oleh Agus Mustofa pada 24 Maret 2012 pukul 8:56
Alam semesta adalah mahakarya yang luar biasa.
Di dalamnya tersimpan berbagai misteri abadi yang tiada habis-habisnya untuk dipelajari.
Allah menyebutnya sebagai karunia yang tiada pernah selesai dituliskan, meskipun
dengan tinta sebanyak tujuh samudera. Karena sesungguhnya, ilmu Allah tiada bandingnya,
dan tak pernah bisa dibayangkan oleh siapa pun makhluk ciptaan-Nya secara utuh.
QS. Luqman (31): 25-27
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka:
"Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan
menjawab: "Allah". Katakanlah: "Segala puji bagi Allah".
Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit
dan di bumi. Sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena,
dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudahnya,
niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam ayat yang berbeda, Allah bahkan menyebut-nyebut
penciptaan alam semesta ini lebih kompleks dibandingkan penciptaan manusia. Make
sense, karena manusia memang hanya sebagian kecil saja dari eksistensi alam
semesta yang mahaluas dan penuh misteri.
QS. An Naazi’at (79): 27-28
Lebih sulit manakah: menciptakanmu ataukah menciptakan
langit? Allah telah membangun (langit itu), meninggikannya, (dan) kemudian menyempurnakannya..
Kemegahan alam semesta menjadi salah satu pintu
masuk untuk mengenal Sang Pencipta. Baik dari sisi keindahannya, kerumitannya, kekokohannya,
keseimbangannya, dan berbagai sisi yang sangat menakjubkan. Karena itu, Allah sangat
sering menyebut-nyebut alam semesta untuk memancing perhatian kita dalam memahami
Sang Pencipta. Selain, tentu saja, memahaminya lewat kemisteriusan diri manusia
sendiri.
QS. Adz Dzaariyaat (51): 20-21
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (eksistensi
Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah
kamu tidak memperhatikan?
QS. Al Mulk (67): 3-4
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis,
kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang
tidak seimbang?
Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu
akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat pun, dan melelahkan.
Maka dalam kesempatan ini saya hanya ingin menyampaikan,
bahwa apa yang telah saya uraikan dalam serial notes ini adalah dalam rangka
mengenal Allah lebih dekat, dengan segala kedahsyatan ilmu-Nya. Yang dengan membahasnya
- mudah-mudahan – kita menjadi sadar betapa ringkihnya makhluk bernama manusia ini.
Dan betapa Agungnya Sang Maha Pencipta. Pengetahuan dan kemampuan yang harus kita
kerahkan untuk memahami realitas yang sekedar proyeksi diri-Nya saja sudah sedemikian
canggihnya. Apalagi, untuk memahami eksistensi-Nya.
Allah selalu mendorong kita untuk terus mengeksplorasi
ayat-ayat-Nya kauniyah (alam) simultan dengan ayat-ayat qauliyah (firman),
agar kita bisa semakin mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. Karena,
banyak diantara kita yang memilih untuk melewatkan begitu saja ilmu-ilmu yang sangat
berharga dan penuh hikmah ini.
QS. Yusuf (12): 105
Dan betapa banyaknya tanda-tanda (eksistensi Allah)
di langit dan di bumi yang mereka lalui, tetapi mereka tidak memperhatikannya.
QS. Az Zumar (39): 67
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan
yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan
langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari
apa yang mereka persekutukan.
Sebagai penutup serial notes kali ini, saya kira
ada baiknya kalau saya sarikan kembali garis besar dari apa yang telah kita bahas,
agar kawan-kawan memperoleh pemahaman utuhnya secara lebih sederhana.
- Pemahaman terhadap realitas alam semesta
ini terus berkembang seiring dengan data-data hasil pengamatan yang dilakukan
manusia, dan kemudian melahirkan teori-teori yang saling melengkapi menuju
pada kesempurnaan.
- Awalnya manusia memandang alam semesta sebagai
ruangan yang statis dan terpisah dari waktu. Artinya, ruang dan waktu itu tidak
memiliki hubungan apa pun. Dan berdiri sendiri-sendiri sebagai konstanta. Lantas,
pada perkembangan berikutnya, ruang dipandang sebagai konstanta, dan waktu
sebagai variable yang berjalan sendiri. Juga, tidak ada keterikatan apa-apa
diantara keduanya. Sehingga, peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya pun
dianggap sebagai kejadian yang mandiri.
- Revolusi pemahaman mulai terjadi ketika Einstein
mengemukan teori relativitasnya dalam memahami alam semesta dengan segala peristiwanya.
Menurut Einstein, ruang dan waktu adalah variable yang eksis dalam satu paket.
Tidak bisa dipisahkan. Karena, ruangan alam semesta ternyata tidak statis berupa
konstanta. Alam semesta terbukti mengembang, seiring dengan waktu yang juga
bertambah. Sehingga, menurutnya gerakan ruang dan waktu tidak boleh dipahami
sendiri-sendiri. Setiap perubahan ruang akan menghasilkan perubahan waktu,
dan demikian pula sebaliknya. Konsekuensinya setiap benda yang bergerak dalam
ruang dan waktu akan mengalami relativitas. Bisa waktunya yang relative, atau
bisa juga ruangnya yang relative. Waktu dan ruang bukan lagi konstanta, melainkan
variable yang bisa mulur-mungkret seiring dengan kecepatan pengamat. Dan batas
kecepatan pengamat tidak dimungkinkan untuk lebih dari kecepatan cahaya. Karena
itu Einstein memasukkan konstanta kecepatan cahaya dalam rumus-rumus relativitasnya.
Jika kecepatan pengamatan melebihi cahaya, ia akan berada dalam dimensi imajiner,
alias tak mungkin.
- Teori Einstein telah berjasa mengubah atau
lebih tepatnya menyempurnakan pemahaman manusia menjadi ‘lebih realistik’ dalam
memandang realitas. Meskipun teori-teori klasik Newtonian masih juga sangat
bermanfaat untuk digunakan bersamaan dengan teori Einstein. Teori klasik masih
bisa digunakan dalam kondisi yang parsial dan kecepatan rendah. Sedangkan teori
Einstein bisa digunakan dalam kondisi yang lebih holistik termasuk yang berkecepatan
tinggi. Dengan kata lain, jika teori Einstein digunakan dalam kondisi kecepatan
rendah, hasilnya sama dengan yang diprediksikan oleh teori klasik Newtonian.
Sebaliknya, teori Newtonian tidak bisa digunakan dalam kondisi pengamat yang
bergerak dengan kecepatan tinggi.
- Sebagaimana teori klasik Newtonian, teori
Einstein ternyata memiliki kelemahan dalam menjelaskan kondisi tertentu. Khususnya,
terkait dengan adanya fakta bahwa partikel-partikel sub atomik bisa berinteraksi
secara real-time dalam kondisi tertentu - tidak bergantung pada jarak.
Jika teori Einstein diterapkan disini, hasilnya akan memunculkan kecepatan
melebihi cahaya. Sebuah prinsip dasar yang tidak diizinkan dalam teori Einsteinian.
Maka muncullah teori baru, yakni teori holografik seperti yang saya uraikan
dalam note sebelumnya. Bahwa, fakta real-time yang tak bergantung ruang-waktu
itu hanya bisa dijelaskan, jika alam semesta ini merupakan sebuah ilusi. Serta
memiliki hubungan tak terbatas di dimensi ruang yang lebih tinggi.
- Dari perkermbangan teori yang semakin menyempurna
itulah saya memahami informasi-informasi Al Qur’an – ayat-ayat qauliyah – tentang
realitas.
Yang pertama, kurva
ruang dan waktu yang melengkung itu membawa konsekuensi adanya dimensi lebih tinggi:
ruangan langit di dalam ruangan langit yang lebih besar. Yang oleh Al Qur’an disebut
sebagai langit berlapis tujuh.
Yang kedua, dikarenakan kurva ruang-waktu
yang melengkung itu, maka kita mempunyai peluang untuk melihat peristiwa di masa
depan pada jarak yang jauh sekalipun. Yakni, dengan menerobos lewat dimensi ruang
yang lebih tinggi. Semakin tinggi dimensi langitnya, semakin pendek jalan pintasnya.
Ketiga, peristiwa-peristiwa di alam
semesta ini ternyata berlangsung secara bersamaan dalam kanvas ruang-waktu yang
baru dimulai, sekaligus sudah diakhiri. Namun demikian, manusia menjalani semua
itu sebagai ‘kejadian yang serial’ disebabkan ia terikat oleh dimensi ruang dan
waktu dan menjalaninya secara urut. Seandainya manusia tidak terikat dimensi ruang-waktu,
maka kita akan bisa melihat seluruh ‘lukisan di atas kanvas’ alam semesta ini secara
paralel.
Keempat, teori holografik memecahkan
kebuntuan teori Einstein dengan smart. Bahwa, alam semesta ini tak lebih
hanyalah proyeksi dari sebuah peristiwa tunggal di alam yang lebih tinggi, yang
telah saya jelaskan lewat analogi ‘ikan di dalam aquarium’ di note sebelumnya. Hal
ini memberikan penjelasan yang koheren dengan informasi Al Qur’an tentang Lauh Mahfuzh.
Bahwa seluruh realitas ini memang sudah ada di dalam kitab induk bernama Lauh Mahfuzh
itu. Dengan kata lain, segala peristiwa ini hanyalah proyeksi holografik dari master
film bernama Lauh Mahfuzh, dimana seluruh realitas sudah termaktub. Kitab induk
itu sendiri pun merupakan proyeksi holografik dari Sang Pencipta, Yang Maha Berilmu
dan Maha Bijaksana…
QS. Al Hadiid (57): 22
Tiada suatu bencana (peristiwa) pun yang terjadi
di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.
Kelima, posisi ‘kehendak’ manusia
pun merupakan proyeksi holografik dari kehendak Allah. Sehingga setiap kehendak
manusia yang disebut sebagai ‘kehendak bebas’ (free will) ini pun sebenarnya berada
dalam kehendak Allah. ‘Kebebasan’ yang dimiliki oleh manusia dalam berkehendak itu
selalu berada di dalam bingkai ‘kehendak Allah’ yang holistik. Sehingga, seakan-akan
manusia bisa memilih takdirnya sendiri. Padahal segala alternative pilihan itu tak
pernah keluar dari frame kehendak-Nya. Disinilah
letak kerelatifan manusia dalam memilih takdirnya, dalam memperoleh kebaikan atau
keburukan. Setiap takdir adalah baik di sisi Allah, tetapi bisa menjadi buruk di
mata manusia, dikarenakan keterbatasan manusia dalam memilih takdir yang dikira
terbaik baginya.
QS. An Nisaa’ (4): 79
Segala kebaikan yang kamu peroleh adalah dari
Allah, dan segala keburukan yang menimpamu berasal dari (keterbatasan)-mu sendiri…
Demikianlah sepenggal catatan saya, tentang secuil
misteri alam semesta yang sangat dahsyat. Tentu, masih sangat banyak pertanyaan
yang bergelayutan di benak saya maupun benak Anda, menunggu jawaban yang lebih terang
benderang. Dengan harapan akan membuka cakrawala pemahaman kita terhadap alam semesta,
Ciptaan Allah Sang Maha Perkasa. Semoga Allah membimbing kita semua di jalan yang
diridhai-Nya…
Wallahu a’lam bishshawab
~ Salam ~