oleh Agus Mustofa pada 7 November 2010 pukul 8:18
Ada diantara kita yang
dengan ’gagah berani’ mengatakan bahwa tafsir seorang ulama adalah mutlak kebenarannya. Meskipun, sang penafsir sendiri
sebenarnya tidak berani mengatakan demikian, karena ia tahu kapasitasnya ’hanyalah’ penafsir belaka. Bukan Nabi yang memperoleh wahyu, atau
apalagi Tuhan yang berfirman.
Biasanya, yang ’keterlaluan’
memang adalah para pengikutnya. Padahal, penafsiran seorang ulama tafsir satu dengan
ulama tafsir lainnya bisa berbeda. Bahkan bisa bertentangan pendapat dalam suatu
masalah. Dan hal itu, memang biasa saja. Karena, tafsir adalah sekedar pendapat
yang bersifat relatif. Namanya saja: tafsir. Jadi, bisa betul atau salah. Yaitu, menduga maksud Tuhan. Siapa yang tahu kebenaran maksud
Allah? Ya tentu saja, Allah sendiri.
Jadi, lucu juga kalau ada
seseorang yang mengklaim dirinya paling tahu maksud Allah dalam kadar yang sesungguhnya.
Orang semacam ini keterlaluan dalam mengangkat diri sendiri, dan merendahkan Allah.
Karena ia telah mengangkat ilmunya sama dengan ilmu Allah. Atau sebaliknya, merendahkan
ilmu Allah sama dengan ilmunya. Dengan kata lain, ia sedang melakukan kemusyrikan.
Sebuah dosa yang tidak dimaafkan oleh Allah, kecuali dia bertaubat sebenar-benarnya.
Orang yang demikian, pasti
juga tidak tahu ayat berikut ini. Atau setidak-tidaknya belum paham. Jika pun ia
mengaku sebagai ahli tafsir, tentu dia bukan ahli tafsir yang baik, karena tidak
menjalankan firman Allah.
QS. An Nahl [16]: 125
Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih
baik. Sesungguhnya Tuhanmu, (hanya) Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.
Sebuah ayat yang sangat
gamblang dan tidak butuh penafsiran njlimet.
Bahwa kita tidak berhak mengklaim kebenaran, karena hanya Allah-lah yang tahu siapa yang tersesat dan siapa yang mendapat petunjuk. Lha ini, ada sekelompok orang yang kerjaannya memvonis orang lain sesat, seakan-akan dia menjadi Tuhan
itu sendiri. Betapa beraninya dia menantang firman Allah, bahwa cuma Allah-lah yang
tahu siapa yang tersesat dan siapa yang dapat petunjuk..!
Tentang perbedaan pendapat
dalam hal penciptaan Adam dan Azab Kubur, sebenarnya hal yang biasa saja. Masing-masing
punya argumentasinya. Silakan, masing-masing bertanggungjawab kepada Allah. Untuk
itu, disini saya singgung serba sedikit. Karena, secara panjang lebar sudah ada
di bukunya.
1). Tentang al Basyar dan al
Insaan. Kedua istilah itu memang digunakan untuk menyebut manusia. Tetapi dengan
penekanan yang berbeda. Al Basyar memiliki penekanan kepada bentuk fisik. Sedangkan al Insan memberikan
penekanan kepada sifat. Makhluk
yang berkepala, berbadan, bertangan, dan berkaki seperti kita ini disebut sebagai al basyar. Sedangkan al basyar
yang berperangai seperti kita ini disebur al Insan. Yakni, yang pelupa, yang tergesa-gesa,
yang suka mengeluh, yang kikir, dan lain sebagainya. Jadi, al insan pastilah al
basyar. Sebaliknya, al basyar belum tentu al insan.
QS. Al Hijr [15]: 28
Dan (ingatlah), ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan
seorang manusia (al basyar) dari tanah liat kering (yang berasal)
dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
QS. Al Hijr [15]: 33
Berkata Iblis: "Aku
sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia (al basyar) yang Engkau telah menciptakannya
dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk".
QS. Al Maarij [70]: 19-20
Sesungguhnya manusia (al insan) diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan
ia berkeluh kesah,
QS. Al Anbiyaa’ [21]: 37
Manusia (al insaan) telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan
kepadamu tanda-tanda (azab) -Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya
dengan segera.
QS. Al Israa’ [17]: 11
Dan manusia (al insaan)
mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia (al insaan) bersifat tergesa-gesa.
Karena itu, Nabi Adam dan
Nabi Muhammad pun disebut sebagai al basyar, sebab beliau termasuk dalam spesies
manusia. Yaitu, makhluk yang memiliki bentuk seperti kita ini. Tapi dalam waktu
bersamaan, beliau juga adalah al Insan, karena memiliki segala sifat-sifat kemanusiaan
seperti diceritakan dalam ayat-ayat diatas. Berbeda dengan makhluk sebelum nabi
Adam yang hanya bisa disebut sebagai al basyar, tetapi belum bisa disebut sebagai
al insan. Lebih detil, baca buku ’Ternyata Adam Dilahirkan’, dan buku ’Membela Allah’.
2). Tentang Azab Kubur. Al Quran sama sekali tidak menyebut adanya azab kubur secara eksplisit. Ayat-ayat Qur’an yang dimaknai
sebagai ’petunjuk’ adanya azab kubur sangat sumir, dan ’dipaksakan’. Ambillah contoh
beberapa ayat yang mereka kemukakan di bawah ini. Anda akan langsung tahu dengan
mudah, bahwa ayat-ayat ini ’dirudapaksa’ untuk ’mengakui’ adanya azab kubur, padahal
sama sekali tidak bercerita tentangnya.
QS. Ibrahim [14]: 27
Allah meneguhkan (iman)
orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang
Dia kehendaki.
QS. Thaha [20]: 124
Dan barangsiapa berpaling
dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada Hari Kiamat dalam keadaan buta”.
QS. At-Takatsur [102] 1-3
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Janganlah begitu, kelak (di hari pengadilan) kamu akan mengetahui.
Mana cerita azab kuburnya?
Tidak ada. Namun demikian, bukan berarti manusia berdosa yang mati tidak merasa
tersiksa di alam barzakh. Oh, ayatnya sangat jelas. Bahwa manusia yang sudah mati
itu sebenarnya masih hidup dalam bentuk nyawa alias jiwa. Dan orang-orang yang berdosa
merasa tersiksa di alam barzakh. Tetapi, bukan karena diadili dan menerima hukuman
badan disana, melainkan karena melihat
masa depannya di neraka.
Badan orang yang mati,
pada umumnya sudah hancur terurai. Ada yang dimakan zat renik dalam tanah, ada yang
karena kecelakaan pesawat, tertimbun lahar panas, atau bahkan sengaja dibakar sampai
menjadi abu ~ dikremasi, karena ia beragama Hindu, misalnya. Maka, yang masih hidup
di alam barzakh adalah jiwanya. Sehingga yang tersiksa pun adalah jiwa. Bukan badan,
seperti yang sering kita salah kaprahkan. Lebih detil baca buku ’Tak Ada Azab Kubur?’
QS. Al Baqarah [2]: 154
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah,
(bahwa mereka itu) mati; bahkan
(sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi
kamu tidak menyadarinya.
QS. Al Mukmin [40]: 46
Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang hari (di alam barzakh),
dan pada Hari Kiamat: "masukkanlah
Fir`aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras (neraka)".
Di alam barzakh, para jiwa
sedang menunggu datangnya hari pengadilan, sambil masih menerima pahala dan dosanya
yang terus mengalir. Diantaranya, dari amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak-anak
yang saleh. Begitulah kata Rasulullah SAW. Lha,
pahala masih mengalir, kok sudah diadili dan disiksa? Info dari mana ini?
Sementara al Qur’an sama sekali tidak membahasnya. Bagaimana kalau ternyata amal
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak-anaknya yang saleh mengalirkan pahala lebih
banyak dari dosa-dosanya? Kemudian mereka telanjur disiksa? Wah, bakal bermunculan
protes, dikarenakan kesalahan fatal ini. Maka, al Qur’an bercerita, hanya di hari
kiamat sajalah balasan seseorang disempurnakan. Bukan di alam barzakh.
QS. Ali Imran [3]: 25
Bagaimanakah nanti apabila
mereka Kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya. Dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan apa yang diusahakannya sedang mereka tidak dirugikan.
QS. Ali Imran [3]: 185
Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan
dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan
dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Wallahu a’lam bishshawab.
~ salam ~