Selasa, 30 Agustus 2011

IDUL FITRI BERBEDA LAGI

oleh Agus Mustofa pada 29 Agustus 2011 pukul 11:33

Sangat boleh jadi, Idul Fitri di Indonesia tahun ini berbeda lagi. Padahal di kebanyakan negara muslim lainnya tidak terjadi. Entahlah, kenapa begitu sulit menyatukan dua pendapat mayoritas itu disini. Padahal keduanya sama-sama bisa menghisab dan sama-sama bisa merukyat...

Sulitnya menyatukan dua pendapat ini, seakan-akan menjadi cermin atas ego partisan yang masih begitu kuat di antara golongan-golongan umat Islam. Padahal, mestinya solusinya tidaklah sulit untuk dipecahkan. Masalah sebenarnya bukanlah ’tidak bisa’, melainkan ’tidak mau’ saja. Dengan kata lain, jika kedua pihak yang berbeda itu ’mau’ semua ini akan selesai dengan ending yang sangat melegakan umat yang sudah lama terombang-ambing dalam kebingungan yang tidak perlu ini.

Masalah utamanya tidak lebih dari sekedar ’kesepakatan definisi’ tentang datangnya ’bulan baru’ alias penampakan hilal. Dalam hal ini adalah bulan Syawal. Bahwa, dalam kalender Hijriyah yang berpatokan pada putaran Bulan terhadap Bumi, satu bulan disandarkan pada lamanya Bulan mengitari Bumi satu putaran. Dari titik A ke titik A lagi, dari horison ke horison lagi, yang lamanya 29,5 hari.

Periode satu putaran Bulan terhadap Bumi itu terlihat oleh manusia dari permukaan Bumi sebagai munculnya Bulan dalam bentuk Bulan sabit yang sangat tipis, kemudian semakin menebal, dan mencapai Bulan Purnama, lantas menjadi berbentuk sabit lagi sampai tenggelam.

Maka, datangnya bulan baru (dalam hal ini Syawal) selalu ditandai oleh munculnya bulan sabit alias hilal di ufuk barat, yang tampak pada saat matahari tenggelam di hari terakhir Ramadan. Perbedaan muncul dikarenakan adanya prinsip yang berbeda.

Kelompok pertama berpendapat, bahwa jika hilal sudah berada di atas horison alias diatas nol derajat garis datar Bumi, itu sudah menunjukkan datangnya bulan baru. Berapa pun ketinggian hilal, pokoknya sudah diatas nol derajat, itu artinya bulan Ramadan sudah habis, dan tidak boleh berpuasa lagi. Esok hari adalah 1 Syawal.

Kelompok kedua berpendapat, bahwa untuk bisa disebut sebagai bulan baru hilal itu harus ’terlihat’. Karena ada hadits Nabi yang menyebutkan bahwa, barangsiapa melihat hilal maka hentikanlah puasa Ramadan. Dan jika hilal belum terlihat, maka genapkanlah puasanya menjadi 30 hari.

Masalahnya memang, satu bulan Hijriyah itu berumur 29,5 hari. Sehingga kadang, kita berpuasa 29 hari, dan di waktu lain kita berpuasa 30 hari karena menggenapkan sampai terbenamnya matahari. Kita akan berpuasa 29 hari, jika 0,5 harinya itu sudah muncul di awal Ramadan. Dan kita berpuasa 30 hari, jika 0,5 harinya hadir di akhir Ramadan.

Untuk tahun ini, sebenarnya 0,5 hari itu sudah muncul di awal Ramadan. Sehingga, di akhir Ramadan ini hilal sudah berada di atas horison meskipun tidak sampai 2 derajat. Bagi kelompok pertama, ini dianggap sudah cukup sebagai bukti bahwa bulan Syawal sudah datang. Karena itu, puasanya hanya 29 hari. Dan tanggal 30 sudah shalat Idul Fitri.

Namun, bagi kelompok kedua, belum cukup hitungan di atas kertas itu, karena bisa saja salah. Karena itu harus dibuktikan dengan ’melihat’ munculnya hilal di ufuk Barat. Jika tidak terlihat, keputusannya adalah menggenapkan puasa menjadi menjadi 30 hari. Tetapi jika terlihat, mereka akan mencukupkan puasanya hanya 29 hari. Dan kita shalat Id bersama. Oh, betapa indahnya...

Sayangnya, kemungkinan besar, hilal tidak akan terlihat karena bulan sabit itu demikian tipisnya. Ia akan menampakan diri di atas horison tidak sampai 2 derajat. Dari pengalaman para ahli astronomi, bulan sabit baru akan tampak oleh mata atau bahkan oleh peralatan jika berada di ketinggian minimal 4 derajat. Karena itu, di sejumlah negara dibuat kesepakatan, bahwa yang disebut bulan baru itu adalah jika hilal sudah setinggi minimal 4 derajat di atas horison.

Nah, selama kedua belah pihak bersikukuh dengan pendapat masing-masing tentang datangnya bulan baru, maka ’masalah yang tidak perlu’ ini akan terus ada. Di Mesir, perbedaan ini dengan sangat mudah diatasi oleh pemerintah. Yakni, dengan menyerahkan kepada ahlinya. Masing-masing golongan yang berbeda tidak boleh melakukan perhitungan dan rukyat sendiri-sendiri, melainkan diserahkan kepada lembaga astronomi milik negara.

Para ahli Astronomi itulah yang menghitung, dan kemudian merukyat di lapangan dengan menggunakan peralatan yang mereka miliki. Hasilnya diserahkan kepada lembaga fatwa yang dikenal sebagai Darul Ifta’ yang berisi para ahli fiqih dari Universitas Al Azhar. Maka, sidang isbat yang terjadi sangatlah singkat dan tidak ruwet. Cukup melakukan cross-check hasil pengamatan lembaga astronomi dari berbagai wilayah, dan kemudian melegitimasi. Hasilnya diumumkan oleh pemerintah, dan ditetapkan sebagai keputusan resmi yang harus diikuti oleh seluruh warga.

Di Indonesia belum ada ketegasan dan kesepakatan seperti itu sehingga masalahnya tidak selesai-selesai. Tapi kita semua berharap, mudah-mudahan perbedaan ini tidak akan berlarut-larut ke masa depan. Tentu saja seiring dengan kedewasaan kita dalam beragama. Bahwa berbeda itu memang membawa rahmat, jika digunakan untuk kemaslahatan umat. Tetapi, menjadi mudharat jika umat menjadi terpecah belah dan tidak nyaman dalam beribadah. Allah tidak pernah mempersulit hamba-hamba-Nya dalam beribadah. Ambillah yang mudah, jangan dipersulit...

QS. Al Baqarah (2): 185
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan maka (berpuasalah) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki KEMUDAHAN bagimu, dan TIDAK menghendaki KESUKARAN bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Saya sendiri, tahun ini menjalankan puasa 29 hari. Dan shalat Idul Fitri pada tanggal 30 Agustus 2011. Karena, kebetulan saya menjadi khatib di Pasuruan pada tanggal tersebut. Perbedaan jangan menjadikan kita terpecah. Tetapi, menjadi pelajaran berharga untuk bisa saling menghormati perbedaan…

~ salam hangat ~
Selamat berhari raya Idul Fitri
Selamat berlebaran bersama keluarga tercinta
Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar