oleh Agus Mustofa pada 26
Januari 2012 pukul 10:32 ·
Kalau menjawab
pertanyaan ‘KENAPA’ saja Sains tak mampu, apalagi menjawab hal-hal yang GAIB,
seperti: Jiwa, Ruh, Kehendak, Alam Kematian, Alam Akhirat, Kiamat, Takdir,
Malaikat, Jin, dan lain sebagainya. Paling-paling, jawaban yang keluar dari
seorang pakar sains hanyalah: semua itu di luar wilayah sains. Atau, itu berada
dalam wilayah ‘keimanan’… :)
Hanya sebatas itulah memang
‘kemampuan’ Sains. Karena ia dikembangkan berdasar kemampuan berpikir kulit
otak yang bersifat sensorik, berdasar panca indera. Sehingga, sesuatu baru
diakui sebagai evidence atau bukti ketika bisa dilihat, didengar, dibaui,
dikecap, dan diraba. Secara langsung, maupun setelah ditransfer ke
variable-variabel yang bisa diamati oleh panca indera.
Di luar itu, Sains sudah tidak
mampu. Tetapi, itu memang ‘tidak salah’. Dan tidak bisa disalahkan. Karena para
pakar Sains memang sudah ‘membatasi diri’ seperti itu. Sehingga,
konsekuensinya, segala sesuatu yang di luar wilayah ‘terbukti’ itu lantas dinamai
dengan: pseudo-science, paranormal, metafisika dan lain sebagainya. Pada
tingkat ini, saya masih bisa ‘sependapat’ atau setidak-tidaknya
mengapresiasi-lah.
Yang saya menjadi tidak
sependapat itu adalah: ketika para pakar Sains berpendapat bahwa SEGALA SESUATU
yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains berarti TIDAK ADA. Alias bukan realitas.
Inilah masalah utamanya, sehingga kenapa saya mengeluarkan ungkapan: ‘Sains
bukan segala-galanya’. Karena, Sains memang tidak bisa menjelaskan
segala-galanya. Dan, sama sekali tidak benar, HANYA Sains saja yang bisa
menjelaskan realitas. Selebihnya tidak bisa. Inilah yang saya sebut sebagai’
kepongahan’ itu..! Bukan kepongahan sains memang, lebih tepatnya adalah
kepongahan para pakar Sains yang berpendapat seperti itu.
Woow, terlalu banyak hal yang
tidak bisa dijelaskan oleh Sains. Jangankan yang ‘gaib-gaib’, yang tidak gaib
saja sedemikian banyaknya. Melanjutkan sedikit, tentang ketidakmampuan Sains
menjawab pertanyaan ‘kenapa’ di note saya sebelumnya; situasinya akan menjadi
sangat ‘menggelikan’ ketika Anda mengejar para pakar sains dengan pertanyaan
KENAPA itu.
Ketika saya tanyakan: KENAPA ada
laki-laki dan perempuan? Dijawabnya: karena ada kromosom XY dan XX. Tapi
cobalah kejar lagi dengan pertanyaan: Lha, KENAPA ada kromosom XX dan XY?
Mungkin dia akan menjawab: karena diatur oleh sejumlah gen yang ada di dalam
kromosom. Kemudian, Anda bertanya lagi: Lha, KENAPA kok ada gen-gen yang bisa
mengatur terjadinya jenis kelamin itu? Mungkin, dia akan menjawab: yaa, karena
ada seleksi alam..!
Hheehe, terus KENAPA ada seleksi
alam? Kira-kira jawabannya: Mmm.., ya karena alam ini memang punya hukum untuk
menyeleksi..! Hhahaa, mulai mbulet kan..?! Tapi, Anda masih bisa terus bertanya
dengan ‘KENAPA’. Lhaa iya, KENAPA kok alam punya kemampuan untuk menyeleksi?
Trus dijawab lagi: Ya pokoknya begitulah…!! Nah, dialog seperti inilah yang
akan menjadi ‘akhir’ dari diskusi antara Atheis dan Tasawuf Modern tentang
sains.
Saya tentu tidak pernah
menyalahkan sains sabagai ilmu. Lha wong saya juga penggemar sains. Saya cuma
ingin menunjukkan bahwa Sains bukan segala-galanya. Apalagi, Sains bekerja
secara trial & error.
Dicoba, kalau ‘salah’ diluruskan, dan kalau ‘benar’ diteruskan. Sehingga adalah
sebuah ‘kekeliruan besar’ kalau ada orang yang begitu mengagungkan Sains,
sehingga mengira hanya dengan Sains-lah manusia bisa MEMAHAMI seluruh REALITAS.
Hmm, dia sedang bermimpi di siang bolong. Atau, mungkin mimpi sambil berdiri,
kayak foto di wall saya itu… :)
Kecuali, dia sudah mendefinisikan
bahwa yang disebut ‘realitas’ itu HANYALAH yang dipahami oleh Sains. Selebihnya
bukan realitas, karena tidak bisa dipahami oleh sains. Wah, kalau sampai muncul
klaim demikian, ini sudah bukan kepongahan lagi, tapi sudah arogansi. Dan,
menjungkir-balikkan makna realitas. Karena, Sains sendiri masih terus
berkembang secara trial &
error untuk memahami realitas yang belum diketahuinya.
Jadi, masalahnya sangat
SEDERHANA. Sains itu cuma SECUIL ilmu yang ada dalam REALITAS. Alam semesta ini
adalah SAMUDERA ILMU. Yang sudah terungkap barulah SETETES saja. Masih jauh
lebih banyak yang belum diketahui daripada yang sudah. Ibarat ruang alam
semesta: lebih banyak ruang GELAP-nya, daripada kerlipan CAHAYA bintang
pengisinya. Itulah yang difirmankan Allah dalam ayat berikut ini.
QS. Luqman
(31): 27
Dan
seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena, dan lautan (menjadi tinta).
Kemudian ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudah (kering)-nya,
niscaya TIDAK akan HABIS-HABIS-nya (dituliskan) kalimat (ilmu) Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
QS. Ath
Thalaaq (65): 12
Allah-lah
yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku
padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,
dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala sesuatu.
Begitulah sahabat, kalau Anda
men-challenge Sains
dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar secara beruntun, maka diskusinya akan
berujung pada ‘ketidak-tahuan’. Ya memang itulah hakikat sains. Ia berangkat
dari ‘ketidaktahuan’ dan akan berakhir dengan ‘ketidaktahuan’. Karena itu,
jangan menjadikan Sains sebagai alat untuk ‘MELIHAT’ Tuhan. Sehingga, kalau
Tuhan tidak bisa ‘dilihat’ dengan Sains lantas berkesimpulan bahwa TUHAN itu
TIDAK ADA. Hhehe.., lha wong ‘peralatannya’ yang keliru, kok menyalahkan
Realitas-Nya. Terlalu naïf kawan..!
Manusia memiliki perangkat yang
jauh lebih ‘keren’ selain Pikiran Sadar yang menjadi sumber Sains itu. Yakni,
Alam Bawah Sadar. Islam menyebutnya sebagai Qalb & Fu-aad. Dan kemudian
diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi HATI. Ada juga yang menyebutnya
sebagai INTUISI. Ada lagi, INDERA KEENAM alias the sixth sense. Dan sebagainya. Ia memiliki
kemampuan mengolah informasi ratusan ribu kali lipat lebih dahsyat dibandingkan
Pikiran Sadar.
Islam mengajarkan PERPADUAN
antara Pikiran Sadar dan Bawah Sadar itu secara simultan dengan panduan
firman-firman Sang Pemilik Ilmu. Di dalam Al Qur’an disebut sebagai ‘tafakur’
dan ‘dzikir’. Atau, ada yang menyebut intetelektualitas dan hati. Jangan hanya
digunakan salah satunya, karena bisa menjebak pada kesalahkaprahan. Orang yang
hanya menggunakan ‘pikirannya’ akan terjebak kepada hal-hal yang materialistik
saja. Sedangkan orang-orang yang hanya menggunakan ‘hatinya’ akan terjebak
kepada ketidakpastian yang tak terkendali. Perpaduannya menghasilkan kesempurnaan
yang disebut sebagai kualitas ULUL ALBAB. Tipikal orang seperti inilah yang
kata Al Qur'an bakal bisa mengambil pelajaran dari Firman-Nya dengan
sebaik-baiknya.
QS. Ali
Imran (3): 7
… Dan TIDAK
DAPAT mengambil PELAJARAN kecuali orang-orang yang menggunakan akal (ulul
albab).
Maka, bagi agama Islam,
pembelajaran SAINS adalah sebuah KENISCAYAAN. Sebagaimana niscayanya penggunaan
HATI. Itulah yang tergambar dalam ratusan ayat-ayat Al Qur’an yang selalu
menjadi landasan saya dalam menulis buku-buku Diskusi Tasawuf Modern. Sebuah
pembelajaran dengan mekanisme Ulul Albab.
QS. Ali
Imran (3): 190-191
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ULUL ALBAB), (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah (DZIKRULLAH) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka TAFAKUR (berpikir secara ilmiah) tentang penciptaan langit
dan bumi (sampai menyimpulkan): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka.
Dengan perpaduan antara dzikir
dan tafakur itulah umat Islam tidak TERBELENGGU ke dalam pemahaman PARSIAL
dalam memahami REALITAS. Mulai dari yang bersifat materialistik, energial,
maupun spiritual. Mulai dari alam dunia, alam barzakh, sampai alam akhirat.
Atau, dari yang bersifat badaniyah, nafsiyah, sampai ruhiyah. Islam mengajarkan
SAMUDERA ILMU kepada hamba-hamba-Nya yang ingin memahami realitas dalam arti
yang sebenar-benarnya. Karena, semuanya itu memang ilmu-ilmu Allah, Dzat Maha
Berilmu yang menguasai segala realitas jagat semesta. Inilah yang disebut
sebagai BERTAUHID hanya kepada ALLAH itu... :)
QS. An Nisaa’
(4): 126
KEPUNYAAN Allah-lah apa yang di
LANGIT dan apa yang di BUMI, dan adalah Allah Maha MELIPUTI segala sesuatu.
~ Salam Mentauhidkan Ilmu
Pengetahuan ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar