Mulai
hari ini, Agus Mustofa – penulis buku-buku best seller Tasawuf Modern – akan
menemani Anda setiap hari selama bulan Ramadan 1437 H dalam kolom: “Ngaji
Tasawuf Modern”. Selain menulis opininya secara ringkas, pak AM akan melayani
diskusi dan tanya jawab seputar materi hari ini. Silakan masuk ke ruang
perpustakaan online “AGUS MUSTOFA eLibrary” dengan cara mengklik link:
agusmustofa.com. Semoga menjadi barokah penuh hikmah dalam menjalani ibadah
puasa tahun ini. Salam.
-----------------------------------------------------------------------------------
DUA HARI
lagi umat Islam akan memasuki bulan suci Ramadan. Yakni: Senin, 6 Juni 2016.
Namun kawan saya bilang: Kata siapa? Bukankah umat Islam masih memiliki
perbedaan dalam menyikapi datangnya Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha? Bahkan,
juga dalam menyikapi kalender hijriyah internasional. Sehingga, selalu masih
ada peluang untuk memulai hari-hari istimewa itu dengan perbedaan. Padahal,
sesungguhnya kita sangat merindukan kebersamaan. Termasuk untuk memulai ibadah
puasa kali ini.
Tahun ini,
sebenarnya, umat Islam Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk
memulai puasa Ramadan bersama. Kenapa? Karena, ketinggian hilal saat maghrib
sudah di atas 4 derajat. Ini sudah melampaui kriteria 2 derajat yang
disyaratkan oleh metode “Imkan Rukyat” yang dianut pemerintah dan Negara-negara
Asia Tenggara.
Bahwa,
jika bulan bulan sabit di akhir Syakban sudah berada di atas 2 derajat, ia
menjadi “mungkin untuk dilihat”. Meskipun, kenyataannya selama diberlakukannya
kriteria itu, hilal tidak pernah kelihatan. Jangankan oleh mata telanjang,
peralatan pun tidak pernah melihatnya. Karena itu, LAPAN (Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional, ed.) sebagai bagian dari pemerintah pun merevisi
kriteria itu menjadi 4 derajat.
Nah,
tahun ini akhir Syakban yang akan terjadi Minggu, 5 Juni 2016, pukul 10.00 WIB
itu akan menghasilkan hilal maghrib setinggi lebih dari 4 derajat. Maka,
mestinya hilal Ramadan akan bisa dilihat. Kecuali tertutup oleh awan tebal. Dan
mengkhawatirkannya, selama beberapa hari ini mendung tebal terus bergelayutan
di atas langit Indonesia. Bahkan sudah terjadi hujan deras sampai menimbulkan
banjir beberapa hari di Surabaya. Cuaca ini diperkirakan akan terus terjadi
sampai saat rukyat Ramadan.
Dampaknya,
tentu bisa menghalangi penglihatan mata perukyat. Dan kemudian mempengaruhi
kesimpulan penetapan awal Ramadan. Berdasarkan rukyat, jika hilal tertutup
awan, maka bulan Syakban harus digenapkan 30 hari. Artinya, meskipun hilal
sudah di atas 4 derajat, jika ia tertutup awan, awal Ramadan baru akan dimulai
Selasa, 7 Juni 2016. Tentu, berbeda dengan para penganut hisab yang ‘sudah
pasti’ menetapkan awal Ramadannya Senin, 6 Juni 2016.
Selain
itu, ada peristiwa menarik di dunia internasional pada 28-30 Mei yang lalu.
Yakni, pertemuan para ulama Islam di Turki untuk membicarakan penyatuan
kalender hijriyah internasional.
Ada dua
pendapat yang dibahas disana dalam rangka menyatukan kalender hijriyah itu.
Yang
pertama, konsep “Kalender Bizonal” dimana wilayah bumi dibagi ke dalam dua zona
waktu: barat dan timur, seperti yang berlaku pada kalender masehi.
Dan yang
kedua adalah “Kalender Penyatuan” yang menetapkan seluruh permukaan bumi dalam
tanggal yang sama.
Menariknya,
untuk menetapkan kalender mana yang akan dipakai sebagai penanggalan umat Islam
itu, para delegasi memutuskannya dengan cara voting ala rapat anggota DPR.
Tentu, setelah musyawarah secara ilmiah menemui jalan buntu.
Dari 130
orang delegasi yang hadir: 80 orang menyatakan setuju dengan “Kalender
Penyatuan”, 30 orang setuju dengan ‘Kalender Bizonal”, dan sisanya abstain
maupun tidak sah. Sebuah keputusan yang menyimpan potensi perbedaan, karena
tidak menyentuh paradigma dasar dalam menyusun kalender bersama.
Ahh,
menjelang Ramadan Suci tahun ini pun, ternyata umat Islam masih saja sibuk
menyikapi cara beribadahnya dengan mekanisme politik yang memunculkan potensi
perbedaan secara tidak substansial. Nggak di tingkat nasional, nggak juga di tingkat internasional.
Bagaimana
menurut Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar