oleh Agus Mustofa pada 25 November 2011 pukul 10:16
Alam semesta dengan segala isinya ini tidak muncul tiba-tiba.
Ia mengalami proses bertahap selama miliaran tahun, sehingga menjadi seperti sekarang.
Dan itu bukan hanya terjadi pada makhluk hidup (biologi) saja, melainkan di seluruh
penjuru alam semesta. Semuanya melewati proses evolusi..!
Virus dan kuman berevolusi. Ikan-ikan berevolusi. Ular, kadal
dan reptil-reptil berevolusi. Demikian pula berbagai binatang buas, binatang ternak,
burung, dan segala macam jenis hewan lainnya, serta manusia. Tapi, jangan salah,
Bumi dan planet-planet pun mengalami evolusi. Atmosfernya berevolusi, daratan dan
lautan berevolusi. Gunung-gunung, bebatuan, tambang-tambang minyak, batubara, emas,
tembaga, nikel, uranium, dan sebagainya mereka semua mengalami evolusi selama berjuta-juta
tahun. Bahkan bumi sudah berevolusi sekitar 5 miliar tahun.
Termasuk juga tatasurya kita ini berevolusi. Mataharinya juga.
Pun bintang-bintang di angkasa raya. Galaksi-galaksi, super kluster, dan seluruh
isi alam semesta ini sedang mengalami evolusi selama lebih dari 13 miliar tahun.
Begitulah memang mekanisme alam, yang di dalam Islam dikenal sebagai sunnatullah.
Bentuk bumi, planet-planet, bintang, galaksi, dan berbagai
benda langit, miliaran tahun yang lalu tidak seperti yang kita lihat sekarang. Demikian
pula, miliaran tahun mendatang, tidak juga seperti sekarang. Semuanya sedang berubah
secara bertahap lewat ‘seleksi alam’…
Wah, jadi ada ‘seleksi alam’ kah di seluruh penjuru jagad semesta
ini? Bukan hanya untuk makhluk hidup to? Jawabnya lugas: jelas ADA. Tentu saja bagi
yang mau berpikir terbuka. Dan mau menyaksikan perubahan yang sedang terjadi di
seluruh jagad raya. Semua benda sedang berubah menuju bentuk, tatanan, bahkan fungsi
yang berbeda seiring dengan perjalanan waktu. Hanya saja, peristiwa-peristiwa makrokosmos
memang terjadi dalam skala miliaran tahun. Sehingga seakan-akan tidak terjadi perubahan
berarti dalam kurun usia seorang manusia.
‘Seleksi alam’ adalah hukum alam yang inheren dalam eksistensi
universe
dengan segala isinya. Siapa atau apa saja, yang
bisa bertahan terhadap seleksi alam bakal bisa meneruskan drama ‘kehidupannya’.
Sebaliknya yang tak mampu bertahan, bakal ‘mati’ dan musnah. Binatang, tumbuhan,
dan manusia sebagai makhluk hidup, terkena seleksi alam itu. Dan planet, bulan,
matahari, serta bintang-bintang pun terkena seleksi alam. Ada yang tetap berada
di dalam tatanannya. Ada yang mencelat dari orbitnya. Ada yang meledak menjadi supernova,
dan ada juga yang kesedot lenyap ke dalam black hole.
Bahkan dalam skala miliaran tahun sejarah universe,
kita ‘menyaksikan’ evolusi telah dan sedang terjadi, mulai dari skala mikrokosmos
sampai ke makrokosmos. Mulai dari quark, partikel-partikel sub atomic, atom, molekul,
sampai munculnya benda-benda raksasa yang mengisi ruang jagad raya. Awalnya alam
semesta hanya berupa ‘lautan energi’ sop kosmos, yang kemudian meledak dan mengembang,
sehingga menghasilkan partikel-partikel, disusul terbentuknya atom berinti sederhana
– proton tunggal – yang kita kenal sebagai Hidrogen. Lantas, muncullah atom berinti
proton & neutron ganda seperti Helium, meningkat lagi menjadi Berelium, dan
seterusnya. Sehingga, sekarang di alam semesta ada lebih dari seratus jenis atom,
dengan intinya berisi ratusan proton dan neutron. Begitulah evolusi yang terjadi
di lingkungan benda mati.
‘Seleksi alam’ pula yang menyebabkan partikel-partikel bebas
itu bergabung menjadi atom, menjadi molekul, menjadi gas, padatan atau pun cairan,
dan kemudian bergerombol membentuk planet, tata surya, galaksi, dan sebagainya.
Ringkas kata, saya hanya ingin meluruskan pendapat yang mengatakan bahwa seleksi
alam dan evolusi hanya terjadi pada makhluk hidup alias ranah biologi saja.
Evolusi dan seleksi alam adalah hukum alam yang sudah menyatu
di seluruh penjuru jagad semesta. Mikorokosmos maupun makrokosmos. Biologi maupun
non biologi. Bahkan termasuk peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, budaya, dan lain
sebagainya. Ini adalah mekanisme dasar ‘drama kehidupan’ alam semesta.
Masalahnya, dalam konteks ‘ketuhanan’ yang sedang kita bicarakan
ini adalah: apakah seleksi alam itu berlangsung secara ‘sengaja’ atau ‘tidak sengaja’?
Ada yang ‘mengendalikan’ ataukah berjalan secara ‘liar’? Ada ‘kecerdasan’ yang terlibat
di dalamnya ataukah ‘menggelinding’ begitu saja?
Menjadi agak lucu juga, ketika seleksi alam disebut sebagai
‘alternative ketiga’ dari pilihan: by accidentataukah by design.
Kebetulan ataukan diciptakan. Karena yang ditanyakan itu justru adalah tentang ‘seleksi
alam’ itu sendiri.Ketika ditanyakan: mekanisme seleksi alam tersebut terjadi sengaja
ataukah tidak sengaja? Dijawab: ya, terjadi lewat seleksi alam. Lha iya, ada yang
mengendalikan atau tidak? Jawabnya: ya, terjadi melalui seleksi alam. Walahh,
susah amat sih berkomunikasinya… :(
Padahal dengan sangat sederhana bisa dijawab. Misalnya, kalau
memang mau ‘menghindari’ jawaban bahwa seleksi alam itu bukan atas ‘campur tangan
Tuhan’ (karena memang atheis), ia bisa menjawab: semua itu terjadi ‘dengan sendirinya’,
tidak ada yang mengendalikan, dan bukan kebetulan, serta tidak ada kecerdasan apa
pun yang terlibat di dalam proses itu. Pokoknya, ya terjadi begitu saja… ;)
Maka, marilah kita runtutkan cara berpikir kita dengan jernih.
Yang pertama, pahamilah dulu bahwa alam semesta ini memiliki hukum termodinamika
yang menjelaskan adanya implikasi entropi. Bahwa alam semesta ini sudah terbukti
menuju pada proses kerusakan dan kekacauan yang semakin tinggi.
Benda-benda langit semakin hari semakin tua, dan kemudian akan
mati pada waktunya. Bumi juga semakin lama semakin tua, dan kelak pun bakal mati
sebagaimana benda-benda langit lainnya. Isi bumi ini, termasuk manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan juga semakin lama semakin tua dan kemudian mati. Maka, menurut hukum
termodinamika kedua, untuk mempertahankan agar semua itu tidak segera mati, harus
ada energi ataupun usaha yang dimasukkan ke dalam sistem, sehingga mengkompensasi
entropi yang terus meningkat.
Misal, agar mesin mobil tidak segera mati, ya harus diberi
bensin. Agar manusia tidak segera mati, mesti dimasuki makanan, minuman, dan oksigen.
Agar buah tidak membusuk, haruslah diawetkan. Agar dunia tidak tenggelam oleh sampah,
ya harus dibersihkan. Agar kita menjadi pintar, ya harus belajar. Agar hidup kita
sukses, ya harus ada usaha dan perjuangan. Dan seterusnya. Dan lain sebagainya.
Itulah hukum entropi alam semesta yang berlaku pada makhluk hidup maupun benda mati.
Sebuah hukum yang bersifat universal..!
Maka bagaimana bisa ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa
seleksi alam bisa berjalan dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari luar sistem?
Tanpa ada bensin yang dimasukkan ke mesin mobil, tanpa ada makanan dan oksigen yang
kita konsumsi, tanpa ada usaha dan pembelajaran..?! Ini sungguh-sungguh menyalahi
hukum alam yang paling dasar.
Alam semesta ini tidak akan bisa bertahan selama miliaran tahun
seperti ini, jika tidak ada CAMPUR TANGAN dari luar sistem. ‘Usaha’ yang berasal
dari luar jagad raya itu sendiri. Energi yang tidak berasal dari dalam ruang, waktu,
materi & energi universe. Siapa saja yang menganggap alam semesta bisa berjalan
dengan sendirinya, ia telah menabrak hukum ilmiah yang paling dasar. Dengan kata
lain, ia mulai berpikir dengan cara meninggalkan kaidah-kaidah saintifik.
Jika alam semesta tidak memperoleh tambahan ‘usaha’ atau energi
dari luar sistem, alam ini sudah runtuh dan hancur lebur sejak ledakan pertama:
big bang. Dalam alam yang entropinya meningkat seperti alam kita ini, ledakan tidak
pernah menghasilkan suatu ‘sistem yang tertata’ seperti jagad raya sekarang. Dimana
partikel-partikel sub atomik berangsur-angsur menjadi atom, dan atom-atom menjadi
molekul dengan keseimbangan gaya yang luar biasa. Lantas berangsur-angsur menjadi
unsur-unsur alam semesta penyusun benda-benda langit dalam skala maha raksasa. Dan
kemudian memunculkan gaya nuklir kuat, nuklir lemah, elektromagnetik, serta gravitasi
secara berurutan. Sebuah LEDAKAN selalu menghasikan kerusakan dan KEKACAUAN. Lha
ini kok malah menghasilkan KETERATURAN..!
Kenapa semua ini bisa terbentuk sedemikian harmonisnya? Karena
ada FAKTOR dari luar sistem yang memasukkan ‘usaha’ sebagai bentuk campur tangan
agar hukum entropi tidak menghancurkannya. Siapakah DIA? Itulah yang oleh orang-orang
atheis disebut sebagai FAKTOR X. Dan kita, umat Islam menyebut-Nya sebagai Allah
Azza Wajalla..! Zat yang Maha Cerdas, Maha Berkuasa, dan Maha Bijaksana.
QS. Al Mulk [67]: 3
Yang telah menciptakan tujuh langit
bertingkat-tingkat, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
QS. Al Infithaar [82]: 6-8
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakanmu
(sehingga kamu mengingkari) Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan
kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (struktur tubuh)-mu seimbang,
dalam kecanggihan bentuk yang Dia kehendaki, Dia telah menyusun tubuhmu.
Allah yang Maha Sempurna telah menciptakan mekanisme hukum
alam yang sangat menakjubkan. Kecelakaan, kematian dan kehancuran, bukanlah tanda
tidak sempurnanya desain penciptaan universe, tetapi justru menunjukkan betapa sempurnanya
sunnatullah yang telah menyeimbangkan antara hukum entropi dengan keniscayaan adanya
campur tangan Sang Maha Perkasa. (Bersambung… )
~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar