Sabtu, 25 Desember 2010

MENCOBA MEMAHAMI EKSISTENSI SEMESTA

Ada sebuah film presentasi yang menunjukkan bahwa ternyata manusia hanyalah sebutir debu dalam eksistensi alam semesta. Sebuah kamera dipasang mengarah ke sosok manusia pada jarak 1 meter. Maka, sosok manusia itu pun kelihatan cukup besar di dalam monitor kamera. Closed up. Lantas, kamera itu dijauhkan perlahan ke arah angkasa, secara terus menerus.

Pada jarak 10 meter, sosok manusia itu tidak lagi mendominasi layar monitor. Selain si manusia, ternyata kelihatanlah pemandangan di sekitarnya. Ada batu, pohon, kursi, dan taman. Lantas, kamera itu dijauhkan lagi menjadi setinggi 100 meter. Sang manusia menjadi kelihatan semakin kecil, berada di dalam sebuah taman yang besar. Yang lebih dominan adalah pepohonan dan benda-benda besar di sekitarnya.

Pada jarak 1000 meter alias 1 km, sosok manusia itu mulai tidak jelas. Hanya terlihat sebagai bintik kecil yang bergerak-gerak. Dan tamannya pun mulai kelihatan kecil pula. Yang mulai kelihatan dominan adalah kawasan kota. Kemudian, kamera ditarik menjauh lagi ke angkasa. Pada jarak 10 km, kawasan itu pun menjadi semakin kecil. Yang tampak adalah sebuah kota dengan permukimannya. Sedangkan sang manusia, sudah tidak kelihatan lagi...!

Jika kamera itu terus dinaikkan ke angkasa, pada jarak 1000 km, kamera sudah berada di lapisan paling luar atmosfer Bumi. Yang kelihatan di layar monitornya adalah permukaan planet Bumi yang melengkung. Dan, seterusnya semakin jauh, yang kelihatan adalah planet Bumi beserta satelitnya, yakni Bulan.

Kemudian berturut-turut, semakin jauh kamera, akan kelihatan tata surya yang berisi delapan planet dengan lintasan orbitnya dan berbagai satelit, asteroid, dan bebatuan angkasa. Lantas, kelihatanlah matahari sebagai pusatnya. Dan bintang-bintang yang bertaburan berjumlah miliaran. Yang ketika semakin jauh, akan kelihatan sebagai bintik-bintik cahaya terang dalam kegelapan alam semesta. Berkelap-kelip di dalam jagad raya yang tak kelihatan batasnya.

Semakin menjauh, di jarak sekitar 1000.000.000.000.000.000 Km (10^18 km), kelihatanlah galaksi Bima Sakti. Yakni gerombolan matahari, dimana tatasurya dan Bumi kita berada. Dimana, sosok manusia yang kita amati tersebut telah ’terlupakan’ karena sudah tak ada bekasnya. Sudah lenyap dari pandangan mata. Teruskanlah, kamera semakin menjauh ke kedalaman langit, pada jarak 100.000.000.000.000.000.000 (10^20 Km) dan selebihnya, yang terlihat adalah samudera kegelapan alam semesta yang cuma berisi bintik-bintik cahaya disana-sini, yang kita kenal sebagai bintang atau pun gugusan bintang atau pun galaksi-galaksi yang berkedap-kedip lemah.

Ternyata kawasan gelap alam semesta demikian luasnya. Jauh lebih luas dibandingkan kawasan terangnya. Dengan kata lain, misteri kegelapan realitas ini jauh lebih dahsyat tak terukur dibandingkan dengan segala yang sudah diketahui oleh manusia. Ya, ternyata alam semesta lebih didominasi oleh ’kegelapan malam’ dibandingkan terangnya cahaya...

Sekarang, marilah kameranya kita gerakkan mendekat kembali ke Bumi. Maka, secara berurutan kita akan melihat benda-benda yang kita tinggalkan tadi mendekat kembali. Kelihatanlah miliaran galaksi dalam jarak yang semakin dekat. Kemudian muncul galaksi Bima Sakti. Disusul gerombolan tatasurya, planet-planet dan satelitnya. Dan akhirnya sampai di bagian luar planet Bumi.

Kamera terus mendekat pada jarak 1000 km, saat ia berada di bagian luar atmosfer. Terus mendekat sejarak 100 km, 10 km, 1 km, 10 meter, dan akhirnya 1 meter, dimana sosok manusia terlihat closed up kembali...

Tapi, jangan berhenti. Dekatkan terus kamera itu ke arah sosok manusia tersebut, sehingga berjarak 10 cm. Apakah yang terlihat? Jika resolusi lensanya sangat bagus, Anda akan bisa melihat permukaan kasar kulit manusia. Pori-porinya dan bulu-bulu rambut di permukaan kulitnya.

Dekatkan lagi, pada jarak 1 cm. Maka, pori-porinya akan semakin kelihatan jelas. Dan keriput-keriput kulit kita terlihat demikian gamblang. Dekatkan lagi sejarak 1 mm. Jika lensanya didesain beresolusi sangat tinggi, akan kelihatan jaringan sel-sel tubuh kita. Mendekatlah sampai sejarak 10^(-4) meter alias 1/10.000 meter alias 100 micron akan semakin jelas ’betapa jeleknya’ kulit kita yang kelihatan halus itu. Dan kemudian kita akan mulai bisa melihat sel-sel tubuh kita sendiri.

Pada jarak 1 micron alias 1/sejuta meter akan kelihatan isi selnya. Bahkan mulai kelihatan pilinan-pilinan chromosom dan untai genetika. Itu berlangsung sampai sejarak 10^(-8) alias 100 angstroms. Jika kita mendekat lagi sampai sejarak 10 angstroms, mulai kelihatan gerombolan molekul-molekul penyusun sel. Dan pada jarak yang lebih dekat lagi sampai 0,01 Angstrom kita akan bertemu dengan atom-atom yang memiliki ruang-ruang gelap antar-orbit elektronnya. Mirip saat berada di luar angkasa, di jarak antar-planet, bintang dan galaksi.

Lebih dekat dari itu, pada jarak 0,001 A, kita mulai bisa melihat isi atom yang terdiri dari partikel-partikel subatomik. Semakin mendekati, di jarak 0,0001 A, kita akan bertemu dengan penyusun inti atom seperti proton, neutron, dan berbagai partikel elementer lainnya. Jika diteruskan lagi lebih dekat dari 0,00001 A, maka yang tampak hanyalah kegelapan alam mikrokosmos. Persis seperti kegelapan alam makrokosmos di luar angkasa sana.

Jadi, akhir dari perjalanan Makrokosmos ke luar angkasa itu ternyata hanya akan mempertemukan kita dengan kegelapan tiada bertepi, seluas miliaran tahun cahaya. Sebaliknya, perjalanan ke mikrokosmos juga ternyata berakhir dengan kegelapan yang tidak ada batasnya, sampai mendekati ketiadaan di ukuran nol ruang alam mikro..!

Ke luar angkasa luas bertemu dengan Misteri yang sangat mencengangkan, ke dalam alam mikro juga bertemu dengan Misteri yang menggiriskan. Kesana bertemu ’Kegelapan’ dan ketidak-tahuan, kesini bertemu ’Kegelapan’ dan ketidak-mengertian. Menjauh bertemu dengan ’Kekosongan’, dan mendekat juga bertemu dengan ’Kekosongan’.

Dan di sepanjang perjalanan dari ’Kekosongan’ menuju ’Kekosongan’ itu kita menemukan ’Isi’ alam semesta yang teratur demikian rapi, dalam keseimbangan dan harmoni yang tiada terkira indahnya. Oh, siapakah Dia yang sedang ’bermain-main’ mengisi segala kekosongan realitas alam semesta ini? Dimana Dia sedang menunjukkan kedahsyatan Kekuasaan yang tiada terkira. Dialah Sang Maha Berilmu lagi Maha Bijaksana: Allah Azza wajalla...

QS. Al Mulk (67): 3-4
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak harmonis?
Kemudian cermatilah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat, bahkan penglihatanmu akan kembali dalam keadaan yang meletihkan.

QS.Adz Dzaariyat (51): 20-21
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (eksistensi Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

QS. Al Infithaar (82): 6-7
Hai manusia, apakah yang telah membuatmu ingkar terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu demikian harmonis?
 
Wallahu a'lam bishshawab
~ salam ~


oleh Agus Mustofa pada 24 Desember 2010 pukul 20:26


Sabtu, 11 Desember 2010

BENCANA, YANG TAK BERDOSA PUN IKUT TERKENA


Betapa beratnya tertimpa bencana. Harta, benda, nyawa, dan segala yang kita cintai bisa hilang seketika. Ujiankah atau siksa? Itulah pertanyaan yang sering berkecamuk dalam hati dan pikiran kita. Tapi, barangsiapa bisa mengambil hikmah dari bencana, mereka bakal bangkit menjadi umat yang kuat dalam menyusuri drama kehidupan untuk menuju kepada ridha-Nya.

Banyak yang salah kaprah dan ’agak ceroboh’ dalam melihat sebuah bencana. Ada yang langsung memvonis sebagai azab Allah. Ada pula yang ’menyelamatkan diri’ dengan mengatakan ini sekedar ujian, padahal dia sebenarnya ikut menjadi penyebab bencana. Ketidakjelasan dalam menyimpulkan sebuah musibah atau bencana akan membuat kita tidak bisa mengambil hikmah yang ada di dalamnya.

Jika kita mau mengambil sudut pandang holistik, Insya Allah kita bisa melihat sebuah bencana secara lebih proporsional. Bahwa ada 2 jenis bencana yang bisa melanda manusia. Yang pertama adalah, bencana yang bersifat alamiah. Dan yang kedua, adalah bencana yang disebabkan oleh kesalahan manusia dalam mengelola alam.

Bencana yang bersifat alamiah, adalah bencana yang memang sudah menjadi bawaan alam. Bahwa alam semesta ini memang sedang menuju pada kerusakan yang semakin hari semakin parah. Ibarat manusia, usianya sudah semakin tua. Otot-ototnya semakin kaku, persendiannya bertambah lemah, otaknya mulai pikun, dan organ-organ di dalam tubuhnya mulai mengalami mal fungsi. Maka, bermunculanlah penyakit degenerative alias penyakit tua, yang tidak bisa tidak bakal mengenainya.

Alam pun mengalami hal yang serupa. Bumi kita ini sudah sangat tua. Diperkirakan sudah berumur sekitar 5 miliar tahun. Sudah mulai ’batuk-batuk’, dan ’otot-otot’ maupun ’persendiannya’ mulai lemah. Jadi, jangan heran semakin hari semakin banyak bencana dimana-mana. Mulai dari angin badai, gempa bumi, gunung meletus, tsunami, berbagai anomali iklim, dan lain sebagainya. Memang sudah bawaan alam.

Bukan hanya bencana alam, melainkan juga musibah yang lain seperti kecelakaan transportasi, kekacauan sosial-ekonomi-politik, munculnya berbagai kejahatan, dan lain sebagainya. Inilah yang di dalam Fisika disebut sebagai peningkatan Entropi alam. Yakni, bertambahnya kekacauan seiring dengan bertambahnya usia alam semesta.

Rasulullah pun sudah memprediksi sejak awal, bahwa semakin mendekati hari akhir, tingkat kekacauan dan kejahatan akan semakin besar. Di segala bidang. Sehingga, kata Rasulullah, berpegang pada petunjuk agama akan menjadi sedemikian beratnya. Bagaikan memegang bara api. Digenggam terasa panas, dilepas kehilangan pegangan. Tapi sungguh, siapa yang tetap istiqomah berpegang tali Allah akan selamat dunia dan akhirat.

QS. Al Baqarah (2): 256
... barangsiapa tidak mengikuti Thaghut (selain Allah) dan beriman hanya kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

QS. Luqman (31): 22
Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebajikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.

Jadi, kita harus sudah bersiap diri bahwa ke masa depan tingkat kekacauan akan semakin besar. Tapi, tidak usah gelisah dan khawatir, karena selama kita tetap berpegang teguh kepada petunjuk Allah, Insya Allah akan selamat. Istilah ayat di atas adalah: hanya beriman kepada Allah, berserah diri, dan berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya. Segala urusan berada di tangan-Nya, dan terjadi sesuai kehendak-Nya.

Jenis bencana yang kedua, adalah bencana yang ’semata-mata’ disebabkan oleh manusia. Misalnya, banjir bandang, tanah longsor, kebakaran hutan, kekacauan musim disebabkan oleh global warming, berbagai kekacauan dan kecelakaan, dan semacamnya. Di satu sisi, dipengaruhi oleh entropi alam semesta yang meningkat sehingga ada ’dorongan’ munculnya kekacauan, disisi lain dalam waktu bersamaan, manusia menambah ’dorongan’ itu dengan perbuatannya.

Meskipun, kondisi alam semakin tua, sebenarnya jika manusia banyak berbuat kebajikan dan tidak serakah dalam menjalani hidupnya, jenis bencana yang kedua ini bisa diminimalisir. Kebakaran hutan, banjir, tanah longsor, global warming, dan semacamnya itu mestinya tidak harus terjadi separah ini.

Beberapa penyebab yang memicu bencana-bencana ’buatan’ ini adalah perusakan hutan yang demikian parah, penggunaan bahan-bahan gas yang merusak lapisan ozon, emisi panas dari industri dan transportasi yang berlebihan, dan sebagainya. Sehingga, mengganggu keseimbangan alam. Selain itu, eksploitasi bahan-bahan tambang dari dalam perut Bumi yang demikian brutal dalam dua abad terakhir, juga memperparah ketidak-seimbangan planet ini.

Ibarat ban mobil, putaran bumi butuh keseimbangan. Jika ban mobil sudah tidak seimbang, maka putarannya akan menyebabkan mobil bergetar. Dan kemudian, harus dilakukan balancing terhadap bannya, dengan menambahkan lempeng-lempeng timah di velg mobil itu. Dengan demikian, ban akan berputar seimbang kembali.

Bayangkan, jika itu terjadi pada bumi yang sedang berputar kencang dengan kecepatan rotasi sekitar 1600 km per jam. Tentu akan terjadi ketidak seimbangan di dalamnya. Memang tidak seterasa pada bodi mobil, karena ukuran bumi sangat besar dibandingkan dengan kita sebagai penghuni. Tetapi akan muncul getaran pada bagian dalam bumi, yang bisa menyebabkan gerakan-gerakan lempeng bumi dan magma lebih aktif dari sebelumnya.

Bumi berusaha mengembalikan keseimbangan dirinya, karena alam memang memiliki mekanisme keseimbangan dinamis. Dan yang paling cepat bereaksi adalah bagian-bagian yang cair, lembek, atau mengambang. Mereka akan bergerak menuju ke tempat-tempat tertentu untuk membangun keseimbangan.

Maka, proses mencari keseimbangan kembali itu akan menyebabkan magma dalam perut bumi, lempeng tektonik, dan perilaku air menjadi lebih aktif. Sehingga memicu munculnya gempa tektonik lebih sering dari sebelumnya, gunung-gunung lebih ’bergairah’ untuk menghasilkan magma dan kemudian meletus, kemungkinan terjadi tsunami meningkat, serta banjir dimana-mana akibat kacaunya pergerakan air dan hujan. Ini akan terus terjadi sampai munculnya keseimbangan baru.

QS. Ruum (30): 41
Telah Nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Jadi, meskipun berbagai bencana itu disebabkan oleh alam yang sedang mengalami kenaikan entropi, manusia juga memiliki saham atas terjadinya semua bencana ini. Disadari maupun tanpa disadari. Yang demikian ini, baru akan kelihatan jika kita mau melihat penyebabnya secara holistik.

Kebanyakan kita, terjebak pada penglihatan parsial atau sebagian-sebagian. Sehingga, kita seringkali mengambinghitamkan alam belaka. Dan menghilangkan faktor manusia. Khususnya, kejadian-kejadian di abad-abad terakhir. Namun, para ahli dan pemimpin dunia kini sudah melihat korelasi yang demikian erat antara kerusakan planet Bumi dengan kesalahan menejemen yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, lantas muncul berbagai upaya untuk menyelamatkan Bumi. Sayangnya, kepentingan politik dan keserakahan ekonomi seringkali masih mengalahkan semua upaya itu.

Lantas, bagaimanakah menyikapi bencana? Apakah ini ujian ataukan Azab Allah? Menurut saya keduanya terjadi pada setiap ada bencana. Bergantung dari sisi mana kita melihatnya dengan penuh kejujuran. Jika kita memang bersalah dalam bencana itu, tentu kita harus melihatnya sebagai azab alias balasan atas perbuatan kita. Supaya kita segera menyadari bahwa ada yang salah dengan perbuatan kita.

Persis seperti peringatan ayat di atas. ’’Kami rasakan kepada mereka sebagian akibat dari perbuatan mereka, agar mereka segera kembali...”.
Begitulah kata Allah. Sebab, kalau tidak segera kita sadari, sungguh bencana berikutnya akan lebih besar lagi. Dan akan memakan korban lebih banyak dari yang sudah terjadi.

Dan celakanya, dampaknya bukan hanya mengena kepada pelaku kerusakan, melainkan akan menimpa juga kepada orang-orang yang tidak bersalah. Persis seperti yang diceritakan Allah dalam ayat berikut ini.

QS. Al Anfaal (8): 25
Dan peliharalah dirimu dari azab yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.

Karena itu, kita diperintahkan Allah untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, mengajak pada kebaikan dan mencegah kejahatan. Itulah penyebabnya. Supaya jangan sampai terjadi kejahatan yang dampaknya akan menimpa kita semua, meskipun kita tidak ikut-ikut berbuat.

Jika ada orang yang merusak hutan, cegahlah. Karena jika tidak, maka efek banjir dan tanah longsornya bukan hanya menimpa orang yang merusah hutan. Melainkan semua orang yang berada di dekatnya. Semakin rusak, semakin besar akibatnya. Dan bersifat kolektif, bukan hanya orang per orang.

Ini mirip dengan penumpang perahu yang sedang berlayar di lautan. Kalau ada seorang penumpang yang mau membocori perahu, cegahlah. Sebab kalau tidak dicegah, dan perahunya tenggelam, yang tenggelam bukan hanya si pembocor perahu. Melainkan seluruh penumpang. Nah, kita hidup di sebuah planet yang sama. Jika Bumi ini mengalami kerusakan, maka orang yang tidak berdosa pun akan ikut terkena bencana.

Ketika semua itu menimpa kita, bolehlah itu bisa disebut sebagai ujian. Karena, kita tidak ikut berbuat kok ikut menerima akibatnya...! Maka, siksa atau ujian itu bukan dilihat dari bencananya. Melainkan dari sisi kita. Apakah Anda masuk dalam klasifikasi pelaku kerusakan sehingga menimbulkan bencana, ataukah hanya sebagai korban saja. Keduanya tentu berbeda di mata Allah.

Jika ada seseorang yang sedang mencuri saat terjadi Tsunami, dan kemudian ia mati di dalamnya, tentu saja dia mati dalam keadaan berdosa. Sebaliknya, jika ada orang yang mati di dalamnya saat dia sedang berbuat kebajikan, tentu dia mati dalam keadaan khusnul khatimah. Tidak seperti sebagian pendapat yang kita dengar, bahwa orang yang mati dalam sebuah bencana adalah mati dalam keadaan syahid... :(

QS. Asy Syuura (42): 30-31
Dan segala musibah yang menimpa kalian (secara kolektif), adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan itu). Dan kalian tidak akan dapat melepaskan diri di muka bumi, dan kalian tidak akan memperoleh seorang pelindung pun dan tidak pula seorang penolong kecuali (memohon perlindungan kepada) Allah.

Dan lebih penting dari semua itu, Allah sedang mengajarkan kesabaran kepada kita dengan adanya bencana. Jangankan kita yang manusia biasa, para Nabi dan Rasul pun diuji dengan bencana. Tetapi mereka tetap teguh dan istiqomah di jalan Allah. Pantang menyerah, terus berbuat kebajikan sampai ajal datang menjemput. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang sabar, dan selalu berbuat kebajikan dalam kondisi apa pun yang sedang ia terima...

QS. Ali Imran (3): 146
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak menyerah. Allah menyukai orang-orang yang sabar.

Bukan seperti orang yang dikritik Allah dalam ayat berikut ini. Yaitu, mereka yang berbangga hati dan lupa diri ketika diberi kenikmatan. Serta, berputus asa ketika diberi cobaan. Bukan. Sungguh, Allah bakal memberikan balasan terbaiknya hanya kepada orang-orang yang istiqomah dalam kebajikan dan kesabaran...

QS. Huud (11): 9-11
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak (tahu) berterima kasih.

Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sungguh dia menjadi sangat gembira lagi berbangga diri

kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan selalu mengerjakan amal-amal kebajikan; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.

Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~


oleh Agus Mustofa pada 10 Desember 2010 pukul 14:19


Jumat, 10 Desember 2010

MENGHANCURKAN KEMUSTAJABAN DOA


Betapa banyaknya orang yang berdoa sambil menghancurkan kemustajaban doanya sendiri. Dia mengira, berdoa hanya sebatas ibadah verbal alias kata-kata. Dia lupa, bahwa Allah menilai keseriusan doa itu sampai ke perbuatannya. Bagaimana mungkin Allah mengabulkan doa seseorang, ketika perbuatan orang itu berlawanan dengan kata-katanya?

Menurut Anda, apakah Allah akan mengabulkan doa seseorang yang berdoa minta sehat, sementara setiap saat dia tidak menjaga kesehatannya? Setiap pagi sampai malam makannya berlebihan. Kandungan gizinya juga sangat buruk, penuh kolesterol, purin, gula kadar tinggi, dan berbagai toksin kesehatan. Juga tidak pernah berolahraga, ritme hidupnya tidak beraturan, dan selalu negative thinking dalam bersikap. Singkat kata, pola makan dan pola hidupnya buruk. Mustajabkah doanya?

Menurut Anda, akan terkabul jugakah jika kita berdoa minta rezeki, tetapi sambil bermalas-malasan? Memutuskan hubungan silaturahim, yang kata Nabi adalah sebagai jembatan datangnya rezeki. Tidak mau belajar untuk memiliki keahlian yang dibutuhkan oleh lingkungannya. Tidak bisa bekerjasama dengan orang lain dalam bekerja. Dan segala sikap, yang justru menyebabkan pintu-pintu rezekinya tertutup. Bakal dikabulkankah doa yang dia lantunkan sepanjang pagi sampai malam untuk memperoleh rezeki?

Menurut Anda, akan dikabulkankah doa orang ini: ia ingin hidupnya damai penuh kebahagiaan, tetapi setiap hari kerjaannya mencari musuh. Dengan tetangga bertengkar. Dengan istri atau suami bertengkar. Dengan anak-anaknya juga suka bertengkar. Dan kepada siapa saja tidak bisa berprasangka baik. Akankah Allah memberikan kedamaian hidup kepadanya?

Sahabat, seringkali kita salah kaprah dalam berdoa. Kita mengira doa hanya sabatas kata-kata. Padahal doa adalah sebuah permohonan yang diekspresikan secara total kepada Sang Maha Berkuasa lagi Maha Bijaksana. Berdoa dengan hati, berdoa dengan pikiran, berdoa dengan mulut, dan berdoa dengan perbuatan, seluruhnya menyatu dalam permohonan yang tulus kepada Allah. Dia sungguh Maha Mengetahui siapa-siapa yang berdoa dengan sungguh-sungguh. Bukan ’pura-pura’, atau hanya formalitas belaka.

Begitu sering kita mendengar doa yang sangat panjang. Kadang sampai lebih dari satu jam. Segala macam dimintanya kepada Allah. Mulai dari rumah, mobil, istri, anak, saudara, sahabat, tetangga, bisnis, sampai kekuasaan. Setelah itu dia berdiam diri, atau setidak-tidaknya tak melakukan usaha keras untuk mencapai isi doanya. Dan, lebih suka menunggu datangnya ’keajaiban’ dari Tuhan Yang Maha Pemurah... :(

Ada dua hal yang mesti kita introspeksi dari doa yang semacam itu. Yang pertama, kita terkesan serakah. Segala macam diminta. Dan yang kedua kita tidak serius dalam berdoa, karena hanya berharap kepemurahan-Nya tanpa melakukan usaha yang sesuai. Kata orang sekarang: bossy, alias sok ’ngeboss’ – tinggal suruh sana suruh sini. Padahal yang dihadapinya adalah Tuhan. Jangan memerintah Tuhan, sehalus apa pun..! Karena Allah ’lebih suka’ membantu usaha Anda, daripada mengabulkan orang yang tidak punya etika dalam berdoa karena hanya ’main perintah’ kepada Tuhannya. Jangan salah mempersepsi dan bersikap atas sifat Maha Pemurah-Nya...

QS. Al Israa’ (17): 20
Kepada masing-masing golongan, baik golongan ini (yang berusaha mengejar dunia) maupun golongan itu (yang berusaha meraih akhirat) Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.

Doa yang hanya ’bermodal’ kata-kata, seringkali tidak mustajab. Kecuali orang-orang yang tak berdaya atau sedang teraniaya. Allah sangat memperhatikan hamba-hamba-Nya yang sedang menderita itu. Tetapi, bagi yang cuma suka ’main perintah’ dan mendikte Tuhan, siap-siaplah ’gigit jari’... :)

Berdoa yang hanya verbal, memiliki berbagai syarat agar terkabul. Memang Allah Maha Mengabulkan doa. Dan selalu memotivasi kita untuk berdoa hanya kepada-Nya. Akan tetapi jika tidak terpenuhi syaratnya, tentu saja doa itu menjadi tidak terkabulkan dengan sendirinya.

QS. Al Baqarah (2): 186
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman (yakin) kepada-Ku, mudah-mudahan mereka berada di jalan yang benar (on the right track).

Allah sangat dekat dengan kita. Dan Dia akan mengabulkan doa semua orang yang memohon hanya kepada-Nya. Asalkan: memenuhi segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta beriman alias yakin kepada-Nya. Dan, dua persyaratan itu masih ditutup dengan kalimat: mudah-mudahan mereka menjalankannya dengan benar.

Jadi, sudah diberi syarat harus total dalam berdoa (bukan hanya verbal), masih ditambahi dengan ungkapan ’mudah-mudahan’ sudah benar caranya. Artinya, terkabulnya sebuah doa yang hanya sebatas ’kata-kata permohonan’ itu masih jauh dari dikabulkan. Berbeda dengan orang yang berdoa dengan cara ’bersyukur’.

Apakah bersyukur itu termasuk doa? Ternyata, iya. Karena kepada orang yang bersyukur, Allah berjanji akan menambahkan kenikmatan baginya. Sesuai dengan firman-Nya yang sangat populer berikut ini.

QS. Ibrahim (14): 7
Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Jadi, orang yang bersyukur, ia sebenarnya sedang berdoa kepada Allah tanpa menggunakan kalimat meminta. Apalagi kalimat perintah. Karena, Allah menjanjikan kepada kita bahwa siapa saja bersyukur, otomatis Dia akan menambahkan barokahnya.

Jadi, jika Anda mensyukuri rezeki-Nya yang telah dikaruniakan kepada Anda, maka Allah akan menambahkan kenikmatan atas rezeki itu. Seketika. Yakni, saat Anda dijalari oleh perasaan syukur yang sesungguhnya. Tapi, jika syukurnya hanya pura-pura, tentu saja Anda tidak akan merasakan kenikmatannya. Dan, ketika Anda merasa nyaman serta merasa nikmat dengan rasa syukur itu, otomatis Anda sedang positive thinking kepada segala variabel kebaikan di sekitar Anda.

Maka, saat itu juga segala faktor kebaikan akan mendatangi Anda, dan menjadikan kebaikan itu berlipat ganda. Ini sudah dibuktikan oleh penelitian psikologi modern, bahwa positive thinking dan positive feeling ternyata akan memicu bekerjanya mekanisme positip alam semesta yang disebut sebagai servo-mechanism alam bawah sadar. Atau yang dalam Islam disebut sebagai sunnatullah. Bahwa getaran positip akan meresonansi variabel-variabel positip alias kesuksesan, dan sebaliknya getaran negatif akan memicu aktifnya variabel-variabel negatip alias kegagalan.

QS. Asy Syuura (42): 23
... Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri (membalas kebaikan).

QS. Luqman (31): 12
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

Maka, bersyukur memiliki kemustajaban lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berdoa sekedar meminta dengan kata-kata. Karena, bersyukur adalah ungkapan tulus dari hati yang paling dalam, terucap dalam kata-kata, dan kemudian dijalankan dengan perbuatan. Karena itu, Allah berfirman di dalam Al Qur’an bahwa cara bersyukur yang baik adalah pengakuan tulus atas Kepemurahan Allah yang diikuti dengan kerja keras.

QS. Saba’ (34): 13
...Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang (bisa) berterima kasih.

Kalau kita mencermati QS. 14: 7, maka kita akan memperoleh informasi tentang kepastian bahwa Allah akan memberikan tambahan kenikmatan kepada orang yang bersyukur: la insyakartum laaziydannakum ~ jika kamu benar-benar bersyukur, Aku benar-benar akan menambahkan (apa yang kamu syukuri itu).

Penggunaan kata la’ pada ayat di atas adalah bersifat penegasan, bahwa siapa bersyukur dengan sungguh-sunguh, pasti Allah aka menambahkan nikmat kepadanya. Tanpa syarat lagi. Ini berbeda dengan orang yang berdoa alias ’memohon’ secara verbal. Tidak ada kepastian akan dikabulkan, kecuali telah memenuhi syarat dalam berdoa.

Jadi, bersyukur menjadi pilihan cara berdoa yang lebih baik dibandingkan dengan sekedar berdoa verbal. Sehingga, kalau Anda ingin sehat, sebenarnya nggak usah banyak-banyak berdoa secara verbal kepada Allah, cukup banyak-banyaklah bersyukur kepada-Nya atas kesehatan yang telah Anda terima sambil terus menjaga pola makan dan pola hidup Anda. Maka, pasti Allah akan menambahkan kualitas kesehatan Anda. Karena sudah berbuat sesuai dengan sunnatullah.

Jika Anda ingin rezeki yang membahagiakan, juga nggak usah berdoa dengan cara memohon kepada-Nya sambil menunggu ’keajaiban’ tanpa mengusahakannya. Karena Allah lebih suka membantu orang yang bekerja keras mencari rezeki-Nya sambil terus bersyukur atas nikmat yang telah dikaruniakan-Nya. Dan seterusnya. Dan sebagainya.

Dan, yang paling hebat dibandingkan dengan kedua cara di atas adalah berdoa dengan melakukan ’amal kebajikan’. Tidak pakai memohon atau apalagi memerintah Allah, melainkan langsung beramal kebajikan sebanyak-banyaknya. Maka, Allah berjanji memberi balasan berlipat ganda di sisi-Nya, tanpa hitungan lagi.

QS. Al Mukmin (40): 40
... Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, laki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab (tanpa hitungan).

QS. Saba’ (34): 37
... orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal kebajikan, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (derajatnya).

Maka, doa adalah sebuah harapan akan pertolongan Allah yang disampaikan dengan sepenuh hati dan setulus-tulusnya, disertai dengan usaha untuk menggapainya sambil bertawakal kepada-Nya.

QS. Alam Nasyrah (94): 7-8
Maka apabila kamu telah selesai (mengerjakan suatu urusan), (segera) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan (hasilnya) hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

QS. Ash Shaaffaat (37): 61
Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja.

Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~


oleh Agus Mustofa pada 9 Desember 2010 pukul 15:11