Sabtu, 21 Januari 2012

BERKOMUNIKASI LEWAT ALAM BAWAH SADAR ~ ‘MENGINTIP’ EKSISTENSI RUH (5) ~

oleh Agus Mustofa pada 20 Januari 2012 pukul 8:48

PERNAHKAH Anda ‘berbicara’ dengan teman Anda lewat alam bawah sadar? Atau lebih tepatnya, 'berkomunikasi' secara bawah sadar. Sebuah komunikasi tanpa kata, tetapi ‘lawan bicara’ Anda mengerti apa yang Anda maksudkan. Saya kira hampir semua kita pernah.

Ada yang berkomunikasi lewat pandangan mata. Ada yang berkomunikasi lewat bahasa tubuh. Bahkan ada yang berkomunikasi tanpa melihat mata ataupun bahasa tubuh, melainkan lewat ‘perasaan’ saja. Saat hal itu terjadi, Anda tidak sedang berkomunikasi menggunakan pikiran sadar yang bertumpu pada logika dan rasionalitas, melainkan dengan pikiran bawah sadar yang mengandalkan ‘perasaan’.

Ada dua orang sahabat karib yang saling memandang, tiba-tiba tertawa terpingkal-pingkal. Menurut Anda, dia menggunakan bahasa logika ataukah bahasa perasaan? Atau, ada seorang kawan dekat bercerita pengalamannya yang menarik, tetapi sebelum selesai menyampaikan, Anda sudah memotongnya, ’’Cukup, cukup, bwahhaha…, Aku sudah mengerti maksudmu..!’’ Menurut Anda itu mekanisme sadar atau bawah sadar?

Saya sendiri sering menyanyikan suatu lagu yang sama dengan yang dinyanyikan isteri, tanpa sengaja. Dalam sebuah perjalanan mengendarai mobil, tiba-tiba saya menyanyikan sebuah lagu favourite saya. Uniknya, dalam waktu sama istri saya juga menyanyikan lagu itu, pada bait yang sama, dengan nada dasar yang sama, bersamaan pula. Menurut Anda itu, mekanisme sadar ataukah bawah sadar?

Kasus begini sangat banyak terjadi di sekitar kita. Bisa antara kawan dekat, antara suami isteri, antara ibu dan anak, antara sepasang kekasih, antara saudara, dan orang-orang yang memiliki kedekatan psikologis. Kenapa ini bisa terjadi? Inilah yang disebut ‘resonansi energial’ itu. Tidak lewat panca indera, lantas ke otak. Melainkan lewat lorong energi antara Jantung-Otak, dan langsung ditangkap sistem limbik di otak tengah.

Cara kerjanya jauh lebih cepat dibandingkan dengan kerja pikiran sadar. Jika Anda menggunakan pikiran sadar, maka mekanismenya menjadi begini: sebuah ‘cerita lucu’ didengar oleh telinga, kemudian diubah menjadi gelombang listrik oleh gendang telinga dan perangkat telinga bagian dalam, lantas diteruskan ke pusat pendengaran di otak. Sinyal listrik di pusat pendengaran itu kemudian disebarkan ke seluruh bagian otak untuk dibandingkan dengan memori tentang ‘kelucuan’. Jika sinyal itu cocok dengan memori lucu yang tersimpan di otak, maka otak memperoleh persepsi ‘lucu’. Dan lantas memerintahkan organ-organ dan kelenjar yang terkait dengan tertawa. Mungkin sambil mengeluarkan air mata, ‘ginjal-ginjal’ alias jingkrak-jingkrak, dan lain sebagainya, dan seterusnya.

Wah, ‘lambat’ sekali..! Apalagi, kalau lantas didahului proses berpikir secara logis-rasional: ‘’ini lucu apa nggak ya secara rasional..?! Atau: ‘’masuk akal nggak ya kalau cerita ini disebut lucu..?! Dan logis nggak ya, kalau aku tertawa..??!’’ Waduuhh, tambah semakin lambat aja, hhehe..!

Meskipun, itu hanya terjadi dalam orde detik. Tetapi, itu jauh kalah cepat dibandingkan dengan proses bawah sadar yang menggunakan perasaan. Perbandingannya sekitar 200 ribu kali lipat. Pikiran sadar hanya bisa mengolah data maksimum sekitar 10 bit secara bersamaan. Sedangkan alam bawah sadar bisa mengelola data sampai 2 juta bit secara bersamaan.

Mekanisme bawah sadar bekerja secara spontan. Mirip orang yang fobia kecoa, lantas dilempari kecoa. Spontan dia akan menjerit dan berlari ketakutan. Begitulah cara kerja alam bawah sadar. Nggak pakai mikir, nggak pakai rasio, nggak pakai logika. Yang ada hanya imajinasi dan perasaan yang bersifat ‘emosional’. Negatif maupun positif.

Mekanisme spontan seperti itulah yang terjadi dalam komunikasi perasaan. Atau komunikasi bawah sadar. Pusat mekanisme tidak di permukaan otak, melainkan berada di lorong energi ‘poros otak-jantung’. Kesamaan frekuensi menjadi landasan utama terjadinya komunikasi bawah sadar itu. Cara kerjanya, mirip dengan pemancar radio dengan pesawat radionya.

Jika Anda memutar tombol radio (jenis radio lama), atau searching secara digital (jenis radio baru), maka itu artinya Anda sedang menyamakan frekuensi pesawat radio Anda dengan stasiun pemancar. Ketika frekuensi sudah matching, maka seluruh informasi yang dipancarkan oleh stasiun radio akan sampai ke pesawat radio Anda. Sangat sederhana, bukan..? Kuncinya, hanya pada kesamaan frekuensi, maka terjadilah resonansi.

Ini juga mirip dengan dua gitar yang disetem sama nada-nada senarnya. Jika dua gitar itu didekatkan, lantas dipetik salah satunya, maka gitar yang lain akan ikut bergetar meskipun tidak dipetik. Itulah resonansi alias imbas getaran. Yang demikian ini akan terjadi juga pada alat-alat musik lainnya yang memiliki tabung resonansi, misalnya alat tiup, atau gong, dan semacamnya. Tabung resonansi itu bakal bergetar-getar seiring dengan frekuensi apa saja yang ada di sekitarnya, asalkan frekuensinyamatching.

Begitulah cara kerja lorong energi di poros Otak-Jantung. Yang dengannya seseorang bisa melakukan komunikasi bawah sadar. Dengan menggunakan perasaan. Gelombang otak yang kekuatan medan magnetiknya hanya sekitar 10^(-13) Tesla akan menjadi ratusan kali lebih kuat jika diproyeksikan ke gelombang jantung yang memiliki medan magnet 5^(-11) Tesla. Dengan kata lain, perasaan yang muncul di sistem limbik akan menjadi jauh lebih kuat ketika bergetar di jantung. Itulah yang kita rasakan sebagai debaran jantung. Gelombangnya bisa kita muati dengan informasi untuk berkomunikasi dengan orang lain, secara telepati. Ataupun makhluk lain.

Pada level Alam Bawah Sadar kita bisa berkomunikasi dengan makhluk berjiwa lainnya. Misalnya dengan binatang atau tumbuhan. Bagi yang tidak punya pengalaman tentang ini, mungkin sulit percaya. Tetapi bagi mereka yang punya hewan peliharaan ataupun hobi bercocok tanam, hal ini sudah biasa. Berkomunikasi dengan mereka, tentu saja, tidak harus dengan bahasa verbal. Tetapi dengan bahasa perasaan.

Suatu ketika, kawan saya ingin mengusir sejumlah ayam yang berkerumun di dekatnya. Ia mengatakan: ‘’Hai ayam, tolong dong kamu pergi dari sini..’’. Hhehe, ayam-ayam itu tidak mau pergi..! Apalagi, pakai bahasa Jawa halus: ‘’Nyuwun sewu poro pithik, panjenengan sedoyo dipun aturi enggal-enggal tindak saking mriki..!’’ Wallah, malah ‘krasan’ mereka.. :) Dengan sederhananya, kawan saya yang lain membentak ayam-ayam itu dengan kata: Huussy..hussy..!! Dan semua ayam itu pun pergi berhamburan.

Kebetulan saya di rumah punya peliharaan puluhan ikan koi. Setiap kali saya lewat di dekat kolam, mereka selalu berebutan berenang di permukaan. Dan kalau saya mencelupkan tangan saya ke air, mereka mendekat semua dengan jinaknya sambil ‘menciumi’ tangan saya. Terserah saya mau berkata dengan bahasa apa, mereka tetap bisa merasakan ‘pancaran perasaan’ saya.

Yang demikian ini juga bisa terjadi pada tanaman. Yang kebetulan, saya juga hobi memelihara berbagai macam tanaman. Daun dan bunga-bunganya menjadi segar-segar ketika kita memberikan perhatian yang tulus kepada mereka. Dan kemudian menjadi layu dan kurus, ketika kita mencuekinya. Itulah ‘bahasa energial’ yang terpancar dari poros otak-jantung. Kuncinya cuma menyamakan frekuensi antara kita dengan mereka yang kita ajak berkomunikasi.

Pada level yang lebih halus, kita akan bisa berkomunikasi dengan makhluk yang lebih rendah derajat hidupnya. Yakni di level Tak Sadar. Bukan berarti, lantas kita harus tidur dulu baru bisa berkomunikasi. Meskipun, istilah Tak Sadar itu memang mewakili kondisi tidur lelap. Ternyata, seseorang bisa merasakan efek ‘tak sadar’ itu pada kondisi sadar. Yakni dengan 'mencampurkan' fase gelombang kesadaran Beta, Alfa, Teta dan Delta dalam komposisi yang pas.

Ketika Anda sedang sadar penuh, maka otak Anda akan memancarkan gelombang Beta pada frekuensi di atas 14 Hz. Jika frekuensi ini diturunkan, maka otak Anda akan memancarkan gelombang Alfa yang bergetar antara 8-13 Hz. Kalau ini diturunkan lagi, otak Anda akan memancarkan gelombang Teta, yang bergetar pada 4-7 Hz. Di fase Alfa-Teta inilah mekanisme bawah sadar bekerja. Lebih rendah lagi, otak kita akan memancarkan gelombang Delta pada getaran di bawah 0,1-4 Hz, dimana kita telah memasuki wilayah ‘Tak Sadar’.

Dengan teknik tertentu, seseorang bisa mencampur fase-fase gelombang kesadaran itu sehingga komposisinya menjadi ‘sangat sedikit Beta’, dicampur ‘agak banyak Alfa-Teta’, dan dipadukan dengan ‘cukup banyak Delta’. Efeknya, ia akan berada di persimpangan antara Sadar, Bawah Sadar dan Tak Sadar. Orang itu, akan bisa merasakan getaran-getaran dari alam Tak Sadar. Mulai dari tingkat seluler, sampai ke molekul, atom-atom, dan partikel-partikel penyusunnya.

Sehingga, dia bukan hanya bisa merasakan dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri, melainkan bisa merasakan dan berkomunikasi dengan alam semesta. Bisa membaca ‘tanda-tanda’. Bisa merasakan informasi yang tidak tertangkap oleh orang lain, yang memang fase kesadarannya belum bisa mencapai Delta. Orang semacam ini menjadi ‘waskita’. Jauh lebih tajam dibandingkan dengan mereka yang hanya memancarkan gelombang Beta di fase ‘Sadar’, ataupun Alfa-Teta di fase Bawah Sadar. Karena, ketika bisa memasukkan unsur Delta secara harmonis, ia akan masuk ke wilayah ‘benda mati’. Berkomunikasi dengan mereka tanpa bahasa verbal, tapi bisa merasakan dan memahaminya.

Itulah yang diceritakan oleh Al Qur’an, terjadi pada Nabi Daud dan Nabi Sulaiman yang bisa berkomunikasi dengan binatang, angin, gunung-gunung, dan bahkan bangsa jin. Mekanisme ini pula yang terjadi ketika Allah menyampaikan wahyu kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Atau sebaliknya, seluruh alam bertasbih mengagungkan Sang Penguasa Jagat Raya.

QS. Fush shilat (41): 12
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

QS. Saba’ (34): 10
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami wahyukan): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya,

QS. Al Israa’ (17): 44
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

~ Salam Mengintip Eksistensi Ruh ~

Jumat, 20 Januari 2012

RUH ‘BERSEMAYAM’ DI ALAM TAK SADAR ~ ‘MENGINTIP’ EKSISTENSI RUH (4) ~

oleh Agus Mustofa pada 19 Januari 2012 pukul 12:54

ADA tiga lapis kesadaran pada manusia, yakni ALAM SADAR yang bekerja di permukaan otak, ALAM BAWAH SADAR yang bekerja di poros otak tengah-jantung, dan Alam Tak Sadar yang bekerja di tingkat selular serta benda-benda penyusunnya yang mikroskopik.

Jika dikaitkan dengan struktur diri manusia, maka Alam Sadar lebih didominasi kinerja badaniyah dengan mengandalkan panca indera. Berdasar masukan dari panca indera itulah ‘pikiran sadar’ atau ‘alam sadar’ kita terbentuk. Sehingga, segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera disebut gaib, atau supranatural, atau paranormal, dan sebangsanya. Di wilayah ini pula sains bertumpu dengan bukti-bukti yang kasat mata. Jika tidak bisa dibuktikan secara kasat mata, disebutlah sebagai ‘tidak saintifik’.

Alam yang lebih luas dan memiliki potensi jauh lebih dahsyat adalah Alam Bawah Sadar. Disini mekanisme kerjanya didominasi oleh kekuatan jiwa alias nafsiyah. Sebagiannya bisa dideteksi secara kasat mata, dan sebagiannya lagi mulai tidak kasat mata. Sebagiannya bisa disadari, tapi sebagiannya lagi tidak bisa disadari. Karena itu diistilahkan ‘alam bawah sadar’ – alam yang ‘samar-samar’ tertangkap kesadaran kita.

Orang-orang yang sudah mengungkung dirinya dalam koridor ilmu materialistic semacam Fisika dan Biologi ‘saja’, biasanya tak mau alias ogah mengutak-atik wilayah ‘bawah sadar’ ini. Kecuali mereka yang berpikiran out box. Tetapi, para ilmuwan Psikologi, justru sangat bergairah mengeksplorasi alam bawah sadar. Apakah para psikolog ini bekerja dalam koridor yang tidak saintifik? Hhehe, begitulah ‘tudingan’ sebagian ilmuwan materialistik. Sehingga, ada yang menyebutnya sebagai pseudo-sciencealias ‘Sains Bohong-bohongan’… :(

Tetapi ternyata perkembangan ilmu Bawah Sadar ini luar biasa pesatnya di dekade-dekade terakhir. Tudingan pseudo-science itu semata-mata karena para ahli psikologi itu membangun pola eksplorasi yang berbeda dengan para penudingnya. Tetapi, sebenarnya mereka juga bekerja berdasar bukti-bukti penelitian, yang tidak saja berdampak secara psikologis. Melainkan, juga berdampak sampai fisiologis. Dalam ranah kedokteran, tentu Anda tidak asing dengan penyakit psikosomatis, yakni penyakit yang muncul pada badan tetapi disebabkan oleh faktor psikologis. Ini menjadi bukti sederhananya.

Saya punya seorang sahabat karib yang ahli Psycho-Neuro Imunology : Prof. Dr. dr. S. Taat Putra, MS, guru besar di FK Unair Surabaya. Ia mempelajari kaitan antara jiwa (psycho) dengan struktur saraf (neuro) dan sistem kekebalan tubuh (imunitas). Disana kelihatan sekali hubungan antara JIWA yang ENERGIAL dengan struktur SARAF yang MATERIAL itu. Dan, yang jelas, ilmu ini tidak termasuk dalam pseudo-science atau apalagi paranormal..!

Beliau sangat menyadari bahwa ilmu Biologi, Fisika, Kedokteran, Kimia, Matematika, bahkan Sosiologi, dan sebagainya, itu tidak bisa berdiri sendiri. Hanya pada tataran yang masih sangat dasar sajalah, ilmu-ilmu itu bisa dipetak-petakkan sedemikian rupa. Padahal dalam skala yang lebih luas, pada kenyataannya semua ilmu itu harus menyatu untuk digunakan memahami fenomena alam.

Sehingga suatu ketika dia mengatakan kepada saya: ‘’Pak Agus, saya kira para dokter harus belajar Fisika Quantum. Karena ternyata di tingkat selular kita mulai menemukan kesulitan memahami substansi sebuah penyakit. Penyebab penyakit itu kalau ditelusuri bisa bersumber atau dipengaruhi oleh partikel-partikel yang lebih kecil, sampai ke tingkat Quantum.’’

Ya, alam Bawah Sadar adalah alam ‘setengah gaib’ yang mulai menuai kontroversi. Karena sebagian pakar materialistik-energetik menolak, sedangkan pakar Psikologi, Psikiatri, dan Biokuantum mengakuinya. Kita tunggu saja perkembangannya lebih lanjut.

Nah, di alam bawah sadar inilah JIWA manusia berkiprah. Pusat aktifitasnya bukan hanya di cortex cerebri alias kulit otak, melainkan lebih ke dalam, di bagian tengah otak yang bernama Sistem Limbik, menembus sampai ke jantung. Inilah yang saya sebut sebagai poros otak-jantung. Yang di ilmu kedokteran dikenal sebagai Axis Brain-Heart tetapi dipahami hanya sebagai jalur hormonal dan neurotransmitter belaka.

Pemahaman secara energial, akan menunjukkan kepada kita bahwa disana ada ‘LORONG ENERGI’ yang menghubungkan otak sebagai pusat kecerdasan dengan jantung sebagai organ resonansi. Getaran-getaran resonansi sepanjang lorong itu menjadi semacam radar tak kasat mata, yang memunculkan ‘perasaan’. Yang secara awam, kita rasakan sebagai debar jantung, di dalam dada. Saya tidak akan membahas masalah ini lebih detil disini, karena akan memakan ruangan yang lebih besar. Saya sudah membahasnya dalam buku DTM-32: ‘ENERGI DZIKIR Alam Bawah Sadar’.

Point pentingnya adalah, bahwa Alam Bawah Sadar yang lebih ‘bermain’ di wilayah energial alias ‘kejiwaan’ yang tak kasat mata itu jangan dianggap tak ada. Atau, bahkan tidak saintifik. Justru ini akan menjadi ladang eksplorasi ilmu pengetahuan masa depan yang semakin menggairahkan. Dan akan meninggalkan ilmu-ilmu materialistik yang konvensional sebagai sejarah masa lalu dalam koridor yang sempit. Ilmu-ilmu seperti Psycho-Neuro Imunology, Psycho Cybernetics, dan Bio-Quantum, akan semakin populer ke masa depan. Ilmu-ilmu yang akan menguak kekuatan JIWA di alam bawah sadar, atau lebih dalam lagi.

Yang ketiga, adalah wilayah Alam Tak Sadar. Inilah yang terkait dengan ‘wilayah kekuasaan’ Ruh. Jika Alam Sadar dan Bawah Sadar hanya berkutat pada potensi OTAK, maka alam Tak Sadar ini sudah masuk lebih dalam ke penyusun otak dan tubuh kita. Yakni, miliaran sel-sel otak, dan triliunan sel-sel tubuh. Termasuk sampai ke penyusun sel berupa molekul, atom, partikel sub atomik, sampai quark, dan partikel-partikel quantum, ataupun 'sesuatu' yang lebih substansial lagi.

Alam Tak Sadar ini memiliki KECERDASAN-nya sendiri di luar kendali pikiran sadar ataupun bawah sadar. Justru, Alam Tak Sadar inilah yang membentuk kecerdasan alam sadar dan bawah sadar. Otak hanya bisa mengendalikan bagian tubuh setingkat organ seperti jantung, paru, ginjal, pencernaan, panca indera, dan sebagainya. Baik secara sadar maupun bawah sadar. Tetapi, otak tak kuasa lagi mengendalikan pembelahan sel-sel. Metabolisme sel. Dan berbagai reaksi-reaksi seluler lainnya. Apalagi untuk mengendalikan molekul-molekul agar bergerombol dan bekerjasama. Apalagi mengendalikan atom-atom, dan partikel-partikel sub atomic, sampai ke quark. Otak tak mampu lagi.

Maka, jangan menggunakan rasionalitas dan logika lagi untuk MERASAKAN kecerdasan Alam Tak Sadar ini. Cara yang lebih sesuai adalah menggunakan bahasa ENERGIAL, berupa getaran gelombang resonansi. Karena di sel-sel itu masih terdapat getaran gelombang. Sebagaimana juga di tingkat molekuler, atomik maupun sub atomik, sampai ke tingkat partikel dasar.

Getaran-getaran mereka itulah yang menghasilkan frekuensi, dan bisa meresonansi jiwa kita. Meresonansi lorong energi di antara Otak-Jantung. Dan muncul sebagai ‘perasaan’. Inilah yang oleh Al Qur’an disebut sebagai Qalbu, dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai ‘Hati’. Dan kemudian rancu dengan liver. Padahal itu mengacu ke jantung.

Di dalam Al Qur’an ada dua istilah untuk HATI, yaitu: Qalbu dan Fu-aad. Qalbu merujuk ke jantung, sedangkan Fu-aad merujuk ke Otak, khususnya Sistem Limbik. Maka, kalau kita menyebut HATI, itu berarti merujuk ke Qalbu dan Fu-aad sekaligus. Alias POROS OTAK-JANTUNG. Yaitu, suatu sistem resonansi energial yang berfungsi sebagai radar jiwa, dimana dengannya kita bisa 'memahami' sesuatu lewat mekanisme ‘perasaan’. Bukan menggunakan logika maupun rasionalitas.

Nah, begitulah kurang lebih, cara menghubungkan JIWA Anda dengan Ruh Universal; yang dalam istilah Al Qur’an disebut sebagai ber-DZIKIR. Kurang lebih begitu pula teknik DZIKIR Alam Bawah Sadar yang saya jelaskan dalam buku DTM-32. Yakni, sebuah teknik pengaturan fase gelombang kesadaran otak agar kita bisa ‘merasakan’ getaran halus yang berasal dari ruh kita, maupun Ruh-Nya yang telah meliputi alam semesta. Di getaran halus itulah, Anda akan memperoleh informasi-informasi yang ‘tidak terpikir’ oleh kulit otak yang hanya bekerja secara logika dan rasionalitas..!

QS. Al Anfaal (8): 2
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila DISEBUT nama Allah (dzikrullah) BERGETAR-lah HATI mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah keimanan mereka (karenanya). Dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.

Perpaduan antara fungsi 'kulit otak' yang logis-rasional dengan 'poros otak-jantung' yang penuh perasaan, akan menghasilkan kualitas AKAL yang prima. Karena, perasaan bawah sadar memang tidak boleh dilepaskan sendirian, tanpa kontrol pikiran sadar. Allah menyebut orang-orang yang bisa memadukan keduanya secara seimbang itu sebagai ULUL ALBAB. Yaitu, orang yang senantiasa berdzikir dengan perasaan halusnya, serta berpikir dengan logika dan rasionalitasnya secara ilmiah. Memadukan antara alam sadar dan alam bawah sadarnya.

QS. Ali Imran (3): 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulul albab), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah (dzikrullah) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan bertafakur (berpikir secara ilmiah) tentang penciptaan langit dan bumi. (Sampai memperoleh kesimpulan): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Subhanaka (MAHA HEBAT ENGKAU), maka peliharalah kami dari siksa neraka.

~ Salam ‘Mengintip Eksistensi Ruh’ ~

Kamis, 19 Januari 2012

TIDAK ADA ‘BENDA MATI’ DI ALAM SEMESTA ~ ‘MENGINTIP’ EKSISTENSI RUH (3) ~

oleh Agus Mustofa pada 19 Januari 2012 pukul 6:42

Sudah lama saya ‘curiga’, bahwa di alam semesta ini tidak ada benda mati. Apa yang kita sebut sebagai benda mati itu agaknya adalah ‘makhluk hidup’. Cuma, karena derajat kehidupannya yang sedemikian 'rendah', kita mengira ia tidak hidup. Padahal, seluruh alam semesta ini sebenarnya telah diliputi oleh Ruh Kehidupan yang menggiringnya menuju suatu tujuan tertentu.

Manusia adalah makhluk hidup. Sebagaimana hewan dan tumbuhan juga adalah makhluk hidup. Penyusun terkecil dari makhluk hidup itu adalah sel. Pada tingkat ini, sel disepakati oleh para ahli biologi sebagai unit terkecil kehidupan. Lebih kecil dari sel, yakni molekul, sudah dikategorikan sebagai benda mati. Apalagi atom dan partikel-partikel penyusunnya.Tapi, terus terang saya curiga, jangan-jangan molekul, atom dan partikel-partikel itu adalah benda hidup juga.

Sesuatu dikatakan sebagai makhluk hidup jika memiliki ciri-ciri kehidupan. Diantaranya yang paling dasar adalah: bergerak, bereaksi, bertumbuh, berkembang biak, dan punya tujuan. Kalau soal ‘bergerak’, saya kira kita sudah sama-sama tahu bahwa TIDAK ADA benda DIAM di seluruh alam semesta. Mulai dari yang mikroskopik sampai makroskopik, semuanya bergerak. Gunung yang kelihatan diam itu pun sebenarnya sedang bergerak seiring dengan rotasi bumi.

Apalagi molekul-molekul, atom-atom, dan partikel-partikel, semuanya sedang bergerak dan bergetar-getar. Jadi, untuk ciri yang pertama ini, semua ‘benda mati’ sudah memenuhi syarat makhluk hidup. Yang kedua, ‘bereaksi’. Saya kira kita juga tahu bahwa semua benda memberikan ‘reaksi’ dalam skala yang berbeda-beda. Sehingga dalam ilmu Fisika yang membahas tentang benda-benda mati pun dikenal adanya hukum ‘aksi-reaksi’.

Dan pada kenyataannya, memang benda-benda di sekitar kita ini memberikan reaksi. Gunung memberikan reaksi. Lempeng bumi memberikan reaksi. Awan, angin, laut, suhu, tekanan, dan semua variable-variabel yang kita kenal sebagai makhluk mati itu selalu memberikan reaksi. Tentu saja dalam bentuk yang berbeda dengan manusia, hewan dan tumbuhan.

Yang ketiga, ciri bertumbuh dan berkembang biak. Apakah gunung-gunung bertumbuh? Tentu saja. Mulai dari awal mula pembentukannya, sampai kini menjulang tinggi di angkasa. Gunung Himalaya pun sampai sekarang tetap bertambah tinggi beberapa sentimeter di ujung Mount Everest. Demikian pula bebatuan, mereka bertumbuh dan berkembang-biak, sejak awal penciptaan Bumi dimana ‘gas percikan matahari’ ini membeku menjadi Bumi. Lantas, mengendap sebagai bebatuan keras, kemudian melapuk seiring waktu, tekanan, suhu, erosi, dan abrasi menjadi beribu-ribu jenis batu di muka bumi.

Lebih mendasar lagi, apakah seluruh benda di alam semesta ini bertumbuh dan berkembang biak? Tentu saja. Perhatikanlah sejarah munculnya segala macam benda. Awalnya cuma lautan energi sop kosmos di pusat alam semesta. Kemudian berkembang dan bertumbuh menjadi quark, bertumbuh dan berkembang menjadi partikel-partikel dasar, berlanjut menjadi ratusan jenis atom, kemudian membentuk molekul-molekul yang jumlahnya jauh lebih banyak lagi, dan akhirnya membentuk segala macam benda di alam semesta ini.

Ternyata seluruh benda mati itu bertumbuh dan berkembang biak sepanjang miliaran tahun penciptaannya. Tentu saja jangan meminta mereka berkembang biak seperti manusia, yaitu melalui kehamilan. Karena binatang dan tumbuhan pun berkembang biak dengan cara mereka sendiri-sendiri. Ada yang yang lewat telur. Ada yang lewat tunas. Lewat cangkok dan setek. Atau, bahkan cuma ditancapkan ke tanah. Atau, seperti makhluk-mahluk bersel satu yang membelah diri secara duplikasi.

Benda mati bertumbuh dan berkembang biak dengan caranya sendiri. Tetapi lihatlah, mereka telah beranak-pinak sepanjang usia dan sejarah ‘kehidupannya’. Siapa bilang mereka mati..? :) Bahkan, mereka juga punya ‘tujuan hidup’.

Partikel-partikel graviton punya ‘tujuan hidup’ agar seluruh benda-benda langit tidak tercerai berai sehingga bertabrakan satu sama lain secara massal. Ia bertanggungjawab untuk mengikat alam semesta dengan gaya gravitasi. Partikel-partikel foton punya ‘misi’ dan ‘tujuan hidup’ agar seluruh benda-benda bermuatan listrik bisa berinteraksi. Sehingga terbentuk atom, molekul, termasuk badan manusia dan mekanisme kerja otak kita yang berbasis pada sinyal-sinyal listrik.

Tanpa adanya foton yang merangkai benda secara kelistrikan, triliunan sel dan organ-organ tubuh manusia tidak bisa bekerja. Anda tak akan bisa berpikir dan beraktifitas apa pun. Bahkan, tubuh kita bakal buyar, karenanya. Tak ada atom, tak ada molekul, tak ada sel. Sungguh sebuah ‘misi hidup’ yang bukan main strategisnya, yang dibawa oleh partikel Foton.

Partikel-partikel Gluon dan Boson malah lebih strategis lagi. Karena mereka 'berkarya' di level inti atom dan pembentukan partikel sub atomik. Yaitu yang disebut sebagai gaya nuklir kuat dan gaya nuklir lemah. Tanpa mereka tidak bakalan ada penyusun inti atom seperti proton dan neutron. Dan inti atom pun bakal pecah berhamburan. Dengan kata lain, alam semesta ini tidak terbentuk. Dan hanya berupa lautan energi belaka.

Woow, ternyata semua BENDA MATI punya ‘misi kehidupan’. Juga berkembangbiak. Juga bereaksi terhadap segala peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Juga selalu bergerak, dan lain-lain fungsi kehidupan. Hanya orang-orang yang terkungkung pada ‘kesombongan’ dan ‘pikiran sempit’ saja yang mengatakan semua ini tidak punya tujuan, tidak bergerak, tidak bereaksi, dan tidak berkembang biak. Ringkas kata tidak hidup, alias mati. Dan sebaliknya, orang-orang yang berpikir ‘out box’  bakal ‘bisa melihat’, bahwa ternyata semua ini adalah sebuah ORGANISME TUNGGAL. Bahwa ternyata Alam semesta adalah ORGANISME HIDUP yang sedang menjalankan misi kehidupannya..!

Seluruh komponen penyusunnya, mulai dari yang terkecil sampai kepada yang terbesar, semuanya adalah variable-variable hidup yang berkembang biak dan punya misi kehidupan parsial, untuk kemudian menyatu padu dalam misi universalnya. Karena itu jangan heran kalau Al Qur’an mengatakan seluruh alam semesta ini sebenarnya sedang BERTASBIH kepada Sang Pencipta Kehidupan…

QS. Al Israa’ (17): 44
LANGIT yang tujuh, BUMI dan semua yang ada di dalamnya BERTASBIH kepada Allah. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi KAMU sekalian TIDAK MENGERTI tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Di ayat yang lain, Allah menceritakan bagaimana gunung-gunung dan burung-burung bertasbih bersama Nabi Daud. Di ayat yang lain lagi, Allah menyebut petir dan guruh juga sedang bertasbih, dan takut kepada Sang Penguasa Alam Semesta.

QS. Al Anbiyaa (21): 39
Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum; dan kepada masing-masing mereka (Daud & Sulaiman) telah Kami berikan hikmah dan ilmu. Dan telah Kami tundukkan GUNUNG-GUNUNG dan BURUNG-BURUNG, semua BERTASBIH bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya.

QS. Saba’ (34): 10
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. "Hai gunung-gunung dan burung-burung, BERTASBIHLAH berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya,

QS. Ar Ra’d (13): 13
Dan GUNTUR itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya…

Kenapa semua makhluk di seluruh penjuru alam semesta, bahkan alam semesta itu sendiri, bisa bereaksi, bergerak, berkembangbiak, dan punya misi kehidupan? Ya, karena mereka telah diliputi oleh Sang Ruh yang HIDUP. Sehingga, seluruh penjuru langit dan bumi menjadi terimbas sifat-sifat ‘Kehidupan-Nya’. Tentu, dalam skala yang berbeda-beda sesuai dengan desain penciptannya. Dalam skala makhluk dengan segala keterbatasannya...

QS. Al Baqarah (2): 255
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia YANG HIDUP lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya SEGALA yang di LANGIT dan di BUMI. Tidak ada yang dapat memberi pertolongan di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui segala yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa pun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Singgasana (Kekuasaan) Allah MELIPUTI langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

~ Salam Mengintip Eksistensi Ruh ~

RUH TIDAK DIMINTAI PERTANGGUNG-JAWABAN ~ 'MENGINTIP’ EKSISTENSI RUH (2) ~

MASIH banyak yang rancu antara JIWA dan RUH. Dalam bahasa aslinya di Al Qur’an, keduanya menggunakan istilah yang berbeda. JIWA menggunakan kata NAFS (tunggal) dan ANFUS (jamak). Sedangkan RUH tetap menggunakan istilah RUH (tunggal), dan jamaknya ARWAH. Tetapi, saya belum menemukan penggunaan kata ruh dalam bentuk jamak di Al Qur’an. Selalu dalam bentuk tunggal.

Kerancuan itu, bahkan juga terjadi di terjemahan ayat-ayat Qur’an keluaran Depag. Yakni menerjemahkan kata ‘nafs’ atau ‘anfus’ dengan ruh. Mestinya diterjemahkan sebagai ‘jiwa’. Misalnya, dalam ayat berikut ini.

QS. At Takwiir (81): 7
Dan apabila ruh-ruh (anfus) dipertemukan (dengan tubuh),

Dan kemudian merembet ke pemahaman ayat berikut ini, saat JIWA diminta bersyahadat oleh Allah di dalam rahim. Di ayat ini jelas menggunakan istilah ANFUS (jiwa-jiwa). Tetapi, masih banyak umat Islam yang memahaminya sebagai ‘ruh-ruh’. Meskipun dalam Al Qur’an Depag sebenanya sudah diterjemahkan sebagai  ‘jiwa’. Sehingga ada kepahaman yang salah kaprah tentang adanya ‘alam ruh’ dimana ruh-ruh manusia diminta bersyahadat. Padahal, mestinya proses bersyahadat itu terjadi di dalam rahim, sesaat setelah bertemunya sel telur dan sperma.

QS. Al A’raaf (7): 172
Dan, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari organ reproduksi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap JIWA-JIWA (anfus) mereka: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Benar (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi". (Yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lalai terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Dari sini, kita juga bisa memperoleh informasi penting bahwa RUH itu TUNGGAL, dan SAMA untuk seluruh makhluk. Sedangkan JIWA bisa berbeda-beda pada setiap makhluk hidup. Jadi ruh saya dan ruh Anda SAMA. Tetapi jiwa kita berbeda.

Ibarat komputer dengan sumber listriknya. Jika Listrik diibaratkan ruh, maka komputer itu ibarat badan manusia dengan jiwanya. Badannya berupa hardware, jiwanya berupa software. Listriknya sama. Anda bisa menancapkan colokan listrik itu dimana saja, hasilnya tetap sama. Meskipun komputer Anda dari merek dan spesifikasi yang berbeda-beda.

Nah, lagi-lagi ibarat komputer, substansi dasarnya adalah software. Bukan hardware ataupun listrik. Keberadaan hardware dan listrik itu ada dalam rangka mewujudkan peran software. Kurang lebih begitulah manusia. Yang substansial adalah JIWA. Bukan jasad atau ruh. Karena itu yang kelak dimintai pertanggungjawaban oleh Allah (dan manusia) juga bukan jasad ataupun ruh, melainkan jiwa.

Tidak ada ‘ruh baik’ dan ‘ruh jahat’. Ruh itu sekedar potensi ketuhanan. Bergantung pada jiwanya, apakah dia mau menggunakan potensi itu untuk kebaikan ataukah kejahatan. Misal, sifat BERKUASA, bisa saja digunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Sifat BERKEHENDAK, juga bisa untuk kebaikan atau kejahatan. Sifat Mendengar, Melihat, Berilmu, Berbuat, dan seterusnya, awalnya sekedar potensi ruh, dan kemudian menjadi baik atau jahat ketika diterapkan oleh jiwa. Maka, jiwa harus mempertanggung-jawabkan semua itu. Bukan ruh, bukan jasad.

Potensi kemanusiaan berada di Jiwa. Dan kualitas jiwa itu pula yang membedakan seseorang dengan orang yang lain. Baik ataupun jahat. Karena itu kalau jiwanya sakit, ia tidak dimintai pertanggung-jawaban. Kalau badannya yang sakit, masih dimintai pertanggungjawaban. Meskipun nanti menunggu saat kesehatannya sudah membaik. Sedangkan ruh tidak bisa sakit ataupun sehat. Dia sekedar potensi dasar. Karena itu, berbagai ayat Al Qur’an menjelaskan tentang kualitas jiwa yang terus mengalami proses penyempurnaan itu.

QS. Asy Syams (91): 7-10
Demi JIWA (nafs) serta proses penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) KEBURUKAN (fujur) dan KEBAIKAN (takwa), sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Maka kita mengenal beberapa kualitas jiwa. Diantaranya, ada jiwa yang jelek dan merusak, disebut sebagai ‘hawa NAFSu’ atau ‘NAFSul hawa’. Ada yang emosional tak terkendali disebut ‘NAFSul amarah’. Ada yang sedang berproses menjadi baik dan suka menyesali perbuatan buruknya, disebut NAFSul lawwamah. Dan ada pula jiwa yang sudah TENANG & DAMAI, disebut ‘NAFSul Muthmainnah’. Yang terakhir ini disebut sebagai tingkatan yang sangat tinggi dari kualitas jiwa, yang digambarkan dalam ayat berikut ini.

QS. Al Fajr (89): 27 – 30
Hai jiwa yang tenang dan damai (nafsul muthmainnah). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.

Lantas, bagaimanakah hubungan antara badan, jiwa dan ruh itu? BADAN adalah eksistensi yang bersifat material, JIWA adalah eksistensi yang bersifat energial, sedangkan RUH adalah eksistensi yang belum diketahui zatnya, tetapi memuat informasi. Tanpa ada informasi, badan dan jiwa kita tidak akan berfungsi. Sel-sel kita akan berhenti berproses. Tidak ada metabolisme, tidak ada regenerasi, tidak ada duplikasi, tidak ada reaksi-reaksi apa pun di tingkat selular, organik, maupun tubuh secara keseluruhan. Tubuh kita tak lebih hanya akan menjadi onggokan material tanpa aktifitas kehidupan.

Demikian pula, tanpa ada informasi dari ruh, jiwa kita juga bakal stagnan. Karena struktur energi dalam jiwa kita bekerja seiring dengan struktur materi badan. Khususnya otak. Jika otak mati, maka energi kehidupan yang berupa jiwa di balik otak itu pun ikut mati. Sinyal-sinyal kelistrikan yang dipandu oleh informasi ruh di miliaran sel-sel sarafi itulah yang menghasilkan kualitas jiwa.

Maka, dimanakah ruh dan dimanakah jiwa? Ruh meliputi seluruh tubuh manusia, mulai dari tingkat selular, organik, sampai totalitas tubuh. Pokoknya dimana ada informasi kehidupan, maka disitu ada ruh. Rambut kita hidup, maka ia diliputi oleh ruh. Kuku jari kaki kita juga hidup, ia pun diliputi ruh. Sedangkan jiwa, adalah software yang inheren di dalam sirkuit-sirkuit sarafi otak kita. Sehingga kalau sirkuit-sirkuit itu mengalami kerusakan, jiwa pun akan mengalami masalah.

Hubungan antara badan, jiwa dan ruh pada manusia yang hidup, memang tidak bisa dipisah-pisahkan. Badan dan jiwa itu mirip dua sisi yang berbeda dari satu keping mata uang yang sama. Karena, materi dan energi memang bisa saling berubah menjadi satu sama lain. Sedangkan ruh, ‘menyifati’ keduanya. Atau, mengendalikan proses-proses material-energial secara informasi berdasar ‘sifat-sifat’ itu.

Maka, ketika suatu saat badan seseorang manusia rusak total, dan kemudian mati, struktur energialnya masih bisa lepas sendiri di dalam pengaruh ruh. Dalam ilmu kedokteran jiwa disebut sebagai badan halus alias bioplasma. Itulah yang diceritakan Al Qur’an, bahwa orang yang mati itu sebenarnya masih hidup di alam jiwa. Alam energial. Mirip peristiwa mimpi, dimana badan kita masih berada di atas kasur, tetapi jiwa kita bisa melanglang buana kemana-mana.

QS. Al Baqarah (2): 154
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang GUGUR di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; sebenarnya mereka itu HIDUP. Tetapi kamu tidak menyadarinya.

~ Salam Mengintip Eksistensi Ruh ~

oleh Agus Mustofa pada 18 Januari 2012 pukul 6:52


Rabu, 18 Januari 2012

DIA TELAH MELIPUTI SELURUH CIPTAANNYA ~ 'MENGINTIP' EKSISTENSI RUH (1) ~

oleh Agus Mustofa pada 17 Januari 2012 pukul 8:12

Dikarenakan adanya ruh yang masuk ke dalam jasadnya, maka manusia menjadi ‘terimbas’ sifat-sifat ketuhanan. Seperti: Hidup, Mendengar, Melihat, Berbicara, Berkehendak, Berkuasa, Berbuat, dan lain sebagainya. Ketika ruh telah terlepas dari jasad, maka seluruh sifat-sifat itu pun lenyap dari tubuh manusia.

Jasad adalah onggokan benda mati. Tak lebih dari itu. Meskipun susunannya sangat canggih. Mulai dari energi yang ‘memadat’ menjadi quark, ‘mengkristal’ menjadi partikel, berkelompok menyusun atom, bergerombol membentuk molekul, bekerjasama menjadi sel, dan seterusnya menjadi jaringan, organ, dan tubuh manusia. Semua itu sekedar ‘benda mati’..!

Kehidupan bukan muncul dari proses pembentukan jasad. Karena ‘kehidupan’ muncul dengan cara yang lain, yang sampai sekarang tetap menjadi misteri bagi siapa pun. Apalagi bagi kalangan penganut ‘materialistik’ yang hanya berkutat di benda-benda tampak. Bahkan, kalangan ‘energial’ yang lebih ‘gaib” dibandingkan penganut ‘materilistik’ pun masih bingung dibuatnya. Sehingga keduanya tak berani menyentuh soal ini. Dan menganggapnya sebagai ‘ilmu gaib’ yang ‘tidak saintifik’.

Sedangkan kalangan ‘psikologis’ lebih maju secara saintifik. Mereka bergerak semakin mendekatinya, meskipun hanya berhenti pada ilmu tentang jiwa. Bukan tentang ruh. Karena ilmu tentang ruh ini memang cuma ‘sedikit’. Persis seperti ‘diklaim’ oleh Allah berikut ini.

QS. Al Israa’ (17): 85
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Nah, karena cuma sedikit itulah maka ilmu tentang ruh ini tidak berkembang. Carilah di seluruh dunia sepanjang peradaban manusia, termasuk manusia modern, perkembangan ilmu tentang ruh sangat lamban. Kalau tidak boleh dikatakan ‘stagnan’.

Ini berbeda dengan ilmu jiwa yang berkembang sangat pesat. Dan, lagi-lagi sesuai dengan ‘klaim’ Allah Sang Pemilik ilmu, bahwa ilmu jiwa itu memang ‘bisa dipikirkan’ dan dieksplorasi. Sehingga bermunculanlah ilmu-ilmu tentang jiwa, seperti: psikologi, psikiatri, psikotronika, psiko-neuro imunologi, psiko-cibernetika, dan lain sebagainya.

QS. Az Zumar (39): 42
Allah memegang JIWA (nafs) ketika matinya dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang DEMIKIAN itu terdapat tanda-tanda (pelajaran) Allah bagi orang-orang yang (mau) BERPIKIR.

Begitulah, ketika berbicara tentang RUH, Allah sudah mengingatkan bahwa ilmunya cuma sedikit. Tetapi, ketika berbicara tentang jiwa malah disuruh memikirkannya. Namun, meskipun ‘sedikit’, TIDAK ADA LARANGAN untuk membicarakan ruh. Misalnya, “berbicara ruh hukumnya haram’’, nggak ada. Silakan saja. Tapi, ilmunya ‘cuma sedikit’ lho ya.. :) Karena itu, supaya aman, tetaplah berpegang kepada informasi-informasi ilahiyah. Bukankah kita memang sedang berbicara tentang sifat-sifat-Nya, dalam skala makhluk..? Sifat-sifat Allah yang bersemayam di dalam diri kita: Sang Ruh.

Sifat Hidup, Sifat Mendengar, Sifat Melihat, Sifat Berkehendak, Sifat Berilmu Pengetahuan, Sifat Mencipta, Sifat Menghancurkan, Sifat Memelihara, dan segala sifat-sifat-Nya yang lain. Apakah bisa dipelajari dan dipahami? Tentu saja bisa. Tapi, pasti nanti akan mentok lho ya..! Karena, ini memang tidak muncul dari benda penyusun tubuh kita. Melainkan dari ‘Sesuatu’ yang ‘meliputinya’.

Sifat ‘Hidup’ itu bukan sifat benda. ‘Mendengar’ itu juga bukan sifat benda. ‘Melihat’ juga bukan sifat benda. ‘Berkehendak’ juga bukan. Demikian pula Berilmu, Mencipta, Memelihara, dan lain sebagainya. Itu adalah sifat ‘Sesuatu’ yang hidup. Berasal dari luar materi dan energi. Materi dan energi cuma ketempatan saja. Dari SIAPA ini sumbernya? [Saya ingatkan jangan ‘keliru bertanya’: dari APA ini sumbernya..? :)] Tentu saja, mudah menjawabnya bagi yang ber-Tuhan, tetapi ‘bikin puyeng’ bagi yang tidak bertuhan… :(

QS. Al Baqarah (2): 255
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang HIDUP, lagi terus menerus MENGURUS (alam semesta beserta isinya). Tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tidak ada yang dapat memberi pertolongan di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui SEGALA  yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa pun dari ilmu Allah melainkan yang dikehendaki-Nya. Singgasana (kekuasaan) Allah MELIPUTI langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

QS. Al An’aam (6): 95
Sesungguhnya Allah MENUMBUHKAN butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang HIDUP dari yang MATI dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah ALLAH, maka mengapa kamu masih berpaling (kepada selain Dia)?

QS. Yunus (10): 31
Katakanlah: "SIAPAKAH yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) PENDENGARAN dan PENGLIHATAN, dan siapakah yang mengeluarkan yang HIDUP dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang MENGATUR segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: "MENGAPA kamu tidak BERTAKWA (kepada-Nya)?"

Ya, ruh adalah representasi ‘zat ketuhanan’ yang membawa sifat-sifat-Nya. Apakah itu sifat? Sifat adalah INFORMASI yang menceritakan karakteristik sesuatu. Sifat ‘HIDUP’ membawa informasi tentang kehidupan. Sifat MENDENGAR membawa informasi tentang kemampuan untuk memahami lewat gelombang suara. Sifat MELIHAT membawa informasi tentang kemampuan memahami lewat gelombang cahaya. Sifat MENCIPTA membawa informasi tentang kemampuan mengadakan sesuatu dari ketiadaan. Sifat BERKEHENDAK membawa informasi tentang adanya dorongan untuk melakukan apa saja. Dan seterusnya, dan lain sebagainya.

Itulah Sifat Tuhan. Dan kemudian diimbaskan dalam skala makhluk ke dalam seluruh ciptaan-Nya. Sejak kapan? Sejak Dia menciptakan alam semesta. Dan kemudian berkembang menjadi segala macam benda, energi, ruang, waktu dan peristiwa. Informasi Sifat-sifat-Nya telah inheren di dalam seluruh proses itu.

Maka kemana pun kita menghadap, sebenarnya kita berhadapan dengan-Nya. Dengan Zat-Nya, dengan Sifat-sifat-Nya. Dengan ilmu-Nya. Dengan Kehendak-Nya. Dengan apa saja yang terkait dengan-Nya. Karena semua ini memang telah diliputi-Nya. Bahkan semua ini adalah ‘bagian’ dari Eksistensi-Nya, yang kita pahami dalam sudut pandang makhluk yang serba terbatas.

QS. Al Baqarah (2): 115
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka KEMANA pun kamu MENGHADAP di situlah wajah ALLAH. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Berilmu.

QS. An Nisaa’(4): 126
Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah ALLAH Maha MELIPUTI segala sesuatu.

Itulah yang di dalam al Qur’an disebut sebagai kalimat KUN. Kalimat yang mengandung informasi penciptaan yang mengimbaskan sifat-sifat ketuhanan ke dalamnya, dalam skala makhluk. Lantas bergantung kepada makhluk yang diciptakan itu. Seberapa tinggi kualitas kesempurnaannya. ‘Benda mati’ tentu berbeda derajatnya dibandingkan dengan tumbuhan. Juga berbeda lagi tingkat kesempurnaannya dibandingkan hewan. Dan semakin berbeda dibandingkan manusia.

Tetapi semua makhluk itu mengandung sifat-sifat ilahiah. Hanya saja, kemunculan sifat ilahiah itu adalah seiring dengan derajat kesempurnaan desainnya. Kalau makhluk itu tidak punya mata, tentu saja dia tidak bisa merepresentasikan sifat Maha Melihat. Kalau makhluk itu tidak punya telinga, tentu tidak bisa merepresentasikan sifat Maha Mendengar. Demikian pula dengan mulut untuk berbicara, kaki-tangan untuk bertindak, otak untuk berpikir, dan seterusnya.

Manusia menurut Al Qur’an adalah makhluk yang paling sempurna secara desain penciptaan, dibandingkan dengan benda mati, tumbuhan, dan hewan. Bahkan juga dibandingkan dengan malaikat dan iblis yang berkebangsaan jin. Manusia paling komplet merepresentasikan sifat-sifat ketuhanan. Benda mati misalnya, tidak merepresentasikan sifat Maha Hidup. Hewan misalnya, kurang merepresentasikan sifat Maha Berkarya, Maha Berilmu, dan Maha Berkehendak. Malaikat, juga kurang mererepresentasikan sifat Maha Berkehendak dan Mencipta. Dan iblis kurang merepresentasikan sifat Maha Bijaksana. Tetapi manusia, merangkum seluruh sifat-sifat benda mati, tumbuhan, hewan, iblis dan malaikat di dalam dirinya. Sifat-sifat ketuhanan lebih komplet di dalam diri manusia, dan kemudian disebutlah sebagai Ruh-Nya. Tetapi, manusia cuma mendapat ‘sebagian kecil’ saja: dalam skala makhluk.

QS. Al Hijr (15): 29
Maka ketika telah Ku-sempurnakan kejadiannya, dan telah Ku-hembuskan ke dalamnya sebagianruh-Ku (min ruuhii), maka tunduklah kamu (malaikat dan jin) kepadanya (manusia) dengan bersujud.

Kata ‘min ruuhii’ bermakna ‘sebagian kecil’ ruh-Ku. Dan sejak itulah, manusia membawa sifat-sifat ketuhanan di dalam dirinya. Yang kualitasnya mewujud dalam bentuk jiwa yang beragam sesuai dengan kualitas desain badannya. Ada yang tidak bijak, kurang bijak, lebih bijak, sampai sangat bijak. Ada yang tidak bisa berkarya, lebih bisa berkarya, sampai pandai berkarya. Ada yang tidak berkuasa, lebih berkuasa, sampai sangat berkuasa. Semua itu adalah representasi sifat-sifat ketuhanan di dalam dirinya. Bukan sifat benda-benda penyusun tubuhnya..! Itulah Ruh, yang berisi potensi ilahiah.

Sejak kapan, ruh kemanusiaan ini dihembuskan ke dalam dirinya. Tentu saja sejak ia diciptakan. Kapan tepatnya? Ya, sejak Allah mempertemukan sel sperma dengan sel telur, di dalam rahim maupun di luar rahim. Bayi normal maupun bayi tabung. Sejak saat itulah Allah menghembuskan sebagian ruh-Nya dan meminta jiwanya untuk bersyahadat mengakui Allah sebagai Tuhan dengan segala sifat-Nya. Dan kemudian terekam di alam bawah sadarnya, menjadi sifat-sifat kemanusiaan.

QS. Al A’raaf (7): 172
Dan, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari organ reproduksi mereka (berupa sel telur dan sel sperma). Dan Allah mengambil kesaksian terhadap JIWA (nafs) mereka: "Bukankah Aku ini TUHAN-mu?" Mereka menjawab: "BENAR (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi". (Yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lalai terhadap ini (keesaan Tuhan)",

QS. As Sajdah (32): 9
Kemudian Dia menyempurnakan dan menghembuskan ke dalamnya sebagian ruh-Nya. Dan Dia menjadikan bagi kamu (kemampuan) pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu SEDIKIT SEKALI bersyukur (kepada-Nya).


~ Salam Berupaya Memahami Sifat-Sifat Allah di Dalam Ruh ~

Kamis, 22 Desember 2011

SAYA SUKA MAKAN SESAJI!

Oleh Deasy Ibune Rahman pada 21 Desember 2011 pukul 14:16

"Seorang rekan sekedar bertanya, "Bagaimana hukumnya makan sesajen?"

Hiks.. Nggak tahu deh gimana hukum Al-Qurannya. Karena Al-Quran tidak mengatur sesajen, hanya melarang kita untuk menyekutukan Tuhan. Dan yang pasti, saya bisa membuktikan secara empiris bahwa dalam sesajen tidak ada hal-ihwal dan niatan untuk menyekutukan Allah SWT!

Koq bisa? Itu kan ngasih makan setan?

Sederhana aja bro & sist, emang ada bukti, sedikit dan secuil aja deh, yg menunjukkan kalo setan makan itu nasi sama ayam panggang sama urap-urap dan minum kopi? Kalo manusia berlagak kayak setan iya kali... Tapi kalo setan? Setan yg mana coba? :D Trus, buat apa dong itu sesaji?"

***

Well, kalo saya malah suka banget nungguin makanan gituan, untuk saya habiskan.. Kalo bisa sendirian. Wakakakakak!

Kenapa?

Pertama, masakan yg kata orang untuk sesajen itu, dimasak tanpa diincipi bumbunya. Artinya, cuma tukang masak jagoan, kawakan, punya jam terbang, intinya berpengalaman saja yg bisa masak menu itu.

Kedua, barang dan dzatnya halal koq.. Ayamnya disembelih pake bismillah. Belinya juga dibeli pake uang sendiri, bukan karena merampas milik orang. Dan hampir semuanya dibeli bukan dg pake ngutang :D

Ketiga, semua sesajen itu disajikan "dg cara Islam". Bukan dg cara lain... Lho, koq bisa namanya sesajen itu Islami? Ingat, inna a malu binniat... Sejauh ini yg saya ketahui, bahwa semua pihak yg meletakkan sesuatu apa yg sama orang masih didefinisikan sebagai sesajen itu di meja ternyata bukan buat memberikan makanan buat roh halus atau setan!

Saat akung saya meninggal, nenek dengan telaten meletakkan nasi, ayam, pisang raja, juga kopi dan kembang dalam baskom kecil. Iseng saya tungguin, ternyata beliau, nenek saya yg nggak pernah makan sekolah dan nggak bisa baca-tulis, KTP-nya Islam tapi nggak pernah mengerjakan sholat atau puasa itu, dg lembut dan senyum mengatakan, "Ini semua kegemaran Akungmu saat masih hidup. Ini semua buat mengenang Akung-mu, buat mengenang spirit dalam hidupnya, saat beliau berjuang habis-habisan untuk menghidupi keluarga dan membesarkan Ibu (dan paman-paman)mu hingga dewasa dan kemudian menikah serta melahirkan kamu :D"

Dan ada satu kaca mata hitam juga! Nenek menjelaskan, "Ini kaca mata yg selalu disimpan Akungmu, untuk mengenang perjuangan beliau bersama Bung Karno dulu..."

Kakek-nenek kami memang berasal dan tinggal di Blitar selatan. Dan memang kaca mata itu --dibeli Akung belakangan setelah kondisi Indonesia udah mulai enak dan beliau udah punya cucu-- adalah barang kegemarannya.

"Biar mirip Bung Karno :D" Terang Akung saya kala itu hampir sok memiripkan diri dg teman perjuangannya dulu. Sayangnya kaca mata itu pas saya pakai gk cukup. Maklum, saya kan besar kepala... :))

So, kembali ke menu, saya malah berdosa kalo sampe menuduh itu menu disajikan ke roh atau malah setan... Sebab, usai menata itu sejaian, Uti pun berdoa kepada Allah, agar Akung yg sekarang di alam kubur sana diampuni dosa-dosanya; diterima amalannya; dan dimaafkan segala kesalahannya... Uti berdoa kepada Allah SWT, hakim Maha Adil atas semua hal dan kejadian...

Keempat, bahan menu yg disajikan alami dan enak. Pisang raja terbaik yg dipetik dari kebun belakang rumah. Nasi yg berasnya dari sawah peninggalan Akung saya sendiri, juga ayam kampung yg ditangkap dari pekarangan sendiri. Dan Alhamdulillah yg ditangkap sama Paman saya adalah ayam sendiri, bukan ayam tetangga yg sedang melintas di pekarangan kami untuk mencari jodohnya...

Jadi begitu menu itu "selesai disajikan" hingga sejurus kemudian dianggap nggak bisa dibiarkan terlalu lama lagi karena dikhawatirkan akan segera menghadapi fase melewati batas normalitas kesegaran makanan, segeralah saya pretheli satu per satu.

Slurp... Nasi gurih...
Slurp... Ayam panggang/bakar/goreng bumbu gurih atau bumbu lodho...
Slurp... Urap-urap kangkung....
Slurp... Jenang merah-putih...

Terakhir, pisang raja nan manisnya luar biasa, manis tapi nggak bikin muak kaya gula gitu rasanya :D

Penutupnya, meski agak dingin, berhubung ini kopi sangraian sendiri, tetap saya seruput saja pelan-pelan. Dan berkali-kali saya menyeruput kopi dingin hasil sangraian sendiri gini, perut saya nyatanya nggak pernah kembung. *Perut saya baru langsung kembung kalo kena AC mobil... :(

***

Well... Belakangan tepat setahun setelahnya, Uti saya pun menyusul Akung saya --suaminya tercinta yg telah menemaninya sepanjang hidupnya-- ke alam kubur. Mereka berdua, adalah sisa peninggalan zaman saat para wali udah berhasil mengtrasformasi budaya jaman sebelum Islam ke budaya simbolik Jawa yg lebih Islami.

Bukan untuk ngasih makan setan, namun untuk membuat rangkaian karya seni dalam bentuk kuliner, yg hasil karya kuliner tersebut ternyata -Masya Allah Subhanallah...- untuk mengenang spirit hidup almarhum Akung saya.

Kenapa untuk mengenang Akung saya mesti pakai menu-menu seperti sesajen tersebut, bukan dengan Uti (Nenek) saya bercerita saja di depan cucu-cucunya?

Itu tetap dilakukan. Tapi dg menata menu sedemikian rupa di meja kecil agak di pojokan (agar nggak kena tendangan anak saya yg suka berlarian ke sana ke mari), kami jadi bisa lebih merenung. Lebih kontemplatif dalam mengenang jasa perjuangan hidup Akung kami tercinta.

Jadi, rangkaian menu --yg namanya nggak diubah, tetap disebut sesajen, sesaji, atau sesajian itu-- sebenarnya kalo saya cermati lebih mirip bahasa simbolik. Sebagaimana orang mengatakan dan menceritakan sesuatu yg panjang dan lebar dengan sejumput lirik lagu, seuntai syair puisi, sepenggal prosa, atau sebidang lukisan. Hal yg sepotong tersebut ternyata mengandung makna yang luas, berjuta kali lipat ketimbang lama waktu lagunya, panjang paragraf dalam syair atau prosanya, atau luasan bidang lukisannya.

Rangkaian menu sederhana dalam meja kecil itu, adalah sebuah bahasa simbolik yang merupakan parts pro toto atas sebuah cerita panjang. Yang lama ceritanya adalah sepanjang waktu kehidupan itu sendiri...

***

Saat ini, saat menghadirkan menu lagi untuk mengenang spirit hidup almarhum Akung dan dan almarhumah Uti, Paman saya yg menempati rumah peninggalan kelurga tetap menyajikan menu yg sama.

Hanya terpaksa sekarang ayamnya beli di pasar.. Tapi tetap ayam Jawa/ayam kampung. Dan rasanya tetap sama enaknya.

Sebab di balik gurihnya bumbu yg meresap ke daging ayam tsb, ada cerita tentang leluhur saya: Kakek dan Uti yg dimuliakan para tetangganya; pantas menjadi teladan dan panutan para keluarganya dan masyarakat; dan penuh hikmah dalam mewariskan garis cerita kehidupan kepada anak-cucunya ini...

Satu yg saya dengan dari mulut mereka sendiri, "Akung-Utimu ini Islam.. Tapi mohon maaf, kami memang jauh dari bimbingan para wali yg bertugas menyebarkan agama, yg harusnya memberi tahu kepada kami bagaimana benarnya melaksanakan ibadah dan syariah... Sehingga kami masih belum tahu bagaimana beribadah yg benar. Saat negara sudah enak, kami sudah renta dan sudah tak bisa ngapa-ngapain lagi..."

"Tapi kalian semua sekarang sudah bersekolah. Jadilah anak Indonesia yg baik, dan jadilah moslem yg baik..."

Dan kami bener-bener mendapatkan banyak cerita dari tetangga, dari buanyak orang yg mengetahui dan bisa menjelaskan secara urut, runut, dan runtut tentang kisah hidup Akung kami, memang hari-hari beliau dulu benar-benar sibuk dengan menggarap sawah, yang begitu panen kemudian hasilnya dirampas Jepang.

Hari-hari beliau sibuk keluar-masuk hutan, dengan senjata celurit pun berani melawan Jepang.

Hari-hari Akung adalah sibuk meninggalkan keluarga selama berminggu-minggu: Nenek dan Ibunda saya saat masih kecil, karena harus melarikan diri saat diuber Jepang.

Saat Indonesia baru Merdeka, hari-hari mereka sibuk menata kehidupan. Belum selesai semuanya, sapi dan ternak lain milik Akung dirampas PKI bahkan TNI! Alasan mereka yg merampas adalah buat logistik perjuangan. Dan kedua belah pihak sama-sama mengatakan sebagai pejuang untuk Indonesia...

Saat mereka renta, mereka berdua tetap sibuk menimang cucunya, saat putra-putrinya sibuk bekerja mencari uang.

Dan saat mereka meninggal, kami anak-cucunya, alpa mengajarkan ibadah kepada mereka... :( Jadi sebenarnya, kepada kamilah seyogyanya dosa ini ditimpakan. Astagfirullah hal adzim...

Itulah kenapa, saat saya menggigit sedikit-demi sedikit menu yg terhidang di meja itu, saya pribadi bisa banget meresapi desir perjuangan Akung saya: perjuangan untuk turut mewariskan kemerdekaan sehingga akhirnya saya bisa fesbukan seperti sekarang ini; dan perjuangan menghidupi keluarga, sehingga saya bisa Jumatan seperti biasanya.

Hingga mereka bahkan lupa dan kelewatan untuk memperjuangkan diri mereka sendiri.

***

Saya kangen nasi gurih dan ayam panggang itu; saya rindu urap-urap kangkung dan pisang rajanya. Saya ingin kembali menyeruput kopi manis itu, seolah ada Akung di samping saya...

Apa yg dituturkan oleh Akung saya hanya berulang dan tak pernah berpindah dari hal bahwa: kita semua sebagai manusia adalah harus hidup untuk berjuang, bukan sekedar berjuang untuk hidup.

Dan jangan lupa, setiap langkah perjuangan kita, ada Tuhan bersama kita. Dia tak pernah pergi dari kita.. kitalah yg kadang berusaha meninggalkan-Nya...

Itulah Akung saya, yg dalam satu sisi ingin saya hadirkan melalui kopi hitam kesukaannya itu..."Ya Allah ya Tuhan kami seru sekalian alam Yang Maha Pengampun; ampunilah semua dosa para leluhur yang telah mendahuli kami... Terimalah amalan baik mereka semua... Berikan kepada mereka semua tempat terbaik-Mu... Dari merekalah kami belajar dan manuai hikmah kehidupan...

Dan berikanlah kepada kami yang masih menjalani sisa waktu kehidupan ini tuntunan, rahmat, dan ridha-Mu selalu... Jauhkanlah kami dari godaan setan yang terkutuk... Pampangkanlah segala kemudahan dan jalan kebaikan untuk menjalani hidup kami sebagaimana telah dicontohkan Muhammad semasa hidupnya... Dan berikanlah segala kemuliaan dan keutamaan kepadanya, Muhammad sang utusan-Mu... Ya Allah ya Tuhan kami Yang Maha Pemberi, kabulkanlah doa dan permohonan kami.. Amien Ya Rabbal Alamin..."

*Written by Freema HW, a moslem abal-abal. Just remembering Akung & Uti, just remembering para leluhur kami. Just missing the sesajian di atas meja kecil itu.. :D