Minggu, 09 Oktober 2011

SUDAHKAH KITA MENJADI KHALIFAH DI BUMI

Oleh Hanya Copas Tulisan Bermutu pada 8 Oktober 2011 pukul 11:42
SUDAHKAH KITA MENJADI KHALIFAH DI BUMI
--------------------------------------------------------------------------

Oleh : Agus Mustofa dalam buku MEMBONSAI ISLAM


Coba kita tengok diri sendiri: keteladanan apa yang telah kita bisa – umat Islam –tawarkan kepada dunia dan seisinya?

Apakah kita telah berjasa membangun peradaban manusia global yang maju? Apakah kita telah berjihad membangun Sains dan Teknologi untuk mengelola Planet Bumi bagi kesejahteraan masyarakat dunia? Atau, apakah kita telah berperan penting dalam mengamankan Bumi dari kehancuran yang semakin nyata di masa depan? Ataukah kita telah terlibat secara aktif untuk membentuk tata dunia yang mengantarkan manusia di planet Bumi ini menuju kedamaian dan keadilan?

Dalam bahasa agama : sudahkah kita menjadi ‘khalifatu fil ardhi’ sebagaimana desain penciptaan kita sebagai manusia?

Marilah kita tengok kembali Al Qur’an, bahwa umat Islam sebenarnya adalah umat teladan. Umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Yang tujuan hidupnya adalah membentuk masyarakat dunia yang penuh dengan kema’rufan dan jauh dari kemungkaran. Serta mengorientasikan kehidupannya hanya kepada Allah.

Inilah umat yang didesain Sang Pencipta untuk menjadi pemimpin planet Bumi, dan menyejahterakan penduduknya dalam arti yang sebenar-benarnya. Menebarkan kasih sayang dan kesejahteraan secara adil dan merata, untuk manusia dan kemanusiaan. ‘Rahmatan lil’alamiin ..’

Kayaknya, perlu kita coba untuk bercermin. Sudahkah tujuan penciptaan kita itu terwujud dalam kehidupan kita? Kalau belum, dan kita semua tahu itu belum, pertanyaannya adalah : kenapa?

Kenapa “umat terbaik” yang didisain menjadi ‘khalifatu fil ardhi’ ini belum menjadi khalifah? Kenapa sang pemimpin belum juga menjadi pemimpin? Dan kenapa Sang Teladan belum menjadi teladan di muka bumi ciptaan Allah?

Sebagian kawan menjawab, bahwa kita sudah pernah menjadi teladan di jaman-jaman keemasan Islam. Kita pernah memunculkan tokoh-tokoh menonjol dalam dunia internasional. Dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan beberapa, juga dalam bidang politik. Tetapi, semua itu kini lenyap seperti tidak berbekas.

Umat Islam, kini berada dalam suatu posisi yang kurang menguntungkan. Baik dalam bidang politik, sains, teknologi, ekonomi, militer, maupun kualitas SDM secara keseluruhan. Bahkan umat Islam kini seperti terpojok dalam sebuah ‘Image Building’ yang serba sulit dan sangat merugikan performa secara keseluruhan.

Suatu ketika ada seorang tamu ‘bule Eropa’ datang ke rumah saya. Selama sekitar 2-3 jam kami berdiskusi tentang Islam dan keislaman. Sampai suatu saat ia menyoroti betapa tidak menguntungkannya posisi Islam dan Umat Islam di mata dunia internasional sekarang ini.
Tanpa ada maksud memojokkan, ia berkata begini: “Saya dan kawan-kawan saya sering mendengar yang tidak enak-enak dari dunia Islam. Yang paling sering adalah isu teror dan bunuh membunuh, seperti yang sering terjadi di Indonesia, Philipina, Timur Tengah, bahkan di Eropa dan AS. “

Yang kedua, katanya, adalah isu korupsi. Negara-negara Islam atau yang mayoritas berpenduduk Islam seperti Indonesia memiliki ‘budaya korupsi’ yang luar biasa. Hampir setiap hari, media massa, cetak maupun elektronik memuat berita tentang korupsi.

Yang ketiga, cerita tentang kemiskinan dan ketidakadilan dalam bidang kesejahteraan. Begitu banyak cerita orang kelaparan, sakit busung lapar, dan berbagai penyakit lainnya, akibat dari ketidakadilan dan salah urus terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mampu, lemah atau dilemahkan oleh keadaan.

Yang keempat, katanya, ia seringkali mendengar dan melihat demikian banyaknya cerita bencana yang terus menerus mengguncang. Mulai dari gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir dan tanah longsor, dengan korban yang mengerikan ..!

Sampai di sini sebenarnya saya sudah sangat resah dan hampir tak tahan, mendengarkan celotehan tamu saya itu. Hati saya menjadi miris mendengarnya. Karena semua yang dia gambarkan itu seperti terpampang nyata di depan mata saya. Dia bukan sedang membual, tapi sedang menginventarisasi masalah ..!!

Namun, ia seperti tidak tahu kegelisahan saya. Dia masih meneruskan celotehannya. Dia paparkan panjang lebar, soal budaya sehari-hari kalangan umat Islam. Setidak-tidaknya di Indonesia yang mayoritas muslim.  Banyak yang menurutnya “kurang enak”. Misalnya, dalam soal makan dan perilaku hidup boros.

Dia sering melihat orang kita, kalau makan suka mengambil porsi berlebihan. Nasinya banyak, lauknya menggunung. Tapi setelah dimakan ternyata tidak habis. Lantas dibuang! Padahal banyak orang yang kelaparan di sekitar kita ...

“Berbeda dengan kami”, katanya. Kami terbiasa mengambil makan secukupnya. Jika kurang , mengambil lagi secukupnya. Selalu habis dimakan. Tidak pernah membuang-buang makanan. Kami selalu teringat banyak negara miskin yang kekurangan makanan, karena itu kami tidak tega untuk membuang-buang makanan seperti itu.

Dan ini yang lebih menusuk hati saya, ia mengatakan begini : “saya kira negara kami lebih kaya dari di sini, tetapi kenapa orang-orang di sini lebih boros dibandingkan masyarakat kami?”
Saya tercenung beberapa lama, tak ingin memberi tanggapan apa pun. Karena, semua itu memang terpampang di sekitar kita. Sebuah realitas, yang harus saya pahami dengan hati besar. Sekaligus keprihatinan.

Sebenarnya masih banyak lagi obrolan kami yang memiriskan hati, tapi tak perlu saya kemukakan di sini. Cukup kami yang merasakan. Saya bisa menerima ungkapan kritis itu dengan lapang hati, meskipun terasa sakit.

“Untungnya”, bule Eropa itu adalah seorang muslim. Sehingga saya tidak begitu malu. Meskipun ia tergolong mualaf. Baru masuk Islam. Jadi, sebenarnya waktu itu, kami sedang sama-sama melakukan ‘autocritic’. Mengkritik diri sendiri. Kami sama-sama tahu, bahwa semua itu bukan salah ajaran Islam. Tetapi perilaku umatnya yang memang belum Islami ..!
Meskipun, sungguh ini sangat memilukan hati. Kenapa umat yang didesain untuk menjadi umat terbaik ini kondisinya begini rupa.

Kenapa tidak kita ciptakan kondisi yang baik-baik, enak-enak, dan menyejukkan hati. Misalnya kenapa tidak muncul penemuan-penemuan sains dan teknologi yang bermanfaat buat masyarakat dunia oleh ilmuwan-ilmuwan muslim? Atau, kenapa tidak kita munculkan jihad untuk memperbaiki kembali ekosistem dan lingkungan hidup yang semakin rusak, dan menyengsarakan penduduk bumi?

Atau bagaimana kita bisa menciptakan SDM-SDM berkualitas dunia lewat sistem pendidikan yang Islami dan berwawasan masa depan yang sarat dengan sains dan teknologi. Bagaimana pula membangun solidaritas terhadap kaum miskin dan mengentas anak-anak terlantar dalam kerangka yang diajarkan oleh Al Qur’an.

Atau, bagaimana kita bisa menyatukan kembali persaudaraan Islam atas kelompok-kelompok yang terpecah belah di berbagai belahan dunia Islam termasuk di Indonesia sebagai negara yang umat Islamnya terbesar di dunia. Dan sebagainya ..

Mari kita mengkritisi diri sendiri lebih jauh. Kita coba bercermin ke segala penjuru untuk memahami wajah kita dewasa ini. Ke masa lalu, ke masa depan, maupun ke sekitar kita, kini. Untuk apa? Untuk mencari tahu, kenapa wajah kita yang seharusnya mempesona, tidak lagi menarik seperti yang seharusnya ..

Dan jika, kemudian kita menemukan wajah kita banyak noda atau bahkan bopeng-bopeng, janganlah cermin itu yang kita pecah. Marilah bersama-sama kita obati diri dan wajah ini, kita berupaya mencari jalan keluarnya dengan besar hati dan penuh kesabaran, sambil memohon petunjuk kepada-Nya ..

Mudah-mudahan Allah berkenan mengampuni dosa-dosa kita, dan membimbing kita semua untuk menjadi umat teladan, sebagaimana di jaman Rasulullah SAW. Ya, menjadi umat terbaik di muka Bumi, seperti yang telah digambarkan oleh Allah di dalam Al Qur’an Al Karim ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar