornya yang sangat terkenal
adalah Werner Heisenberg, yang kemudian melahirkan Teori Ketidakpastian Heisenberg.
Inti
‘teori ketidakpastian’ itu adalah bahwa semua peristiwa berjalan secara acak. Sehingga,
tidak ada yang pasti di alam ini. Hanya ada satu yang boleh disebut pasti, yaitu
‘ketidakpastian’ itu sendiri. Ia sempat ditentang
oleh Einstein sampai akhir hayatnya, karena menurut pelopor teori relativitas itu
segala sesuatu berjalan dengan pasti dan terukur. Tapi kelak, ternyata teori kedua
tokoh Fisika yang berseberangan itu bisa digabungkan oleh Feynman menjadi teori
Elektrodinamika Kuantum, yang melahirkan berbagai pengembangan teknologi mutakhir
seperti TV, laser, microchip computer, bom atom, dan lain sebagainya.
Sesuatu
yang acak, ternyata bukan tidak bisa dikendalikan. Bahkan, sudah terbukti bisa dimanfaatkan
untuk pengembangan teknologi mutakhir. Ini mirip dengan rekayasa genetika yang berbasis
pada ‘mutasi random’, yang dipermasalakan oleh kawan kita itu. Kini ilmu rekayasa
genetika berkembang luar biasa dahsyatnya. Bahwa mutasi genetika yang dulu dianggap
sebagai sesuatu yang tak bisa dikendalikan itu sekarang malah jadi ‘mainan’ para
ahli untuk dikendalikan dan dimanfaatkan. Lha, kalau manusia aja bisa, apalagi Tuhan.
Sama sekali tidak ada kontradiksi di dalamnya. Baik-baik saja.
Bahkan
genome sudah dipetakan. Kemudian diutak-atik untuk menghasilkan mutasi yang terarah.
Muncullah teknologi transgenic yang sudah merambah tanaman dan hewan. Mis: binatang-binatang
kini bisa dibikin berpendar, mulai dari ikan, kelinci, monyet, anjing, dlsb. Demikian
pula padi, kapas, jagung, tomat, dan berbagai buah-buahan sudah bisa dimutasi-genetik-kan
menjadi memiliki sifat berbeda dari aslinya. Bahkan, dengan adanya teknologi cloning
serta stem sel, kini rekayasa genetika telah melampaui seleksi alam yang konon random
dan tak terkendali itu. Kenapa tidak..?!
Jadi,
sama sekali tidak ada philosophy
yang tidak jelas dalam hal ini. Yang ada hanyalah sudut pandang yang terlalu sempit,
sehingga menganggap alam semesta tidak punya kecerdasan yang mengendalikan seluruh
proses evolusi. Saya adalah penganut teori evolusi, tetapi bukan evolusi Darwin
yang sempit. Melainkan Evolusi Ketuhanan (Godly Evolution) dengan segala kecanggihan
desain-Nya yang sangat menakjubkan..!
QS. Luqman (31): 10-11
Dia (Allah) menciptakan langit
tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia menempatkan gunung-gunung di bumi
supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu. Dan mengembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan
air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang
baik.
Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah kepadaku apa yang telah diciptakan oleh tuhan-tuhan
selain Allah.
Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.
~
Salam Beragama dengan Akal Sehat ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar