oleh Agus Mustofa pada 24 November 2011 pukul 6:42
Adalah sangat menarik buat saya, ketika ada seseorang
mengatakan dirinya tidak bertuhan. Kenapa? Karena, ternyata Al Qur’an sebagai kitab
suci yang kebenarannya tak terbantahkan, tidak pernah menyebut adanya manusia atheis.
Yang ada ialah manusia yang tidak bertuhan kepada Allah.
Sehingga, konsekuensinya, seluruh manusia pasti bertuhan. Cuma
bertuhannya itulah yang macam-macam. Ada yang bertuhan kepada patung, batu, kuburan,
pohon, nenek moyang, dan lain sebagainya, seperti yang terjadi pada orang-orang
tradisional zaman dulu. Meskipun, sampai sekarang masih ada juga yang mewarisi tradisi
itu. Sehingga, jika Anda berkeliling ke suku tradisional di seluruh dunia, Anda
akan mendapati mereka pasti menyembah tuhan-tuhan. Apa pun bentuknya.
Pada kalangan yang lebih modern, juga selalu bertuhan. Tidak
ada yang tidak bertuhan. Hanya saja tuhannya bukan benda-benda tradisional itu.
Melainkan yang dianggap lebih ‘masuk akal’ dan ‘bergengsi’. Misalnya, bertuhan kepada
sains. Bertuhan kepada logika dan rasionalitas. Bertuhan kepada ilmuwan yang dikaguminya.
Bertuhan kepada diri sendiri. Dan seterusnya. Pokoknya, apa pun namanya, setiap
manusia pasti bertuhan kepada sesuatu.
Sains menjadi kecenderungan baru sebagai ‘agama’ manusia modern.
Sehingga ada yang menyebut istilah: Scientology. Mereka memanfaatkan sains untuk
melakukan praktek-praktek kehidupannya termasuk spiritualisme. Siapakah tuhan yang
mereka anut? Adalah hukum alam dengan segala formulasi-formulasi yang terus berubah
berdasar bukti-bukti empiris yang seringkali telah mengalami manipulasi.
Nah, oleh karenanya tidak ada orang yang benar-benar atheis.
Yang beragama pasti punya tuhan, yang tidak beragama pun pasti punya tuhan. Tinggal,
tuhannya itu siapa. Dan memiliki kemampuan yang hebat ataukah tidak… ;) Bahwa kemudian
ada yang memaknai atheis sebagai menolak adanya tuhan lain, selain yang diakuinya,
itu oke-oke saja. Barangkali ini semacam pembelaan diri, dan sekedar
mencari teman untuk menyebut orang lain seperti dirinya yang atheis… ;)
Misalnya, karena orang Islam tidak percaya kepada tuhan Yesus,
Zeus, Siwa, Wisnu, Apollo, Rha, Venus, Athena, Thor, Sidharta Gautama, dst, maka
disebutlah orang-orang Islam sebagai atheis kepada tuhan-tuhan selain Allah. Itu
sih benar adanya, karena sesuai dengan kalimat syahadatnya: ‘tidak ada tuhan selain
Allah’. Artinya, banyak tuhan yang dianut manusia, tetapi Tuhan yang paling hebat
adalah Allah.
Dengan kata lain, ini justru menjadi ‘kalimat pembenar’ bahwa
memang tidak ada yang benar-benar atheis di dunia ini. Semuanya pasti bertuhan,
tinggal bertuhannya kepada siapa. Dan itulah, yang memang sejak awal dikatakan oleh
al Qur’an. Dan kemudian saya jadikan ungkapan dasar, bahwa tidak ada orang yang
tidak bertuhan. Persoalannya tinggal, dia mengakui Allah sebagai Tuhan yang menguasai
seluruh tuhan-tuhan itu, ataukah tidak.
Jadi ketika ada seseorang yang menyangkal semua tuhan, termasuk
menyangkal keberadaan Allah, maka sesungguhnya dia juga telah bertuhan kepada ‘sesuatu’,
selain tuhan yang tidak diakuinya itu. Diantaranya, dia telah bertuhan kepada konsep
ke-atheis-annya. Atau, kepada para tokoh pencetusnya. Atau, kepada logika dan rasionalitasnya
sendiri yang dikiranya sudah hebat, sehingga tidak butuh tuhan-tuhan apa pun selain
dirinya.
Sementara, demikian banyak kelemahan yang ada pada dirinya,
termasuk cara berpikir. Dan, begitu banyak pula hal-hal yang terjadi di luar kendalinya.
Mulai dari kelahiran, kesehatan, rezeki, kesuksesan, sampai pada kematian. Demikian
banyak ‘faktor X’ yang tidak bisa dikendalikannya. Dan ia menganggap semua itu hanya
sebagai ‘kebetulan’ belaka. Padahal, itu justru menunjukkan kelemahan berpikir yang
sangat mendasar.
Mana ada ‘kebetulan’ yang terjadi secara terus menerus dan
demikian teratur. Bukan hanya dalam skala besar makrokosmos, melainkan sampai ke
hal-hal yang sangat detil di mikrokosmos. Jika kita ‘open-mind’ maka kita akan dengan
mudah menyimpulkan dan sekaligus ‘merasakan’ betapa di balik semua ini ada ‘Sesuatu’
yang sangat Cerdas, yang mengendalikannya dengan sangat teliti. Alam semesta dengan
segala isinya tidak terjadi dan berlangsung by accident tapi benar-benar by design.
Lantas dikatakan, ‘yaah semua itu kan karena evolusi alam’.
Sebuah ungkapan pembenaran yang mencari mudahnya saja tanpa mau mengkaji lebih detil.
Kalaupun itu dipaksakan juga, maka berarti dia mengakui bahwa alam inilah yang memiliki
‘kecerdasan’ itu. Alam bisa mengatur dirinya sendiri. Bisa menciptakan dirinya dari
ketiadaan menjadi ada. Bisa menyeimbangkan gaya gravitasi di seluruh penjuru semesta.
Bisa mengadakan gaya nuklir yang menyatukan partikel-partikel, dan kemudian menjadikannya
atom-atom, molekul-molekul, planet-planet, bintang dan galaksi. Dengan segala gaya
gravitasi dan elektromagnetik yang mengatur peristiwa di dalamnya.
Dan lantas bisa memunculkan kehidupan di muka bumi dengan segala
keteraturanya. Dan kemudian, bisa mengarahkan bumi memiliki air, punya atmosfer,
punya gunung-gunung yang menyeimbangkan bumi, punya mekanisme hujan yang sangat
canggih. Lantas, tiba-tiba juga bisa ‘berkehendak’ menciptakan sel tunggal yang
hidup di bumi. Yang membuat para ilmuwan seluler maupun biomolekuler ‘geleng-geleng
kepala’ menyaksikan kecanggihannya yang demikian menakjubkan. Dan kelak memunculkan
kehidupan manusia yang berperadaban, yang demikian kompleks.
Bagaimana mungkin atom-atom yang tak punya kehendak bisa membentuk
formasi H2O, lemak, protein, gula, dan berbagai nutrisi yang dbutuhkan tubuh. Yang
jika meleset sedikit saja, misal H2O menjadi H2O2, maka triliunan sel di dalam tubuh
kita bakal keracunan dan mati massal. Dst. Dslb. Dll…
Oh, bagaimana bisa ada ‘orang berakal’ yang menyebut semua
itu sebagai berjalan secara kebetulan? Tanpa adanya kecerdasan di balik segala kejadian
yang demikian teratur dan akurat? Wahai, benarkah alam yang mati ini memiliki kemampuan
sedemikian dahsyatnya? Wahai, benarkah alam yang mati ini memiliki kehendak dan
tujuan? Dan, memiliki kekuasaan untuk mengendalikan segalanya sampai waktu tertentu?
Dan bisa merespon dengan sangat cerdas semua peristiwa yang terjadi di dalamnya?
Dst, dll, dlsb… :(
Orang-orang yang terkungkung di dalam ego sempit, akan mengatakan:
‘’ya, demikianlah memang alam semesta. Itu sudah given.’’ Hhehe, siapa
yang memberi… :) Atau mungkin akan mengatakan: "ya memang alam ini punya kecerdasan,
punya kehendak, punya tujuan, punya kekuasaan, bisa bereaksi, bisa mengendalikan,
dst, dst…’’.
Nah, mulai muncul pengakuannya, bahwa alam dikendalikan oleh
sebuah Kecerdasan yang Maha Hebat. Yang Kehendaknya tidak ada yang bisa melawan.
Yang Kekuasannya meliputi seluruh alam semesta. Yang Ilmunya tak terbatas kedahsyatannya.
Yang Akurasinya membuat kita terbengong-bengong, dst, dst, dst. Itulah Tuhannya
orang Islam.
DIA adalah ‘SESUATU’ yang menciptakan alam semesta ini dari
tiada menjadi ada, mengontrolnya dengan kekuasaan dan kecerdasan yang tak terukur
oleh manusia, dan kelak akan melenyapkannya kembali jika saatnya tiba..!
QS. Al Hasyr [59]: 22-24
Dia-lah Allah Yang
tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib
dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dia-lah Allah Yang
tidak ada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan
keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa,
Yang Maha Berkuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci,
Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dia-lah Allah Yang
Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk
Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada
di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar