Oleh
Syekh Subakir pada 24 Oktober
2011 pukul 4:32
Sahabat
JERNIH yang (mudah-mudahan) dirahmati oleh Allah..
Bulan
ini, kembali kota suci Makkah dan Madinah akan dikunjungi jutaan mukmin dari seluruh
penjuru dunia untuk menunaikan salah satu kewajiban Islam yaitu Ibadah Haji.
Saya
tidak pernah berhenti untuk mengingatkan bahwa dalam berislam kita jangan sampai
terjebak kepada ritual dan simbol belaka,
melainkan harus dapat memahami makna dan hikmah di balik ritual ibadah yang kita
jalankan. Kegagalan memahami makna dan hikmah dalam ritual ibadah, akan menjadikan
apa yang kita lakukan itu tidak banyak berarti. Sebagaimana kita lihat bahwa setiap
tahun jemaah haji asal Indonesia selalu mencapai jumlah terbanyak, namun sekembalinya
mereka dari Tanah Suci ternyata tidak terlalu membawa dampak positif bagi kehidupan
berbangsa, bernegara, dan beragama di Tanah Air.
Sebelum
kita membahas lebih jauh tentang makna dan hikmah dalam Ibadah Haji, maka saya ingin
bertanya kepada anda semua tentang tujuan berhaji.
Ya,
apa sebenarnya tujuan anda dalam berhaji?
Demi
memenuhi kewajiban agama saja? Ingin berdoa sepuasnya dan mendapatkan berkah dari
Allah? Ingin memperoleh gelar haji? Atau ingin berjalan-jalan saja? Ataukah masih
ada maksud-maksud lain di balik ibadah haji itu seperti tujuan politis, misalnya?
Jika
tujuan anda berhaji masih seputar dari hal-hal di atas, maka anda mungkin belum
akan mendapatkan manfaat dari ibadah haji tersebut. Al Qur’an telah dengan jelas
menerangkan apa tujuan dari ibadah haji :
QS Al Baqarah [2] : 197
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa
yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan HAJI, maka tidak boleh
rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan
apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekal lah,
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah TAKWA dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang
yang berakal.”
QS Al Baqarah [2] : 125
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat
berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim
tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada IBRAHIM dan ISMAIL: "Bersihkanlah
rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud".
Tujuan
dari ibadah haji adalah untuk meraih ketakwaan, dengan menapaktilasi perjalanan
Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Ritual
dalam Ibadah Haji mencakup lima hal :
1.
Ihram.
2.
Wuquf di Padang Arafah.
3.
Lempar Jumrah di Mina.
4.
Tawaf di sekeliling Ka’bah.
5.
Sa’i di antara bukit Shafa dan Marwa.
Mari
kita bahas lima ritual dalam Ibadah Haji ini secara garis besarnya!
1. IHRAM
Ihram
adalah pakaian bagi jamaah Haji yang merupakan kain putih yang tidak berjahit. Baik
orang Indonesia, Amerika, Arab, kulit putih, kuning, hitam, kaya, miskin, pejabat,
rakyat jelata, semua diwajibkan mengenakan pakaian Ihram. Ini mengandung maksud
bahwa di hadapan Allah semua derajat manusia adalah sama, sedangkan yang membedakan
adalah kualitas ketakwaannya. Ini sekaligus menegaskan prinsip egalitarian atau
persamaan derajat sesama manusia dalam Islam.
QS Al Hujuraat [49] : 13
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu SALING MENGENAL. Sesungguhnya orang yang paling MULIA di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling BERTAKWA di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.”
2. WUQUF
Wuquf
adalah kegiatan berdiam diri di Padang Arafah. Pertanyaannya : berdiam diri untuk
apa? Hanya menghabiskan waktu untuk bengong tanpa tujuan? Atau “berdiam” sambil
makan-makan mewah di tenda-tenda haji tersebut?
Tentu
tidak demikian. Bahwa berdiam diri di Padang Arafah itu mengandung maksud untuk
introspeksi diri. Mempertanyakan kepada diri sendiri, sejauh mana komitmen kita
sebagai makhluk yang diciptakan Allah hanya untuk beribadah kepada-Nya. Merenung
dan mencoba untuk mengenali jati diri yang sebenarnya dan memahami makna kehidupan.
Sehingga ia akan selalu mengingat apa yang telah dilakukannya di masa-masa lalu.
Memohon ampun atas segala dosa yang telah diperbuat, seraya berjanji untuk melangkah
menuju masa depan yang lebih baik.
3. LEMPAR JUMRAH
Lempar
Jumrah di Mina, adalah kegiatan melempar batu kerikil sebanyak tujuh kali ke arah
tugu sebagai simbolisasi perlawanan terhadap godaan setan. Nabi Ibrahim melakukannya
(melempari setan dengan tujuh batu kerikil), ketika setan berusaha membujuknya untuk
membatalkan ujian dari Allah untuk mengorbankan putranya, Ismail.
Maka
lakukanlah Lempar Jumrah itu dengan segenap hati, untuk mengusir sifat-sifat setan
dalam diri kita, akan tetapi lakukanlah dengan tenang dan tertib. Jangan sampai
maksudnya ingin mengusir setan, tapi diri kita malah kesetanan seperti yang sering
terjadi bila jemaah melempari tugu itu dengan membabi buta sehingga mengenai jemaah
yang lain. Lakukanlah dengan baik, karena sesungguhnya tugu itu bukanlah setan itu
sendiri, akan tetapi adalah simbolisasi dari setan. Setan yang sesungguhnya ada
di dalam hawa nafsu yang tidak terkendali dan menjelma menjadi perbuatan yang jahat.
4. TAWAF
Tawaf
adalah ritual haji mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan berlawanan arah
jarum jam. Ada dua makna penting dalam Tawaf ini, yaitu:
(i) Bahwa segala sesuatu di
alam semesta ini sebenarnya adalah pusaran energi tanpa henti yang selalu digerakkan
oleh Sang Konduktor alam semesta yang tidak lain dan tidak bukan adalah Allah Yang
Maha Besar. Allah adalah Dzat Yang Maha Meliputi Segala Sesuatu, yang tidak pernah
berhenti memainkan orkestra mulai dari peredaran gugus galaksi yang super luas hingga
orkestra terkecil dalam sel tubuh makhluk hidup.
Maka
dalam bertawaf, kita sebenarnya sedang meleburkan diri ke dalam orkestrasi Allah
dalam pusaran energi Ka’bah, dengan selalu mengingat dan memuji nama-Nya. Setiap
putaran selalu dimulai dengan bacaan, “Bismillahi Allahu Akbar” yang artinya “Dengan
Nama Allah Yang Maha Besar“. Seperti itulah seharusnya kita menjalani hidup dalam
setiap hembusan nafas, dengan mengingat Allah Yang Maha Besar, sehingga potensi
kesombongan dalam diri ini bisa diredam.
(ii) Bahwa dalam bertawaf itu
kita sekaligus menceburkan diri ke dalam realita hidup di dunia ini yaitu menghadapi
berbagai macam karakter manusia.
Coba
lihat! Ada jamaah yang bertawaf dengan tergesa-gesa, main tubruk sana tubruk sini
seolah-olah tidak mempedulikan jamaah yang lain. Ada juga yang bertawaf sambil berteriak-teriak
bangga. Ada yang sangat berhati-hati, saking berhati-hatinya ingin menyelamatkan
diri sehingga malah lupa berdzikir kepada Allah. Maka sebaik-baik Tawaf adalah mereka
yang mampu melakukannya dengan dzikir khidmat kepada Allah, akan tetapi tetap pada
kesadarannya memperhatikan manusia di sekelilingnya. Itulah konsep Islam yaitu ‘habluminallah’
dan ‘habluminannas’, yaitu hubungan vertikal dan horizontal.
5. SA’I
Sa’i
adalah berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali. Ini
merupakan napak tilas perjuangan Hajar, istri Nabi Ibrahim, ketika berusaha mencari
mata air untuk putranya Ismail yang kehausan.
Ritual
Sa’i ini bermakna perjuangan tanpa henti. Usaha dan kerja keras untuk meraih hasil.
Maka biasanya, jamaah haji seusai melakukan Sa’i bisa meminum air Zamzam sebagai
simbol hasil yang didapat dari jerih payahnya.
Nah,
setelah kita mengetahui makna dan hikmah dalam ritual ibadah haji dengan cara menapaktilasi
perjuangan Nabi Ibrahim dan keluarganya, mudah-mudahan kita bisa memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya seusai menjalankan ibadah haji.
Pakaian
Ihram akan menjadikan kita sebagai seorang yang tidak membeda-bedakan manusia karena
suku, ras, agama, pangkat, kekayaan, akan tetapi saling berbagi kasih sayang dan
saling mendorong agar kita menjadi orang yang bertakwa.
Wuquf
akan menjadikan kita sebagai manusia yang optimis menapak masa depan dengan penuh
kebaikan dengan tidak mengulangi kesalahan di masa lalu.
Lempar
Jumrah akan menjadikan kita lebih kuat dan gigih dalam memerangi nafsu setan dalam
diri kita.
Tawaf
akan menjadikan kita selalu mengingat bahwa kita adalah bagian yang sangat kecil
yang selalu melebur dalam kekuasaan Allah, dan kita akan siap menghadapi realita
kehidupan ini.
Sa’i
akan menjadikan kita sebagai pribadi yang pantang menyerah dan giat dalam berusaha.
Mudah-mudahan
semangat dalam haji kita akan terus menyala tidak hanya pada saat kita berada di
Tanah Suci, melainkan akan terus dinyalakan hingga akhir hayat kita, Sehingga kita
akan meraih derajat takwa, dan pada akhirnya akan menjadi orang yang benar-benar
berserah diri kepada Allah, sebagaimana diteladankan Nabi Ibrahim
QS Al An’am [6] : 161-163)
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku
kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan
Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik". Katakanlah: "Sesungguhnya
salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada
sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".”
Allahu’alam
…
Semoga
bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar