Memang Al Qur’an bukanlah kitab sains. Tetapi kandungannya sangat menginspirasi orang-orang yang bergelut di dunia sains jika mereka meyakininya. Tentu tidak sembarang orang bisa terinspirasi olehnya. Hanya, orang-orang yang ‘yakin’ saja – istilah Al Qur’an - yakni mereka yang sangat dekat dan selalu ‘bergelut’ dengannya, sekaligus menghayati profesinya secara total. Karena sesungguhnya, inspirasi itu hanya akan muncul kepada mereka yang melakukan tafakur sekaligus tadzakur secara intens terhadap apa yang diyakininya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayat-ayat Al Qur’an sungguh sangat inspiratif, dan memiliki power besar dalam mendorong siapa saja untuk melakukan sesuatu. Tapi uniknya, dorongan itu akan selaras dengan niat si pencari inspirasi. Kalau niatnya jelek, ia akan terinspirasi jelek. Sebaliknya, jika niatnya baik, ia akan terinspirasi baik. Kesimpulan ini memang sangat subyektif, tetapi itulah yang saya rasakan selama berinteraksi secara intensif dengan Al Qur’an sepuluh tahun terakhir.
Dikarenakan profesi saya sebagai penulis buku DTM, hampir tiap hari saya melakukan eksplorasi terhadap kandungan Al Qur’an, sejak pagi hingga petang hari. Sudah puluhan buku yang saya tulis, dan hampir semuanya terinspirasi oleh ayat-ayat Al Qur’an yang saya baca. Semakin emosional – penuh penghayatan – semakin besar pula inspirasi yang saya peroleh. Dalam hal ini, saya bisa mengatakan bahwa saya telah mencapai fase haqqul yaqin – karena sudah merasakan dan memperoleh inspirasi itu secara berulang-ulang selama bertahun-tahun.
Tapi, sekali lagi, yang unik adalah inspirasi itu bergantung kepada niat hati kita dalam mencari hikmah dari dalam Al Qur’an. Orang yang berniat jelek akan mendapat inspirasi jahat, sebaliknya orang yang berniat baik akan memperoleh inspirasi untuk berbuat kebajikan. Persis seperti yang diinformasikan oleh ayat-ayat ini.
QS. At Taubah (9): 124-125
Dan apabila diturunkan suatu surat (Al Qur’an), maka di antara mereka (yang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah keimanannya dengan (turunnya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah keimanannya, dan mereka merasa gembira. Sedangkan orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit (berniat jahat), maka dengan surat itu bertambah keingkaranmereka, disamping keingkarannya (yang telah ada), dan mereka mati dalam keadaan ingkar.
Contoh konkretnya begini. Bagi orang yang ingin memuas-muaskan hawa nafsunya, dan kemudian mencari ayat-ayat Al Qur’an sebagai pembenar atas rencana jahatnya, maka mereka akan memperoleh ‘inspirasi’ dari ayat-ayat yang dibacanya. Dapat landasan hukumnya. Sehingga, dia pun lantas melakukan kawin kontrak dan poligami dengan niatan buruk, misalnya. Sebuah praktek perkawinan, yang menurut Al Qur’an layak disebut sebagai ‘pelacuran terselubung’.
QS. An Nuur (24): 33
‘’... Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian...’’
Sebaliknya, bagi mereka yang lurus hatinya, akan menjadikan perkawinan sebagai lembaga yang sakral untuk menghasilkan generasi masa depan yang salih dan salihah, serta sebagai media untuk beribadah kepada-Nya. Ayat-ayat yang diambil sebagai landasan hukumnya bisa saja sama, tetapi hasil yang diperolehnya sangat berbeda.
Contoh lainnya, jika ada orang yang ingin berbuat kriminal, membunuh, korupsi, ataupun merampas hak orang lain, mereka bisa memperoleh inspirasi yang boleh jadi legal secara syariah, tetapi cacat secara akhlak. Apalagi, jika ayat-ayat yang diambil sebagai landasan hukumnya itu tidak holistik. Melainkan parsial, sesuai yang dibutuhkan saja, hasilnya pasti adalah kemunkaran. Sehingga, Allah pun menurunkan peringatan seperti ini.
QS. Al Baqarah (2): 188
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamudengan jalan yang bathil (jahat) dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, (hanya karena) supaya kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan (jalan) dosa, padahal kamu mengetahui.
Ayat ini menunjukkan, bahwa keputusan hakim pun bisa memiliki substansi yang cacat secara akhlak, meskipun secara hukum yang berlaku sudah terpenuhi. Buktinya sangat banyak di sekitar kita yang melakukan kejahatan dengan cara menyiasati peraturan, baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun dalam beragama. Niatan yang baik dan akhlak yang mulia menjadi landasan yang sangat penting dalam memahami petunjuk-petunjuk dari dalam Al Qur’an.
Demikian pula dalam hal menggali inspirasi saintifik dari dalam Al Qur’an. Niatan yang baik akan melahirkan inspirasi yang baik dan bermanfaat, sebaliknya niatan yang buruk akan menghasilkan inspirasi yang buruk pula. Hal yang demikian ini, berlaku dalam ruang lingkup apa saja, termasuk sains. Inilah yang dalam notes sebelumnya saya sebut sebagai pengaruh subyektivitas dalam membuat kesimpulan yang obyektif.
Inspirasi-inspirasi yang bersifat saintifik akan mengalir deras kepada mereka yang membuka hati seluas-luasnya, tanpa mengedepankan pretensi terlebih dahulu. Pretensi alias dugaan yang disertai harapan bahwa pendapatnya sudah pasti benar, merupakan faktor yang sangat berbahaya dalam berburu hikmah. Karena, semua kemungkinan bakal tertutup baginya. Seseorang yang ingin memperoleh hikmah dari dalam AlQur’an, harus membuka radar jiwanya selebar-lebarnya. Dan membuka ‘ruang kesalahan’ yang mungkin terjadi pada penafsirannya.
Yang kedua, inspirasi akan mengalir deras kepada orang-orang yang menghayati bidangnya sepenuh hati dan perasaan. Yakni, mereka yang mencintai aktivitasnya secara total. Dalam bidang sains, adalah kepada mereka yang memang setiap saat bergelut dengan dunia sains – baik yang teoritis maupun yang eksperimental secara intensif. Istilah Al Qur’an adalah orang-orang yang selalu teringat dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring.
Yang ketiga, adalah mereka yang rendah hati dan mau menerima masukan dari mana saja, karena segala yang ada di sekitarnya itu sebenarnya adalah ayat-ayat Allah juga (ayat-ayat kauniyah). Para pemburu hikmah adalah mereka yang mengikuti motivasi dari ayat berikut ini, sambil terus berharap Allah memberikan hikmah lebih banyak lagi kepadanya dari berbagai penjuru kehidupannya.
QS. Yusuf (12): 105
Dan banyak sekali tanda-tanda (clue)di langit dan di bumi yang mereka lalui, sayangnya mereka berpaling darinya (tidak mempedulikannya).
Contoh konkret di abad modern, saintis yang memperoleh inspirasi dari Al Qur’an, salah satunya adalah Prof Abdus Salam. Seorang ilmuwan – dengan seabrek medali penghargaan atas karya-karyanya – yang sangat religius di dalam menggeluti profesinya sebagai seorang saintis. Sehingga ketika memperoleh hadiah Nobel pun dia memberikan pidato sambutan sambil menyitir sejumlah ayat-ayat Al Qur’an yang menginspirasinya. Berikut ini adalah cuplikan dari sambutannya, diantaranya bisa dibaca dihttp://en.wikipedia.org/wiki/Abdus_Salam.
‘’Al Qur’an memerintahkan kepada kita untuk merenungkan beragam hukum-hukum alam yang diciptakan-Nya. Sebuah karunia dan rahmat yang sangat istimewa, yang diberikan kepada generasi kita untuk terlibat dalam memahami Desain-Nya, dimana saya sangat mensyukurinya dengan segala kerendahan hati.
Dia kemudian berkata: ‘’Ini pada dasarnya adalah keyakinan (faith) dari semua fisikawan. Semakin dalam kita mencari , semakin dalam pula keingin tahuan yang membuat kita bersemangat, dan semakin mempesona apa yang kita lihat..!’’
Lantas dia mengutip QS. Mulk (67): 3-4, dimana dia menyandarkan keyakinannya.
‘’Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu pun dalam keadaan payah.’’
Maka, ringkas kata, Al Qur’an adalah sumber inspirasi filosofis bagi siapa saja yang ingin dan meyakininya. Meskipun, sebenarnya inspirasi bisa datang dari mana saja, Al Qur’an telah memberikan nilai lebih sebagai inspirasi yang menjadi shortcut bagi realitas secara lebih terarah. Kenapa demikian? Karena, Al Qur’an adalah petunjuk dari Sang Pencipta Yang Maha Berkuasa lagi Maha Mengetahui. Apalagi, bagi kasus-kasus ekstrim dimana sains mulai kesulitan untuk mengungkapkan data-data empiris yang menjadi andalannya, sebagaimana kita lihat dewasa ini..!
Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar