Sabtu, 09 November 2013

RUH DITIUPKAN SEIRING TUBUH YANG MENYEMPURNA ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (10)

Kejelian dalam memahami struktur bahasa Al Qur’an memberikan andil yang besar bagi penafsiran kita terhadap informasi di dalamnya. Meskipun, penguasaan bahasa yang baik saja tidaklah mencukupi untuk memperoleh hikmah dari kitab mulia ini. Sangat banyak orang yang memahami bahasa Arab tidak memperoleh hikmah dari dalam Al Qur’an. Bahkan, para kafir Quraisy di zaman Rasulullah adalah jagoan-jagoan sastra Arab, tetapi toh mereka tetap ingkar kepada kebenaran Al Qur’an. Hanya orang-orang yang membuka hati selebar-lebarnya yang akan menerima hikmah dari-Nya, lewat cara yang dikehendaki-Nya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kapankah ruh ditiupkan ke dalam tubuh manusia? Pertanyaan ini mirip dengan judul notes sebelumnya: Kapan manusia bisa disebut sebagai nafs? Keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Bahwa seseorang bisa disebut sebagai nafs adalah di saat-saat awal penciptaannya, di dalam rahim. Yakni, sesaat setelah meleburnya sel telur dan sel sperma membentuk stem cell. Saat itu, sel sudah hidup dan bisa melakukan aktivitas membelah diri, mirip dengan proses perkembangbiakan pada makhluk-makhluk bersel satu di alam bebas.

Hanya saja, di dalam rahim pembelahan sel induk itu mengarah kepada pembentukan makhluk bersel banyak yang sangat kompleks. Dan melewati 3 tahapan: ‘fase tumbuhan’, ‘fase hewan’, dan ‘fase manusia’. Oleh sebab itu, setelah mengalami pembelahan menjadi 16 sel di sepanjang saluran tuba falopii, gerombolan sel yang disebut morula itu lantas menempel dan melekat pada dinding rahim, menjadi semacam tumbuhan parasit di sana.

Di fase ini, cikal bakal manusia itu bertingkah laku seperti tanaman. Sambil membelah diri terus menerus, ia membentuk ‘akar’ dengan cara merusak dinding rahim dan menyerap sari-sari makanan lewat pembuluh-pembuluh darah kapiler yang mulai bermunculan di sekitar plasenta alias ari-ari. Proses bertumbuh ini terjadi sekitar 13 hari setelah pembuahan, dimana gumpalan sel tersebut semakin membesar dan digenangi oleh sel-sel darah tanpa inti yang disebut sebagai hematopoietic. Di dalam Al Qur’an, gumpalan merah itu diistilahkan sebagai alaqah – semacam ‘gumpalan darah’ yang melekat di dinding rahim.

Fase tumbuhan ini terus berlangsung sampai selama sekitar 3 minggu dari masa pembuahan, dimana bentuk gumpalan sel mulai melonjong seperti buah pir. Bagian atas membesar untuk mengarah kepada pembentukan kepala, sedangkan bagian bawah mengecil mengarah kepada pembentukan ekor. Dalam waktu yang bersamaan, sang embrio mulai membentuk jaringan pembuluh darah. Dan kemudian membentuk cikal bakal jantung, beserta pembuluh-pembuluh darah sekundernya.

Melewati minggu ketiga, sel-sel embrio bertumbuh semakin cepat, dan membentuk sistem saraf di sepanjang tubuhnya yang semakin memanjang ke atas-bawah. Jantung mulai berdenyut, dan melakukan sinkronisasi dengan denyut jantung ibunya lewat saluran tali pusar. Di sekitar minggu keempat sistem saraf pusat mulai terbentuk, diiringi cikal bakal tulang belakang yang mulai kelihatan transparan. Dan dilanjutkan dengan terbentuknya berbagai organ vital seperti otak, liver, pencernaan, pankreas, paru-paru, sambil menyiapkan pembentukan alat penginderaan mata dan telinga. Di fase ini, embrio memasuki fase hewan, dengan bentuk ekor yang sangat jelas kelihatan.

Sampai di minggu kelima dan keenam, embrio mengalami proses penyempurnaan menjadi makhluk yang semakin kompleks. Otak menyempurna dengan membentuk bagian-bagian otak depan, otak belakang, belahan kanan dan kiri, serta terus membentuk jaringan dengan sistem saraf tulang belakang. Demikian pula jantung sudah memiliki bilik kanan-kiri, serambi kanan-kiri. Paru-paru juga sudah memiliki kelengkapan saluran trakea, dan keterkaitan dengan pembuluh darah ke jantung. Dan seterusnya, organ-organ dalam lainnya mengalami perkembangan yang semakin sempurna.

Minggu-minggu berikutnya, gelombang otak mulai terdeteksi. Organ-organ vital mulai melakukan koordinasi dengan dikontrol oleh otak. Dan puncaknya adalah terbentuknya kelenjar pituitary yang mengendalikan berbagai aktivitas organ tubuh janin melalui sistem hormonal, diantaranya dengan kelenjar tiroid, adrenal dan gonad. Perkembangan embrio mulai memasuki fase yang semakin rumit, mengarah kepada terbentuknya makhluk manusia yang sangat kompleks.

Secara fisiologis, bentuk embrio sudah mulai bisa dibedakan antara hewan dan manusia. Ekornya memendek dan berangsur-angsur menghilang berganti dengan kaki-tangan yang semakin jelas. Panca indera, jenis kelamin, dan bentuk kepala yang semakin proporsional dengan anggota badan lainnya terjadi di sekitar minggu kedelapan. Setelah itu, embrio akan memasuki fase terakhir sebagai makhluk manusia. Ukuranya masih sekitar 2,5 cm tetapi sudah memiliki kelengkapan yang utuh, hanya tinggal membesarkan dan menyempurnakan fungsinya hingga datangnya hari kelahiran.

Demikianlah garis besar dari proses penciptaan manusia di dalam rahim. Dimana sebelum menjadi manusia yang sempurna, ia harus ‘ber-EVOLUSI’ melewati fase makhluk bersel satu, lantas membelah menjadi makhluk bersel banyak di fase tumbuhan, fase hewan dan fase manusia. Yang semua itu, clue-nya kita dapati di dalam Al Qur’an Al Karim.

QS. As Sajdah (32): 7-8
(Dialah) Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya, dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.

QS. Nuh (71): 17
Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan pertumbuhan yang sebaik-baiknya.

QS. As Sajdah (32): 9
Kemudian Dia menyempurnakan DAN meniupkan ke dalamnya (sebagian) ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.

Pertanyaan yang kemudian bermunculan adalah, kapan ruh itu ditiupkan. Apakah seiring dengan terbentuknya nafs seperti yang kita bahas di notes sebelumnya, ataukah di minggu ke delapan, ataukah di 120 hari seperti yang diceritakan dalam hadits berikut ini.

Abu Abdurrahman bin Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda: ‘’Sesungguhnya, setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian menjadi 'alaqah selama itu juga, kemudian menjadi mudhghah selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya...’’ (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Saya termasuk yang mengkritisi hadits ini dari sisi matan (isi), karena tidak sesuai dengan data-data ilmiah. Bahwa, nuthfah bisa bertahan selama 40 hari, alaqah 40 hari dan mudghah 40 hari. Sehingga, setelah 120 hari barulah ditiupkan ruh kepada manusia. Apalagi, menurut hadits di atas ruh bukan ditiupkan oleh Allah, melainkan oleh malaikat. Ini bertentangan dengan informasi Al Qur'an. Sebagaimana yang saya tunjukkan di atas, nuthfah di dalam rahim hanya bisa bertahan beberapa jam, sedangkan ‘alaqah dan mudghah hanya beberapa hari. Dimana, janin berusia 60 hari pun sudah lengkap berbentuk manusia, meskipun ukurannya masih sekitar 2,5 cm. Ia sudah bisa bergerak-gerak secara spontan. Lebih detilnya silakan baca buku DTM-16: BERSYADAHAT DI DALAM RAHIM.

Lantas, apakah tidak di minggu ke delapan? Sebagai catatan: sebenarnya saya kurang tahu alasan apa yang dipakai oleh kawan-kawan yang berpendapat ruh baru ditiupkan di minggu ke delapan. Apakah berdasar hadits ataukah Al Qur’an, ataukah data empiris kedokteran. Tetapi, secara empiris, janin berusia 7 minggu sudah memancarkan gelombang otak yang bisa dideteksi dengan peralatan dari luar rahim.

Saya sendiri berpendapat, ruh ditiupkan saat terbentuknya stem cell. Dasarnya adalah clue dari ayat-ayat Al Qur’an. Yakni, sesaat setelah terjadinya pembuahan sel telur oleh sel sperma. Dimana saat itu, Allah sudah menyebutnya sebagai nafs seperti kita bahas sebelum ini. Dan karenanya, dia juga sudah mempunyai ruh.

Lantas, pertanyaan yang muncul adalah: bagaimana dengan QS. As Sajdah (32): 9, yang mengatakan peniupan ruh adalah SETELAH proses penyempurnaan tubuh janin? Menurut saya, tafsiran tersebut agak terdistorsi sedikit. Karena ayat itu tidak menggunakan kata sambung tsumma (kemudian) ataupun fa (maka) yang memiliki makna berurutan antara fase penyempurnaan dan fase peniupan ruh. Melainkan menggunakan kata sambung wa (DAN), sebagaimana saya kutipkan berikut ini. ‘’Kemudian Dia menyempurnakan DAN meniupkan ke dalamnya (sebagian) ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.’’

Sehingga makna yang semestinya adalah: peniupan ruh itu bukan SETELAH tubuh janin berbentuk manusia sempurna, melainkan bersamaan atau SEIRING dengan proses penyempurnaan. Yakni, sejak pembuahan yang menghasilkan stem cell sampai saat-saat kelahirannya. Karena, yang disebut sebagai ‘sempurna’ itu memang tidak jelas batasnya. Yang jelas, dari hari ke hari sang jabang bayi menjadi semakin sempurna selama di dalam rahim ibunya.

Dengan demikian, apakah ruh dan jiwa itu lantas juga mengalami perkembangan di dalam diri yang bertumbuh secara bertingkat-tingkat, mulai dari satu sel, tumbuhan, hewan, dan akhirnya manusia seutuhnya yang lahir ke muka bumi itu? Bagaimana menjelaskan hal ini? Dan, sebenarnya apakah ruh itu? Bagaimana kaitannya dengan ruh & jiwa manusia purba dan manusia modern? Tunggu notes selanjutnya.. :)

Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar