Dan demikianlah, Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh,
yaitu setan-setan (dari jenis) jin dan manusia, sebagian mereka membisikkan
kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu.
Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka
tinggalkanlah mereka dan segala apa yang mereka ada-adakan.
[QS. Al An’aam (6): 112]
-------------------------------------------------------------------------------------
Siapakah Iblis, dan siapa pula setan? Banyak diantara kita yang
masih rancu tentang perbedaan iblis dan setan. Kerancuannya adalah karena
kebanyakan kita menganggap kedua-duanya adalah makhluk yang bersosok. Padahal,
kalau kita telusuri dari ayat-ayat Al Qur’an kita akan memperoleh kejelasannya,
bahwa setan bukanlah sosok, melainkan sifat alias karakter. Sedangkan iblis
adalah makhluk yang bersosok, yakni dari golongan jin.
Jadi adalah tidak tepat memperbandingkan keduanya, karena
keduanya memang tidak sejenis, meskipun bisa berpadu di dalam satu diri. Segala
sifat yang jelek, itu bisa disebut sebagai sifat setan. Dan itu bisa terdapat
pada makhluk apa saja, termasuk pada jin dan manusia.
Karena itu, pada ayat yang saya kutip di atas, Al Qur’an
menyebut setan itu bisa berbentuk jin ataupun manusia. Syayaathiinal jinni
wal insi - setan dari golongan jin maupun golongan manusia. Oleh karena
itu, jin yang jahat bisa disebut setan. Sebagaimana juga manusia yang jahat
bisa disebut setan. Bahkan anasir-anasir 'jahat' di alam semesta juga bisa
disebut sebagai setan.
QS. Al An’aam (6): 112
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh,
yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah
untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhan-mu menghendaki, niscaya mereka tidak
mengerja-kannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.
Jadi, setan bukan hanya jin, melainkan juga manusia. Atau lebih
tepatnya, sifat-sifat setaniyah itu bukan hanya terdapat pada bangsa jin,
melainkan juga menghinggapi bangsa manusia. Karena, sifat jahat itu memang
tidak bergantung pada sosoknya, melainkan bisa berada dimana saja. Sehingga,
ketika kita bicara setan tidak selalu kita sedang bicara jin, melainkan juga
bicara tentang manusia, atau siapa pun dan apapun yang berkarakter jahat,
merusak atau merugikan.
Sebagai contoh, pada saat umat Islam berperang, rasa ngantuk dan
lemah karena kelelahan pun bisa disebut sebagai gangguan setan. Dan kemudian
Allah mengirimkan air hujan untuk menyegarkan pasukan muslim tersebut. Keadaan
itu oleh Al Qur’an diistilahkan sebagai mengusir gangguan setan.
QS. Al Anfaal (8): 11
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit
untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya
telapak kaki(mu).
Demikian pula ketidakseimbangan pergerakan benda-benda
langit sehingga menimbulkan terpentalnya benda-benda itu dari orbitnya, juga
diistilahkan sebagai gangguan setan. Termasuk terbakarnya bebatuan angkasa
ketika terjatuh ke Bumi dan mengalami gesekan dengan udara saat memasuki
kawasan atmosfernya sehingga membentuk suluh berapi. Semua itu digambarkan
secara personifikasi sebagai peristiwa mengusir setan. Meminimalisir
ketidakseimbangan sistem.
QS. Al Mulk (67): 5
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar
syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.
QS. Al Hijr (15): 16-18
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang
(di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang
(nya), dan Kami menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk, kecuali
syaitan yang mencuri-curi dengar lalu dia dikejar oleh semburan api yang
terang.
Semua itu adalah bahasa personifikasi yang mengatas namakan
ketidakseimbangan sistem sebagai setan. Yang dengan proses pengusiran setan
itu, kondisinya menjadi membaik kembali. Kenapa demikian? Karena, sekali lagi,
sesungguhnya setan itu bukanlah sosok, melainkan karakter atau kondisi yang
buruk. Dan itu bisa melekat pada jin, manusia maupun peristiwa dan benda-benda
mati yang terlibat dalam suatu kejadian.
Maka, kembali kepada permasalahan yang sedang kita bahas di
bagian ini, apa kaitannya setan dengan iblis? Iblis adalah sosok yang berasal
dari bangsa jin. Sedangkan setan adalah sifat yang melekat pada si Iblis
tersebut. Dan sifat-sifat setaniyah itu lantas ditularkan oleh Iblis kepada
anak keturunannya. Juga kepada jin-jin lain yang menjadi teman-teman dan anak
buahnya. Juga kepada manusia-manusia yang terpengaruh oleh bujuk rayunya.
Dengan demikian, sebenarnya bukan setan yang menjadi derivasi
(dari Iblis, melainkan sebaliknya iblislah yang menjadi derivasi dari setan.
Dengan kata lain, kita bisa mengatakan bahwa Iblis sebenarnya telah kerasukan
sifat-sifat setan. Apa saja sifat-sifat setan yang telah merasuki Iblis?
Diantaranya adalah perasaan tinggi hati, bahwa bangsa jin adalah bangsa yang
lebih baik dibandingkan bangsa manusia. Karena menurutnya, jin yang terbuat
dari api memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan manusia yang
diciptakan dari tanah. Allah pun mencap Iblis sebagai orang yang sombong,
sehingga tidak pantas untuk tetap tinggal di surga.
QS. Al A’raaf (7): 12-13
Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud
(kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik
daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari
tanah.” Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak
sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu
termasuk orang-orang yang hina.”
Iblis telah kerasukan sifat-sifat setaniyah berupa kesombongan.
Sehingga, sebenarnya korban pertama kejahatan setan bukanlah manusia, melainkan
bangsa jin yaitu Iblis. Sebagai ‘korban pertama’ ia lantas mencari
korban-korban berikutnya untuk menemaninya menjadi penghuni neraka.
Korban-korban itu berasal dari keturunannya, teman-temannya sesama bangsa jin,
dan terutama manusia yang dianggapnya sebagai biang keladi ia tersesat ke dalam
sifat-sifat setaniyah itu - saat ia menolak bersujud kepada Adam.
Sang korban pun lantas menjadi aktor utama dalam menyesatkan
siapa saja secara membabi buta, dikarenakan dendam yang menyala-nyala. Lantas,
sejak kapan sifat-sifat setan itu ada? Setan sebagai sifat keburukan sebenarnya
sudah ada sejak alam semesta ini diciptakan. Kegelapan adalah variable pertama
dan utama dalam sifat-sifat setaniyah. Dimana ia muncul bersamaan dengan
diciptakannya cahaya. Dimana ada cahaya, maka di baliknya selalu ada kegelapan.
Itulah sebabnya kegelapan menjadi simbol utama bagi kejahatan, ketersesatan,
pembangkangan, kekejaman, kerusakan, dan berbagai sifat antagonis yang
cenderung menghancurkan. Sebaliknya, cahaya menjadi simbol kebaikan, ketaatan,
kasih sayang, jalan lurus, dan berbagai sifat protagonis yang memunculkan
kesejahteraan, ketertataan dan kedamaian.
QS. Al Baqarah (2): 257
Allah Pelindung bagi orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan
mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang
kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari
cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.
QS. Al Baqarah (2): 16-18
Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api
itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta,
maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),
Untuk melepaskan diri dari kegelapan alias kekafiran itu Allah
telah menurunkan Firman-Nya dalam bentuk Al Qur’an. Barangsiapa mengambil isi
kitab ini sebagai petunjuk dalam hidupnya, maka mereka akan selamat di dunia
dan di akhirat. Terhindar dari segala ketersesatan yang menyebabkan
penderitaan. Berada di jalan Tuhan yang terang benderang.
QS. Ibrahim (14): 1
Alif laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu
supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang
benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Terpuji.
Wallahu'alam bishshawab.
(* Cuplikan DTM-38, halaman 41-49).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar