KUALITAS
amal ibadah kita sangat dipengaruhi oleh kualitas niat. Begitulah yang kita
simpulkan dari dua sesi pembahasan sebelum ini. Selanjutnya, niat dan amal yang
baik bakal menghasilkan kualitas keimanan yang baik pula.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Jika
kita berniat puasa yang menyehatkan, konsekuensinya adalah mengikuti cara Rasul
dalam mengatur pola makan yang baik dan benar. Yakni: halalan thayyiban.
Halal adalah “yang tidak haram”.
Sedangkan thayyib adalah “yang baik”: secara kandungan gizi,
sesuai porsi, dan longgar frekuensinya.
Makan
yang terlalu banyak, tak seimbang gizinya, dan terlalu sering frekuensinya
pastilah “tidak thayyib”.
Meskipun halal. Puasa yang demikian, pasti tidak berdampak menyehatkan. Malah
bikin sakit.
Demikian pula ketika kita berniat puasa yang menuju pada ketakwaan.
Konsekuensinya:
selama Ramadan ini kita mesti mendidik diri sendiri untuk terus berperilaku
lebih terkontrol dalam kebaikan.
Orang
yang bertakwa adalah orang yang suka menolong orang lain dengan harta bendanya
dalam keadaan lapang maupun sempit, tidak mudah marah dan gampang memaafkan
orang yang menyakitinya, serta selalu ingat Allah ketika berbuat dosa, memohon
ampunan kepada-Nya dan tidak meneruskan perbuatan buruknya.
Begitulah
Allah mengindikasikan tipikal orang-orang bertakwa di dalam Al Quran
Qs. ‘Ali
‘Imran (3) : 133-135.
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu
dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang orang yang BEERTAKWA,
(yaitu) orang orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang berbuat kebajikan.
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni
dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui.
Niat ibadah yang lillahi
ta’ala tidaklah berseberangan dengan niat puasa yang “menyehatkan
dan menjadikan takwa”. Justru menjadi penyempurna.
Bahwa,
kita berpuasa “yang menyehatkan dan menjadikan takwa” itu dikarenakan Allah dan
Rasul-Nya menyuruh kita untuk demikian.
Allah
dan Rasul menyuruh kita menjadi orang yang sehat lahir dan batin dengan cara
berpuasa.
Tidak
ada kontradiksi disini.
Sehingga
tak perlu disimpulkan: kalau niatnya “pingin sehat dan bertakwa” berarti tidak lillahi ta’ala. Dan sebaliknya,
kalau lillahi ta’ala tidak usah
meniatkan “sehat dan takwa”. Semuanya berada di dalam “satu tarikan nafas”
belaka.
Justru
inilah manisfestasi dari keimanan dalam Islam.
Keimanan
adalah “keyakinan logis” terhadap aturan agama. Bukan keyakinan yang
ikut-ikutan.
Qs. Yunus (10) : 100
“Dan
tidak ada seorang pun akan BERIMAN kecuali dengan izin Allah; dan Allah
menimpakan KEMURKAAN kepada orang-orang yang tidak mempergunakan AKAL-nya
(dalam berproses menuju keimanan itu).
Termasuk keimanan kepada Allah sekalipun. Kenapa kita beriman kepada
Allah dan menjadikan Dia Tuhan dalam hidup kita, misalnya? Tentu, dikarenakan
Allah pantas diagungkan sebagai Tuhan. Dialah Tuhan yang Maha Segala-galanya.
Seandainya tidak pantas, pastilah kita akan mencari tuhan yang lain. Tuhan yang
sebenarnya. Bukan yang tuhan-tuhanan, dan tidak pantas kita posisikan sebagai
Tuhan.
Demikian pula, kenapa kita melakukan ibadah? Karena kita memang
membutuhkan ibadah itu. Sebuah aktivitas yang memberikan banyak kemanfaatan
bagi diri sendiri maupun masyarakat luas. Lahiriah maupun batiniah. Badan
maupun jiwa. Yang karenanya, kita lantas bersyukur kepada Allah yang demikian
mengasihi dan menyayangi kita, karena telah memberikan cara untuk me-manage hidup kita melalui peribadatan.
Qs.
Al Baqarah (2) : 185
“Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
serta pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di
antara kamu hadir di bulan itu, hendaklah ia berpuasa di dalamnya. Dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu berbuka), maka (hendaklah ia
mengganti puasanya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari
yang lain. Allah menghendaki KEMUDAHAN bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah ATAS PETUNJUK-Nya yang diberikan kepadamu, SUPAYA kamu
BERSYUKUR."
Bagaimana menurut Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar