Rabu, 24 Oktober 2012

AKHLAK MULIA BERENERGI TINGGI, AKHLAK BURUK RENDAH ~ TASAWUF HAJI 2012 (08) ~


oleh 
Agus Mustofa pada 23 Oktober 2012 pukul 9:18

Seluruh interaksi keseharian kita membutuhkan energi. Baik yang bersifat internal di dalam badan fisik dan jiwa kita, maupun yang bersifat eksternal berupa interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Semuanya membutuhkan energi agar bisa berdinamika ke arah lebih baik atau sebaliknya menjadi lebih buruk.

Otak membutuhkan energi, jantung membutuhkan energi, paru-paru, liver, pencernaan, kelenjar-kelenjar, jaringan tubuh, sampai triliunan sel semuanya berdinamika dengan menyerap atau memancarkan energi. Jika energi kehidupan di tubuh kita habis, maka tubuh sebagai wadah kehidupan itupun rusak dan kemudian disebut meninggal. Lantas, triliunan sel-sel tubuhnya pun bakal terurai.

Jiwa kita juga butuh energi. Tidak seperti energi badan yang bisa diukur secara fisikal, energi jiwa lebih abstrak dan unpredictable, sehingga masih membutuhkan penelitian intensif agar tidak disebut sebagai pseudo-science. Tetapi perkembangan mutakhir di dunia psikologi menunjukkan perkembangan yang semakin kuat bahwa energi jiwa ternyata memiliki peran yang sangat besar dalam perubahan peristiwa di dunia fisikal.

Kenapa tangan kita bisa digerakkan, misalnya? Sumber utamanya bukan di energi badaniah, melainkan berada di energi jiwa. Bukan karena ‘otak fisik’ kita yang menggerakkan, melainkan ada ‘otak batiniah’ yang menginginkan. Kebanyakan pakar biologi hanya berhenti pada mekanisme ‘otak fisik’ belaka. Padahal, jika ‘otak batiniah’ sudah meninggalkan otak fisik itu ia tak lebih hanya menjadi organ seperti bubur yang berbobot sekitar 1 kg yang tak punya ‘kehendak’. Meskipun hanya untuk sekedar menggerakkan ujung jari sekalipun.

Jiwa berdinamika dengan menggunakan energi. Para pakar psikologilah yang terus berusaha untuk membuktikan agar semakin transparan. Tetapi, gejala dan dampaknya sungguh sangat besar dalam kehidupan seseorang maupun kolektif. Meskipun, orang-orang yang kurang memahaminya akan mengatakan itu sebagai pseudo-science atau bahkan ‘cocokology’, hanya disebabkan mereka belum bisa menghubungkan mekanisme antara psycho-energy dengan physio-energy.

Akhlak adalah sumber psycho-energy alias energi kejiwaan yang sangat besar. Penerapan akhlak yang baik secara benar akan menghasilkan perubahan fisikal yang baik dan benar pula. Kita menyebutnya sebagai energi positif. Sebaliknya, akhlak yang buruk akan menghasilkan perubahan fisikal yang buruk dan merugikan. Baik yang terjadi pada badan kita maupun lingkungan. Kita menyebutnya sebagai energi negatif.

Seseorang yang sedang stress disebut sedang menghasilkan energi negatif di dalam dirinya. Dan efeknya bukan hanya pada jiwanya, melainkan juga pada badannya. Tubuh fisiknya bisa mengalami sakit yang sulit diketahui sebab-musababnya. Dan tak jarang, para dokter biasa – physician – tidak bisa menyembuhkannya. Tetapi, bukan berarti ini berada di wilayah pseudo-medical atau supranatural dan sebangsanya, karena ternyata ia bisa disembuhkan oleh seorang psychiatrist yang mengerti ilmu jiwa. Itulah yang disebut sebagai penyakit psikosomatis.

Apa yang saya uraikan diatas hanya untuk menggambarkan betapa manusia adalah makhluk yang sangat kompleks, yang selalu memancar-mancarkan energi atau menyerapnya saat melakukan aktivitas kesehariannya. Mulai dari yang bersifat fisikal, emosional, sampai spiritual. Semakin fisikal semakin mudah diukur, semakin spiritual semakin sulit. Tetapi, semuanya terbukti memiliki dampak riil dalam kehidupan kita. Bisa berakibat baik atau buruk, yang lantas menjadi penting untuk diperhatikan.

Ibadah Haji sarat dengan amalan-amalan spiritual tingkat tinggi bagi yang memahaminya. Dan tentu saja melibatkan energi spiritual yang sangat besar, yang bisa berdampak sampai kepada emosi dan fisik. Sebaliknya, bagi yang tidak memahami, mereka hanya akan memperoleh dampak fisikal seperti orang yang melakukan camping, outbond, atau long-march belaka, sebagaimana telah saya uraikan di tulisan sebelumnya.

Pelajaran Haji adalah pelajaran tentang akhlak yang mulia sebagaimana dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul. Seperti kesabaran, keikhlasan, pengorbanan, dan sebagainya. Secara energial, sifat-sifat itu memiliki energi yang sangat tinggi. Semakin sabar seseorang, semakin tinggi energi spiritualnya, dan itu akan berdampak positif pada kondisi emosi dan fisiknya menjadi semakin baik. Sebaliknya, semakin tidak sabaran seseorang, semakin rendah energi spiritualnya, dan itu akan memunculkan ketidakstabilan pada energi emosional maupun fisikalnya.

Orang yang emosinya tidak stabil dan memburuk, akan menghasilkan frekuensi rendah yang ditandai oleh melonjak-lonjaknya denyut jantung dan tremor di seluruh tubuhnya. Dan kemudian oleh kacaunya sistem kelenjar maupun hormonal. Lonjakan getaran fisikal itu, dalam Fisika disebut sebagai gelombang yang amplitudonya membesar. Dampaknya, frekuensinya menurun. Dan efek berikutnya adalah energi yang drop menjadi rendah.

Maka orang yang sedang marah-marah, tidak sabaran, gelisah, meledak-ledak, stress dan sebangsanya, sebenarnya sedang mengalami penurunan energi spiritual, emosional, dan fisikal sekaligus. Orang yang sedang dalam arasy energi semacam ini sedang terkungkung oleh energi negatif yang merugikan diri sendiri. Jika mengambil keputusan cenderung salah, jika bertanding pasti kalah, dan berbuat apa saja daya kontrolnya rendah.

Sebaliknya, orang-orang yang sedang dalam kondisi sabar, rendah hati, ikhlas, dan sebagainya – berakhlak mulia – ia sedang berada di arasy energi spiritual yang tinggi. Denyut jantungnya ikut lembut, emosinya stabil, sistem energi tubuh dan jiwanya dalam kondisi yang bagus. Dampaknya, berbagai keputusannya cenderung bijaksana dan perbuatannya terkontrol dengan baik.

Jika energi tersebut berada dalam kerumunan secara kolektif, dampaknya pun menjadi akumulatif. Dan bisa menyebabkan leburnya arasy energi individual menjadi massal. Itulah sebabnya, kenapa dalam sebuah demonstrasi yang emosional sifat-sifat individu yang tadinya baik bisa hanyut oleh emosi massa yang tak terkendali dan merusak apa saja yang ada di hadapannya.

Sebaliknya, akumulasi energi spiritual yang kolosal bisa membawa individu-individu di dalamnya menjadi lebih baik. Dan berdampak kebaikan pula kepada segala yang berinteraksi dengannya. Baik interaksi individual maupun interaksi massal yang bersifat keumatan. Itulah yang terjadi pada ritual Haji selama di tanah suci. Pusaran energi makna itu bergema di angkasa fisik jutaan  jamaah, yang kemudian menjadi atmosfer emosional dan spiritual yang menghanyutkan individu-individu di dalamnya dalam lantunan dzikir-dzikir yang penuh makna.

Memancar dari kalimat-kalimat talbiyah hamba-hamba yang rindu Tuhannya. Menggeletar dari jiwa yang penuh kepasrahan. Menggetarkan sanubari yang paling dalam, dan menggema di angkasa semesta berpusaran di Arsy Allah Azza wajalla, Tuhan Jagat Semesta Raya...

Labbaik Allaahumma labbaik. Labbaika laa syariika laka labbaik. Innal hamda wanikmata laka wal mulk. Laa syariikalak... (Kupenuhi panggilan-Mu ya Allah. Kupenuhi panggilan-Mu wahai Dzat yang tidak ada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya, segala puja dan puji beserta semua kenikmatan dan kerajaan hanyalah untuk-Mu semata. Tiada sekutu bagi-Mu...)

Wallahu a’lam bishshawab (Bersambung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar