oleh Agus Mustofa pada 6 Agustus 2012 pukul 5:33
Kenapakah umat Islam menjalankan puasa di bulan Ramadan?
Apakah penyebabnya? Seorang kawan menjawab: “supaya kita menjadi orang yang bertakwa’’.
Ia pun lantas mengutip QS. Al Baqarah
[2]: 183: ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu AGAR kamu BERTAKWA.’’
Saya katakan, jawaban itu belum tepat. Karena ‘agar
bertakwa’ itu bukan ‘penyebab’. Melainkan ‘akibat’. Jika kita berpuasa dengan
baik dan benar, akibatnya kita akan menjadi orang yang bertakwa–memiliki
kontrol diri yang bagus.
Kawan saya lainnya ikutan menjawab: “supaya menjadi sehat’’
Dia pun mengutip hadits Rasulullah SAW: Shuumu tashiihu–berpuasalah maka kamu bakal sehat.
Saya katakan lagi, “supaya sehat’’ itu pun bukan ‘penyebab’, melainkan
‘akibat’. Siapa saja berpuasa dengan baik dan benar, insya Allah, (akibatnya)
dia akan menjadi lebih sehat.
Keduanya –takwa dan sehat– adalah akibat dari berpuasa,
karena menggunakan kata sambung ‘agar’ dan ‘supaya’. Ada hal lain yang menjadi
penyebab utama kenapa umat Islam disuruh berpuasa pada bulan Ramadan. Yakni,
disebabkan oleh turunnya al Qur’an sebagai petunjuk di dalam bulan suci itu.
Dasar ayatnya adalah
QS. Al Baqarah [2]: 185.
“Bulan Ramadan adalah bulan yang di
dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia. Dan (berisi)
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu. Serta pembeda (antara yang hak dan
yang batil). KARENA ITU, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (datangnya)
bulan itu, HENDAKLAH ia BERPUASA di bulan tersebut...’’
Nah, kata sambung ‘karena itu’ dalam ayat di atas
menunjukkan ‘penyebab’. Bahwa, umat Islam diperintahkan untuk berpuasa disebabkan
oleh turunnya Al Qur’an. Bukan oleh sebab yang lain-lain. Karenanya, adalah
sebuah ‘kekeliruan besar’, jika ada orang yang berpuasa Ramadan tidak rajin
membaca Al Qur’an. Dia menyalahi latar belakang turunnya perintah puasa
Ramadan.
Bukan hanya membaca Al Qur’an secara formalitas belaka
–asal khatam bolak-balik– melainkan harus sampai memperoleh petunjuk dari
dalamnya. Sebab, ayat tersebut jelas-jelas memberikan arah, bahwa Al Qur’an
yang diturunkan di bulan Ramadan ini berisi petunjuk. Bahkan, lebih jauh, harus
sampai memperoleh al furqan alias ‘pembeda’. Sebuah
ungkapan implisit, bahwa seseorang yang sudah memperoleh petunjuk itu mestinya
bisa ‘tampil beda’ dalam kehidupan sehari-harinya. Bukan menjadi follower,
tetapi menjadi trend setter.
Dengan kata lain, seseorang yang menerapkan ajaran Al
Qur’an dalam hidupnya ia akan mempunyai pegangan kokoh yang menjadikannya
sebagai pioner yang mencerahkan. Menjadi agen perubahan. Bahkan menjadi
teladan. Tapi, kenapa banyak orang islam yang belum bisa menjadi pioner, agen
perubahan, dan teladan? Jawabnya sederhana: berarti ia belum memperoleh
petunjuk dari dalam Al Qur’an. Barangkali, membacanya hanya sebatas formalitas.
Khatam bolak-balik tapi tidak paham maknanya. Apalagi menjalankan dalam
kehidupan sehari-sehari.
Misal: Al Qur’an mengajarkan kejujuran, dan kita sudah
khatam bolak-balik membaca ayat-ayat tentang kejujuran itu, tetapi dalam
kehidupan sehari-hari banyak diantara kita yang tidak jujur. Al Qur’an
mengajarkan keadilan, dan kita berkali-kali mengutipnya, tapi setiap hari kita
tidak berlaku adil. Al Qur’an mengajarkan berpolitik yang Islami, tetapi akhlak
berpolitik kita amburadul. Dan seterusnya, banyak ketidakcocokan antara
petunjuk Al Qur’an dengan perilaku kita, dalam berbudaya, berekonomi, berpendidikan,
berumah tangga, bermasyarakat, dan lain sebagainya.
Maka, bulan Ramadan adalah bulan membaca al Qur’an sampai
paham. Bukan hanya soal khatam. Apalagi, dengan cara ‘rombongan’ yang dilakukan
paralel berbagi-bagi juz, dengan maksud bisa menyelesaikan khataman
berkali-kali. Sampai-sampai, membacanya seringkali dengan ‘kecepatan tinggi’,
yang menyalahi petunjuk di dalam Al Qur’an itu sendiri. Bahwa membaca Al Qur’an
mesti dilakukan dengan tenang –tidak boleh cepat-cepat– dan sambil merenungkan
isinya secara mendalam.
QS. Al Qiyaamah [75]: 16-19
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
(membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menyelesaikan)-nya. Sesungguhnya
atas tanggungan Kamilah menghimpunkan (pengertian)-nya dan membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian,
sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasan (isi)nya.
Dengan cara ini, umat Islam akan memperoleh hikmah yang
luar biasa banyaknya dari dalam Al Qur’an sebagai kitab petunjuk. Dan lantas
melatihnya selama bulan Ramadan dengan puasa yang baik dan benar. Puasa yang
bukan hanya menahan lapar dan dahaga. Melainkan puasa yang bisa mendidik
jiwa-raga kita menjadi lebih sehat dan bertakwa. Hasilnya, insya Allah, seusai
Ramadan umat Islam bakal memperoleh al furqaan yang menjadikannya sebagai
pribadi yang ‘tampil beda’. Bahkan, menjadi agen perubahan menuju arah yang
lebih baik bagi masyarakatnya. Sungguh bangsa ini butuh orang-orang yang
seperti itu..!
Wallahu a’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar