Kamis, 10 Mei 2012

APAKAH HADITS MENJELASKAN QUR’AN? ~ MENYINGKAP TABIR HADITS (Bag. 8)

Oleh Yahia Rahman pada 10 Mei 2012 pukul 1:21

Para pembela Hadits mengatakan bahwa Hadits berfungsi untuk menjelaskan Qur’an, yang mana katanya Qur’an tanpa penjelasan Hadits akan menjadi tidak dapat dipahami. Dengan kata lain, tanpa Hadits mereka akan menolak Qur’an, atau setidaknya mengabaikannya.

Para ulama juga mengatakan bahwa kitab “Sahih Bukhari” adalah kitab Hadits terbaik. Akan tetapi saya akan membuktikan betapa mudahnya membuktikan bahwa Hadits tidak menjelaskan Qur’an dengan baik. Dan kitab “Sahih Bukhari” tidaklah sehebat yang didengungkan.

Sebagai referensi bukti otentik, silakan anda merujuk pada kompilasi kitab “Sahih Bukhari” sebanyak 9 volume, yang disusun oleh Dr. Muhammad Muhsin Khan, Islamic University, Madinah Al-Munawarrah, terbitan Kitab Bhavan, New Delhi.

Vol 6 kitab “Sahih Bukhari” adalah bagian tafsir atau penjelasan atas ayat-ayat Qur’an. Sementara delapan volume kitab yang lain membahas hal-hal seperti :

- Meminum air kencing onta untuk menyembuhkan demam (Vol 7, Hadits No. 590)

- Membakar hidup-hidup manusia beserta rumahnya jika mereka tidak tiba di masjid tepat waktu untuk shalat berjamaah (Vol 1, Hadits No. 626)

- Memimpikan wanita tanpa busana (Vol 9, Hadits No. 139-140)

- dan segala cerita omong-kosong dan tidak masuk akal lainnya.

Tapi marilah kita sekarang fokus pada Vol 6: “ Penjelasan ayat-ayat Qur’an oleh Imam Bukhari “

Meskipun secara keseluruhan Qur’an terdiri dari 114 Surah, namun ternyata tidak semua surah ada penjelasannya di dalam kitab Sahih Bukhari.

Surah no 2: Al Baqarah, misalnya, terdiri atas 286 ayat, akan tetapi Bukhari hanya menyediakan Hadits penjelasan untuk 50 ayat saja. Berarti hanya 20% lebih sedikit penjelasan atas Surah Al Baqarah, sementara 80% sisanya dibiarkan di dalam ‘kegelapan’ oleh Bukhari, tanpa penjelasan sama sekali.

Surah no 108: Al Kautsar, hanya memuat 3 ayat saja, dan merupakan surah terpendek di dalam Qur’an. Kali ini usaha Bukhari merasa cukup untuk hanya menterjemahkan arti kata dari ‘Kautsar’ saja, untuk menjelaskan keseluruhan makna dari surah terpendek tersebut. Bukhari berkata ‘Kautsar’ artinya adalah : “Danau yang berada di Surga.“ Padahal arti dari kata ‘Kautsar’ sebenarnya adalah : “Kenikmatan (Kebaikan) yang berlimpah“, sebagaimana yang bisa kita baca sendiri dalam berbagai terjemahan dalam Qur’an. Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa Bukhari sebenarnya tidak terlalu memahami bahasa Arab. Faktanya memang Bukhari adalah orang Persia yang sehari-hari berbahasa Parsi. Para ulama dan sejarawan sejauh ini tidak memiliki catatan kapan Imam Bukhari mulai belajar berbahasa Arab.

Tapi hal ini akan kita bahas nanti.
Fakta yang mengagumkan adalah ternyata ada sebanyak 28 surah dalam Qur’an yang tidak diberi ‘penjelasan’ dari Hadits sama sekali! Surah-surah tersebut adalah : 23. Al Mu’minuun, 27. An Naml, 29. Al Ankabuut, 35. Fathir, 51. Adz Dzariyaat, 57. Al Hadiid, 58. Al Mujaadilah, 64. At Taghabuun, 67. Al Mulk, 69. Al Haaqqah, 70. Al Ma’arij, 73. Al Muzzamil, 76. Al Insaan, 81. At Takwir, 82. Al Infithaar, 86. Ath Thaariq, 88. Al Ghaasiyah, 89. Al Fajr, 90. Al Balad, 94. Al Insyirah, 100. Al Aadiyaat, 101. Al Qaariah, 103. Al Ashr, 104. Al Humazah, 105. Al Fiil, 106. Quraisy, 107. Al Mauun, dan 109. Al Kaafiruun.

Menurut pandangan para ulama, hanya Rasulullah yang berhak untuk menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam Qur’an. Dan keberadaan Hadits dimaksudkan sebagai penjelas kandungan dari Qur’an.

Tetapi mengapa 28 ayat tersebut tidak ada Hadits penjelasannya sama sekali?

Para ulama tetap bersikeras bahwa Qur’an harus dijelaskan dengan Hadits! Berarti konsekuensinya adalah 28 surat tersebut HARUS DIBUANG dari kitab suci Qur’an, karena Bukhari tidak memberikan penjelasan sama sekali tentang makna yang terkandung dalam surah-surah tersebut!

Fakta ini jelas menampar muka para ulama pembela Hadits yang mengklaim bahwa siapa saja yang hanya berpegang pada Qur’an, tanpa berpegang pada Hadits, tidak akan dapat memahami isi dari Qur’an tersebut!

Ini membuat situasi bertambah sulit bagi para ulama pembela Hadits, dikarenakan 28 surah tidak ada penjelasannya sama sekali, dan tidak satu pun surah dalam Qur’an yang diberikan penjelasan Hadits secara menyeluruh!

Sekarang mari kita membahas fakta tentang bagaimana Bukhari ternyata tidak terlalu memahami bahasa Arab, sebagaimana telah kita bahas di atas. Ini bisa kita cermati dengan mengetahui bagaimana cara Bukhari menamai sebagian surah yang ada dalam Qur’an. Tentu saja ini adalah fakta yang mengherankan, dan para ulama sendiri bertanya-tanya, mengapa Bukhari melakukan hal tersebut.

Non-Arab biasanya menyebut nama surah dari ayat pertama. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal :

- Mereka tidak mengetahui nama Arab dari surah tersebut.

- Mereka bukanlah ulama yang mempelajari Qur’an secara seksama.

- Atau lebih gampangnya lagi adalah karena mereka bukanlah bangsa Arab.

Bukhari ternyata menunjukkan ciri-ciri yang sama!

Surah 68: An Naba’ diberi judul surah “Amma Yata’asalun”, yang mana ini merupakan ayat pertama dari surah tersebut.

Surah 98: Al Bayyinah diberi judul surah “Lam Yakun”. Lagi-lagi merupakan ayat pertama!

Surah 81: At Takwir diberi judul surah “Idhahs Samsu Kuwirat”. Ini adalah ayat pertama dari surah tersebut, lagi-lagi.

Surah 70: Al Ma’arij diberi judul surah “Sa’ala Sa’ilun”.

Ada pula surah diberi dua ‘alternatif’ judul, misalnya surah 76: Al Insan diberi judul surah “Hal’ata Insani” atau surah “Dahr”.

Pelabelan yang tidak tepat ini hampir selalu terjadi pada pembaca Qur’an non-Arab, yang tidak terlalu memahami bahasa Arab.

Di samping kenyataan bahwa Bukhari adalah seorang berkebangsaan Persia yang berasal dari kota Bukhara, banyak ulama yang meyakini bahwa Bukhari adalah seorang TUNA NETRA alias BUTA sejak kecil.

Pertanyaannya sekarang: SIAPA SEBENARNYA YANG TELAH MENULIS HADITS-HADITS DALAM KITAB SAHIH BUKHARI???

Bukti-bukti lain bisa kita lihat bagaimana cara Bukhari memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat Qur’an, itu pun jika ia merasa perlu untuk memberi penjelasan atau tidak.

Sebagai contoh, ada penjelasan pada ayat Qur’an yang tidak lengkap, atau berakhir dengan kekosongan, yaitu pada Hadits Vol 6 No. 50 yang memberikan penjelasan pada surah 2: 223. Setelah beberapa komentar, kata ‘Nafi’ ditambahkan terkait bunyi ayat ini : “ .....maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.”‘ Ibn Umar berkata : “Ini maknanya adalah seseorang hendaknya mendekati istrinya pada .....“

Penjelasan ini tidak berlanjut!

Tapi jangan khawatir, ada catatan kaki untuk menjelaskan kekosongan ini :). Catatan kaki itu bunyinya : “Imam Bukhari tidak membiarkan kalimat tersebut tidak berlanjut, karena beliau TIDAK YAKIN apa yang dikatakan oleh Ibn Umar  (luar biasa)!!!”

Dan mereka tetap bersikeras menyebutnya “SAHIH BUKHARI”!

Mungkin inilah salah satu penyebab betapa seringnya terjadi permasalahan dalam perumusan fikih Islam di kalangan para ulama.

Ada lagi penjelasan aneh dan menggelikan dari Imam Bukhari, terkait surah 11 : 5. Ayat-ayat indah tersebut berbunyi: “Kepada Allah-lah kembalimu, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ingatlah, sesungguhnya (orang munafik itu) menutup hati mereka untuk menyembunyikan diri dari pada-Nya. Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka lahirkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati. Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (11 : 4-6)

Makna dari ayat-ayat tersebut sudah amat sangat jelas! Bahwa tidak ada yang dapat kita sembunyikan dari Allah Yang Maha Mengetahui. Segala sesuatu yang telah kita lakukan, sekecil apa pun, tercatat di dalam kitab Allah (Lauh Mahfuz).

Sekarang, mari kita simak penjelasan ‘aneh’ Imam Bukhari terkait surah 11 : 5! Vol 6 Hadits No. 203 :‘

Diriwayatkan oleh Muhammad bin Abbad bin Jaffar bahwa ia menyaksikan Ibn Abbas membaca penggalan surah: “Ingatlah, sesungguhnya (orang munafik itu) menutup hati mereka untuk menyembunyikan diri daripada-Nya..” Dan ia bertanya kepada Rasulullah makna dari ayat ini. Rasul menjawab : “ Beberapa orang biasa bersembunyi ketika ingin buang air atau tidur di tempat terbuka, dikarenakan malu apabila mereka terlihat dari langit. Itulah mengapa ayat-ayat tersebut diturunkan.”

Dengan demikian, Bukhari berpendapat bahwa tujuan diturunkannya ayat-ayat ini adalah untuk memberitahukan kepada para sahabat bahwa Allah bisa melihat mereka buang air dan tidur di tengah-tengah padang pasir!

Bukhari juga telah memelintir makna pada surah 5 : 87. Untuk menjelaskan ayat tersebut, Bukhari hanya memenggal sebagian ayat saja, tanpa memperhatikan konteks secara keseluruhan ayat tersebut.

“Hai orang-orang yang beriman, JANGANLAH kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu... “ (5 : 87)

Adapun penjelasan Bukhari untuk ayat ini bisa dibaca pada Vol 6 Hadits No. 139 :

‘Diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud: “Kami berperang bersama Rasulullah SAW sedangkan kami tidak membawa istri istri kami, maka kami berkata bolehkan kami berkebiri? Namun Rasululloh melarangnya tapi kemudian beliau memberikan kami keringanan untuk menikahi wanita dengan mahar pakaian sampai batas waktu tertentu. Dan kemudian Rasul membacakan ayat tersebut: “Hai orang-orang yang beriman, JANGANLAH kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu...“.

Ada sebuah catatan kaki pada Hadits tersebut: “Pernikahan kontrak (Mut’ah) diizinkan pada masa-masa awal Islam, namun kemudian mulai saat Perang Khaibar pernikahan tersebut dilarang (Allah Maha Mengetahui yang lebih baik).“

Hadits di atas jelas-jelas merupakan kedustaan yang besar terhadap Allah dan Rasul-Nya!

Secara keseluruhan ayat tersebut berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (5 : 87)

Apakah pelacuran adalah termasuk kategori “melampaui batas?” Bukan! Bahkan pelacuran adalah sebuah kejahatan!

Muslim manakah yang mau menyerahkan anak perempuannya, bahkan dengan ‘mahar pakaian’ sekalipun, sebagai pembayaran (mahar) atas pelayanan untuk memuaskan nafsu seksual para sahabat Rasul???

Perhatikan bagaimana Bukhari menceritakan betapa santainya para sahabat ketika berkata : “Bolehkah kami berkebiri?” Seolah-olah itu adalah hal wajar yang dilakukan setiap pagi setelah sarapan pagi.

Pada surah 24 : 33, Allah melalui Rasul-Nya berfirman :“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya...... Dan JANGANLAH KAMU PAKSA wanita-wanitamu untuk melakukan PELACURAN, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barang siapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu).“ (24 : 33)

Dengan kata lain, jangan melakukan seks di luar nikah! Jika anda belum menikah, maka lebih baik menjaga kesucian diri. Kontrol hawa nafsu anda!

Rasulullah SAW mengajarkan untuk tidak memaksa wanita ke dalam pelacuran, akan tetapi Bukhari mengatakan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan wanita agar mau dibeli dengan mahar pakaian untuk menjadi pelayan-pelayan seksual!

Ini adalah kebohongan yang sangat jahat yang diatasnamakan kepada Nabi Muhammad. Menurut Qur’an, Nabi mengajarkan umatnya untuk mengontrol hawa nafsu seksual mereka :

An Nur [24] : 30
Al Baqarah [2] : 79
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.“

Makna dari ayat Qur’an di atas sudah AMAT SANGAT JELAS, namun Bukhari mengajarkan bahwa wanita bisa dibeli dengan mahar pakaian!Boleh jadi, para “ulama” sebenarnya ikut bergembira dengan ajaran ini, terbukti dengan begitu mudahnya mereka mengawini wanita dan menceraikannya seolah-olah mereka adalah komoditi seksual belaka!

Mereka yang bersikeras mengunggul-unggulkan Hadits-Hadits bohong itu dapat kita temukan relevansinya dalam Qur’an, di mana mereka berani mengganti-ganti hukum Allah dengan hukum-hukum buatan panutan mereka seperti Imam Bukhari, tanpa seizin Allah.

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.”

Dengan berpegang pada Hadits-Hadits “aneh” sebagai “kitab suci kedua” yang jelas-jelas telah merusak nama baik Nabi Muhammad, umat Islam telah tergelincir pada penyimpangan yang nyata selama lebih dari 1000 tahun!

Umat Islam hanya bisa memimpikan kembalinya masa-masa kejayaan Islam pada era Nabi Muhammad....

...tapi sedikit di antara mereka yang menyadari bahwa pada masa-masa kejayaan tersebut tidak ada yang namanya Hadits!

HANYA ADA QUR’AN SAJA, SEBAGAI SATU-SATUNYA PETUNJUK!!!

SALAM!


<QUR’AN-ONLY>

Selasa, 17 April 2012

APAKAH HADITS BERSIFAT ILAHIAH? “MENYINGKAP TABIR HADITS (Bag 2)"

Oleh Tony Wang pada 17 April 2012 pukul 6:19
oleh : Yahia Rahman

Sebagian umat Islam beranggapan bahwa “Hadits dan Sunnah” adalah berasal dari wahyu Ilahi. Mereka tidak menyadari, bahwa kriteria atau pra-syarat dari wahyu Ilahi adalah TERPELIHARA dengan SEMPURNA.

Oleh karena apa yang mereka anggap sebagai Hadits dan Sunnah Nabi tersebut telah terkontaminasi dengan begitu hebatnya, maka hal ini jelas TIDAK MASUK kriteria wahyu Ilahi.

Faktanya adalah sebagian besar Hadits adalah perkataan-perkataan buatan manusia yang sangat diragukan kebenarannya (berasal dari Nabi)!

Di dalam serial “MENYINGKAP TABIR HADITS” ini akan ditunjukkan bahwa 99% Hadits yang diatasnamakan Nabi Muhammad adalah kebohongan dan persangkaan belaka!

Bahkan tidak satu huruf pun bisa lepas dari pengawasan Allah, sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat berikut:

QS Al Hijr [15]: 9
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar MEMELIHARANYA.“

QS Fushshilat [41]: 41-42
“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang TIDAK AKAN BISA DIMASUKI (ke dalam Al Qur’an) KEBATILAN baik dari DEPAN maupun dari BELAKANGNYA, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.“

Menyaksikan betapa banyaknya kesalahan dan kejanggalan yang ada dalam kitab-kitab Hadits (99%), maka seorang Muslim yang jujur akan memahami bahwa kitab-kitab tersebut telah terkontaminasi sedemikian hebatnya.

Satu lagi kriteria wahyu Ilahi:

QS. An Nisaa [4] : 82
“Maka apakah mereka tidak MEMPERHATIKAN Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat PERTENTANGAN yang banyak di dalamnya”.

Para pembaca kitab Hadits akan menemukan betapa banyak kontradiksi dalam kitab-kitab tersebut, sehingga dengan mudah akan membawa pada kesimpulan bahwa kitab-kitab tersebut bukan berasal dari Allah dan tidak bersifat Ilahiah!

Adalah sebuah bentuk pelecehan terhadap Allah ketika kita mengklaim bahwa Hadits dan Sunnah adalah wahyu Ilahiah!

Apakah mereka tidak menyadari bahwa Allah mampu menjaga dan memelihara kemurnian wahyu-Nya? Ya ...Bahwa kita WAJIB mentaati Rasul-Nya (Nabi Muhammad)..

Allah, di dalam Al Qur’an secara jelas berfirman bahwa mentaati Rasul-Nya adalah sama dengan mentaati Allah. Tidak ada seorang yang bisa mengaku dirinya seorang Muslim kecuali apabila ia mentaati dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad!

Namun demikian, mentaati Rasul memiliki pengertian mengikuti setiap apa yang keluar dari ucapan Rasul di mana ucapan tersebut turun dari wahyu Allah sendiri, yaitu AL QUR’AN.
Bukannya kitab Hadits yang asalnya adalah TIDAK dari mulut Rasulullah sendiri. Silakan anda cek sendiri beberapa ayat di dalam Al Qur’an yaitu 6 : 19, 50 : 45, 16 : 44, 16 : 64, 14 : 1, 6 : 155, 4 : 105, 18 : 27 yang menunjukkan bahwa Al Qur’an adalah SATU-SATUNYA RISALAH Nabi Muhammad.

QS. Al-‘An’am [6]: 19
“Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah: "Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan AL QUR’AN (bukan Hadits, dan Sunnah!) ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al Qur'an..“

QS. Qaf [50]:45
“Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan AL QUR’AN (bukan Hadits dan Sunnah!) orang yang takut kepada ancaman-Ku.”

QS. An-Nahl [16]:44
“Dan Kami turunkan kepadamu AL QUR’AN (bukan Hadits dan Sunnah!), agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”

QS. An-Nahl [16]:64
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu AL KITAB (Al Qur'an, bukan Hadits dan Sunnah!) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”

QS. ‘Ibrahim [14]:1
“Alif, laam raa. (Ini adalah) KITAB (bukan Hadits dan Sunnah!) yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.“

QS. Al-‘An’am [6]:155
“Dan AL QUR’AN (bukan Hadits dan Sunnah!) itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat“

QS. An-Nisa’ [4]:105
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan KITAB (Al Qur’an, bukan Hadits dan Sunnah!) kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat“

QS. Al-Kahf [18]:1
“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu KITAB TUHAN-MU (Al Qur'an, bukan Hadits dan Sunnah!). Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya.”

Ketika Nabi Muhammad wafat, hanya ada SATU kitab yang diwariskan kepada umatnya, yaitu AL QUR’AN! Mereka yang mengikuti Al Qur’an sudah tentu mengikuti Nabi Muhammad, dan mereka yang mengikuti Hadits dan Sunnah tidaklah mengikuti Nabi, melainkan orang-orang yang menulis kitab-kitab tersebut.

Mentaati aturan-aturan yang dibuat oleh manusia (dalam hal hukum agama) selain daripada apa yang diturunkan oleh Allah, adalah sebuah bentuk PEMBERHALAAN.

Pemberhalaan (Syirik) adalah satu-satunya dosa yang tidak terampuni, jika kita membawanya hingga kematian datang. Para pemuja berhala akan berhadapan dengan Allah pada Hari Penghakiman di mana mereka sebenarnya tidak menyadari apa yang telah mereka kerjakan. Dan pada saat itu tidak akan ada yang dapat menolong mereka.

QS. Al-‘An’am [6]: 22-24
“Dan (ingatlah), hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semuanya kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik: "Di manakah sembahan-sembahan kamu yang dahulu kamu katakan (sekutu-sekutu Kami)? Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: "Demi Allah, Tuhan kami, TIADALAH KAMI MEMPERSEKUTUKAN ALLAH. Lihatlah, bagaimana mereka telah BERDUSTA terhadap diri mereka sendiri dan hilanglah daripada mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ADA-ADAKAN.“

QS. Yusuf [12]: 111
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu BUKANLAH HADITS YANG DIBUAT-BUAT, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”

Mari kita mentaati Nabi Muhammad dengan mengikuti risalah beliau yang dijamin oleh Allah lengkap, sempurna, dan detail menjelaskan segalanya (dalam hal pijakan beragama) yaitu AL QUR’AN!

Salam ..
<QUR’AN-ONLY>

Sabtu, 31 Maret 2012

ALLAH TAK INGIN MEMPERSULIT HAMBANYA ~ APLIKASI KONSEP TAKDIR & KEHENDAK (10-habis)

oleh Agus Mustofa pada 30 Maret 2012 pukul 21:24

Sahabat DTM, sudahlah lupakan saja pembahasan tentang Takdir secara FILOSOFIS dan TEKNIS itu. Anggap saja Anda baru nonton film hologram, ataupun telah mengalami ‘ilusi penglihatan’, hhehe..! Saya mohon maaf jika telah bikin puyeng Anda dengan pembahasan yang ‘terkesan rumit’. Tetapi, itu memang harus saya lakukan karena ada yang menanyakannya. Dan, saya harus ‘bertanggungjawab’ untuk menjaga model pemahaman Islam yang saya usung dalam forum Diskusi Tasawuf Modern ini.

Tapi, Allah saja tak ingin mempersulit hamba-Nya. Ya, masa’ saya mencari-cari cara untuk terus bikin puyeng Anda. Bagi saya, sudah cukuplah penjelasan saintifik yang telah saya uraikan dalam 9 notes ini. Dan di tulisan ke sepuluh ini, saya ingin mengajak Anda untuk ‘mengendorkan saraf’ dalam memahami Takdir dan Kehendak-Nya secara OPERASIONAL saja. Sehingga, kita bisa langsung mengaplikasikannya secara mudah dalam kehidupan sehari-hari.

QS. Al Baqarah [2]: 185
…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…

Secara praktis dan operasional, sebenarnya saya sudah menguraikan konsep Takdir ini lebih mudah dalam buku serial ke-7: MENGUBAH TAKDIR. Bagi yang baru mengikuti materi takdir di forum ini, ada baiknya Anda membaca buku tersebut. Tidak harus beli di toko buku, bisa juga pinjan kepada teman Anda yang sudah punya. Sedangkan materi takdir yang lebih sulit - bersifat filosofis & teknis -  ada dalam buku serial ke-21: MEMBONGKAR TIGA RAHASIA.

Prinsip dasarnya, TAKDIR adalah ‘ketetapan’ Sang Pencipta bagi makhluk-Nya. Ada ketetapan yang terjadi tanpa campur tangan kita, dan ada yang bisa kita pengaruhi dengan usaha. Ketetapan yang tidak bisa kita campur-tangani itu disebut Qadar. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘Kadar’ alias kapasitas. Contohnya: Anda terlahir sebagai seorang laki-laki, atau perempuan. Di Indonesia. Dari orang tua yang ini. Pada tahun sekian. Dan seterusnya. Anda sama sekali tidak bisa ikut campur urusan Tuhan. Tiba-tiba saja Anda sudah terlahir dengan Qadar demikian. Apakah ini takdir? Ya, itulah takdir. Atau ‘ketetapan Allah’ yang sudah terjadi pada Anda saat itu.

Ketetapan Tuhan yang lain adalah Qodlo. Ini adalah ketetapan Tuhan yang bisa Anda campur-tangani. Sehingga, Qadar yang sudah terjadi pun bisa Anda ubah menjadi ketetapan yang berbeda dari sebelumnya. Misal, Anda terlahir sebagai seorang laki-laki. Tapi, Anda ingin menjadi perempuan. Pertanyaannya: apakah Anda bisa mengubah Takdir Anda sebagai laki-laki itu menjadi perempuan? Tentu saja bisa, kenapa tidak?!

Datanglah kepada dokter bedah kelamin. Dan lakukan operasi ganti kelamin serta lakukan suntik hormon, sehingga memunculkan tanda-tanda fisik sebagai seorang perempuan. Setelah itu, datanglah ke kecamatan atau pengadilan untuk mengubah status KTP Anda. Maka, Anda pun sudah resmi menjadi perempuan. Anda telah mengubah Takdir Anda di masa lalu menjadi takdir sekarang, yang sama sekali berbeda.

Bahwa, Anda kemudian tidak puas dengan hasil operasi ganti kelamin tersebut, itu urusan yang berbeda. Tetapi, secara biologis dan sosial Anda telah menjadi wanita..! Ini menjadi bukti bahwa Takdir memang bisa diubah, karena Allah telah memberikan peluang untuk terjadinya perubahan itu. Jadi Takdir adalah ketetapan yang bersifat Qadar dan Qodlo secara simultan. Bagaimana penjelasan teknis-filosofisnya? Lhaa, kalau yang ini Anda mengajak untuk puyeng lagi..! Baca saja, notes saya sebelumnya ya.. :)

Salah satu permasalahan mendasar dalam memahami Takdir adalah pada definisi tentang ‘Takdir’ itu sendiri. Ada yang mengatakan Takdir adalah ketetapan Allah yang ‘sudah ditentukan sebelumnya’. Dan ada pula yang mendefinisikan Takdir sebagai ketetapan yang seiring proses. Tetapi, kalau Anda mau memahami notes saya yang lalu, Anda akan memperoleh kesimpulan bahwa Takdir Allah tidak ditetapkan sebelumnya, melainkan ditetapkan real-time seiring dengan kejadian.

Begitu Anda berhasil operasi ganti kelamin, misalnya, ya saat itu pula Allah menakdirkan Anda telah berubah status dari laki-laki menjadi wanita..! Tidak ditentukan sebelumnya. Dan, itu baru kita ketahui setelah terjadi. Karena manusia memang mengambil kesimpulan berdasar bukti nyata yang dihadapinya.

Maka, bagi saya Takdir adalah realitas yang terjadi. Bukan yang belum terjadi. Lantas, apakah bisa diubah? Jawabnya jelas: bisa. Bagaimana cara mengubahnya? Ya, diusahakan. Kalau gagal? Ya berarti takdirnya: gagal. Sebagaimana juga bisa ‘sukses’. Semua itu bergantung pada usaha manusia ataukah kehendak Allah? Baca saja penjelasan Allah sendiri dalam ayat berikut ini.

QS. Ar Ra’d [13]: 11
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri

Menurut ayat di atas, siapakah yang memiliki kewenangan dan kemampuan untuk mengubah atau tidak mengubah? Jawabnya jelas: Allah. Tapi siapakah yang harus melakukan proses berubah itu? Jawabnya juga jelas: manusia. Artinya, berusahalah untuk mengubah keadaan Anda sekarang, agar Allah melakukan perubahan pada keadaan Anda berikutnya. Berpindah dari ‘Takdir saat ini’ ke ‘Takdir selanjutnya’.

Saya kira sudah sangat jelas tuntunan Allah dalam soal ‘mengubah takdir’ ini. Itu kalau Anda sepakat dengan saya bahwa Takdir adalah ketetapan yang ditentukan Allah seiring proses. Tetapi, jika Anda berpendapat bahwa Takdir adalah ketetapan Allah di ‘zaman dulu’, maka hasilnya akan mbuleti dan bikin puyeng Anda sendiri. Baik secara teknis-filosofis maupun teknis-operasional.

Akan muncul kontradiksi yang membingungkan.
Misal: Takdir Anda ini sebenarnya laki-laki ataukah perempuan?
Jawabnya: hanya Allah yang tahu. Bisa laki-laki, bisa perempuan. Bergantung… (?)

Terus: Takdir kelahiran Anda ini sebenarnya tanggal, bulan, dan tahun berapa ya?
Masa dijawab: hanya Allah yang tahu. Allah dulu menakdirkan saya tanggal berapa ya… (?)

Lha, sekarang ini Anda ditakdirkan sehat ataukah sakit?
Jawabnya juga: nggak tahu. Hanya Allah yang tahu.. (?)
Apa nggak tambah puyeng.. :(

Padahal, kalau Anda mendefiniskan Takdir sebagai ketetapan Tuhan yang telah ‘terbukti’ terjadi, akan dengan sangat mudah Anda menjawabnya. Bahwa Takdir Anda adalah terlahir sebagai seorang laki-laki, misalnya. Demikian pula, saya ditakdirkan Allah lahir tanggal 16 Agustus 1963. Dan saya,sekarang ditakdirkan Allah sehat, Alhamdulillah. Dan seterusnya…

Lantas, ada pertanyaan lanjutan begini misalnya:
Okelah, kalau Takdir ditetapkan seiring proses, apakah Anda tahu kapan Takdir kematian Anda?
Tentu saja saya menjawabnya: tidak tahu. Karena Takdir Allah itu kan belum jatuh kepada saya. Tapi, nanti ketika Allah sudah menakdirkan saya menemui ajal, Anda semua akan tahu bahwa takdir Allah atas saya adalah mati tanggal sekian, dengan cara begini dan begitu..! Sederhana bukan?

Sama juga dengan pertanyaan begini:  
kira-kira takdir Anda kelak masuk neraka ataukah masuk surga?
Bagi saya, belum tentu. Karena Takdir tersebut memang belum dijatuhkan kepada saya. Masih menunggu usaha yang saya lakukan dalam mengubah takdir yang telah saya peroleh. Katakanlah, sampai hari ini saya adalah orang jahat yang banyak dosa, maka ‘mestinya’ takdir saya kelak adalah masuk neraka. Karena Allah memang sudah memberikan kriteria siapa orang-orang yang pantas masuk neraka.

QS. Az Zukhruf [43]: 74
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa kekal di dalam azab neraka jahanam.

Tetapi, kalau saya kemudian mengubah keadaan saya menjadi lebih baik: banyak melakukan amal kebajikan, bermanfaat sebesar-besarnya bagi umat manusia, dan bertaubat memohon ampunan atas segala dosa saya; mestinya saya bisa masuk surga. Karena, Allah juga sudah memberikan kriteria tentang siapa orang-orang yang pantas masuk surga itu. Masak kita nggak percaya kepada firman-firman Allah?

QS. Al Baqarah [2]: 82
Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.

QS. Al Maa-idah [5]: 39
Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. Az Zumar [39]: 53
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. Ali Imran [3]: 133
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,

Jadi, kalau sudah diampuni itu jaminannya adalah surga, seperti dijelaskan ayat di atas. Karena itu Allah mengajari orang-orang berdosa segera datang kepada-Nya untuk mohon ampun. Apa pun dosanya, pasti diampuni-Nya. Bahkan, mereka yang sudah dicap melampaui batas sekali pun. Karena, sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang…

Maka, dalam konteks ini kita bisa memahami ayat berikut ini yang mengatakan bahwa untuk bisa masuk surga, kita memang harus berusaha dan membuktikan kualitas kita. Hanya orang-orang yang sudah terbukti perjuangan dan kesabarannya sajalah yang bakal masuk surga. Yang belum terbukti melakukan jihad (memperjuangkan kebajikan di jalan Allah) dalam kesabaran, belum pantas memperoleh Takdir masuk surga.

QS. Ali Imran [3]: 142
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum terbukti bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum terbukti orang-orang yang sabar.

Maka, ringkas kata, Anda tak harus berpuyeng-puyeng untuk memahami konsep Takdir dalam tataran teknis-filosofis. Serahkan saja kepada mereka yang suka filsafat atau yang belajar di Fakultas Ushuluddin. Saya dan Anda, saya kira, lebih enak memilih yang praktis-operasional sajalah. Karena, hidup ini memang harus dijalani secara praktis, bukan untuk diperdebatkan dalam skala filosofis, iya kan..?!

QS. Al Hasyr [59]: 18
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Wallahu a’lam bishshawab

~ Salam Mengubah Takdir menjadi Lebih Baik ~