Tanpa terasa bulan Ramadan sudah berada di pertengahan. Di
sekitar tanggal 17 Ramadan umat Islam Indonesia banyak yang memperingati
Nuzulul Qur’an. Bukan hanya di masjid dan komunitas-komunitas pengajian,
melainkan sampai ke berbagai lembaga dan instansi, bahkan istana negara. Namun,
yang membuat saya merasa aneh, peringatan Nuzulul Qur’an itu tidak terdapat di
Mesir dan berbagai negara Arab, termasuk Saudi Arabiya.
Bagi yang pernah berumrah di bulan Ramadan, mestinya
mengetahui hal itu. Tidak ada peringatan Nuzulul Qur’an di Mekah maupun
Madinah. Demikian pula bagi yang pernah berkunjung ke Mesir dan negara-negara
Arab lainnya, tidak menemukan adanya peringatan turunnya kitab suci tersebut.
Kalaupun ada, sebagaimana saya lihat di Mesir, juga dilakukan oleh masyarakat
Indonesia. Jadi, peringatan 17 Ramadan sebagai Nuzulul Qur’an itu rupanya khas
Indonesia.
Saya coba untuk menelusurinya dari berbagai sumber,
khususnya dari Firman-Firman Allah sebagai sumber paling otentik dalam khazanah
keilmuan Islam. Ternyata saat-saat turunnya Al Qur’an itu diceritakan dalam
beberapa redaksi.
Yang pertama, turunnya Al Qur’an disebut
berangsur-angsur selama masa kenabian Rasulullah Muhammad SAW, yakni selama
hampir 23 tahun. Allah menceritakannya dalam ayat berikut ini.
QS. Al Israa’ [17]: 106
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan
dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan
Kami menurunkannya bagian demi bagian.’’
Ini cocok dengan berbagai data sejarah yang menunjukkan
bahwa kitab suci umat Islam itu memang diturunkan secara bertahap, sejak dari
gua Hira’ di awal masa kenabiannya sampai saat beliau menjalankan haji perpisahan
alias Haji Wada’, beberapa waktu sebelum wafatnya.
Yang kedua, Al Qur’an juga menyebut kitab suci
itu diturunkan di bulan Ramadan. Ayat yang sering kita baca saat Ramadan itu
bercerita demikian:
QS. Al Baqarah [2]: 185
“Bulan Ramadan adalah bulan yang di
dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia, dan (berisi)
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, serta pembeda (antara yang hak dan
yang bathil)...’’
Yang ketiga, Al Qur’an juga menginformasikan
bahwa turunnya Al Qur’an itu adalah pada sebuah malam yang mulia, di dalam
bulan Ramadan, yang kita kenal sebagai Lailatul Qadr.
QS. Al Qadr [97]: 1-6
“Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam
kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu (memiliki nilai)
lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun para malaikat
dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar.’’
Dan yang keempat, yang kemudian menjadi dasar
diadakannya peringatan Nuzulul Qur’an di Indonesia, adalah ayat berikut ini.
QS. Al Anfaal [8]: 41
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu
peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah,
Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil; jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqaan (hari kemenangan). Yaitu, hari bertemunya dua
pasukan (saat perang Badar). Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.’’
Ayat ini sebenarnya bercerita tentang kemenangan umat
Islam dalam perang Badar, dan pembagian rampasan perang kepada orang-orang
miskin, anak-anak yatim, serta mereka yang membutuhkan pertolongan dari harta
benda tersebut. Tetapi, dikarenakan disitu ada kata kalimat “...apa yang
kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan...’’,
lantas ada sejumlah penafsir yang mengaitkannya dengan turunnya Al Qur’an. Dan,
karena perang Badar itu terjadi tanggal 17 Ramadan, maka disimpulkanlah
turunnya Al Qur’an pada tanggal tersebut.
Padahal, menurut saya, itu sangat spekulatif. Yang lebih
cocok, ‘Hari Furqaan’ itu dimaknai sebagai ‘Hari Pembeda’ alias ‘Hari
Kemenangan’ umat Islam atas kaum Quraisy yang memeranginya. Disinilah rupanya asal
muasal terjadinya distorsi pemahaman tentang peringatan Nuzulul Qur’an. Dan itu
sudah berlangsung selama puluhan tahun, tanpa ada yang menyorotinya.
Jika demikian, lantas kapankah Al Qur’an itu diturunkan
Allah kepada manusia? Ayat-ayat lain dalam Al Qur’an bercerita, bahwa kitab
suci itu diturunkan berangsur-angsur selama 23 tahun, dan kemudian dibukukan
sebagaimana mushaf Qur’an yang sudah diperbanyak miliaran copy
itu. Sedangkan khusus di bulan Ramadan, Allah memang bakal menurunkan
hikmah-hikmahnya kepada para pengkaji Al Qur’an yang intensif melakukannya
sambil berpuasa Ramadan.
Itulah kenapa, ayat pertama dalam surat Al Qadr itu
menggunakan kata kerja lampau (fiil madzi – past tense): ’’Sesungguhnya
Kami TELAH menurunkan Al Quran pada malam kemuliaan.’’ Tetapi di
ayat 5: “Pada malam itu (selalu) TURUN para malaikat dan malaikat Jibril dengan
izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan’’, Allah menggunakan
kata kerja kekinian (fiil mudharik – present tense).
Ini mengandung informasi, bahwa meskipun Al Qur’an sudah
selesai diturunkan secara berangsur-angsur saat Rasulullah masih hidup, tetapi
di setiap akhir Ramadan para malaikat selalu turun membawa hikmah alias
kandungan Al Qur’an kepada orang-orang yang mengkajinya secara intensif untuk
memperoleh petunjuk dari-Nya. Itulah kenapa Rasulullah SAW memerintahkan umat
Islam untuk beriktikaf menyambut datangnya Lailatul Qadr.
QS. Ad Dukhaan [44]: 3-4
“sesungguhnya Kami menurunkan Al
Qur’an pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang
memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh
hikmah.’’ [
Walahu a’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar