Sebagian
umat Islam bisa dibilang sedang terjebak di dalam belenggu masa silam, dengan berpendapat
bahwa umat masa lampau selalu lebih baik daripada umat yang kemudian.
Beberapa indikator yang bisa kita lihat adalah betapa hampir setiap
khutbah yang ada di mimbar-mimbar masjid selalu berbicara tentang umat terdahulu
(yang merujuk kepada era zaman Nabi Muhammad dan para sahabat), adanya penolakan
terhadap gagasan pembaruan dengan dalih bahwa apa yang sudah ditetapkan oleh umat
terdahulu sudah final dan tidak dapat diganggu gugat, sampai pada gagasan untuk
mengembalikan sistem pemerintahan abad pertengahan yaitu Khilafah.
Bahwa umat terdahulu adalah selalu lebih baik dibanding umat kemudian,
itu tidaklah selalu benar. Peradaban manusia, termasuk peradaban umat Islam, bagaikan
roda berputar, selalu naik turun, dan yang jelas masing-masing memiliki kelebihan
dan kekurangannya.
Jika dikatakan umat Islam di zaman Nabi Muhammad hidup adalah
yang terbaik, saya sepakat. Karena fakta sejarah membuktikan bahwa pada masa itu
umat Islam mengalami peningkatan kualitas SDM yang luar biasa, dengan menancapkan
pondasi bagi perkembangan umat Islam menjadi umat teladan di muka bumi.
Namun semenjak Rasulullah wafat, pertengkaran di dalam umat yang
berlanjut menjadi perpecahan mulai terjadi. Untung saja bahwa pondasi yang beliau
letakkan begitu kokoh, sehingga untuk beberapa abad ke depan umat Islam terus melesat
menjadi umat yang disegani dan bahkan bisa membangun peradaban maju yang unggul
di bidang ilmu pengetahuan, kesenian, filsafat, ekonomi, dan militer. Bahkan umat
Islam yang pada saat itu mayoritas dari bangsa Arab yang sebelumnya kurang diperhitungkan
di mata dunia, bisa menaklukkan dua imperium besar dunia pada saat itu, yaitu kekaisaran
Romawi dan Persia.
Akan tetapi patut diingat, bahwa semua itu ada dalam berbagai
kondisi yang menyertainya. Ada yang tertulis dengan tinta emas di atas lembaran
putih sejarah, namun tidak sedikit yang tertulis dengan tinta darah di atas lembaran
hitam sejarah.
Misalkan saja pada era kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz (berkuasa
717-720 M) dan Harun Al Rasyid (berkuasa 786-803 M), sejarah mencatat bahwa umat
Islam berada di zaman keemasan pada waktu itu, dan tentu saja jauh lebih baik dibandingkan
era ketika Yazid bin Muawiyah (berkuasa 680-683 M), yang periode kehidupannya lebih
dekat dengan zaman Rasulullah, di mana pertumpahan darah di antara sesama umat Islam
terjadi sehingga menewaskan cucu Rasulullah yaitu Hasan dan Husain.
Fakta sejarah ini membuktikan bahwa tidak selalu umat terdahulu
itu lebih baik dibandingkan umat kemudian. Juga berarti tidak selalu umat yang masa
hidupnya lebih dekat dengan masa hidup Rasulullah selalu lebih baik dibandingkan
umat yang masa hidupnya lebih jauh dengan masa hidup Rasulullah.
Ketika Rasulullah masih hidup, tidak pernah terjadi perbedaan
yang prinsip di antara umat Islam, terutama mengenai penafsiran dari ayat-ayat Al
Qur’an. Karena semua selalu dikembalikan kepada Rasul-Nya. Rasulullah adalah penjaga
kemurnian ajaran Islam. Akan tetapi setelah beliau wafat, tidak ada lagi orang yang
memiliki otoritas sebesar beliau.
Dengan demikian, semua orang di zaman setelah era Rasulullah memiliki
otoritas yang sama di hadapan Allah, sehingga tidak ada yang berhak mengklaim dirinya
paling benar. Karena hanya Allah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk
dan siapa yang tersesat dari jalan-Nya!
QS An
Nahl [16] : 125
“ ….. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” ()
Mari kita pertegas hal ini di dalam diri kita, sehingga tidak
terjadi kerancuan dalam menjalankan agama, yang seringkali menyebabkan munculnya
kelompok-kelompok yang mengatasnamakan dirinya sebagai wakil Allah dan Rasul-Nya
di muka bumi! Lebih buruk lagi, seringkali kelompok semacam ini bertindak sewenang-wenang
dan menghakimi orang lain sesuai dengan cara pandangnya sendiri!
Hal ini terjadi akibat salah persepsi yang sedemikian parahnya,
sehingga telah menyimpang dari apa yang telah diajarkan Nabi Muhammad. Perpecahan
yang terjadi saat ini bukanlah meneladani apa yang diajarkan oleh Rasulullah, melainkan
mengikuti umat-umat sesudahnya yang bertengkar mengklaim kebenaran, sehingga muncul
perbedaan mazhab dan kelompok. Yang Sunni mengharamkan Syiah, begitu pula sebaliknya.
Belum lagi keberadaan kelompok Salafi dan Wahabi, dan kelompok-kelompok kecil lainnya.
Kesemuanya memiliki tata cara dan keilmuan yang diajarkan oleh guru masing-masing,
dan tidak mau menerima sedikit pun apa yang dikemukakan oleh aliran lainnya. Yang
penting: “asal beda” dan “asal bukan dia”.
Maka apakah masa lalu kelam semacam ini yang akan terus kita suburkan?
Apakah klaim kebenaran yang selalu berakibat perpecahan ini yang akan terus kita
lestarikan?
Ingat! Bahwa masa lalu ada untuk kita ambil pelajaran dan hikmahnya.
Jangan sampai kita gagal mengambil pelajaran dan memetik hikmah dari perjalanan
umat Islam dalam sejarah, sehingga kesalah itu terus-menerus kita ulang, sehingga
keadaan umat ini dari hari ke hari semakin terpuruk dan memprihatinkan.
Jika kita ingin meneladani umat di zaman Rasulullah, maka kita
teladani semangat beliau dan para sahabat dalam menegakkan ajaran Islam. Mari kita
meneladani semangat ketulusan, semangat keterbukaan pikiran dan hati, semangat saling
berbagi dan mengingatkan, semangat kesabaran, semangat pantang menyerah dalam berjuang,
semangat dalam menuntut ilmu, dan berbagai semangat kebaikan lainnya yang telah
dicatat dalam sejarah.
Bukannya malah meniru-niru hal-hal yang sifatnya fisik semata.
Seperti cara berpakaian, penggunaan istilah-istilah Arab dalam berbicara, dan segala
perilaku yang meniru-niru kehidupan masyarakat Arab di abad pertengahan. Apalagi
meniru-niru kedengkian umat terdahulu yang telah menyebabkan umat ini terpecah belah!
Amat menyedihkan ketika melihat bahwa umat lain sudah berbicara
mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi, gagasan penyelamatan bumi, konservasi lingkungan
flora dan fauna, merumuskan model sistem ekonomi yang saling menguntungkan, namun
ternyata umat kita masih disibukkan dengan persoalan-persoalan fikih, tentang ini
cara berpakaian di zaman Rasul, ini berdoa yang benar seperti di zaman Rasul, ini
haram karena tidak pernah diajarkan oleh Rasul, dan berbagai urusan kecil lainnya
yang sukses menahan laju peradaban umat Islam itu sendiri.
Saya sangat berharap bahwa kajian dan diskusi keislaman tidak
hanya pandai mengutip-ngutip catatan sejarah di masa lampau, akan tetapi juga bagaimana
mengaktualisasi dalam kehidupan masa kini. Sekali-kali kita bisa mengangkat teladan
dari tokoh-tokoh mukmin di masa kini, sehingga umat Islam di masa kini bisa merasa
lebih dekat dengan realita yang ada dan mudah untuk meneladaninya.
Masa lalu biarlah menjadi masa lalu. Tidak mungkin bagi kita untuk
mengembalikan kehidupan fisik masa lalu ke masa kini. Masa lalu ada untuk kita ambil
pelajaran dan petik hikmahnya.
Mari kita menatap masa kini dan masa depan.
Karena tantangan umat Islam saat ini ada di masa kini dan masa
depan, bukan masa lalu!
Allahu’alam …
Semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar