oleh Agus Mustofa pada 23 November 2011 pukul 17:32
Banyak
‘orang Islam’ yang lebih sekuler daripada orang-orang sekuler sendiri. Yakni, orang-orang
Islam yang memisahkan ‘agama’ dan ‘non agama’ dalam hidupnya. Itulah orang-orang
yang disindir oleh Allah: mereka beragama tidak secara total (kaaffah).
QS. Al-Baqarah [2] : 208
Hai orang-orang yang beriman, MASUKLAH kamu ke dalam Islam secara
TOTAL, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan (tidak total alias sekuler).
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Yang
disebutnya agama, hanyalah urusan shalat, wudhu, baca Qur’an, puasa, zakat, haji,
dan semacamnya. Mereka menyebut berkeluarga itu urusan dunia, dan bukan urusan agama.
Bekerja juga urusan dunia, bukan urusan agama. Bertani, urusan dunia. Berdagang
urusan dunia. Berilmu dan berteknologi itu urusan dunia. Demikian pula bersosial,
politik, budaya, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya,
ini bertabrakan dengan ajaran Islam sendiri: Al Qur’an dan keteladanan Rasulullah.
Karena, justru Allah dan Rasul-Nya mengajarkan untuk menyatukan seluruh perbuatan
kita hanya semata-mata karena Allah. Yang disebut beragama secara TAUHID itu adalah
MENYATUKAN dunia dan akhirat untuk Allah semata. Jangan DIPISAH-PISAHKAN.
Bahwa
bekerja itu ya untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Allah. Berkeluarga itu,
juga untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Demikian pula berilmu, berteknologi,
berpolitik, berbudaya, ber-‘apa saja’. Sehingga uang, harta benda, kekuasaan, ilmu
pengetahuan, dan SEGALA pencapaian DUNIAWI itu semuanya diorientasikan untuk Allah,
untuk kehidupan akhirat.
Artinya,
semua yang ada di dunia ini mesti dijadikan MEDIA untuk beribadah dan mengabdi kepada
Allah. Tidak ada satu pun yang tidak bermakna ibadah. Karena Allah menciptakan manusia
memang untuk beribadah,
QS. Al-Waqi’ah
[51]: 56
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan MANUSIA melainkan supaya mereka BERIBADAH kepada-Ku
(dalam segala aktifitasnya).’’
Maka,
KUASAILAH DUNIA, genggamlah dunia, untuk sepenuh-penuhnya digunakan beribadah kepada-Nya.
Hablum minallah
maupun hablum minannas.
Berupa interaksi personal dengan Allah, maupun kemaslahatn buat umat manusia dan
makhluk lainnya.
Sehingga,
tidak heran Al Qur’an menyuruh umat Islam untuk memahami berbagai macam ‘ilmu dunia’
mulai dari ilmu falak (astronomi), biologi (ilmu hayat), kimia (alkemi), Matematika
(aljabar), fisika, kedokteran, ekonomi, politik, dlsb, dst. Semua itu ilmu Allah
yang dianjurkan untuk kita pelajari. Untuk apa? Bukan untuk mengejar duniawi, melainkan
untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Sang Pencipta yang Maha Pintar
dan Maha Berilmu. Semakin tinggi ilmunya, semakin tinggi derajatnya di hadapan Allah.
Tentu, jika semua itu diorientasikan untuk ibadah. Beragama secara total ~ kaaffah.
Karenanya,
Allah menyebut orang-orang yang takut kepada Allah itu ya HANYA para ULAMA. Sedangkan
yang tidak berilmu, takutnya hanya PURA-PURA. Atau setidak-tidaknya, ditakut-takutkan.
Bukan takut sungguhan. Tapi jangan salah, yang disebut ulama itu bukan orang yang
hanya bisa baca Al Qur’an dan kitab-kitab peninggalan ulama terdahulu saja, melainkan
para ILMUWAN. Sehingga, perhatikan ayat di bawah ini, sebelum Allah mengatakan bahwa
yang takut kepada Allah hanyalah para ulama, Allah terlebih dahulu bercerita tentang
FENOMENA-FENOMENA ALAM.
QS. Faathir [35]: 27-28
Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan HUJAN dari LANGIT
lalu Kami hasilkan dengan hujan itu BUAH-BUAHAN yang beraneka macam jenisnya. Dan
di antara GUNUNG-GUNUNG itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam
warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.
Dan
demikian (pula) di antara MANUSIA, binatang-binatang melata dan BINATANG-BINATANG
ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang TAKUT
kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, HANYA-lah ULAMA (ilmuwan). Sesungguhnya
Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.
Jadi,
adalah sebuah kesalahan besar jika ada diantara kita yang menganggap isi agama ini
hanya ngurusi ibadah-ibadah mahdloh alias ibadah-ibadah khusus belaka. Dan kemudian
meninggalkan segala yang dianggap ‘urusan duniawi’ tersebut. Padahal dengan menguasai
yang ‘duniawi’ itulah kita akan memperoleh yang ukhrawi. Dan, tentu semakin mengenal
Allah dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya dalam tataran teori. Melainkan benar-benar
menyaksikan: bersyahadat di dalam realitas kehidupan…
Orang
yang bekerja keras sehingga banyak rezeki, memiliki kans lebih besar untuk bisa
berbuat kebajikan dengan harta bendanya. Orang yang bekerja keras sehingga memperoleh
kekuasaan, memiliki peluang lebih besar untuk beramal saleh dengan kekuasaannya.
Orang yang bekerja keras sehingga berilmu tinggi, memiliki kesempatan lebih besar
untuk menebarkan ilmu yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat. Itulah orang-orang
yang dimuliakan Allah di dunia dan di akhirat.
Jangan
seperti orang yang disebut Allah sebagai PEMBOHONG dalam beragama. Yakni orang-orang
yang hanya sibuk ngurusi shalat (dan ibadah-ibadah khusus lainnya), tetapi TIDAK
MENJALANKAN nilai-nilai shalatnya (ibadahnya) di dalam kehidupan nyata. Yakni orang-orang
yang tidak menolong anak-anak yatim, tidak memberi makan orang miskin, dan riya
dengan ibadah-ibadahnya. Itulah orang-orang yang diancam neraka meskipun ibadah
mahdlohnya ‘kelihatan baik’ secara syariat…
QS. Al Maa’un [107]: 1-7
Tahukah kamu (orang) yang (disebut sebagai) PEMBOHONG agama? Itulah
orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Maka celakalah (neraka wail) bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang
lalai TERHADAP (nilai-nilai) shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’. Dan enggan
(menolong dengan) hal-hal yang berguna (tidak beramal kebajikan).
Wallahu
a’lam bishshawab
~
salam ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar