oleh Agus Mustofa pada 24
Januari 2012 pukul 17:51
Kenapa ada alam
semesta?
Ya, pokoknya
sudah ada ‘begini’ dengan sendirinya.
Kenapa Ada pria
dan wanita? Ya, pokoknya alam semesta ‘ingin’ mengadakan laki-laki dan
perempuan.
Kenapa ada
manusia di muka bumi? Ya, pokoknya ‘ada’ karena seleksi alam.
Kenapa planet
bumi ini demikian ideal untuk memunculkan kehidupan, sementara di planet lain
tidak diketemukan sampai sekarang? Ya, pokoknya bumi ini ‘cocok’ dan memenuhi
syarat-syarat munculnya makhluk hidup..!
Hhhh.., barangkali ribuan
pertanyaan ‘kenapa’ lagi yang akan dijawab ‘pokoknya’ oleh ilmu pengetahuan.
Anda masih bisa menambah daftar pertanyaan itu sekreatif Anda. Misalnya, kenapa
makhluk hidup kok bernafas pakai oksigen, kok nggak Nitrogen saja? Bukankah
jumlah nitrogen di planet ini jauh lebih banyak dibandingkan oksigen? Kenapa
kita hidup? Kenapa kita mesti mati? Kenapa kita punya kepala, mata telinga,
hidung, lidah, jantung, paru-paru, dan sebutlah apa saja..! Sains tidak akan
pernah bisa menjawabnya dengan tuntas. Ia akan berputar-putar semakin
membingungkan… :(
Sejarah sains sudah membuktikan
semua itu. Ia tidak pernah bisa menjawab misteri realitas ini dengan tuntas.
Dan selalu berujung pada ‘ketidaktahuan’. Belajar makrokosmos lewat ilmu
Astronomi, Kosmologi, Astrofosika, Astrobiologi misalnya, Anda akan DITANTANG
oleh ketidak tahuan yang Maha Dashyat.
Dari segi ukuran alam semesta
saja, manusia sudah demikian naifnya. Sebutir debu yang SOMBONG dan
MENGGELIKAN, yang bermimpi menaklukkan alam semesta yang diameternya puluhan
miliar tahun cahaya. Dan tidak diketahui tepinya sampai saat ini. Kecuali cuma
mengira-ngira dari kejauhan. Data-data valid yang disombongkan oleh Sains bakal
‘ketemu batunya’ di alam semesta. Karena, usia manusia tidak cukup untuk
mengarungi dan mengambil sampelnya.
Jangankan usia manusia, usia
seluruh peradaban manusia pun tidak cukup untuk memahami alam semesta ini. Usia
peradaban manusia cuma berorde ‘ribuan’ tahun. Ruang alam semesta butuh
eksplorasi selama miliaran tahun. Hanya manusia yang tak tahu diri yang bisa
menyombongkan SAINS sebagai segala-galanya.
Tanyakanlah kepada jagoan sains
mana pun: dimanakah tepi alam semesta ini? Bentuknya seperti apa? Ukurannya
seberapa? Dimensinya berapa? Dari mana asalnya, dan kelak akan kemana? Maka
jawabannya tak akan pernah tuntas. Kenapa? Karena, sang ilmuwan itu tak punya
kemampuan untuk mengarungi ruang dan waktu, MENYAKSIKAN sendiri evidences yang
diharapkan. Sains telah berada di ‘ambang batas’ kedigdayaannya, dimana di
balik itu ia sudah tidak mampu ‘berkata-kata’ lagi. Kecuali ‘menunggu’,
‘menduga’, ‘mengira’, ‘berharap’ ‘berspekulasi’, dan semacamnya, yang
mengingkari kepongahan sains sendiri, bahwa segala sesuatu harus berdasar
evidences… ;)
Bukan hanya soal RUANG maha
raksasa yang mewadahi alam semesta, melainkan juga soal WAKTU yang memenjarakan
segala realitas ini bergerak menuju kehancurannya. Karena 'gerakan waktu' yang
tak bisa dikendalikan oleh saintis manapun itulah, alam semesta bakal menuju
kehancurannya. Semakin lama semakin tua, dan kemudian mati. Lagi-lagi ilmuwan
yang ‘hebat-hebat’ itu tak mampu berkata apa-apa tentang kemisteriusan dimensi
waktu. Kenapa? Ya, karena dimensi waktu ini terikat ke dimensi ruang, dimana
ruangnya tak ketahuan batasnya. Jadi, bagaimana mungkin para ilmuwan itu bisa
tahu ‘dulu’ dan ‘nanti’, kalau ia pun tidak pernah tahu ‘disana’ dan ‘disitu’.
Bukan hanya di skala makrosmos
yang ‘nggegirisi’, di skala mikrokosmos pun tak kalah ‘mengerikan’. Materi yang
dulu diduga tersusun dari atom sebagai benda terkecil itu, kini semakin
menunjukkan ‘sifat aslinya’ yang membingungkan. Ternyata ia tersusun dari
partikel-partikel yang lebih kecil, lebih kecil, dan lebih kecil lagi.
Yang di level elektron saja sudah
memunculkan dualitas antara materi dan energi (gelombang). Dan di skala lebih
kecil lagi memunculkan ‘teori ketidakpastian’, sehingga ilmuwan tidak pernah
bisa menentukan lokasi sebuah partikel bersamaan dengan kecepatannya. Kecuali
hanya ‘menebak-nebak’ secara statistik belaka. Lagi-lagi sains terbentur pada
tembok ‘kepongahannya’ sendiri dalam hal evidence.
Belum lagi masalah kehidupan yang
penuh dengan misteri. Tanyakanlah kepada jagoan biologi mana pun, kenapa
sebutir telur ayam bisa menetas dan memunculkan kehidupan setelah dierami.
Darimanakah munculnya kehidupan itu? Tolong kasih ‘bukti’ darimana sumber
kehidupannya? Dan kenapa telur lainnya dari induk yang sama kok tidak menetas
dan memunculkan kehidupan? Apakah alam ini hidup, sehingga bisa ‘menularkan’
kehidupannya kepada seonggok protein dan lemak yang ada di dalam cangkang telur
itu? Padahal, konon kabarnya, para pengingkar Tuhan ‘tidak percaya’ kalau alam
semesta ini adalah ‘organisme hidup’.
Dan seterusnya, dan lain
sebagainya. Demikian banyak ‘bukti-bukti empiris’ yang justru menegaskan bahwa
sains bukan segala-galanya. Tetapi, jangan lantas Anda menuding saya sebagai
anti sains. Oh, malah sebaliknya, saya gandrung sekali. Dan juga, jangan lantas
mengatakan Sains itu tidak berguna. Ouh, sebaliknya, sangat-sangat berguna.
Karena telah terbukti banyak membantu manusia dalam mengatasi berbagai masalah
hidupnya untuk menjadi lebih baik. Tapi, sekali lagi, bukan segala-galanya.
Maka, kegagalan sains bakal
membawanya ke dua pilihan. Yang pertama, membiarkannya dalam kemisteriusan,
sambil mengatakan: itu sudah DI LUAR kemampuan SAINS. Sehingga muncullah
istilah-istilah pseudo-science –
karena sains sudah tak mampu menjangkaunya dengan bukti-bukti. Atau, istilah
paranormal, karena dianggap sudah keluar dari kelaziman. Atau metafisika,
karena sudah tak mampu dijelaskan lagi oleh Fisika, dan lain sebagainya.
Pilihan yang kedua, kegagalan
sains akan mendorongnya berlindung ke ranah filosofis, yang dari ‘rahimnya’
sains dilahirkan. Disinilah mereka ‘melarikan diri’ dari ketidak berdayaannya
mengungkap realitas yang semakin misterius. Karena, setiap penemuan saintifik
selalu memunculkan misteri baru yang lebih rumit. Tapi, cermatilah sejarah
filsafat. Para filsuf sejak zaman dahulu kala sampai sekarang pun
berputar-putar kebingungan, tak menemukan jawabannya. Kecuali mengakhirinya
dengan ‘dugaan’, ‘perkiraan’, ‘harapan’, dan ‘spekulasi’ tanpa bukti.
Disinilah peran agama memberikan
kepastian. Perhatikanlah ayat-ayat Qur’an yang memiliki kekuatan ‘klaim’ yang
sangat besar. Bukan dogma, apalagi doktrin. Al Qur’an tidak pernah
memaksa-maksa siapa pun untuk beriman. Kalau ada yang berpendapat bahwa Islam
melakukan paksaan kepada umat dalam menjalani agamanya, pasti orang itu BELUM
KENAL Islam. Dia mengira Islam seperti agama-agama lain yang dikenalnya. Yang
disampaikan lewat dogma dan doktrin.
QS. Al
Baqarah (2): 256
TIDAK ada
PAKSAAN dalam beragama (Islam); sesungguhnya TELAH JELAS jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
(tuhan selain Allah) dan BERIMAN kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
QS. Yunus
(10): 99-100
Dan JIKA
Tuhanmu MENGHENDAKI, pastilah BERIMAN semua orang yang di muka bumi seluruhnya.
Maka apakah kamu (hendak) MEMAKSA manusia supaya mereka menjadi orang-orang
yang beriman semuanya?
Kurang eksplisit bagaimanakah
firman Allah ini? Bahwa, TIDAK ADA paksaan dalam Islam. Tidak ada dogma dan
doktrin. Yang ada ialah tabayun alias
KLARIFIKASI atas firman-firman Allah. Karena, sebagaimana ayat di atas, SUDAH
JELAS antara kebaikan dan keburukan, antara kebenaran dan kejahatan, antara
yang bermanfaat dan yang membawa mudharat. Umat Islam diperintahkan untuk
menggunakan AKAL dalam beragama.
Tetapi, bahwa Al Qur’an melakuan
‘klaim-klaim’ yang sangat provokatif itu memang benar adanya. Agar umat manusia
MENOLEH. Apalagi, yang hatinya sudah KERAS seperti batu. Mulai dari klaim
kebenaran kitab sucinya, kebenaran Nabinya, sampai kebenaran Tuhannya. Bukan
memaksa, tetapi memancing manusia untuk memikirkannya. Berikut ini adalah
sebagian kecil tantangan al Qur’an kepada manusia.
QS. An
Nisaa’ (4): 82
Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat PERTENTANGAN yang banyak di dalamnya.
QS. Al
Baqarah (2): 23
Dan jika
kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba
Kami (Muhammad), BUATLAH satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
QS. Yunus
(10): 37
TIDAK
MUNGKIN Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; (kitab ini) membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah
ditetapkannya, TIDAK ada KERAGUAN di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta
alam.
QS. Al
A’raaf (7): 158
Katakanlah:
"Hai manusia sesungguhnya aku adalah UTUSAN Allah kepadamu semua, yaitu
ALLAH yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; TIDAK ADA Tuhan SELAIN
Dia, Yang MENGHIDUPKAN dan MEMATIKAN, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul
Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya
dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".
Dan sebagainya, Al Qur’an berisi
‘klaim-klaim’ yang membelalakkan mata. Tetapi bukan untuk memaksa, melainkan
‘menantang’ untuk dibuktikan. Bagaimana cara membuktikannya? Tentu saja dengan
ilmu-ilmu yang berkembang seiring peradaban manusia. Yaa ilmu sejarah, ilmu
bahasa, ilmu biologi, fisika, astronomi, matematika, kimia, kedokteran,
biomolekuler, dan ilmu apa saja yang bisa digunakan untuk ‘membuktikan’
kebenaran Al Qur’an.
Bukan ‘rebutan mengklaim’ sains,
seperti yang dituduhkan. Karena perintah untuk berilmu pengetahuan itu adalah
sebuah KENISCAYAAN di dalam agama Islam. Dan pelakunya tidak harus orang Islam.
Di zaman keemasan Islam para pelaku kelilmuan itu adalah orang-orang Islam.
Tetapi, di zaman sesudahnya memang SDM Islam mengalami kemunduran yang sangat
memprihatinkan. Tetapi, itu tidak serta merta menjadikan AGAMA Islam lantas
‘merebut-rebut’ sains… :(
Tentu ini sudut pandang yang
sangat keliru. Karena puluhan bahkan ratusan ayat di dalam Al Qur’an justru
mendorong umat Islam untuk menguasai sains. Sebagaimana sudah saya tulis dalam
puluhan buku yang saya terbitkan. Untuk apa? Bukan untuk ‘berpongah-pongah’ dengan
sains yang serba terbatas itu. Melainkan untuk membuktikan dan menyadari
‘betapa kecil’ dan ‘ringkihnya’ manusia, dan betapa Maha Hebatnya Allah Sang
Penguasa Jagat Semesta dengan segala Ilmu-Nya. Islam mengajari umatnya untuk
‘mentauhidkan’ ilmu pengetahuan agar mengenal dan tunduk pada Keagungan-Nya…!
QS. Ath
Thalaaq (65): 12
Allah-lah
yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku
padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah MAHA BERKUASA atas segala
sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala sesuatu.
~ Salam Mentauhidkan Ilmu
Pengetahuan ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar