oleh Agus Mustofa pada
28 Juli 2012 pukul 9:22
Shalat
adalah ibadah yang ditentukan waktunya’. Begitulah Allah berfirman
di dalam Al Qur’an. Ayat ini memiliki multi-tujuan. Selain memberikan pedoman
dalam menjalankan shalat, di dalamnya terkandung perintah agar umat Islam
memahami soal waktu. Bahkan, di sebuah surat yang sering kita baca, Allah
menjadikan waktu sebagai sumpah: wal
ashri-demi waktu. Menunjukkan betapa pentingnya ‘waktu’ itu.
Terkait
dengan penetapan waktu ibadah shalat, umat Islam di dunia internasional masih
memiliki masalah yang sangat mengganjal. Dan saya masih sering memperoleh
pertanyaan tentang itu. Terutama, dari kawan-kawan yang sedang melakukan
perjalanan lintas waktu global – antar benua. Atau, yang bermukim di
negara-negara sub-tropis.
Kawan
saya – cerita di tulisan sebelumnya – yang sedang melakukan perjalanan dari
Seattle menuju Oklahoma itu pun bertanya tentang hal ini. “Mas, bagaimana saya
menentukan waktu shalatnya. Seiring pergerakan matahari ataukah mengikuti jam
saja. Lantas, berpedoman ke jam yang mana?’’ tanyanya, gundah.
Pertanyaan
semacam itu, katanya sudah disampaikan ke beberapa kawannya yang dianggap
mengerti, tapi belum terjawab secara tuntas, sampai ia membaca buku saya:
‘Tahajud Siang Hari, Duhur Malam Hari’. Beberapa jawaban yang ia terima,
menganjurkan agar ia memanfaatkan saja ‘keringanan’ yang diberikan Al Qur’an,
yakni dengan men-jamak-qashar
shalat, dan mem-fidyahpuasanya.
Jamak-qashar
berarti mengerjakan dua waktu shalat dalam satu waktu saja. Misalnya, Duhur dan
Ashar dikerjakan di waktu Duhur, atau boleh juga di waktu Ashar. Jumlah
rakaatnya pun tidak usah empat-empat, melainkan cukup dua-dua. Demikian pula
dengan Maghrib dan Isya’, Tiga rakaat dan dua rakaat. Sehingga shalat lima
waktu hanya dikerjakan dalam tiga waktu saja. Sedangkan fidyah, adalah tidak
berpuasa dan menggantinya dengan memberi makanan kepada orang miskin.
Tapi,
menurutnya, karena ia berada di negara lain itu dalam kurun waktu yang panjang,
“masa iya saya harus terus menerus melakukan jamak-qashar dan fidyah? Bukankah
itu hanya berlaku sementara, beberapa hari saja? Saya di AS selama sebulan,
untuk mengunjungi anak saya yang bersekolah disini,’’ paparnya. Pertanyaan semacam
ini beberapa kali saya terima. Termasuk dari kawan saya yang bekerja di KBRI
Moskow, Rusia.
Maka,
saya menganjurkan mereka untuk mengacu kepada jam saja. Sama dengan yang
terjadi di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Setiap shalat tak perlu lagi
melihat posisi matahari. Cukup melihat jam tangan, atau jam dinding atau jam
HP. Bahwa shalat Subuh di wilayah tropis adalah sekitar jam 4 sampai jam 5
pagi. Duhurnya, antara jam 12 sampai jam 3 siang. Asharnya jam 3 sampai jam 6
sore. Maghrib antara jam 6 sampai jam 7 petang. Dan Isya’ antara jam 7 sampai
menjelang subuh.
Pertanyaannya
adalah: bagaimana dengan musim panas yang waktu siangnya bisa jauh lebih
panjang? Bisa saja, Maghrib baru masuk pukul 10 malam. Atau di tempat yang
lebih utara lagi bisa jam 11 atau 12 malam. Atau, bahkan tidak tenggelam? Saya
menganjurkan kepada kawan-kawan saya itu agar tidak mempersoalkan matahari
lokal. Yang harus dilihat adalah matahari tropis, di garis bujur yang sama.
Karena, di garis bujur yang sama itu semua kota di berbagai negara pasti
memiliki jam yang sama. Cuma berbeda posisi mataharinya. Yang dijadikan patokan
adalah kota di negara tropis dimana matahari bergerak secara seimbang, pada
kawasan 23,5 derajat lintang utara, dan 23,5 derajat lintang selatan.
Contoh
gampangnya begini. Jika di Surabaya sedang jam 12 siang, maka kota-kota di
garis bujur yang sama adalah jam 12 siang juga. Di bagian utara adalah
kota-kota di Cina, Mongolia, dan Rusia, semua yang segaris bujur sedang berada
di jam 12 siang. Demikian pula di belahan selatan, mulai dari pantai barat
Australia sampai ke Antartika. Bedanya, ketika di belahan utara Bumi sedang
Musim Panas, maka di belahan selatan sedang musim dingin.
Yang
di utara siangnya lebih panjang, sedangkan yang di selatan malamnya lebih
panjang. Tapi semua kawasan yang segaris dengan Surabaya itu berada di jam 12
siang. Meskipun di belahan selatan sedang puncak musim dingin, dan langitnya
gelap seperti malam hari, substansinya kawasan itu sedang berada di siang hari.
Jadi, kalau mau shalat Duhur, tidak usah menunggu matahari musim panas yang
baru datang beberapa bulan lagi. Laksanakan saja shalat Duhur pada ‘malam hari’
itu. Karena, sebenarnya, meskipun langit sedang petang, sesungguhnya itu adalah
jam 12 siang..!
Demikian
pula, pada saat tengah malam di Surabaya. Katakanlah sedang jam 12 malam.
Kawasan-kawasan yang sedang mengalami puncak musim panas, pasti sedang terang
benderang. Kalau Anda ingin shalat Tahajud, Anda tidak perlu menunggu sampai
mataharinya tenggelam di musim dingin yang baru akan datang beberapa bulan
lagi. Lakukan saja shalat Tahajud di ‘siang hari’ itu. Karena sesungguhnya, itu
adalah jam 12 malam, cuma sedang dihadiri oleh matahari. Sehingga, terjadilah
shalat Tahajud di siang hari, Duhur di malam hari..!
QS. Muzzammil [73]: 20
“…Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui
bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah dari Al
Qur'an…’’
Wallahu
a’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar