Selasa, 07 Juni 2016

[3] – UNTUK APAKAH PUASAMU?

ALHAMDULILAH hari ini kita telah memasuki Ramadan hari pertama. Marhaban ya Ramadan. Marhaban pula untuk sahabat semuanya di bulan suci yang penuh hikmah, barokah dan maghfirah. Semoga Allah menyampaikan usia kita untuk menikmati bulan suci ini sampai hari terakhirnya.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hal pertama yang harus kita mantapkan dalam jiwa kita setiap melakukan ibadah adalah menata NIAT. Rasulullah mengajari kita bahwa kualitas setiap amalan yang kita lakukan bergantung pada kualitas niatnya. Innamal a’malu binniyat. Niatnya bagus, kualitas amalnya bagus. Niatnya buruk, kualitas amalnya ikut buruk. Meskipun jenis dan kuantitas amalannya sama.

Secara fikih, banyak diantara kita yang menganggap “niat” hanyalah sekedar ucapan lisan maupun sirri (dalam hati) saat hendak melakukan perbuatan. Misalnya, menjelang puasa diwajibkan untuk mengucapkan kalimat niat: nawaitu shauma ghadin an’adai fardhi syahri ramadhana hadzihissanati lillahi ta’ala… “saya berniat puasa esok hari untuk menunaikan kewajiban dalam bulan Ramadan tahun ini karena Allah semata”.

Dalam sudut pandang tasawuf, “niat” memiliki makna yang sangat mendalam. Dan menjadi “ruh” setiap ibadah. Itulah sebabnya, Rasulullah sampai mengatakan: “(kualitas) amalan bergantung pada niat”. Ini bukan bermakna sekedar rukun dan syariat, melainkan bermakna hakikat. Bahwa, ibadah yang sama bisa memiliki dampak yang berbeda ketika niatnya juga berbeda.

Puasa yang diniatkan untuk “menjadi sehat”, berbeda dengan puasa yang diniatkan untuk sekedar “menjalankan kewajiban”. Orang yang meniatkan puasanya sebagai cara untuk menjadi sehat, mereka akan berusaha menata “pola makan” dan “pola hidupnya” lewat puasa. Sehingga, puasa akan benar-benar berdampak bagi kesehatan. Sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah: shuumu tashihu - “berpuasalah niscaya kamu sehat”.

Sayangnya, fakta di lapangan masih menunjukkan bahwa umat Islam justru makan lebih banyak di bulan Ramadan. Buktinya, peredaran sembilan bahan pokok (beras, tepung, minyak goreng, telur, dlsb) justru meningkat di sekitar Ramadhan dan lebaran.

Selain itu, Allah juga mengajarkan di dalam firman-Nya bahwa puasa bertujuan untuk menjadi bertakwa, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran

Qs. Al Baqarah (2) : 183
“Wahai orang-orang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang terdahulu, mudah-mudahan kalian menjadi bertakwa”.

Maka, selain meniatkan puasa untuk tujuan kesehatan, kita juga perlu meniatkan secara sungguh-sungguh puasa kita untuk tujuan ketakwaan. Yakni, kemampuan “mengontrol diri” secara perilaku.
Niat yang kuat untuk menata perilaku lewat puasa akan menghasilkan dampak yang signifikan dalam akhlaq kita, dibandingkan dengan mereka yang berpuasa hanya karena “terbawa arus” Ramadan yang terjadi di sekitarnya. Para pelaku puasa, seusai Ramadan insya Allah akan menjadi lebih sabar, lebih ikhlas, lebih pemaaf, lebih bijak, lebih dermawan, lebih jujur, lebih adil, dan lain sebagainya.

Maka, mumpung masih di awal Ramadan marilah kita menata “niat” dalam arti yang sesungguhnya. Bukan sekedar ucapan yang menjadi rukun ibadah kita. Yang dengan niat itu kita puasakan “pencernaan dan metabolisme” tubuh kita secara lahiriah. Sekaligus mempuasakan “pikiran dan perasaan” saat beraktivitas dalam keseharian. Sebuah niat yang akan menjaga kualitas amal ibadah puasa di bulan Ramadan untuk mencapai kualitas yang setinggi-tingginya.

Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar