ALHAMDULILAH
hari ini kita telah memasuki Ramadan hari pertama. Marhaban ya Ramadan.
Marhaban pula untuk sahabat semuanya di bulan suci yang penuh hikmah, barokah
dan maghfirah. Semoga Allah menyampaikan usia kita untuk menikmati bulan suci
ini sampai hari terakhirnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hal
pertama yang harus kita mantapkan dalam jiwa kita setiap melakukan ibadah
adalah menata NIAT. Rasulullah mengajari kita bahwa kualitas setiap amalan yang
kita lakukan bergantung pada kualitas niatnya. Innamal a’malu binniyat. Niatnya
bagus, kualitas amalnya bagus. Niatnya buruk, kualitas amalnya ikut buruk.
Meskipun jenis dan kuantitas amalannya sama.
Secara fikih, banyak diantara kita yang menganggap “niat” hanyalah
sekedar ucapan lisan maupun sirri
(dalam hati) saat hendak melakukan perbuatan. Misalnya, menjelang
puasa diwajibkan untuk mengucapkan kalimat niat: nawaitu shauma ghadin an’adai fardhi syahri
ramadhana hadzihissanati lillahi ta’ala… – “saya berniat puasa esok hari untuk menunaikan
kewajiban dalam bulan Ramadan tahun ini karena Allah semata”.
Dalam
sudut pandang tasawuf, “niat” memiliki makna yang sangat mendalam. Dan menjadi
“ruh” setiap ibadah. Itulah sebabnya, Rasulullah sampai mengatakan: “(kualitas)
amalan bergantung pada niat”. Ini bukan bermakna sekedar rukun dan syariat, melainkan
bermakna hakikat. Bahwa, ibadah yang sama bisa memiliki dampak yang berbeda
ketika niatnya juga berbeda.
Puasa yang diniatkan untuk “menjadi sehat”, berbeda dengan puasa
yang diniatkan untuk sekedar “menjalankan kewajiban”. Orang yang meniatkan
puasanya sebagai cara untuk menjadi sehat, mereka akan berusaha menata “pola
makan” dan “pola hidupnya” lewat puasa. Sehingga, puasa akan benar-benar
berdampak bagi kesehatan. Sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah: shuumu
tashihu - “berpuasalah niscaya kamu sehat”.
Sayangnya, fakta di lapangan masih menunjukkan bahwa umat Islam
justru makan lebih banyak di bulan Ramadan. Buktinya, peredaran sembilan bahan
pokok (beras, tepung, minyak goreng, telur, dlsb) justru meningkat di sekitar
Ramadhan dan lebaran.
Selain itu, Allah juga mengajarkan di dalam firman-Nya bahwa puasa
bertujuan untuk menjadi bertakwa, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran
Qs. Al
Baqarah (2) : 183
“Wahai
orang-orang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan
kepada orang-orang terdahulu, mudah-mudahan kalian menjadi bertakwa”.
Maka,
selain meniatkan puasa untuk tujuan kesehatan, kita juga perlu meniatkan secara
sungguh-sungguh puasa kita untuk tujuan ketakwaan. Yakni, kemampuan “mengontrol
diri” secara perilaku.
Niat
yang kuat untuk menata perilaku lewat puasa akan menghasilkan dampak yang
signifikan dalam akhlaq kita, dibandingkan dengan mereka yang berpuasa hanya
karena “terbawa arus” Ramadan yang terjadi di sekitarnya. Para pelaku puasa,
seusai Ramadan insya Allah akan menjadi lebih sabar, lebih ikhlas, lebih
pemaaf, lebih bijak, lebih dermawan, lebih jujur, lebih adil, dan lain
sebagainya.
Maka, mumpung masih di awal Ramadan marilah kita menata “niat” dalam
arti yang sesungguhnya. Bukan sekedar ucapan yang menjadi rukun ibadah kita.
Yang dengan niat itu kita puasakan “pencernaan dan metabolisme” tubuh kita
secara lahiriah. Sekaligus mempuasakan “pikiran dan perasaan” saat beraktivitas
dalam keseharian. Sebuah niat yang akan menjaga kualitas amal ibadah puasa di bulan
Ramadan untuk mencapai kualitas yang setinggi-tingginya.
Bagaimana
menurut Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar