Kamis, 21 November 2013

SELURUH ALAM SEMESTA BERTAUHID DI DALAM DIRI-NYA ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (20-habis)

Jika kita tidak membatasi tulisan ini, maka sampai berakhirnya usia kita pun hikmah-hikmah di dalam Al Qur’an tak akan habis-habisnya dibahas. Bahkan, saking banyaknya hikmah yang terkandung di dalamnya, Allah menggambarkan dengan tinta tujuh lautan tak cukup untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah di alam semesta. Kenapa demikian? Karena, sesungguhnya segala realitas ini memang adalah manifestasi dari kalimat-kalimat Allah itu sendiri. Yakni, yang disebut sebagai ayat-ayat kauniyah. Note ini adalah catatan terakhir untuk tema 'Al Qur'an sebagai Sumber Filosofi Bagi Sains'.
-------------------------------------------------------------------------------------

Ungkapan di dalam Al Qur’an bahwa alam semesta ini adalah manifestasi kalimat Allah bukanlah bersifat metaforis belaka. Saya memahaminya sebagai ungkapan yang nyata. Bahwa, Alam semesta ini memang berasal dari kalimat Allah ‘KUN’, yang dalam bahasa sains setara dengan sistem informasi. Berawal dari kalimat perintah KUN itu, segala yang tadinya tidak ada menjadi ada.

Ruangan, dari tidak ada menjadi ada. Waktu, dari tidak ada menjadi ada. Materi dan energi juga dari tidak ada menjadi ada. Semua itu didahului oleh kalimat perintah KUN, yang kemudian menjalar di keempat variabel itu, menjadi koridor bagi dinamika alam semesta. Maka, perhatikanlah, seluruh realitas alam semesta ini menyimpan sistem informasi yang menjadi koridor bagi semua peristiwa yang dialaminya.

Setiap cikal bakal, mulai dari skala makrokosmos sampai mikrokosmos menyimpan sistem informasi di dalamnya, sehingga segala yang ada ini seperti ‘sudah tahu harus berbuat apa’. Sop kosmos sebagai cikal bakal alam semesta misalnya, ia sudah tahu harus berdinamika seperti apa agar menjadi alam semesta seperti yang sekarang kita pahami ini. Yang kalau ditulis, sejarahnya akan menjadi seperti berikut ini.

Waktu ke-0:
Kalimat perintah KUN membuat alam semesta muncul dari ketiadaan dalam bentuk Big Bang. Maka, bermunculanlah variabel ruang, waktu, materi dan energi. Ruang alam semesta saat itu berukuran sangat kecil – hampir nol – yang muncul bersamaan dengan variabel waktu yang juga hampir nol. Materi belum terbentuk, sedangkan energi berada dalam kondisi kerapatan yang hampir tidak berhingga. Sesaat kemudian kondisi itu menghasilkan dinamika kuantum yang menggerakkan alam semesta mengembang. Sehingga periode ini disebut sebagai Quantum Gravity Epoch.

Waktu ke- sepersepuluh juta triliun triliun triliun detik alias 10^(-43) detik.
Alam semesta mengembang dengan kecepatan tinggi dari ukuran sebesar atom menjadi sebesar buah anggur, yang disebut sebagai fase inflasi. Saat itu disebut sebagai periode Grand Unification, dimana gaya nuklir lemah, nuklir kuat dan elektromagnetik masih menyatu dan belum bisa dibedakan. Fase inilah yang diprediksikan oleh Prof Abdus Salam, sehingga dia memperoleh hadiah Nobel di tahun 1979.

Waktu ke-sepersepuluh miliar triliun triliun detik alias 10^(-34) detik.
Partikel quark sebagai penyusun materi mulai terbentuk, berpasangan secara asimetri dengan antiquark, lepton dengan antilepton. Karena itu, periode ini disebut sebagai Quark Epoch. Gaya Electroweak pun muncul sebagai pengikat partikel-partikel dasar pembentuk semesta. Fase ini, juga sudah diprediksikan oleh Prof Abdus Salam dalam Grand Theory-nya.

Waktu ke-sepersepuluh miliar detik alias 10^(-10) detik.
Antiquark menghilang, demikian pula positron sebagai salah satu bentuk antilepton. Dan mulailah kumpulan quark membentuk cikal bakal inti atom berupa proton dan neutron. Periode ini disebut sebagai periode Lepton alias Lepton Epoch.

Waktu ke-seratus detik alias 10^(2) detik.
Terjadi nukleosintesis alias penggabungan inti-inti Hidrogen menjadi inti Helium. Kedua jenis unsur ini adalah ‘unsur-unsur tua’ yang terkandung di kebanyakan bintang atau matahari generasi awal. Di periode ini mulailah muncul partikel kuantum foton yang menjadi partikel pembawa gaya elektromagnetik. Alam semesta yang masih berusia beberapa detik itu pun mulai bercahaya. Sehingga periode ini disebut sebagai Photon Epoch.

Waktu ke-sepuluh triliun detik alias 10^(13) detik.
Disini mulai terbentuk beragam atom yang menjadi unsur pembentuk berbagai benda di alam semesta. Sekaligus terjadi proses pemisahan antara materi dan radiasi, dimana alam semesta terlihat semakin transparan di segala penjurunya. Proses ini berlangsung sampai sekitar 1 miliar tahun.

Waktu ke- 1 miliar s/d 5 miliar tahun
Bintang-bintang alias matahari bermunculan dimana-mana. Di fase ini selain lahir matahari atau bintang-bintang, juga sudah terjadi kematian bintang yang menghasilkan black hole.

Waktu ke-5 miliar s/d 15 miliar tahun
Bermunculan gugusan bintang atau galaksi-galaksi, dimana setiap galaksi berisi ratusan miliar bintang atau matahari. Di fase ini pula terbentuk berbagai tatasurya yang berisi planet-planet, termasuk Bumi. Alam semesta pun kelihatan berkerlap-kerlip demikian indahnya, sebagaimana yang kita lihat dewasa ini. Dan seterusnya, dilanjutkan dengan munculnya kehidupan di muka bumi, di fase ini pula.

Apa yang saya uraikan di atas adalah untuk menggambarkan betapa seluruh proses itu sedemikian runtut dan sangat teliti. Sehingga, sampai dalam ukuran mendekati 'batas ketiadaan'. Ini persis dengan clue yang diinformasikan Allah di dalam kitab suci. Bahwa, di dalam proses itu tergambar semacam aturan main yang harus ditaati oleh proses yang sedang berlangsung, agar tercapai tujuan yang sudah ditetapkan.

QS.Al Furqaan [25]: 1-2
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar kitab itu menjadi sumber pelajaran bagi seluruh alam. Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan. Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan sangat teliti (fa qaddarahu taqdiiran).

Bukan hanya di alam semesta ‘ukuran yang sangat teliti’ itu berlaku, tetapi pada segala peristiwa yang terjadi di dalamnya. Termasuk yang terjadi pada diri kita. Selalu ada cikal bakal yang sudah menyimpan informasi penciptaan, dengan ‘ukuran yang sangat teliti’ itu, yang di dalam diri kita berbentuk sistem informasi genetika. Di sanalah terdapat DNA yang memberikan kode-kode penciptaan bagi manusia, sejak saat pembuahan, menjadi stem cell, membelah menjadi zigote, embrio, janin, dan terlahir sebagai manusia.

Sebagaimana terbentuknya alam semesta, penciptaan manusia di dalam rahim juga mengalami fase-fase yang krusial dengan ketelitian yang luar biasa. Kenapa kepala kita bentuknya bulat, kenapa telinga dan mata berjumlah dua. Demikian pula tangan dan kakinya. Dan segala proses pembentukan organ-organ dalam, tulang, daging, kulit, darah, otak, dan sebagainya, yang secara seluler membentuk sekitar 200 jenis sel yang tidak boleh tertukar satu sama lainnya. Ini sungguh sebuah keajaiban penciptaan yang luar biasa. Dimana seluruh proses itu dikendalikan oleh sistem informasi yang rumit dan canggih. Oleh suatu Kehendak dan Kecerdasan yang sangat menakjubkan..!

Maka tidak heran, Al Qur’an mengambarkan Allah sebagai Zat yang selalu dalam kesibukan untuk mengatur segala urusan. Setiap saat kalimat perintah KUN itu bertebaran di segala penjuru semesta. Yang kalau digambarkan, bakal bersifat kontinum tak ada putus-putusnya. Bukan hanya dalam skala menit atau detik, melainkan dalam sepersekian triliun triliun triliun detik pun, Allah selalu dalam kesibukan.

Dengan kata lain, sebenarnya kalimat KUN itu sudah ada, dan terus menerus ada sejak saat awal penciptaan alam semesta sampai berakhirnya kelak. Kalimat itu telah menjadi sistem informasi yang melekat dan inheren dengan eksistensi ruang, waktu, materi dan energi. Dan membentuk segala peristiwa yang terjadi di seluruh penjuru langit dan bumi.

QS. Ar Rahman [55]: 29
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.

Jadi, Tuhan yang diceritakan oleh Al Qur’an bukanlah Tuhan yang menganggur setelah menciptakan. Karena sesungguhnya seluruh proses dan peristiwa yang terjadi itu berada di dalam Diri-Nya. Bukan di luar diri-Nya, serta berjarak dari eksistensi-Nya. Itulah sebabnya, di ayat lain Allah memberikan gambaran bahwa Dia telah meliputi segala ciptaan-Nya, dan lebih dekat kepada kita daripada urat leher kita sendiri, yang sebenarnya sudah tak berjarak dengan kita itu.

QS. An Nisaa’ [4]: 126
Kepunyaan Allah-lah segala yang di langit dan segala yang di bumi, dan adalah AllahMaha Meliputi segala sesuatu.

QS. Qaaf [50]: 16
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.

Akhirnya, di ujung pembahasan ini, saya cuma ingin mengatakan bahwa segala realitas ini sebenarnya memang tak lebih hanya pancaran cahaya-Nya belaka. Sistem informasi KUN yang mengontrol jalannya peristiwa adalah pancaran cahaya-Nya. Ruang dan waktu yang menjadi kanvas bagi berlangsungnya peristiwa juga adalah pancaran cahaya-Nya. Dan materi beserta energi yang mengisi alam semesta pun tak lebih hanyalah pancaran cahaya-Nya.

Termasuk, seluruh kesadaran dan eksistensi diri kita tak lebih hanyalah pancaran cahaya-Nya. Inilah sosok makhluk yang memiliki ruh dengan kualitas tinggi, yang otaknya menjadi alat monitor bagi keberadaan alam semesta beserta isinya. Yang mana, di balik otak itu terdapat jiwa sebagai pusat kesadaran kemanusiaan. Dan kemudian jiwa itu terhubung dengan ruh yang menjadi media bagi sistem informasi ilahiah, yang menggerakkan segala sifat-sifat kehidupan. Dan, ternyata hal itulah yang menjadikan kita semua ‘merasa ada’..!!

Padahal, eksistensi yang benar-benar ADA itu sesungguhnya hanyalah DIA.

Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu
lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai-in qadiir..

Wallahu a’lam bissawab


~ salam ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar