oleh Agus Mustofa pada 12
Agustus 2012 pukul 6:56
Banyak diantara umat Islam yang memahami informasi Al
Qur’an secara sepotong. Cara demikian sangat berbahaya dan bisa menyesatkan.
Apalagi jika lantas didoktrinkan kepada orang awam, hasilnya bisa memunculkan
berbagai penyimpangan dalam beragama. Mulai dari yang bersifat keyakinan
personal, mencari pembenaran terkait dengan kepentingan terselubung, sampai
pada meluasnya radikalisme yang kebablasan.
Bagi saya, ayat-ayat Al Qur’an itu mirip dengan potongan
puzzle yang dipisah-pisahkan, sehingga belum memberikan kesimpulan gambar utuh
jika hanya dipahami sepotong. Atau, mirip cerita tujuh orang buta yang ingin
memahami gajah. Dimana setiap orang buta itu, karena keterbatasannya, hanya
bisa memahami sejauh yang bisa dirabanya. Karena itu, mereka lantas berselisih
pendapat tentang bentuk gajah.
Ada yang bilang gajah seperti ular piton karena si orang
buta itu kebetulan hanya bisa meraba belalainya. Ada pula yang mengatakan gajah
seperti cambuk, karena ia hanya bisa memegang ekornya. Dan ada juga yang
berpendapat gajah mirip kipas karena kebetulan hanya bisa memegang telinganya.
Dan seterusnya. Walhasil, pendapatnya berbeda-beda karena belum holistik dalam
memahami binatang berukuran jumbo itu.
Demikian pula dengan pemahaman kita terhadap ayat-ayat
Qur’an. Kitab suci ini adalah kitab petunjuk yang sangat sempurna, sehingga
segala keterbatasan kita akan menjadi faktor penentu terhadap kepahaman yang holistik
itu. Dan akan menyebabkan terjadinya selisih pendapat dalam menafsirinya.
Semakin sedikit ilmu seseorang, semakin terbatas pula pemahamannya terhadap
kandungan Al Qur’an. Sebaliknya, semakin banyak ilmunya, akan semakin bagus
pula pemahamannya.
Namun, bukan hanya itu. Distorsi pemahaman terhadap
kandungan ayat itu juga disebabkan oleh struktur ayat-ayat Qur’an yang
diwahyukan secara terpisah-pisah. Cobalah perhatikan ayat-ayat Qur’an itu,
informasi tentang suatu tema diceritakan dalam berbagai ayat yang berlainan dan
berbagai surat yang terpisah. Kadang diulang-ulang, kadang ditambahi dengan
kalimat penjelas, kadang menyoroti suatu masalah yang sama tapi dengan sudut
pandang yang berbeda.
QS. Az Zumar [39]: 23
“Allah telah menurunkan perkataan
yang paling baik (yaitu) Al Quran yang (sebagian ayatnya) serupa lagi
berulang-ulang. Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya,
kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah
petunjuk Allah. Dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpin
pun.’’
Allah juga memberitahukan kepada kita, bahwa Al Qur’an
yang berisi petunjuk buat manusia itu memuat penjelasan-penjelasan tentang
suatu tema di berbagai ayat secara terpisah-pisah. Karena itu, jika kita belum
mengerti terhadap suatu ayat, karena informasinya baru sepotong, sebaiknya kita
melakukan eksplorasi ke ayat-ayat lainnya yang terkait. Inilah yang disebut
sebagai tafsir bil ayat itu. Menjelaskan makna kandungan ayat dengan
ayat-ayat lainnya.
[QS. Al Baqarah: 185]
“Bulan Ramadan, adalah bulan yang di
dalamnya diturunkan (hikmah-hikmah) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia, dan
(berisi) penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, serta pembeda (antara
yang hak dan yang batil).’’
Contoh konkretnya sangat banyak di sekitar kita. Misalnya,
tak sedikit kawan-kawan kita yang melakukan poligami dengan mendasarkan
dalilnya pada QS. An Nisaa’ [4]: 3 ~ “maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sukai dua,
tiga atau empat...’’ Ayat ini kalau dipahami sepotong begini tentu
saja menjadi seakan-akan berisi ‘perintah’ untuk berpoligami. Tetapi, kalau
kita baca secara holistik dengan ayat-ayat lainnya, saya yakin Anda akan
memiliki pemahaman yang berbeda tentang hal ini. Bahwa poligami di dalam Islam
itu boleh, asal bukan karena alasan syahwat.
Contoh lainnya, tentang radikalisme dan pembunuhan. Tidak
sedikit pula kalangan radikal yang mengambil QS. Al Baqarah [2]: 191. “Dan
bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat
mereka telah mengusir kamu; dan fitnah itu lebih
besar bahayanya dari pembunuhan...’’ Kalau ayat tersebut diambil
sepotong, tentu seakan-akan Islam adalah agama radikal yang boleh membunuh
seenaknya, karena ayat itu dipahami keluar dari konteksnya.
Atau, bagi siapa saja yang mau korupsi pun, jika mencari
dalil-dalil dari dalam Al Qur’an dengan cara seperti itu tentu akan memperoleh
dasar hukumnya. Misalnya, QS. Al Jumu’ah [62]: 10 ~ “...maka bertebaranlah kamu
di muka bumi; dan carilah karunia (rezeki) Allah...’’ Cara mencari rezekinya bagaimana? Lantas, ada
yang menjawab: “ya terserah aku..!’’ Wah, rusaklah kalau caranya begini.
Perbuatan jahat apa pun bisa memperoleh dalil dari dalam Al Qur’an.
Tentu bukan demikian. Ilustrasi diatas adalah sekedar
gambaran, bahwa memahami Al Qur’an memang harus dilakukan secara utuh dan
mengaitkan ayat-ayat yang berfungsi sebagai penjelas. Contoh konkret yang telah
kita bahas sebelumnya, adalah tentang turunnya Al Qur’an alias Nuzulul Qur’an.
Di suatu ayat disebut turun berangsur-angsur, di ayat lainnya diinformasikan di
dalam bulan Ramadan, dan di ayat yang berbeda lagi diceritakan di satu malam
yang penuh berkah serta penuh hikmah yang dikenal sebagai Lailatul Qadr. Jika
ayat-ayat itu kita padukan secara holistik akan menjadi sebagai berikut.
Bahwa, Al Qur’an itu di zaman Rasulullah memang diturunkan
secara berangsur-angsur selama 23 tahun, sebagaimana catatan sejarah. Tetapi
setiap bulan Ramadan Allah selalu mengutus Jibril dan para malaikat untuk
menurunkan hikmah yang terkandung di dalamnya kepada siapa saja yang mengkaji
Al Qur’an secara intensif sambil mensucikan dirinya lewat puasa Ramadan. Dan
saat-saat turunnya hikmah itu disebut sebagai Lailatul Qadr.
Nah, pemahaman holistik semacam itulah yang harus
dilakukan oleh umat Islam terhadap Al Qur’an yang penuh hikmah ini. Bukan
pemahaman sepotong yang memunculkan berbagai distorsi seperti yang banyak
terjadi. Baik karena disengaja maupun dilakukan tanpa sengaja. Semoga Allah
selalu membimbing kita di dalam Ridha-Nya.
Wallahu a’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar