oleh Agus Mustofa pada 3 Agustus 2012 pukul 6:41
Saat kecil, guru mengaji saya menceritakan bagaimana caranya
malaikat Raqib dan Atib mencatat perbuatan manusia. Kedua malaikat itu, konon duduk
di pundak kanan dan pundak kiri. Raqib mencatat segala amal kebajikan kita, sedangkan
Atid mencatat perbuatan buruk. Kelak, kedua buku catatan ini akan diserahkan kepada
Allah saat hari pengadilan.
Maka, tak terhindarkan, sejak itu saya selalu membayangkan
ada makhluk seperti manusia yang sedang menduduki kedua belah pundak saya sambil
membawa buku catatan dan ballpoint. Setiap orang punya dua malaikat, sehingga jumlah
malaikat Raqib dan Atid itu sedemikian banyaknya. Sebanyak manusia yang pernah hidup
di Bumi.
Ketika sudah aqil baligh, saya mulai mengritisi cerita-cerita
semacam ini. Dan mencoba menelusuri dasar informasinya. Di dalam Al Qur’an saya
menemukan ayat yang mungkin menjadi sumber cerita tersebut, tetapi dipahami dengan
sudut pandang khas abad pertengahan yang konvensional seperti d iatas. Saya menyimpulkan,
sebenarnya ayat tersebut kalau ditafsiri dengan sains modern akan memberikan hasil
yang sangat jauh berbeda, dan mencerahkan.
QS. Qaaf [50]: 16-18
‘’Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari
pada urat lehernya.
(Yakni) ketika sepasang malaikat mencatat
amal perbuatannya. Yang satu berada di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri.
Tidak ada satu perkataan pun yang diucapkan
melainkan ada pengawas yang selalu hadir’’.
Malaikat adalah makhluk berbadan cahaya, yang bisa bergerak
dengan kecepatan 300.000 km/ detik. Dengan kecepatan setinggi itu, malaikat bisa
menempuh jarak berkeliling bumi dengan sangat singkat, yakni 0,13333 detik saja.
Atau dalam satu detik bisa mengelilingi bumi sebanyak 7,5 kali. Karena itu, dari
sisi kecepatan ini saja, sebenarnya kita tidak perlu membayangkan malaikat Raqib
dan Atid terus menerus duduk di pundak manusia untuk mengawasinya. Hanya dalam orde
sepersekian detik mereka bisa meng-cover semua penduduk Bumi.
Apalagi, jika kita mengaitkan dengan relativitas waktu, sebagaimana
saya jelaskan dalam tulisan yang lalu. Bahwa karena laju geraknya mendekati kecepatan
cahaya, maka waktu malaikat itu menjadi mulur: seharinya setara dengan lima puluh
ribu tahun. Artinya, jika sang malaikat itu mengawasi kita dalam satu hari ‘versi
malaikat’, sebenarnya peradaban manusia sudah bergerak selama lima puluh ribu tahun.
Jadi, ngapain kita membayangkan malaikat secara tradisional selalu
nempel
di kanan-kiri kita.
Dari sisi saintifik, kita juga bisa menjelaskan adanya rekaman
perbuatan oleh alam semesta. Bahwa alam ini sebenarnya merekam seluruh aktifitas
penghuninya. Ada tiga macam lokasi rekaman itu. Yang pertama ada di otak kita, sebagai
memori alias ingatan. Karena rekaman itulah, Anda bisa mengingat berbagai peristiwa
yang Anda alami. Dan bukan hanya Anda yang mengingat peristiwa itu, melainkan juga
orang-orang dekat Anda yang hadir dalam peristiwa tersebut.
Yang kedua, adalah genetika kita. Sistem informasi genetika
yang berada di dalam inti sel tersebut selalu merekam segala informasi yang melibatkannya.
Perbuatan yang terjadi berulang-ulang akan terekam di dalam genetika, sebagai kecerdasan
genetik. Sehingga tubuh kita menjadi memiliki kebiasaan merespon kejadian secara
khas. Mulai dari tingkat molekuler, seluler, sampai pada tataran organik secara
utuh. Karakter dan bahasa tubuh yang khas pada setiap orang adalah perwujudan dari
rekaman genetik itu. Dan, kelak rekaman genetik ini bisa menurun kepada anak-anaknya
sebagai kecenderungan khas terhadap sesuatu. Termasuk diwariskannya penyakit tertentu.
Yang ketiga, adalah rekaman alam semesta. Dalam sudut pandang
fisika gelombang, tubuh maupun alam sekitar kita ini tak lebih hanyalah lautan energi
alias samudera frekuensi. Tubuh kita, mulai dari pikiran, perasaan, denyut jantung,
dan triliunan sel tubuh semuanya bekerja secara kelistrikan yang menghasilkan frekuensi
elektromagnetik. Sehingga tubuh kita selalu memancarkan medan elektromagnetik itu
kemana-mana. Setiap berbuat apa pun, pada dasarnya kita melakukan perubahan medan
elektromagnetik yang menyelimuti tubuh kita.
Nah, perubahan medan itulah yang direkam oleh alam sekitar.
Sebagai ilustrasi, dimana pun Anda berada, disitu sebenarnya terdapat gelombang
radio atau televisi dari berbagai belahan dunia. Ada CNN, Al Jazirah, ABC, BBC dan
lain sebagainya. Gelombang itu telah menempuh jarak ribuan kilometer, dan tidak
pernah lenyap. Mereka tetap ‘mengambang’ di alam semesta, dan bisa ditangkap dimana
pun kita berada, dengan menggunakan peralatan yang sesuai.
Kalau seseorang tidak bisa menangkap atau melihat gelombang
itu, masalahnya bukan karena gelombang itu tidak ada. Melainkan, karena ia tidak
menggunakan alat yang tepat. Misalnya menggunakan antena biasa. Cobalah menggunakan
antena parabola dengan kualitas terbaik, maka berbagai macam gelombang yang berseliweran
di sekitar kita pun akan bisa dideteksi semua.
Suatu saat nanti, sangat boleh jadi, bakal diketemukan teknologi
yang bisa menangkap gelombang dari berbagai kejadian yang sudah berlangsung ribuan
tahun yang lalu. Itu bukanlah angan-angan yang tidak mungkin terjadi. Persoalannya,
hanyalah seberapa bagus kualitas peralatan yang kita gunakan untuk memutar kembali
rekaman alam semesta itu..! Maka, betapa mudahnya kelak Allah mengadili manusia,
karena segala perbuatannya memang sudah terekam oleh lingkungan sekitar dimana pun
ia berada..!
Wallahu a’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar