oleh Agus Mustofa
pada 29 Oktober 2012 pukul 8:17
Lebih dari 4000 tahun yang lalu Mekah masih berupa lembah tandus
tanpa penghuni. Sekelilingnya gunung bebatuan yang tak menampakkan kehidupan. Sehingga,
tak ada yang mau hidup di tempat ini karena tak ada air maupun tetumbuhan yang menjadikan
manusia bisa bertahan. Tapi kini, lembah tandus itu telah menjadi kota yang sangat
makmur, yang setiap tahunnya dikunjungi oleh berjuta-juta manusia dari seluruh penjuru
bumi.
Siapakah pendirinya? Mereka adalah keluarga Nabi Ibrahim. Khususnya
Siti Hajar dan anaknya, Nabi Ismail. Dua orang ibu dan anak inilah yang telah menjadikan
kawasan mengerikan itu menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang
karavan. Tentu saja, dengan seizin Allah Sang Sutradara Kehidupan, setelah Nabi
Ibrahim berdoa kepada-Nya agar lembah itu menjadi negeri yang penuh rezeki dan sejahtera.
QS. Ibrahim (14): 37
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang
dihormati. Ya Tuhan kami agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian
manusia cenderung (mengunjungi) mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur.
Syahdan Ibrahim membawa anak istrinya dari Palestina untuk ditempatkan
di lembah gersang itu atas perintah Allah. Berhari-hari mereka menempuh perjalanan
sejauh 1.500 kilometer, sambil membawa Ismail yang masih bayi. Ibrahim tak bercerita
kepada istrinya tentang perintah Allah itu sampai mereka berada di lembah cikal
bakal kota Mekah.
Sesampai disana barulah Hajar mengetahui maksud Ibrahim membawanya
dalam perjalanan jauh itu. Ia begitu kaget ketika Ibrahim menyampaikan bahwa ia
dan anaknya yang masih bayi itu akan ditinggalkan disana. Sementara Ibrahim sendiri
akan kembali ke kawasan Palestina untuk melanjutkan syiar agama Tauhid bersama istri
pertamanya, Sarah. Karena, selama ini pusat penyebaran agama Ibrahim memang berada
di sekitar tanah Kan’an itu. Diantaranya, Ibrahim juga masuk ke negeri Mesir yang
bersebelahan dengan kawasan Palestina.
Sebagai tokoh agama yang disegani, Ibrahim pernah memperoleh hadiah
seorang budak dari penguasa Mesir, yang kemudian dibebaskan dari perbudakan. Budak
berkulit hitam bernama Siti Hajar itu lantas dijadikan sebagai bagian dari keluarganya.
Dikarenakan berpuluh tahun tidak juga punya anak, maka Sarah yang menjadi istri
Ibrahim menyarankan agar Ibrahim menikahi Siti Hajar yang sangat baik budi pekertinya
itu. Ia berharap Allah memberikan keturunan darinya sebagai penerus risalah Ibrahim.
Maka, Ibrahim pun menikahi Hajar dan lahirlah putra pertamanya: Ismail.
Begitulah, sesampai di lembah tandus di pedalaman jazirah Arab itu
Ibrahim menyampaikan tujuannya membawa Hajar dan Ismail. Hajar pun memandang Ibrahim
dengan rasa tak percaya, bahwa ia akan ditinggalkan berdua saja. Ia melihat ke sekelilingnya,
tak ada pepohonan, tak ada sumber air, tak ada kehidupan. ‘’Benarkah, kami akan
engkau tinggalkan di tempat seperti ini, Ibrahim?’’ Tanya Hajar. Ibrahim tak mampu
menjawab pertanyaan istrinya dengan kata-kata. Ia hanya menganggukkan kepalanya,
sambil membalikkan badan meninggalkan mereka.
Tentu saja Hajar tak puas dengan jawaban Ibrahim. Sambil menggendong
anaknya ia mengikuti langkah Ibrahim yang meninggalkannya menuju ke atas bukit.
Untuk kedua kalinya Hajar bertanya kepada Ibrahim, apakah ia benar-benar akan ditinggalkan
di tempat yang tak ada kehidupan itu. Dan Ibrahim sekali lagi tak mampu menjawab
dengan kata-kata, karena ia sendiri pun sebenarnya merasa berat meninggalkan anak
semata wayang yang telah dirindukan selama puluhan tahun itu. Tapi ia menguatkan
hatinya, dan kemudian menganggukkan kepalanya sambil mempercepat langkah meninggalkan
anak istrinya.
Setengah berlari Hajar mengejar Ibrahim, sambil bertanya dengan nada
sangat penasaran. Tapi kali ini dengan redaksi yang berbeda: ‘’Ibrahim, apakah ini
perintah Allah?’’ Ibrahim semakin mempercepat langkahnya, dan lagi-lagi menganggukkan
kepalanya.
Begitu Ibrahim mengiyakan bahwa ini adalah perintah Allah, sekonyong-konyong
Hajar menghentikan langkahnya mengejar Ibrahim. Wanita yang dipuji-puji Sarah sebagai
orang yang berbudi mulia itu mendekap erat-erat anaknya yang masih bayi. Dan, ia
pun membalikkan badan menuju tempat dimana Ibrahim meninggalkannya pertama kali.
Subhanallah..!
Membaca kisah ini hati saya selalu tercekat. Ada semacam sedu sedan
yang naik ke kerongkongan dan menjalar ke mata, menyebabkannya terasa panas dan
berkaca-kaca. Sedemikian hebatnya istri Ibrahim yang bernama Siti Hajar itu. Begitu
mendengar bahwa semua ini adalah perintah Allah, mendadak sontak ia menaatinya.
Sungguh sebuah keimanan yang luar biasa dahsyatnya. Mengalahkan segala ketakutan
dan kekhawatiran yang mencekamnya. Ia begitu yakin, jika Allah yang menghendaki,
pasti ada jaminan yang tak perlu diragukan lagi..!
Dan Ibrahim, Sang Khalilullah – Kesayangan Allah – itu pun melangkah
dengan berat hati meninggalkan orang-orang yang disayanginya. Tetapi, sebelum menghilang
di balik bukit dia membalikkan badannya menatap anak istrinya nun jauh di dasar
lembah. Dan kemudian ia bermunajat kepada Allah dalam doa yang diabadikan di dalam
kitab suci Al Qur’an sebagaimana saya kutipkan di atas. Doa bagi kesejahtean dan
keselamatan istri, anak, dan keturunannya sampai di akhir zaman.
Tinggallah Siti Hajar dan Ismail yang harus berjuang mempertahankan
hidupnya di padang tandus yang sangat panas itu. Maka, terjadilah apa yang tercatat
dalam sejarah, bahwa Siti Hajar harus berlari-lari antara bukit Shafa dan Marwa
untuk mencari jalan keluar atas ujian yang diberikan kepadanya. Sampai di kali yang
ke tujuh, Hajar yang menggendong anaknya itu terduduk kelelahan di tempat semula.
Dibaringkannya Ismail di pasir beralaskan kain seadanya. Ia merenungi keadaan sambil
melihat anaknya yang mulai menangis kehausan. Tak ada lagi air minum yang dimilikinya.
Demikian pula telah kering air susu di tubuhnya.
Di saat kritis itulah pertolongan Allah datang. Persis di tempat
Ismail menendang-nendangkan kaki sambil menangis itu terlihat rembesan air yang
semakin lama semakin banyak. Siti Hajar tercengang dan kemudian berteriak: zam..zam..
zam..zam..! Yang bermakna: berkumpullah.. berkumpullah..! Ia pun membuat
bendungan kecil dari tanah pasir, sehingga ada air menggenang yang semakin jernih.
Jadilah kolam mata air.
Genangan air itu menyebabkan burung-burung mulai berdatangan untuk
ikut minum. Dan tak lama kemudian sejumlah pedagang karavan berdatangan pula disebabkan
melihat rombongan burung yang beterbangan rendah. Mereka meminta air kepada Siti
Hajar dengan menukar makanan dan segala apa yang dibutuhkan ibu dan anak itu. Subhanallah,
ibu dan anak itu terselamatkan..!
Sejak itu, lembah yang tadinya sepi dan tandus sering didatangi oleh
para pedagang karavan yang melintas di kawasan itu. Mereka kemudian berkemah dan
bermalam berhari-hari disana. Sehingga kawasan yang tadinya mati menjadi semakin
ramai, dan akhirnya menjadi kota yang sejahtera. Allah telah menunjukkan kebesaran-Nya
lewat hamba-hamba yang saleh dan berserah diri hanya kepada-Nya. Sejak itu pula
Mekah menjadi pusat syiar agama Ibrahim selain Palestina, khususnya ketika Ibrahim
dan Ismail kelak mendirikan Baitullah disana. Perjuangan tanpa putus asa dan kepasrahan
yang mendalam dari keluarga teladan ini telah menjadi bukti yang sangat mencerahkan
bagi umat Islam sedunia..!
QS. Al Hijr (15): 56
Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat
Tuhannya, kecuali orang-orang yang tersesat."
Wallahu a’lam bishshawab. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar